KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DAN INDIKASI DILAKUKANNYA FORSEP EKSTRAKSI DI RSUD ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016
Oleh : MEGA RIA PUSPITA NPM. 14241027
YAYASAN PENDIDIKAN SAPTA BUANA AKADEMI KEBIDANAN WIRA BUANA METRO KOTA METRO
2017 KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DAN INDIKASI DILAKUKANNYA FORSEP EKSTRAKSI DI RSUD ABDULMOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016
PROPOSAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Mengelesaikan Program Pendidikan Pada Diploma III Kebidanan
Oleh : MEGA RIA PUSPITA NPM. 14241027
YAYASAN PENDIDIKAN SAPTA BUANA AKADEMI KEBIDANAN WIRA BUANA METRO KOTA METRO 2017
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dihadapan Tim Penguji KTI
Judul KTI
: KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DAN INDIKASI DILAKUKANNYA FORSEP EKSTRAKSI DI RSUD ABDULMOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016
Nama Mahasiswa
: MEGA RIA PUSPITA
NPM
: 14241027
MENYETUJUI Pembimbing KTI
Pembimbing I
Pembimbing II
Ezzy Gapmelezy, S.Si.T., M. Kes
Ike Hesti Puspasari, SST
NIK. 241 400 001
NIK. 241 000 008
MOTTO
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. (Thomas Alva Edison)
Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan. (Sir Francis Bacon)
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan saya percaya pada diri saya sendiri. (Muhammad Ali)
Hidup itu harus terus melangkah maju, jika tidak maka Anda akan tetap berada ditempat. Dan modal untuk melangkah maju adalah ilmu (Penulis)
PERSEMBAHAN
Alhamdulilah puji syukur kupanjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan, keyakinan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Dengan kerendahan hati karya tulis ini penulis persembahkan kepada : Orang tua dan keluargaku Ibu ‘Widia” motivator terbesar dalam hidupku yang tidak pernah lelah mendoakanku dan menyayangiku dan membesarkan aku seorang diri. Terimakasih telah menjadi ibu yang terbaik untukku, aku mencintaimu selalu ibu. Adik-adikku M. Rizal Hidayat, Wardati Awaliah, Alizia, Rizky,Adel. Terimakasih telah menjadi penyemangan kakak dalan suka maupun duka. Dan tetap menjadi kebanggan ayah dan ibu. Sahabat sekaligus keluarga baruku semua tingkat III angkatan XIII terimakasih telah menjadi keluarga baruku di kota pendidikan ini. Kenangan saat canda, tawa, marah yang sudah banyak kita lalui bersama. Kalian selalu memberikan nasehat, selalu memberikan aku semangat, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Dosen Pembimbing Tugas Akhirku Ibu Ezzy Gapmelezy, S.Si.T., M. Kes dan Ibu Ike Hesti Puspasari, SST selaku dosen pembimbing tugas akhir saya, terimakasih banyak atas bimbingan, saran, petunjuk dan semangat yang diberikan Seluruh Dosen Pengajar AKBID Wira Buana Dan Staf Akademik Terimakasih banyak atas semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat berarti yang telah kalian berikan kepada kami Spesial untuk yang lebih dari sekedar teman “ M. Azzam Ramadhani, S.E” terimakasih untuk segala semangat dan motivasinya untuk selalu bangkit dalam menghadapi berbagai cobaan. Teman-teman angkata XIII dan Almamater Akbid Wira Buana Metro yang tercinta
RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PENULIS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama : Mega Ria Puspiita NPM : 14241027 Tempat Tanggal Lahir : Labuhan Ratu Kampung, 08 Juli 1995 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Mahasiswa Kebangsaan : Indonesia Alamat : Desa Labuhan Ratu Kampung Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara 9. Ayah : Jarkoni 10. Ibu : Widia 11. Anak Ke : Tunggal
PENDIDIKAN FORMAL 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Akademik
: SD N.02 Labuhan Ratu Kampung 2002-2008 : SMP N.02 Sungkai Selatan tahun 2008-2011 : SMA N.02 Kotabumi Lampung Utara tahun 2011-2014 : Akademi Kebidanan Wira Buana Metro dari tahun 2014 sampai sekarang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dalam penusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan masukan dan bimbingan dari berbagi pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulisningin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr.Ruskandi Martaatmadja,Sp.A, selaku ketua Yayasan AKBID Wira Buana Metro 2. Himkatul Khoiriyah,SST.,M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan Wira Buana Metro 3. Yosinta Salindri, SST., M.Kes selaku koordinator Karya Tulis Ilmiah 4. Ike Hesti Puspasari,SST selaku pudir I AKBID Wira Buana Metro sekaligus pembimbing II Karya Tulis Ilmiah 5. Sudasiyah,SKM., M.Kes selaku pudir II AKBID Wira Buana Metro 6. Eka Titin Oktaviani,SST selaku pudir III AKBID Wira Buana Metro 7. Ezzy Gapmelezy, S.Si.T., M.Kes selaku pembimbing I Karya Tulis Ilmiah yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta memberikan kesabara kepada penilis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah. 8. Dosen dan staf AKBID Wira Buana Metro Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, untuk itu pada kesempatan ini penulus mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini beguna dan bermafaat bagi penulis dan pembaca umumnya.
Metro, Penulis
Mei 2016
Mega Ria Puspita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Permohonan Izin Pra Survey
Lampiran 2
Surat Balasan Permohonan Izin Pra Survey
Lampiran 3
Ceklist
Lampiran 4
Lembar Konsultasi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut definisi World Health Organazation (WHO) kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,terlepas darituanya kehamilan dan tindakan yang di lakukan untuk mengahiri kehamilan. Sebab sebab kematian ini dapat di bagi dalam dua golongan yakni yang langsung di
sebabkan oleh komplikasi komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas dan sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker,dan sebagainya. Angka kematian maternal ialah jumlah kematian di perhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup (Sarwono, 2009:7) Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80% karena komplikasi obstetri dan 20% oleh sebab lainnya, sedangkan penyebab tidak langsung 80% adalah “3 terlambat dan “4 terlalu”. Tiga faktor terlambat yang di maksud adalah terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ketempat rujukan dan terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehtan. Adapun 4 terlalu yang dimaksud adalah terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua saat melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak melahirkan. Berdasarkan penelitian dari Unitet States National Hospital Disechage Survey, Kozak dan Weeks(2000) melaporkan bahwa pelahiran dengan porseps menurun dari 17,7 menjadi 4,0 pada 100 pelahiran pervaginam dari tahun 1980 sampai tahun 2000. Selama periode 20 tahun yang sama ini, angka pelahiran. Angka pelahiran dengan forseps meningkat dari 0,7 menjadi 8,4 setiap 100 pelahiran pervagina (Wiliam,volume 1 : 534). Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyatakan bahwa AKI di Indonesia yaitu mencapai 228 per 100.000 KH. Dan meningkat kembali pada tahun 2014 sebesar 359/100.000 KH. Angka tersebut masih jauh dari target RPJMN tahun 2014 yaitu sebesar
118/100.0KH. target
Millenium Development
Goals
(MDGS)
yaitu
menurunkan AKI menjadi 102/100.000 (KH) pada tahun2015. (Zulfa Binti Aziz,2014). Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu yang terjadi 80% pada saat persalinan, dan segera setelah persalinan, yaitu perdarahan 25% biasanya perdarahan pasca persalinan sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%) aborsi (13%) dan sebab sebab lain (8%). Kematian ibu bersalin sudahmencapai 25-50%, hal ini merupakan masalah besar pada negara berkembang, kematian ini terjadi pada wanita usia subur. Kematian pada ibu bersalin merupakan penyebab kematian terbesar, kematian pada usia produktifitasnya World Health Organazation (WHO). Memperkirakan ada 500.000 kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahun 99% di negara berkembang dan salah satu negara berkembang adalah Indonesia. Persalinan terdiri dari 3 metode, yang pertama adalah persalinan spontan yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. Yang kedua adalah persalinan buatan yaitu persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari luar seperti alat bantu forsep dan vakum. Yang ke tiga adalah persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang di perlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsangan (Rohani,2011:3). Forsep adalah alat yang paling banyak digunakan
untuk
memperlancar pelahiran kepala janin atau untuk melindungi janin atau ibu dari trauma dan keletihan. Forsep juga digunakan untuk membantu pelahiran
kepala pada presentasi bokong atau untuk menarik kepala bayi ke atas atau keluar pelvis saat pelahiran seksio sesaria (Myles,2009:576).Indikasi persalinan forsep ekstraksi perlu memperhitungkan indikasi yang tepat, sehingga komplikasinya ringan yaitu keadaan ibu adalah ekstraksi bayi oleh karena ibu yang mengalami kelelahan menunjukkan gejala dehidrasi, air kencing yang pekat dan nadi lebih dari 100, kala II lama seperti tidak terjadi penurunan dan tidak terjadi putaran paksi dalam, preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan oedema akibat kehamilan atau segera setelah persalinan (Oxorn,2010:287) Dampak
dari
forsep
ekstraksi
adalah
dapat
menyebabkan
cephalhematom, kerusakan otak dan perdarahan intakarnial, depresi umum dan asfiksia, sequele neurologik lanjut, fraktur tulang kepala, paralis facial, paralis
brachial,
memar,
komplikasi
tali
pusat
dan
kematian
(Oxorn,2010:289) Berdasarkan data prasurfey angka kejadian ibu bersalin di lakukan tindakan forcep ekstraksi di RSUD Abdoel Moeloek pada tahun 2013 yaitu 134 kasus dari 4162 persalinan (3,22%), pada tahun 2014 yaitu 101 kasus dari 1530 persalinan (6,60%), pada tahun 2015 yaitu 96 dari 1435 persalinan (6,69%), pada tahun 2016 yaitu 99 dari 1401(7,06%) persalinan. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengambil judul
KTI
tentang
“
karakteristik
ibu
bersalin
dan
indikasi
di
lakukannyatindakan forsep ekstraksi di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah di lakukan, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah karaktristik ibu bersalin dan indikasi dilakukannya tindakan forsep ekstraksi di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dan indikasi dilakukannya forsep ekstraksi
di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung Tahun 2016 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin yang mengalami tindakan forsep ekstraksi berdasarkan usia ibu di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016 1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin yang mengalami tindakan forsep ekstraksi berdasarkan paritas ibu di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016 1.3.2.3 Untuk mengetahui distribusi frekuensi
ibu bersalin yang
mengalami tindakan forsep ekstraksi berdasarkan pendidikan ibu di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016
1.3.2.4 Untuk mengetahui distribusi frekuensi ibu bersakin yang mengalami tindakan forsep ekstraksi bersasarkan pekerjaan ibu di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampug tahun 2016 1.3.2.5 Untuk mengetahui distribusi frekuensi ibu bersalin yang Dilakukan tindakan forsep ekstraksi berdasarkan indikasi di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Bagi Tempat Peneliti Sebagai masukan bagi tempat penelitian dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu.
1.4.2
Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan dalam bidang penelitian
khususnya
tentang
ibu
bersalin
dengan
indikasi
dilakukannya forsep ekstraksi.
1.4.3
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang karakteristik ibu bersalin dengan indikasi dilakukannya forsep ekstraksi.
1.4.4
Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang forsef ekstraksi. Dengan melakukan pengembangan baik dari variabel yang berbeda serta sesain penelitian yang berbeda agar hasil penelitian yang diperoleh lebih mendalam.
1.5 Ruang Lingkup 1.5.1 Jenis Penelitian
: Deskriptif
1.5.2 Subyek Penelitian
: Ibu bersalin dengan tindakan forsep ekstraksi
1.5.3 Objek Penelitian
: Karaktristik
ibu
bersalin
dan
indikasi
dilakukannya forsep ekstraksi yaitu usia, paritas, pendidikan, pekerjaan dan indikasi 1.5.4 Lokasi Penelitian
: RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016
1.5.5 Waktu Penelitian
: -
1.5.6 Alasan penelitian
: Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematain ibu yang terjadi 80% pada saat persalinan, yaitu perdarahan 25% biasanya perdarahan pasca persalinan, sepsis (15%), preeklamsi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%) aborsi (13%) dan sebab-sebab lin (8%). Salah satu penyebab AKI dalah partus macet
sebesar
8%
dn
preeklamsi
(12%).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80% karena komplikasi obstetri dan 20% oleh sebab
lainnya,
sedangkan
penyebab
tidak
langsung 80% adalah “3 terlambat dan “4 terlalu”. Tiga faktor terlambat yang di maksud adalah terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ketempat rujukan dan terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehtan. Adapun 4 terlalu yang dimaksud adalah terlalu muda
saat
melahirkan,
terlalu
tua
saat
melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak melahirkan. Partus macet dan hipertensi adalah salah satu indikasi dilakukannya tindakan forsep ekstraksi. Forsep adalah alat yang paling banyak digunakan untuk memperlancar pelahiran kepala janin atau untuk melindungi janin atau ibu dari trauma dan keletihan (Diane M. Fraser, 2009:576). Dampak dari forsep ekstraksi adalah dapat menyebabkan cephalhematom, keruskan otak dan perdarahan intrakarnial, depresi umum dan asfiksia, sequele neurologik lanjut, fraktula dan kematian (Oxorn, 2010:289). Berdasarkan data prasurvey di RSUD Abdoel Moeloek pada
tahun 2013 yaitu 134 kasus dari 4162 persalinan (3,22%), pada tahun 2014 yaitu 101 kasus dari 1530 persalinan (6,60%), pada tahun 2015 yaitu 96 dari 1435 persalinan (6,69%), pada tahun 2016 yaitu 99 dari 1401(7,06%) persalinan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Persalinan 2.1.1
Definisi Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran placenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks lalu janin turun ke jalan lahir. (Elisabeth, 2015:43) Forcep ekstraksi adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat forceps. Tindakan ini di lakukan karena ibu tidak dapat mengedan efektif untuk melahirkan janin. Walaupun sebagian besar proses pengeluaran dihasilkan dari ekstraksi forcep tetapi bukan berarti kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan. (Elisabeth, 2015:114) Ektraksi cunam atau forcep ialah suatu persalinan buatan, janin di lahirkan dengan cunam yang di pasang di kepalanya. Cunam yang umum di pakai adalah cunam Naegele. Sedangkan pada kepala yang menyusui (Aftercoming Head), dipakai cunam piper dengan lengkung panggul agak datar dan tungkai yang panjang melengkung ke atas dan terbuka. (Arif Mansjoer, dkk, 2000:329) Tujuan pertolongan persalinan forcep adalah melakukan putaran sehingga hepomoklion terletak pada posisi yang tepat dan tarikan untuk pertolongan persalinan. (Manuaba,2010:474) 2.1.2
Indikasi Persalinan Forcep Ekstraksi
Menurut Manuaba (2010:474) Dalam melakukan tindakan forcep ektraksi perlu memperhitungkan petunjuk (indikasi) yang tepat, sehingga komplikasinya ringan. Indikasi pertolongan forcep ekstraksi adalah: 1. Indikasi ibu a. Persalian distosia (kemacetan persalinan) yang meliputi Persalinan terlantar (partus lama), ruptura uteri iminen, kala dua lama. b. Propilaksis penyakit sistemik ibu (gestosis, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru). 2. Indikasi bayi a. distres janin (gawat janin) b. kedudukan ganda kepala dengan anggota badan (ekstremitas) atau prolapsus funikuli. 3. Indikasi waktu a. Indikasi pinard (2 jam mengejan tidak lahir) b. Modifikasi Remeltz (setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin, tunggu 1 jam tidak lahir lakukan forsep ekstraksi)
2.1.3
Indikasi Profilaksis Indikasi Profilaksis adalah untuk keadaan yang menimbulkan larangan mengejan, sehingga kala dua di percepat dengan ekstraksi forcep. Yang termasuk indikasi profilaksis adalah dengan ibu penyakit jantung, paru-paru, ginjal, hipertensi, kehamilan dengan komplikasi,
gestrosis preeklamsia/eklamsia,kehamilan dengan bekas oprasi pada otot rahim misalnya seksio sesaria. Menurut (Oxorn, 2010:286), indikasi penggunaan forceps yaitu gawat janin. Gejala-gejala yang menunjukkan bayi menderita kekurangan oksigen meliputi : 1. Denyut jantung tidak teratur 2. Bradikardi dibawah 100 permenit di luar his 3. Keluarnya meconium pada presentasi kepala Begitu terjadi gawat janin maka bayi harus di lahrkan secepatnya, jika syarat-syaratnya telah memenuhi. Gejala yang lebih penting adalah ketidak teraturan dan lambatnya dengan denyut jantung anak. Mungkin latar belakangnya adalah tali pusat menumbang. Kadang-kadang lilitan tali pusat pada leher anak menjadi kencang pada waktu kepala turun, aliran darah melalui tali pusat berkurang dan terjadi hipoksia atau anoksia dengan gejala klinis bradikardi. Sering kali bayi dengan bradikardia intra uteri dan mengeluarkan meconium dilahirkan dengan keadaan baik dan tetap demikian. Jadi bila gejala-gelaja gawat janin timbul dan kelahiran dapat di percepat dengan tindakan forceps rendah yang mudah maka ini harus dilakukan segera. Sebaliknya, dalam keadaan tergesa-gesa untuk menyelamatkan bayi dengan kemungkinan anoksia kita harus menyadari bahaya atau bahkan kemungkinan membunuh bayinya dengan melakukan forceps yang sukar dan kdang-kadang tidak perlu.
1. Keadaan Ibu Ekstraksi bayi oleh karena alasan ibu dapat di benarkan bila risiko untuk ibu dan anak lebih kecil dibanding bila menunggu persalinan spontan. Ibu yang kelelahan menunjukkan gejala-gejala dehidrasi, air kencing yang pekat dan nadi di atas 100 serta suhu di atas normal (37,5 o
C) . Pasien ini tidak dalam keadaan shock tetapi hanya kelelahan saja. Jika ada penyakit-penyakit ibu penyakit jantung, tuberkulosis,
toksemia, atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan badan maka forseps dapat di gunakan untuk memperpendek kala II dan meniadakan perlunya ibu harus mengejan untuk waktu yang lama. Dalam keadaan-keadaan ini penting bahwa tindakan forcepsnya mudah. Pasien tidak perlu ditolong dengan tindakan forceps yang sukar dengan akibat laserasi dan perdarahan. Jika demikian lebih baik persalinan dibiarkan secara alamiah. 2. Kala II Tidak Maju 1. Tidak terjadi penurunan 2. Tidak terjadi putaran paksi dalam Bila syarat-syarat penggunaan forceps telah dipenuhi, tidak adanya kemajuan setelah 1 jam untuk multipara dan 2 jam untuk multigravida dengan kontaksi uterus yang baik merupakan indikasi untuk menilai keadaan dan kemungkinan menggunakan forceps untuk melahirkan bayi.
Menunggu hanya diperkenankan selama 2 jam pada kala II oleh karena pengalaman menunjukkan bahwa insidensi perlukaan ibu dan anak secara pasti bertambah setela jangka waktu tertentu. Keadaan-keadaan yang merupakan predisposisi persalinan tidak maju meliputi: 1. Kontraksi uterus yang jelek 2. Disproporsi relatif dalam derajat ringan disebabkan oleh karena bayi yang besar atau spina ischiadica yang menonjol 3. Kedudukan janin abnormal seperti UUK dibelakang atau sikap ekstensi 4. Perinium yang kaku sehinga kepala yang turun tidak dapat menipiskan perinium 5. Diastasis m.rectus abdominis sehingga mengurangi efisiensi hejan perut 6. Dasar panggul yang lemah sehingga menghalangi rotasi kepala yang semestinya Forceps profilaktif prosedur ini dikatakan profilaktif oleh karena dimaksudkan untuk mencegah asfiksia janin dan kematian serta mengurangi permukaan dan penderitaan ibu yang tidak perlu. Forceps dikerjakan setelah dilakukan episiotomi awal. Pertimbangannya adalah: 1. Lebih baik melakukan episiotomi sebelum jaringan teregang berlebihan. Ini dapat mengurangi insidensi kelemahan perineum dan dasar panggul. Dan prolapsus uteri dikelak kemudian hari.
2. Menghemat hejan perut ibu dalam waktu tertentu dan dapat mencegah hemorroid yang sangat nyeri. 3. Ekstrasi bayi dengan forceps prolaktik lebih sedikit menimbulkan kerusakan dibanding dengan membiarkan kepala tertahan pada perineum dalam jangka waktu yang lama. Indikasi sarat-sarat dan batas waaktu yang pernah diuraikan dimuka tidak boleh diterima secara kaku dan tidak dapat dirubah lagi. Penolong harus setiap saat memberikan pertimbangannya sendri untuk merubah indikasi-indikasinya agar sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kadang-kadang tindakan dilakukan lebih awal dari biasanya tetapi sebaliknya kadang-kadang diberikan waktu yang lebih sebelum tindakan operatif diambil. Begitu ada gawat janin maka tindakan merupakan keharusan. Tetapi daripada menunggu sampai terjadi bradikadia yang nyata diikuti dengan tindakan yang sia-sia, lebih baik melahirkan bayi ketika masih dalam keadaan baik dan lebih dapat bertahan terhadap trauma tindakan operatif dan anastesi. Pada kasus-kasus partus lama dengan kemajuan persalinan yang lambat misalnya maka kemungkinan gawat janin harus selalu dipikirkan. Ibu yang kelelahan merupakan indikasi yang pasti untuk tindakan operatif kita tidak boleh membiarkan pasien sampai betul-betul menjadi lelah baru melakukan tindakan. Begitu memasuki kala II pasien harus
selalu diperhatikan kalu ada gejala-gejala kelelahan. Bila ini timbul harus dilakukan ekstraksi tanpa menunggu sapai batas waktu yang biasa habis. Aturan untuk menunggu persalinan pada kala II tidak maju lagi sampai 1 jam untuk multipara dan 2 jam untuk primigravida tidaklah mutlak seringkali penolong dapat menetapkan lebih awal apakah ada harapan untuk maju atau tidak. Misalnya bila kepala sudah mencapai perineum tidak ada gunanya menghabiskan waktu padahal dengan episiotomi atau forceps rendah akan membantu anak, ibu dan perineum. Waktu terbaik untuk menggunakan forceps adalah masalah pertimbangan. Kita tidak boleh terlalu cepat melakukan tindakan operatif dan mengerjakan forceps yang tidak perlu sebaliknya kita tidak boleh menunggu terlalu lama sehingga nyawa anak dan kesehatan ibu ada dalam bahaya. (Oxorn dan Forte, 2010:288).
2.1.4
Kontraindikasi Penggunaan Forcep ekstraksi Menurut Oxorn, 2010:288 kontraindikasi penggunaan forceps yaitu: 1. Tidak ada indikasi yang layak 2. Pembukaan serviks belum lengkap 3. Disproporsi kepala panggul yang nyata 4. Kepala belum masuk panggul 5. Tidak ada pengalaman pada penolong
2.1.5
Komplikasi persalinan forceps ekstraksi
Menurut Manuaba, (2010:475) komplikasi atau penyulit ekstraksi forcep meliputi komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dan komplikasi kemungkinan atau terlambat.
Tabel 2.1 Trias komplikasi ibu dan bayi.(Manuaba 2010) Trias komplikasi Ibu
Bayi
segera Perdarahan
-
Atonia uteri
-
Perdarahan intrakranial
-
Retensio
-
Edema intrakranial
plasenta
-
Kerusakan pusat vital di modula oblongata
-
Trauma
langsung
jaringan otak
Trauma jalan lair
-
Ruptura uteri
-
Fraktur tulang kepala
-
Ruptuta sekviks
-
Dislokasi sutura tulang
-
Robekan forniks-
kepala -
kolpforeksis -
Robekan vagina
-
Hematoma luas
-
Robekan
Trauma langsung pada mata, telinga, hidung
-
Trauma langsung pada persendian tulang leher
-
verineum
Gangguan
fleksus
brakialis -
Krusakan
saraf
trigeminus dan fasialis -
Dan
hematoma
daera tertekan
pada
Infeksi
-
Plasenta rest
-
Subinfolusi uteri
-
Infeksi
oleh
karena
infeksi pada ibu menular ke bayi
2.1.5.1 Komplikasi maternal menurut (Diane M. Fraser , 2009:580) meliputi: 1. Trauma atau kerusakan jaringan luak, yang dapat terjadi pada perineum, vagina, atau serviks 2. Perdarahan dari atas 3. Disuria tau retensi urine, yang dapat terjadi akibat memar atau edema pada uretra 4. Nyeri perineum 5. Morbiditas pascanatal, yang lebih tinggi pada intervensi kelahiran 2.1.5.2 Komplikasi neonatal menurut Diane M. Frase, (2009:580) meliputi : 1. Bekas tanda pada wajah bayi yang dapat di sebabkan oleh tekanan forcep tetapi dapat hilang dengan cepat 2. Memar berlebihan akibat forcep 3. Palsi wajah, yang dapat terjadi akibat tekanan bilah forcep yang menekan nerfus fasialis dan biasanya hanya bersifat sementara.
Menurut Manuaba, (2010:481) kompliksi penyulit terlambat forcep ekstraksi dapat timbul dalam bentuk komplikasi terlambat ibu dan komplikasi terlambat pada bayi. Komplikasi terlambat pada ibu bersumber juga pada “trias komplikasi ibu” dengan penjabaran sebagai berikut : 1. Perdarahan (placenta rest, atonia uteri sekunder, jahitan robekan jalan lahir yang terlepas) 2. Infeksi. Penyebaran infeksi semakin meluas 3. Trauma jalan lahir (terjadi fistula vesiko-vaginal, terjadi fistula rektovaginal, terjadi vistula utero-vaginal) Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk trauma ekstraksi forsep (cacat karena aplikasi forcep), infeksi (infeksi yang berkembang menjadi sepsis dan dapat menyebabkan kematian, ensefalis sampai meningitis), dan gangguan susunan saraf pusat (trauma langsung pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual, gangguan pendengaran dan keseimbangan). Dengan memperhatikan komplikasi, ekstraksi forcep yang masih di perkenankan hanya tindakan forcep rendah (outlet forcep). Bidan yang mempunyai polindes sekalipun mempunyai alat ekstraksi forcep, dan dapat melakukan tindakan sebaiknya melakukan rujukan atau bekerja sama dengan dokter. 2.1.6
Persiapan persalinan dengan forcep
Menurut manuaba (2010:475) persiapan persalinan dengan ekstraksi forcep yaitu: 1. Persiapan narkosa dan akhirnya. Untuk menjamin ketenangan bekerja dan meningkatkan keselamatan ibu dan bayi. 2. Persiapan untuk ibu. a. Pemasangan
infus,
memudahkan
untuk
rehidrasi
(menambah/mengganti) cairan, pemberian obat, transfusi darah, cairan substitusi darah. b. Obat-obatan: desinfektan, uterotonika.
3. Persiapan alat ekstraksi forcep a. Duk steril b. Sarung tangan steril c. Alat persalinan normal d. Alat forcep e. Alat untuk episiotomi dan menjahit f. Kateter logam dan dauer kateter nelaton 4. Persiapan untuk bayi a. Kit partus b. Alat resusitasi: penghisap lendir; obat-obat perangsang pernafasan, bikarbonas natrikus; O2 dengan maskernya; laringoskop
c. Alat pernafasan bayi 5. Persiapan setelah tindakan ekstraksi forcep a. Kamar isolasi : Utuk observasi / pengawasan intensif b. Mobilisasi
:
Mobilisasi boleh bersama kateter, daver kateter dibuka setelah tiga hari c. Pengawasan postpartum sebagai mana lazimnya. Persiapan dilakukan dengan tujuan memperkecil kompliksi ibu maupun bayi. 2.1.7
Kriteria kegagalan persalinan forcep Menurut Oxorn (2010:292) forcep gagal atau forcep yang membawa akibat buruk. Usaha untuk melahirkan anak dengan forcep dapat mengalami kegagalan total atau dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian pada bayi dan robekan panggul pada ibunya. Selain kesalahan dalam pengambilan keputusan di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Kurang memahami kepentingan dan hubungan antara stasiun dengan tingginya diameter biparietalis, stasiun nol berarti bagian terendah mencapai spina ischiadica. Pada kebanyakan pasien bila setasiunnya nol maka diameter biparietalis ada pada atau baru saja melalui PAP. b. Disporposi yang tidak diketahui, disebabkan oleh: 1. Panggul sempit atau abnormal
2. Bayi yang besar ini merupakan keadaan yang paling sering menyesatkan terutama pada multipara yang pernah mengalami persalinan mormal sebelumnya. Persalinan yang diharapkan mudah berubah menjadi ekstraksi forcep yang sukar disertai robekan cerviks atau vagina, perdarahan postpartum dan seringkali bayi terluka atau mati. Jika persalinan tidak maju maka sebelum mengambil tindakan besarnya janin harus dievaluasi sekali lagi. c. Kesalahan diagnosa stasiun 1. Pemeriksaan rectal mungkin sudah mencukupi untuk penanganan persalinan normal tetapi jika ada kesulitan maka pemeriksaan tersebut
tidak
teliti,
tidak
dapat
dipercaya
dan
dapat
mengakibatkan kesalahan yang serius. Pada keadaan demikian diperlukan pemeriksaan vaginal steril hati-hati sebelum keputusan diambil. 2. Caput sucdenum (odema kult kepala), pada persalinan yang lama mungkin terjadi caput setebal 1-2 cm sehingga tulang kepala juga 1-2 cm lebih tinggi. Yang terpentig adalah menentukan stasiun tulang kepala, bukan kulit kepala yang odematoma. Caput yang besar menunjukkan adanya kontraksi yang kuat, resistensi yang tinggi atau keduanya. Caput yang kecil atau tidak ada sama sekali berarti konraksinya lemah atau resistensi jaringan panggul tidak besar.
3. Moulage. Moulage yang berlebihan menyebabkan kepala meruncing dengan bertambahnya sumbu memanjang. Dengan demikian diameter biparietalis lebih jauh letaknya dari bagian terendah kepala. Pada keadaan ini mungkin kepala belum masuk panggul meskipun srasiunnya nol, tindakan forcep tidak hanya sukar tetapi kompresi alat tersebut pada otak yang telah teregang memperbesar terjadinya kerusakan yang permanen. Moulage berat merupakan tanda adanya kesulitan d. Kesalahan diagnosa kedudukan. Menurut kepentingan maka urutanurutan langkah dalam menggunakan forcep adalah pertama diagnosa kedudukan baru kemudian pemasangan dan traksi. Jadi jelas bahwa jika kedudukan kepala janin yang pasti tidak di ketahui maka forcep tidak dapat dipasang dengan benat. Kesulitan dalam pemasangan forcep. e. Kesalahan dalam menentukan lebarnya pembukaan serviks, seringkali pasien yang di duga malah siap untuk melahirkan. Pada pemeriksaan vaginal ternyata pembukaan seviksnya pada pembukaan yang belum lengkap kecuali dalam keadaan yang amat jarang. Forcep tidak boleh di pasang pada pembukaan yang belum lengkap ini mungkin merupakan gejala disporposi dan persalinan vaginal yang dapat dipaksakan dapat mengakibatkan bencana. Bila disporposi tidak ada dan ibu dan anak dalam keadaan baik maka persalinan harus maju
sampai seperti yang diarapkan. Jika ada disporposi atau kegawat janin dan ibu maka ini merupakan indikasi sectio caesarea. f. Kesalahan diagnosis kontraksi uterus yang tidak efisien. Asumsi yang salah bahwa yang tidak maju merupakan akibat kontraksi uterus yang tidak baik dapat menimbulkan kesulitan melalui dua cara yaitu: 1. Forcep dipakai terlalu awal. 2. Infus oksitosin dapat membuka serviks dan mendesak kepala dalam panggul cukup juh mendorong penolong melakukan ekstraksi forceps yang salah arah. g. Cincin kontraksi adalah kejang otot myometrium yang terlokalisir sehingga mencengkam janin erat-erat dan meghalangi penurunan kepalabaik secara sepontan maupun dengan forcep. h. Indakan yang belum waktunya, ini meliputi peggunaan forcep sebelum pasiennya siap dan syarat-syaratnya terpenuhi, maupun tidak adanya indikasi yang sah. Faktor-faktornya dalah:
1. Ketidak sabaran dokter. 2. Desakan dari pasien atau keluarganya untuk berbuat sesuatu 3. Anastesi diberikan terlalu awal oleh karena (1) kesalahan dalam menentukan seberapa jauh pasien sudah dalam persalinan. (2) ketakutan terjadinya partus precipitatus dan (3) pasien yang ribut dan tidak dapat dikendalikan. i. Keragu-raguan dan sikap keras kepala.
1. Dokternya tidak mengambil keputusan dan menunggu terlalu lama pada waktu ia memutuskan untuk bertindak ibu dan anak keadaannya sudah tidak baik. 2. Sikap keras kepala ada 2 macam, yang pertama adalah dokter yang tidak mau mengakui kesalahan dalam keputusan yang telah diambil dan bersikeras untuk meneruskannya, yang ke dua adalah dokter yang tidak mau mencari konsultasi.
2.1.8
Syarat persalinan dengan forceps Menurut Arif Mansjoer, Dkk (2000:329), sebelum melakukan operasi ektraksi forceps kita harus memperhatikan apakah syarat-syarat berikut sudah terpenuhi: 1. Pembukaan serviks lengkap 2. Kepala janin sudah di hodge III+(engaged) 3. Tidak ada disproporsi sefalopelvik 4. Kepala janin dapat dipegang dengan cunam 5. Janin presentasi puncak kepala atau presentasi muka dengan dagu didepan 6. Ketuban sudah pecah atau dipecahkan Menurut Diane M Fraser (2009:577) syarat-syarat persalinan forcep yaitu: Perawatan kandung kemih. Untuk mencegah bahaya atau cedera, kandung kemih harus dijaga agar tetap kosong.
Analgesia. umumnya menggunakan analgesia epidural atau blok pudendal ditambah infiltrasi anastesia lokal pada perineum. Pemberian informasi dan persetujuan tindakan. Pasangan harus terus diberi tahu tentang semua hal yang terjadi, dan harus dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan. Kehadiran dokter spesialis anak. Dokter spesialis anak mungkin tidak perlu hadir pada saat kelahiran, terapi harus tetap diberi tahu tentang segala sesuatu yang terjadi. Peralatan resusitasi neonatus. Alat ini harus diperiksa dan disiapkan untuk berjaga-jaga seandainya diperlukan. Pneumonic FORCEPS adalah : Fuul dilation of the cervix (dilaktasi serviks lengkap) O fifths of the head palpable abdominally (0/5 kepala dapat dipalpasi pada abdomen) Room in pelvis and ruptured membranes (ruang didalam serviks dan ketuban sudah pecah) Cephalic presentation (presentasi kepala) Empty bladder (kandung kemih kosong) Position recognized (posisi diketahui) Suitable pain relief (pereda nyeri yang tepat) 2.1.9
Tindakan Pertolongan Persalinan Forseps Menurut Ida Gede Bagus Manuaba (2010:474) bentuk persalinan forceps dapat dibagi menjadi :
1. Forsep rendah a. Dilakukan setelah kepala bayi mencapai Hodge III atau lebih b. Kepala bayi mendorong perenium, forceps dengan ringan desebutkan outlet forseps. 2. Forsep tengah a. Pada kedudukan kepala antara Hodge II/III b. Salah satu bentuk forsep tengan adalah forsep percobaan untuk melakukan disporposi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forseps berat, membuktikan terdapat disporporsi kepala panggul. Forsep percobaan dapat di ganti dengan ekstraksi vacum. 3. Forsep tinggi a. Dilakukan pada kedudukan kepala diantara Hodge I/II b. Forsep tinggi sudah diganti dengan seksio saesaria.
2.1.10 Prosedur Dilakukannya Persalinan Ekstraksi Forceps Menurut Arif Mansjoer (2000:329), prosedur persalinan ekstraksi forsep adalah sebagai berikut: 1. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui posisi kepala, apakah ubun-ubun kecil terletak didepan atau belakang, kanan/kiri depan, kanan/kiri belakang. 2. Lakukan rekonstruksi pemasangan cunam penolong membayangkan bagaimana posisi cunam akan dipasang dengan memegang cunam di
depan pulva. Kedua pemegang cunam dalam keadaan tertutup dengan ibu jari sejajar sumbu cunam. Pasang sendok cunam. Sendok yang di pasang terlebih dahulu ialah sendok cunam kiri atau yang lebih sulit pemasangannya. Fundus uteri ditahan seorang asisten dan empat jari tangan kanan penolong dimasukkan kedalam vagina sebelah kiri. Sendok kiri dipegang dengan tangan kiri penolong seperti memegang pensil, dengan tangkai cunam sejajar lipat paha depan kanan. Lalu dengan tuntuan dan dorongan ibu jari tangan kanan, masukkan daun cunam kedalam jalan lahir sampai daun terletak melintang dan melingkari kepala janin disebelah kiri. Tungkai cunam dipegang asisten. Kemudian masukkan daun cunam kanan dari kiri atas dengan cara yang sama kedalam vagina sebelah kanan dengan melewati depan sendok kiri. Pada presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil dikiri atau kanan depan. Sendok yang lebih sukar masuk, dimasukkan dari kiri atau kanan belakang, lalu dengan bantuan tangan degeser kearah sepan (wandering) 3. Kunci sendok cunam. Cunam yang sukar dikunci harus dikeluarkan dan dipasang lagi. Kini cuman berada dalam posisi biparietal terhadap kepala janin dan melintang terhadap panggul ibu. 4. Nilai hasil pemasangan daun cunam. Lakukan pemeriksaan dalam ulang untuk mengetahui apakah daun cunam telah terpasang dengan benar dan tidak ada bagian jalan lahir yang terjepit.
5. Lakukan traksi percobaan. Tangan kiri dan kanan penolong menggenggam pemegang cunam, sedangkan jari telunjuk dan tangan kanan kiri penolong diluruskan sampai menyentuh puncak kepala. Bila kepala terjepit baik oleh cunam. Pada tarikan cunam kepala mengikuti gerakan dan kedua jari tak lepas dari kepala. Jika traksi percobaan gagal, buka cunam keluarkan kedua sendok sate satu persatu kemudian pasang kembali. 6. Lakukan traksi definitif
setelah traksi percobaan berhasil. Kedua
tangan memegang tangkai dan leher cunam seringan-seringannya supaya tidak menekan kepala janin berlebihan dan dengan dua lengan dekat pada badannya. Penolong melakukan penarikan dengan kekuatan terkendali, pada posisi kiri atau kanan depan, sambil mengadakan traksi, lakukan putaran 45derajat sehingga cunam terletak melintang terhadap panggul. Jika pasien tidak diberi anastesi umum. Masi ada his dan boleh meneran, lakukan traksi waktu his dan waktu ibu meneran. Agar peredaran darah otak janin berjalan seperti biasa. Sesudah tarikan 10 detik. Straksi harus diistirahatkan sebentar. Lakukan traksi dengan arah tungkai cunam sesuai dengan sumbu panggul, yaitu cunam kebawah bila kepala masih agak tinggi clan mendatar bila kepala di pintu bawah panggul sampai suboksiput tampak dibawah simpisis. Kemudian satu tangan menahan perineum dan tangan yang lain menggerakkan cunam ke atas untuk melahirkan ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, muka dan dagu.
7. Buka dan lepaskan sendok cunam sesudah kepala lahir, buka cunam dan lepaskan sendok satu persatu. Setelah muka dan hidung dibersihkan. Selanjutnya lahirkan bayi sepeti biasa. Sesudah plasenta lahir, lakukan pemeriksaan dengan spekulum untuk melihat apakah tidak ada luka yang berarti pada jalan lahir.
2.2
Indikasi Forsep Ekstraksi 2.2.1
Keadaan ibu Ekstraksi bayi oleh karena alasan ibu dapat di benarkan bila resiko untuk ibu dan anak lebih kecil dibanding bila menunggu persalinan spontan. Ibu yang kelelahan menunjukkan gejala-gejala dehidrasi, air kencing yang pekat dan nadi diatas 100 serta suhu di atas 37,5 oC. Pasien ini tidak dalam keadaan shock tetapi hanya kelelahan saja. Jika ada penyakit-penyakit ibu, penyakit jantung, tuberkulosis,
toksemia,
melemahkan
badan
atau
maka
penyakit-penyakit
forcep
dapat
lain
yang
digunakan
untuk
memperpendek kala II dan meniadakanperlunya ibu harus mengejan untuk waktu yang lama. Dalam keadaan-keadaan ini penting bahwa tindakan forcepnya mudah. Pasien tidak perlu ditolong dengan tindakan forceps yang sukar dengan akibat laserasi dan perdarahan. Jika demikian lebih baik persalinan dibiarkan secara alamiah. (Oxorn&Forte, 2010:287) 2.2.2
Kala II Lama
a. Tidak terjadi penurunan b. Tidak terjadi putaran paksi dalam Bila syarat-syarat penggunaan forsep telah terpenuhi, tidak adanya kemajuan setelah 1 jam untuk multipata dan 2 jam untuk primigravida dengan kontraksi uterus yang baik merupakan indikasi untuk menilai keadaan dan memungkinkan menggunakan forsep untuk melahirkan bayi. Menunggu hanya diperkenankan selama 2 jam pada kala II oleh karena pengalaman menunjukkan bahwa insidensi waktu
tersebut.
Keadaan-keadaan
yang merupakan presposisi
persalinan tidak maju meliputi : 1.
Kontraksi uterus yang jelek
2.
Disproporsi relatif dalam derajat ringan disebabkan misalnya oleh karena banyak yang besar atau spina ischiadica yang menonjol
3.
Kedudukan janin abnormal seperti UUK di belakang atau sikap ekstensi
4.
Perineum yang kaku sehingga kepala yang turun tidak dapat menipiskan perineum
5.
Diastasis m.rectus abdominis sehingga mengurangi efisiensi hejan perut.
6.
Dasar panggul yang lemah sehigga menghalangi rotasi kepala yang semestinya.
Pada primipara, fase aktif kala II lama yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Lalu yang kurang dari 1,2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitas dan harus menimbulkan kewaspadaan. Pada multipara fase aktif yang berlangsung lebih dari 6 jam dan laju serviks yang kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal. Keadaan ini diikuti dengan persalinan forceps ekstraksi.
2.2.3
pre-eklamsia 1. Definisi Pre-eklamsia Pre-eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah pesalinan. Eklamsia adalah preeklamsi yang disertai kejang dan/koma yang timbul bukan akibat kelainan neugrologi. Superimposed preekamsia-eklamsia adalah timbulnya preeklamsia atau eklamsia pada pasien yang menderita hipertensi kronik (Arif Mansjoer, 2000:270) 2. Klasifikasi Pre-Eklamsia 1. Pre-eklamsia Ringan Pre-eklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunya fungsi organ yang berakibat terjadinya vasospame pembuluh darah dan aktifitas endotel. Diagnosis Pre-eklamsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau odema setelah kehamilan 20 minggu (Prawihardjo, 2010:543) 2. Pre-eklamsia Berat Pre-eklamsia berat adalah tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam. (Prawihardjo, 2010:544)
2.2.4
Gawat Janin Indikasi penggunaan forcep ektraksi yaitu gawat janin. Gejalan-gejala yang menunjukkan bayi menderita kekurangan oksigen meliputi : 1. Denyut jantung tidak teratur 2. Bradikardi, dibawah 100 permenit di luar his 3. Denyut jantung yang cepat lebih dari 160 per menit 4. Keluarnya meconium pada presentasi kepala Begitu terjadi gawat janin maka bayi harus dilahirkan secepatnya, jika syarat-syaratnya telah memenuhi. Gejala yang lebih penting adalah ketidak teraturan dan lambatknya dengan denyut jantung anak. Mungkin latar belakangnya adalah tali pusat menumbang. Kadang-kadang lilitan tali pusat pada leher anak menjadi kencang pada waktu kepala turun, aliran darah mulalui tali pusat berkurang dan terjadi hipoksia atau anoksia dengan gejala klinis bradikardi. Seringkali bayi dengan bradikardi intauterin dan mengeluarkan mekonium dilahirkan dalam keadaan baik dan tetap demikian. Jadi bila gejala-gejalan gawat janin dan kelahiran
dapat dipercepat dengan tindakan forcep rendah yang mudah maka ini harus dilakukan segera. Sebaliknya dalam keadaan tergesa-gesa untuk menyelamatkan bayi dengan kemungkinan anoksia kita harus menyadari bahaya tau bahkan kemungkinan membunuh bayinya dengan melakukan forcep yang sukar dan kadang-kadang tidak perlu (Oxsorn, 2010:286)
2.3 Karakteristik Karakteristik adalah sifat khas dengan perwatakan tertentu. Karakteristik mencakup hal-hal sebagai berikut: Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Ekonomi (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Menurut Notoadmojo (2010) menjelaskan bahwa karakteristik yang dapat mempengaruhi kesehatan yaitu, umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.
2.3.1
Usia Usia adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan. Umur sangat menetukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu hamil berusia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Umur berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan (Walyani, 2015:90) Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko
tinggi yang kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan dan nifas (Mochtar, 1995). Menurut (Hasnah, 2003) yang mengutip dari World Health Organazation(WHO) menyebutkan bahwa dalam kurun reproduksi sehat atau dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah umur 20 sampai 30 tahun. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahu belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Dari segi fisik rahim dan panggul ibu belum tumbuh sampai mencapai ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapat kesulitan dalam persalinan, sedangkan dari segi mental ibu belum siap untuk menerima tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua sehingga diragukan keterampilan perawatan diri dan bayinya. Adapun ibu yang hamil pada umur lebih dari 35 tahun, akan mengalami banyak kesulitan karena pada usia tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu dan karena organ kandungan menua jalan lahir juga tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan perdarahan. Di samping hal tersebut kemungkinan mendapatkan anak cacat juga terjadi lebih besar (Lubis, 2013) Wanita hamil dan melahirkan dibawah usia 20 tahun ternyata dua sampai lima kali lebih tinggi tingkat kematiaannya dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 tahun sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun. (Hasanah, 2003)
Menurut (Manuaba, 2012:235) Penyulit pada kehamilan remaja atau usia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat yaitu antara usia 20 sampai 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan lebih menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologis, sosial, ekonomi, sehingga memungkinkan terjadi: 1. Keguguran. Sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga no-profesional dapat menimbulkan efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada ahirnya dapat menimbulkan kemandulan. 2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), dan kelainan bawaan. Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya pelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan cacat bawaan. 3. Mudah terjadi infeksi. Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stres memudahkan terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas. 4. Anemia kehamilan 5. Keracunan kehamilan (gestosis). Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkat terjadinya keracunan hamil, dalam bentuk pre-eklamsia atau eklamsia. Pre-
eklamsia dan eklamsia memerlukan perhatian yang serius karena dapat menyebabkan kematian. 6. Kematian ibu yang tinggi. Remaja yang stres akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakukan gugur kandung yang dilakukan dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi. Pada kehamilan aterm, kematian terjadi karena trias klasik yaitu: perdarahan; infeksi; dan gestosis (pre-eklamsia-eklamsia). Kemungkinan
secara
kehamilannya
yang
mental dapat
wanita
belum
mempengaruhi
siap
menerima
kesadaran
untuk
memeriksakan kehamilannya untuk mendeteksi komplikasi pada kehamilan. Berbeda dengan wanita usia 20-35 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Pada rentan usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Ibu hamil usia lebih dari 35 tahun sebagian wanita digolongnkan pada kehamilan beresiko tinggi di kurun usia ini angka kematian ibu dan bayi meningkat. Usia dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. < 20 tahun (usia beresiko tinggi) 2. 20-35 tahun (usia reproduksi sehat) 3. >35 tahun (usia beresiko tinggi) (Walyani, 2015:90)
2.3.2
Paritas Paritas menunjukkan kehamilan-kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas visbilitas viabilitas dan telah dilahirkan tanpa jumlah anaknya (Oxorn, 2010:58) Pengelompokan
paritas
menurut
(Oxorn,
2010:58)
paritas
dikelompokkan menjadi:
1. Nulipara Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup diluar rahim untuk pertama kali (Mochtar, 2012) 2. Primipara a. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi atrem sebanyak satu kali (Manuaba, 2010:166) b. Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati pada waktu lahir. Beberapa penulis menganggap istilah primipara meliputi wanita-wanita yang sedang dalam proses untuk melahirkan anak mreka yang pertama. (Oxorn, 2010: 58) 3. Multipara
a. Multipara adalah wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali (Manuaba, 2010:266) 4. Grandemultipara a. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterem lebih dari lima kali (Manuaba, 2010:166) Paritas anak kedua dan anak ketiga merupakan partas paling aman ditinjauh dari sudut kematian maternal. Pada paritas yang tinggi lebih dari 3 mempunyai angka maternal lebih tinggi. Ibu hamil yang mempunyai anak >3 dapat dikategorikan pemeriksaan kehamilan dengan kategori baik. Hal ini dikarenakan ibu paritas rendah lebih mempunyai keinginan besar untuk memeriksakan kehamilannya, karena ibu paritas rendah kehamilannya ini merupakan suatu yang sangat diharapkannya. Sehingga mereka sangat menjaga kehamilannya tersebut dengan sebaik-baiknya. Mereka menjaga kehamilannya tersebut dengan cara melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin demi menjaga kesehatan janinnya (Mirza Maulana,2010) 2.3.3
Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2013). Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi. ( A. Wawan dan Dewi M, 2011:17 ) Menurut Undang-undang RI tahun 2003 nomor 20 pasal 14 menyebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 1. Pendidikan Dasar a. Sekolah dasar b. SMP/MTS 2. Pendidikan Menengah a. SMA dan MA b. SMK dan MAK 3. Pendidikan Tinggi a. Akademi b. Sekolah tinggi c. Institusi d. Universitas Menurut Ezra (2009) mengungkapkan bahwa ibu dengan pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila
di bandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan normal seseorang
ibu
diharapkan
semakin
meningkat
pengetahuan
dan
kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. Seorang wanita dengan pendidikan yang tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti keluarga berencana (KB) dan mencari pelayanan antenatal secara rutin (BKKBN,2009) 2.3.4
pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yag harus ia lakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih bbanyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. ( A. Wawan dan Dewi M, 2011:17 ) Seorang wanita hamil boleh melakukan pekerjaan sehari-hari asal hal tersebut tidak tidak memerikan gangguan rasa tidak enak. Bagi waita pekerja, ia tetap boleh masuk sampai menjelang partus. Pekerjaan jangan
sampai dipaksakan sehingga istirahat yang cukup selama kurang lebih 8 jam sehari. Seorang waita hamil boleh melakukan pekerjaan sehari-hari asal hal tersebut tidak tidak memberikan gagguan rasa tidak enak (Sujiyartini, 2009) Penelitian Juwaher (2009) didapatkan bahwa ibuyang tidak bekerja sebagian besar melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengn standar (≥ 4x) dibanding dengan ibu yang bekerja. (Elisabeth Siwi Walyani, 2015:91)
2.5
Karangka teori
Indikasi Persalinan FE 1.Indikasi ibu: a. Persalinan distosia (kemacetan persalinan) yang meliputi persalinan Terlantar, ruptura uteri iminen, kala II lama. b. Profilaksis penyakit sistemik ibu (gestosis, preeklamsia, penyakit jantung, Penyakit paru-paru) 2. Indikasi Bayi: a. Distres Janin. b. Kedudukan ganda kepala dengan anggota badan (ekstremitas) atau prolafsus funikuli. 3. Indikasi Waktu: a.Indikasi pinard ( 2jam mengejan tidak lahir) b. Modifikasi Remeltz (Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin, tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan FE
Forseps
(sumber:Manuaba, 2010:474)
Krakteristik a. Usia b. Paritas c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Ekonomi (Elisabeth,2015:90)
2.6
Kerangka Konsep Karakteristik forseps ekstraksi a. Usia b. Paritas c. Pendidikan d. pekerjaan Indikasi ibu a. Kala II lama b. Pre-eklamsia c. Penyakit jantung Indikasi janin a. Jawat janin b. Kedudukan ganda
Forseps ekstraksi
Gambat 2.2 Kerangka Konsep
2.7
Definisi Operasional Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoadmojo,2010). Variabel dalam penelitian ini akan didefinisikan secara operasional sebagai berikut :
Tabel Definisi Operasional No
Variabel
Definisi operasional
1
Karakteristik
2
Forsep Ekstraksi
Sifat khas dengan perwatakan tertentu. Karakteristik mencakup halhal sebagai berikut:usia, pekerjaan, pendidikan, ekonomi (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Forcep ekstraksi adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat forceps. Tindakan ini di lakukan karena ibu tidak dapat mengedan efektif untuk melahirkan janin. Walaupun sbagian besar proses pengeluaran dihasilkan dari ekstraksi forcep tetapi bukan berarti kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan. (Elisabeth, 2015:114)
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
3
Usia
4
Paritas
5
Pendidikan
Lama waktu hidup atau ada seseorang atau sejak dilahirkan atau diadakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Istilah para menunjukkan kehamilankehamilan terdahulu yang telah mencapai batas visbilitas (Oxorn,2010:58)
Melihat rekam medik
Checklist -
<20 tahun 20-35 tahun >35 tahun
Rekam Medik
Checklist -
Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditempuh ibu yang tercatat dalam rekam medis
Lembar Observasi
Primipara (1) Multipara (25) Grandemultip ara(>5) Pendidikan Dasar (SD,SMP) Pendidikan Menengah/(S MA,MA) Pendidikan Tinggi (PT) IRT Buruh Tani Guru Wirswasta
Cheklist
-
-
6
7
8
Pekerjaan
Indikasi persalinan Forsep Eksraksi berdasarkan indikasi ibu Indikasi bayi
Ordinal
Ordinal
pekerjaan adalah keburukan yag harus ia lakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
Lembar Observasi
Cheklist
-
Indikasi dilakukannya forsep ekstraksi
Lembar Observasi
cheklist
- Kala II lama - Preeklamsia - Penyakit jantung
Nominal
Lembar Observasi
Indikasi bayi
- Gawat janin - Prolapsus funikui - Keudukan ganda kepala janin dengan anggota badan
Nominal
tindakan
Indikasi dilakukannya tindakan forcep ekstraksi
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN
3.1
Ordinal
Desain penelitian Rancangan penelitian merupakan suatu rencana srtuktur dan strategi untuk menjawab permasalahan yang dihadapi atau diteliti dengan mengoptimalkan validitas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian yaitu suatu metode-metode
Nominal
penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Notoadmojo, 2010)
3.2
Populasi dan Sampel 3.2.1
Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010:173). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dengan forcep ekstraksi di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016 yaitu berjumlah 92 orang.
3.2.2
Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (A Aziz,2013:68). Sampel pada penelitian ini adalah ibu bersalin dengan tindakan forsep, besarya sampel ibu bersalin dengan forsep ekstraksi di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016 yautu berjumlah 92 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling.
3.3
Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.3.1
Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung
3.3.2
Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah proposal ini disetujui
3.4
Variabel penelitian Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimikiki oleh kelompok lain. Variabel merupakan konstruk atau ciri atau sifat yang di kaji atau diteliti, suatu sifat yang dapat memiliki bermacam-macam nilai (sesuatu yang bervariasi) (Suryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu karateristik ibu bersalin dan indikasi dilakukan tindakan forsep ekstraksi yaitu meliputi usia, paritas, pendidikan dan idikasi dilakukan tindakan forseps. 3.4.1
Instrumen Dan Cara Pengumpulan Data Instrumen penelitian ini adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoadmojo, 2010:87), dapat berupa kuisioner, observasi, formulir, lain yang berkaitan dengan pencarian data. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa ceklist. Ceklist adalah suatu daftar untuk men “cek”, yang berisi nama subjek dan beberapa gejala serta identitas lainya dari sasaran pengamatan (Notoadmojo, 2012). Penggunaan ceklist guna memeriksa status klien yang terapat dalam rekam medik. Pengamatan dalam penelitian ini hanya memberi tanda (√) pada daftar
yang
pengamatan.
menunjukkan
adanya
gejala/ciri
dari
sasaran
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah semua bentuk peneriman data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian,
menghitungnya,
mengukurnya,
dan
mencatatnya
(Arikunto, 2013). Data dalam penelitian ini menggunakan data skunder dengan metode pengumpulan data dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengancara mencari data mengenai variabel yang berupa: transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, lenger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2013) Teknik pengumpulan data diambil dari data sekunder yang diperoleh dari rekam medik berupa register persalinan diperoleh informasi ibu bersalin dengan menggunakan forsep data dari ruang delima dan nomor rekam medik dan kemudian ke ruang rekam medik diketahui list pasien, catatan medik pasien untuk memperoleh data ibu bersalin dan indikasi dilakukannya tindakan forsep ekstraksi di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016.
3.5
Pengelolaan Data Dan Analisa Data
3.5.1
Pengelolaan Data Setelah data terkumpul, maka dilakukan tahap pengelolaan data. Pengelolaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Notoadmojo,2010:176)
1. Seleksi data (Editing) Pada tahap ini, penulis melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh kemudian memastikan apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam pengisian. 2. Memasukkan data (Data Entri) Data dari responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) di masukkan kedalam program atau “software” komputer. 3. Tabulasi Pada tahap ini responden yang sama dikelompokkan dengan teliti dan teratur kedalam bentuk tabel, selanjutnya data hasil penelitian akan diolah secara manual 3.5.2
Analisa data Analisa data dalam penelitian ialah bertujuan untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang dilakukan, untuk membuktikan hipotesis hipotesis yang telah di rumuskan dan memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian (Notoadmojo, 2010:180)
Analisa univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmojo, 2010:182) yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat yaitu untuk mendapat
deskripsi karakteristik ibu bersalin dan indikasi dilakukan tindakan forsep ekstraksi di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 20016. Adapun rumus yang di gunakan adalah: P=
𝐹 𝑁
𝑥 100
Keterangan: P = Presentasi F = Prekuensi N = Jumlah seluruh observasi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah singkat RSUD Dr.H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Rumah Sakit Umum aerah Dr. H. Adoel Moeloek Propinsi Lampung berdiri pada tahun 1914 oleh Onderneming Hindia Belanda yag merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Propinsi Lamung dalam perjalanan mengalami berbagai perubahan pada tahun 2009 berubah menjadi
PPK-BLU
No.G/605/B.V/HK/2009
sesuai tanggal
dengan 24
September
SK 2009
Gubernur Tentang
Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Abdoel Moeloek Propinsi Lampung sebagai instansi Pemerintah Daerah Propinsi Lampung yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Basan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) secara penuh. Berdiri pada tahun 1914 oleh Onderneming Hindia Belanda untuk merawat buruh perkebunan. 4.1.2 Visi Visi Rumah Sakit merupakan suatu keadaan yang diiginkan rumah sakit dimasa mendatang dalam menjalankan misinya. Visi yang efektif adalah visi yang dapat memunculkan inspirasi diana hal itu dihubungkan dengan keinginan rumah sakit mencapai sesuatu yang terbaik. Visi RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Propinsi Lampung adalah “Rumah Sakt profesional kebanggaan Masyarakat Lampung”. 4.1.3
Misi
Misi adalah upaya yang dilakukan ruah sakit untuk mencapai visi dan tujuan jangka panjang. Ketepatan misi rumah sakit sangat penting karena merupakan acuan kerja rumah sakit. Adapun Misi Visi RSUD. Dr. H. Abdoel Moeloek Propinsi Lampung adalah : 1. Memberikan playanan prima di segala idang playanan Rumah Sakit. 2. Menyelenggarakan dan mengembangkan pusat-pusat playanan unnggulan. 3. Membentuk sumberdaya manusia profesional bidang kesehatan. 4. Menjadikan pusat penelitian bidang kesehatan. 4.1.4
Sarana, Prasarana, dan Fasilitas RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek 4.1.4.1 Fasilitas umum a. Luas tanah
: 81,486 m2
b. Uas bangunan
: 85,770 m2
c. Luas lahan parkir
: 7.000 m2
Kapasitas penampungan kendaraan sebanyak : - Roda dua
: 300 kenaraan
- Roda empat
: 400 kendaraan
d. Dya listrik
: 1,779 KVA
e. Generator
: 7 Generator (950KVA/Generator)
f. Sumber air
:
2 Unit Sumur Gali dan 9 Unit Sumur Bor
g. Sarana komunikasi
: 6 pesawat Telp Central (1 live system hunting).
4.1.4.2 Fasilitas Playanan a. Instalasi Gawat Darurat b. Instalasi Rawat Jalan c. Instalasi Rawat Inap d. Instalasi Bedah Sentral e. Istalasi Intensif Care Unit (ICU,IC) f. Instalasi Mahan Munyai g. Instalasi Radiologi, Instalasi patologi Klinik, h. Instalasi Patologi klinik i. Instalasi Patilogi Anatomi j. Instalasi bank darah k. Instalasi farmasi l. Instalasi gizi m. Instalasi kamar jenazah n. Instalasi Loundri
4.2
Hasil Analis Data
Analisa data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah univariat yaitu digunkan untuk mendapatkan data distribusi frekuensi karakteristik ibu yang meluputi usia, paritas, pendidikan, pekerjaan, dan indikasi dilakukanya forsep ekstraksi. Erdasarkan hasil pengeolaan data maka didapat distribusi masig-masing variabel sebagai berikut: 4.2.1
Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Berdasarkan Usia Setelah
melakukan
pengumpulan
data
terhadap
99
responden, maka didapatkan hasil sebgai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Berdasarkan Usia di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 No
usia
f
%
1.
< 20 tahun
9
9,10
2.
20-35 tahun
72
72,72
3.
>35 tahun
18
18,18
∑
99
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 99 ibu bersalin yang mengalami ekstraksi forsep di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 yaitu pada usia <20 tahun sebanyak 9 ibu bersalin (9,10%), usia produktif 20-35 tahun sebanyak 72 ibu bersalin (72,72%), dan usia >35 tahun sebanyak 18 ibu bersalin (18,18%).
4.2.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Berdasarkan Paritas Setelah mengumpulkan data terhadap 99 responden maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Berdasarkan Paritas di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016
No
Paritas
f
%
1
Primipara
40
40,40
2
Multipara
54
54,54
3
Grandemultipara
5
5,06
∑
99
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 99 ibu bersakin yang mengalami forsep ekstraksi di RSUD Dr. H. Abbdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 yaitu pada primipara sebanyak 40 orang (40,40%), multipara sebanyak 54 orang (54,54%), dan grandemultipara sebanyak 5 orang (5,06%).
4.2.3
Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Berdasarkan Pendidikan Setelah mengumpulkan data terhadap 99 responden maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep
Ekstraksi Berdasarkan Pendidikan di
RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 No
Pendidikan
f
%
1
Dasar
49
49,49
2
Menengah
43
43,43
3
Tinggi
7
7,08
99
100
∑
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 99 ibu bersakin yang mengalami forsep ekstraksi di RSUD Dr. H. Abbdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016, yaitu di peroleh ibu dengan berpendidikan dasar sebanyak 49 orang (49,49%), ibu dengan berpendidikan menengah sebanyak 43 orang (43,43%), dan ibu dengan berpendidikan tinggi sebanyak 7 orang (7,08%).
4.2.4
Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Setelah mengumpulkan data terhadap 99 responden maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 No
Pekerjaan
f
%
1
IRT
68
68,68
2
Buruh
2
2,02
3
Tani
15
15,15
4.
Wiraswasta
8
8,09
5.
Guru
6
6,06
∑
99
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 99 ibu bersakin yang mengalami forsep ekstraksi di RSUD Dr. H. Abbdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016, yaitu di peroleh ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 68 orang (68,68%), ibu yang bekerja sebagai buruh sebanyak 2 orang (2,02%), ibu yang bekerja sebagai petani sebanyak 15 orang (15,15%), ibu yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 8 orang
(8,09%), dan ibu yang bekerja sebagai guru sebanyak 6 orang (6,06%).
4.2.5
Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Setelah mengumpulkan data terhadap 99 responden maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep
Ekstraksi Berdasarkan Indikasi Ibu di
RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 No
Indikasi Ibu
f
%
1
Kala II Lama
54
54,54
2
Preeklamsi
45
45,46
3
Penyakit Jantung
0
0
∑
99
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 99 ibu bersakin yang mengalami forsep ekstraksi di RSUD Dr. H. Abbdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016, yaitu di peroleh ibu yang mengalami persalinan dengan kaya II lama sebanyak 54 orang (54,54%), ibu yang mengalami persalinan dengan preekmasi sebanyak 45 orang (45,46%) dan ibu yang mengalami persalinan dengan penyakit jantung sebanyak 0 (0%).
4.2.6
Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep Ekstraksi Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Setelah mengumpulkan data terhadap 99 responden maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Forsep
Ekstraksi Berdasarkan Indikasi Bayi di
RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 No
Indikasi Bayi
f
%
1
Gawat Janin
3
3,03
2
kedudukan ganda
0
0
3.
Tidak Ada Indikasi
96
96,97
∑
99
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 99 ibu bersakin yang mengalami forsep ekstraksi di RSUD Dr. H. Abbdoel Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016, yaitu di peroleh bayi yang mengalami gawat janin sebanyak 3 orang (3,03%), bayi yang mengalami kedudukan ganda sebanyak 0 orang (0 %) dan bayi yang tidak mengalami indikasi sebanyak 96 (96,97%).
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Risa. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya. SERBAJAYA Cuningham, F.Gari. 2014. Obstetri Williams Vol.1 Edisi 23. Jakarta;EGC Fraser, Diane M. 2009. Buku Ajaran Bidan. Jakarta. pT. Rineka Cipta Lubis, Namora Lumongga, 2013. Pasikologi Kespro. Jakarta. Penerbit Kencana Prenada Media Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius Manuaba, Ida Bagus Gede (2010), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Notoadmodjo, Soekidjo.2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT. Rineka Cipta Oxorn, Harry dan William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan patologi dan fisiologi Persalinan Prawirahardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, 2010. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo Prawirahardjo, Sarwono. 2010, Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo Rohani. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta 2011. Salemba Medika Siwi Walyani, Elisabeth. 2015. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan. Yogyakarta, 2015. Pustaka Barupress
Walyani, elisabeth Siwi. 2015. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan. Yogyakarta, 2015. Pustaka Barupress