Makalah Jadi.docx

  • Uploaded by: santo
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Jadi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,703
  • Pages: 10
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pengorganisasian masyarakat adalah pekerjaan yang terjadi pada pengaturan lokal untuk memberdayakan individu, membangun hubungan, dan membuat tindakan untuk perubahan sosial. Sekarang ini menata diri dan memberdayakan masyarakat nampaknya masih menjadi pilihan yang patut kita pertimbangkan untuk terus kita lakukan. Yang diharapkan dapat mendorong kesadaran dan pemahaman kritis masyarakat tentang berbagai aspek yang senantiasa berkembang dalam kehidupan masyarakat. Mendorong digunakannya kearifankearifan budaya sebagai alat dalam mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat dan negara yang lebih demokratis maupun dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Organisasi masyarakat merupakan kekuatan yang memperjuangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan Landasan filosofis dari kebutuhan untuk melakukan pengorganisasian masyarakat adalah pemberdayaan. Karena pada dasarnya masyarakat sendiri yang seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar dari kondisi ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Dalam konteks masyarakat, perubahan sosial juga menyangkut multid emensional. Dalam demensi ekonomi seringkali ‘dimimpikan’ terbentuknya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh warga masyarakat. Model pemberdayaan masyarakat dikembangkan untuk memfasilitasi terwujudnya kedaulatan rakyat yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan masyarakat secara partisipatif, aspiratif dan berkelanjutan untuk kepentingan masyarakat. Meskipun demikian, dalam kenyataannya upaya tersebut belum begitu menggembirakan. Program pemberdayaan, belum sepenuhnya diikuti dengan menguatkan kelompok atau institusi yang benar-benar dapat menyalurkan aspirasi dan mengembangkan inisiatif dan keikutsertaan masyarakat dalam proses kebijakan masih belum jelas dan masih ditempatkan sebagai sasaran program yang kadang-kadang tersisihkan oleh desakan kepentingan kelompok tertentu yang berorientasi pada suatu tujuan. .

BAB II PEMBAHASAN Konsep Materi konsep strategi pemberdayaan ini secara umum membahas berbagai strategi dalam pemberdayaan masyarakat. Lebih khusus modul ini membahas tentang konsep strategi pemberdayaan masyarakat, mengembangkan falsafah pengembangan masyarakat, Pengembangan masyarakat sebagai proses perubahan sosial, Konsep dan strategi pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat, konsep pengorganisasian Masyarakat, konsep persiapan sosial, partisipasi dan kaderisasi dalam PPM dan Komunitas dan Kearifan Lokal. Selain itu dalam mempelajari modul ini strategi proses pemberdayaan pemberdayaan, serta menganalisis berbagai permasalahan atau fenomena dalam masyarakat. Disamping itu diberikan kepada anda berbagai bentuk permainan yang biasa digunakan sebagai ice breaking dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan pada umumnya dilakukan secara kolektif, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja social dengan klien dalam setting pertolongan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri berkemampuan diri. Pemberdayaan merupakan suatu konsep yang telah melekat agar rakyat berkemampuan sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan. Melalui peran tersebut diharapkan muncul kesadaran dari perorangan dan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat untuk meneladaninya.Pemberdayaan sebagi upaya untuk menggerakan roda ekonomi.Konsep pemberdayaan merupakan salah satu upaya yang di lakukan dalam mewujudkan pembangunan masyarakat yang menekankan pada unsur manusia sebagai subjek pembangunan. Pemberdayaan merupakan jawaban atas realita ketidakberdayaan (disempowerment). Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan mempunyai beberapa aspek yaitu: 1) Dapat memberikan kemampuan secara dasar sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, dalam memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi kelompok-kelompok masyarakat. 2) Karena adanya upaya pembangunan yang akan memberikan suatu kapasitas dan dapat menggerakan berlangsungnya roda perekonomian.

3) Dengan adanya upaya pemberdayaan dapat mewujudkan pembangunan masyarakat yang menekankan pada unsur manusia sebagai subjek pembangunan. 4) Dengan adanya proses perubahan sosial, maka dapat memberikan pengaruh yang lebih besar memungkinkan orang-orang baik secara lokal maupun nasional. 5) Dengan adanya pemberdayaan maka dapat memberi kekuatan kepada masyarakat lemah Persiapan sosial Saat ini Indonesia berada pada rangking ke 14 negara penghasil emisi karbon dunia (Berdasarkan data Human Development Report tahun 2008), yang sebenarnya masih jauh dari negara-negara industri maju lainnya. Namun peringkat ini dapat saja bergerak naik dan mensejajarkan Indonesia dengan negara-negara industri maju penghasil emisi karbon lainnya, seiring dengan pertambahan penduduk Indonesia saat ini, yang salah satu implikasinya adalah terjadinya rambahan hutan, baik hutan lindung, taman nasional, maupun hutan masyarakat. Masalah tersebut tidak terkecuali di Sulawesi Tengah khususnya di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Sadar akan hal tersebut, maka program Reduction Of Emission From Deforestation And Degradation (REDD) menjadi salah satu solusinya. Namun dalam penerapannya sangat diperlukan persiapan sosial dan penguatan kelembagaan masyarakat, khususnya penerima manfaat, agar mereka dapat menerima dengan baik program tersebut Kata Kunci: REDD), Persiapan sosial, dan Penguatan kelembagaan. PENDAHULUAN Kita adalah penduduk bumi yang tinggal dibelahan bumi Nusantara, bumi yang kita pijak dinamakan Indonesia. Di bumi ini ada dikotomi antara negara Industri dan negara sedang berkembang “negara dunia ketiga”. Di bumi ini sebagian orang beranggapan bahwa terdapat ketidakadilan di antara penduduk bumi. Negara indusrti sejak lama maju yang ditandai dengan revolusi industri dan “seakan-akan sadar” terhadap emisi kemudian melakukan hegemoni pada negara berkembang dengan konsep atau program “Reduction of Emission From Deforestation and Degradation” (REDD) salah satu skema dalam perubahan iklim. Berdasarkan data Human Development Report tahun 2008, Indonesia ditempatkan sebagai negara peringkat ke -14 untuk penghasil emisi karbon di dunia, jauh dibawah negara-negara industri maju yang menggelontorkan karbon ke atmasfer dari aktivitas industrinya (Dodik Ridho Nurrochmat, M.Fadhil Hasan, 2012) Bagi masyarakat di negara sedang berkembang, sangat menghormati bumi ini, sebagaimana pandangan yang dinyatakan dalam surat salah seorang Ketua Suku Seattle (Shiva. Vandana, 1997), yang berbunyi ”hal ini kami tahu---Bumi bukanlah milik manusia, manusialah milik bumi. Semuanya berkaitan seperti darah

yang mempersatukan sebuah keluarga. Apapun yang menimpa bumi akan menimpa putraputra bumi. Manusia tidak mengenyam jaring kehidupan, manusia hanyalah seutas benang dalam jaring itu. Ia lakukan atas dirinya sendiri.” 4 1080 JURNAL ACADEMICA Fisip Untad VOL.05 No. 02 Oktober 2013 ISSN 1411- 3341 Bagi masyarakat yang memang memperlakukan hutan dengan arif kehadiran REDD tidak membuat sesuatu yang mengagetkan dan menakutkan. Namun karena hal ini berhubungan dengan negara lain khususnya negara industri maka menjadi sesuatu yang perlu dipertanyakan. Kehadiran REDD masih menyimpan banyak pertanyaan yang berlu dijawab, diantaranya adalah: (1) apakah negara industri bersedia menurunkan produktivitas industrinya guna menurunkan emisi atau hanya melemparkan tanggung jawab itu pada negara berkembang: (2) bagaimana mekanisme pendanaan sebagai konsekuensi dari program REDD; (3) apakah benar deforestasi dan degradasi hutan adalah salah satu sumber emisi karbon terbesar. Pandangan negatif pada negara-negara industri dapat melemahkan program REDD. Sosialisasi dan penguatan yang berkelanjutan sangat diperlukan daram rangka persiapan sosial bagi penerima manfaat tersebut. Persiapan sosial dan penguatan kelembagaan bagi masyarakat yang menerima manfaat sebagai kelompok sasaran sejalan dengan program REDD. Karena salah satu perhatian REDD adalah kawasan konservasi, diantaranya hutan lindung yang masih utuh, taman nasional dan hutan masyarakat. Oleh karena itu bebarapa kegiatan yang perlu dilakukan, baik berhubungan langsung dengan konservasi maupun kegiatan penunjang. Keberhasilan program REDD sangat ditentukan oleh keyakinan atas manfaat yang akan diterima masyarakat dalam program tersebut serta seberapa besar kepedulian pihak luar dalam melakukan persiapan sosial dan penguatan kelembagaan masyarakat sasaran. Sebab jika masyarakat tidak punya pilihan lain dalam menunjang kehidupannya maka sangat dipastikan akan memasuki kawasan larangan. Sebagaimana yang dinyatakan Barraclough dan Ghimire, bahwa, usaha untuk melindungi hutan-hutan yang dilindungi melalui peraturan akan menjadi sia-sia, jika masyarakat tidak memiliki sumber-sumber kehidupan lain selain kembali menyerbu hutan (Dietz Ton,1998). Ini menunjukkan bahwa persiapan sosial dan penguatan kelembagaan masyarakat disekitar atau di dalam hutan menjadi sesuatu yang penting. Masyarakat lokal di Sulawesi Tengah umumnya memperlakukan hutan dengan baik, namun dengan masuknya pengaruh dari luar semakin mempercepat terjadinya perubahan. Perubahan sosial berdampak pada menurunnya peranan adat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan. Sebagaimana masyarakat di seputar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dengan aturan adatnya yang ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Semula Orang Lindu melihat bahwa wilayah yang mereka kuasai sebagai hak ulayat “suakangata” hak

masyarakat adat. Pemanfaatannya diatur berdasarkan sistem zonasi, namun ketika klaim Taman Nasional dan sebagian besar kawasannya dikuasai oleh pendatang maka secara terpaksa mereka harus melanggar aturan taman nasional dan juga aturan adatnya. (sebagaimana dikuatirkan oleh Barraclough dan Ghimire) Dari sekilas pendahuluan tersebut, ada beberapa yang perlu menjadi perhatian dalam pembahasan tulisan ini yang berhubungan dengan Program REDD, diantaranya: (1) JURNAL ACADEMICA Fisip Untad VOL.05 No. 02 Oktober 2013 1081 ISSN 1411- 3341 persiapan sosial dan penguatan kelembagaan; (2) Pemberdayaan melaui penguatan ekonomi keluarga; (3) pendampingan dan pembuatan peraturan desa tentang konservasi; (4) pelatihan dan pendampingan. PEMBAHASAN Penguatan Kelembagaan Lokal Umumnya masyarakat pedesaan di Sulawesi Tengah hidup berdampingan dengan hutan, baik hutan produksi maupun hutan yang karena statusnya dilindungi. Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi tengah luasnya lebih kurang 4.394.932 Ha yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 757/Kpts-II/1999 tanggal 23 September 1999 dan sampai saat ini belum ada penetapan baru soal luasannya. Masyarakat lokal yang hidup berdampingan dengan hutan umumnya menggantungkan harapannya pada hutan. Dalam mempertahankan hidup, mereka memanfaatkan hutan dengan arief. Hal ini berlaku sebelum kemajuan melanda pada masyarakat itu. Sebagaimana fenomena di Dataran Lindu, Pada kawasan ini dihuni oleh etnik Lindu yang menyakini, bahwa sumber daya alam di Dataran Lindu adalah sebagai suakangata (Hak adat masyarakat) yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Salah satu kearifan ekologi di daerah ini adalah keyakinan terhadap suaka nuviata. Sebagaimana yang disampaikan pengurus adat Dataran Lindu. ........dahulu suaka nuviata sebagai suatu yang sangat menakutkan, saat kita masih anak-anak merasa takut kalau berjalan tengah hari (jam 12 siang) atau ketika matahari mulai tenggelam (jam 17.30) melewati suaka nuviata, sekarang tidak lagi, sebab sejak lama suaka nuviata dimasuki todea yang diawali pendatang. Pandangan terhadap kekuatan roh pada kawasan nuviata sudah mulai menurun. Untuk menimbulkan kembali keyakinan tersebut diantaranya penguatan kelembagaan lokal yang selama ini tidak diperhatikan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat Lindu dalam melihat hutan, sebagai: pebolagoa (tempat mengambil Rotan); panasoa (tempat mengambil Pandan hutan); panimbea (atap rumah); pangalabola (kayu bahan rumah); petabaduanga (kayu untuk perahu); podikia/ mopelua (berburu/jerat); pomankia/ tabaro (sagu); peuwua (tempat mengambil sayur rotan) dan lain. Pemanfaatan sumberdaya hutan tersebut hanya sesuai dengan kebutuhan hidup semata dan bukan untuk komersial. Kekuatan adat semakin lama semakin melemah, kita sadari bahwa penyebab melemahnya aturan adat ini banyak faktor, diantaranya adalah kompetisi antara masyarakat lokal dengan

pendatang dalam pembukaan lahan baru, akibatnya kawasan yang dulunya dikeramatkan, menjadi dilanggar. Dalam mengatasi aturan adat yang semakin melemah, diperlukan penguatan kelembagaan adat. Lembaga adat sebagaimana di Dataran Lindu hampir kurang diperhatikan. Idealnya kalau kelembagaan di perhatikan maka sangat diyakini dapat membangkitkan semangat dalam menerapkan aturan adat yang sudah mulai dilupan. 1082 JURNAL ACADEMICA Fisip Untad VOL.05 No. 02 Oktober 2013 ISSN 1411- 3341 Pada sisi lain, dalam program REDD, sangat diperlukan persiapan sosial masyarakat penerima manfaat, agar mereka dapat menerima dengan baik program tersebut. Salah satu jalan adalah melakukan sosialisasi terhadap kehadiran REDD sehingga konsep tersebut terinternalisasi dalam pikiran individu dan pada gilirannya dapat mendukung program tersebut. Pemberdayaan melalui penguatan Ekonomi Keluarga Pemanfaatan hutan bagi masyarakat yang hidup berdekatan atau hidup dalam hutan hanya dalam mempertahankan hidup, seperti masyarakat di dataran Lindu. Cara-cara hidup mereka sudah mengalami perubahan khususnya dalam mempertahankan hidup. Albert Schrauwers (Li,Tania Murray.2002), menilai ekonomi tani kecil yang alami berwatak universal yang telah ada sebelum mereka mengenal hubungan kapital. Ekonomi subsisten ini ditandai oleh produksi yang tujuannya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, syaratnya adalah jaminan kebutuhan hidup tetap tersedia. Masuknya ekonomi uang dan budaya konsumtif telah mempengaruhi perilaku masyarakat asli yang tak dapat lagi sepenuhnya hidup dalam budaya subsistensi. Masyarakat lokal yang hidup di hutan, menggantungkan harapan pada hutan dan mereka hidup dari hutan sesuai dengan kebutuhannya, kemudian tergantikan dengan suatu dorongan yang kuat untuk memproduksi secara berlebihan karena dipengaruhi oleh desakan hidup yang bersifat konsumtif. Walaupun mereka berupaya dengan segala kekuatan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, mereka tetap termarjinal, menurut Almarhum Prof Koesnaka Adimihardja 5 bahwa proses marjinalisasi masyarakatvadat itu berkaitan dengan faktor-faktor strukturan. Dengan demikian penyelesaiannya pun harus melalui perubahan struktural. Masjinalisasi dapat diatasi dengan domokratisasi melalui pemberdayaan ekonomi keluarga dan pendampingan. Pemberdayaan atau Eepowerment muncul dengan dua premis mayor, yaitu kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksudkan adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan adalah adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antaragenerasi dan pertumbuhan ekonomi secara memadai. Dalam konteks seperti ini maka pembangunan ekonomi harus diterjemahkan sebagai proses meningkatkan derajat kebebasan manusia dalam

menentukan pilihanpilihannya sendiri. Oleh karena itu, kemajuan ekonomi secara berkesinambungan harus didukung sumberdaya manusia yang memiliki prakarsa dan daya kreasi. Prakarsa hanya tumbuh apabila terdapat emansipasi serta kesempatan yang penuh untuk berpartisipasi dalam proses perubuhan. 5 Disampaiakan dalam Sarasehan Masyarakat Adat Nusantara Jakarta 15-16 Maret 1999 JURNAL ACADEMICA Fisip Untad VOL.05 No. 02 Oktober 2013 1083 ISSN 1411- 3341 Pemberdayaan, sebagai konsep alternatif pembangunan, dengan demikian menekankan otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang berdasarkan pada sumberdaya pribadi, partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Kegagalan berbagai proyek yang masuk di pedesaan adalah disebabkan karena tidak melibatkan masyarakat mulai dari merencanakan sampai mengevaluasi kegiatan tersebut Kaderisasi

1.

PENGERTIAN

kaderisasi adalah proses pendididkan jangka panjang untuk pengoptimalan potensi-potensi kader dengan cara mentransfer dan menanamkan nilai-nilai tertentu, hingga nantinya akan melahirkan kader-kader yang tangguh. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110) kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah organisasi dan kebijakan-kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi. Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi. 2.

Urgensi

“ Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (An-Nisa: 9) Kaderisasi merupakan kebutuhan internal organisasi yang tidak boleh tidak dilakukan. Layaknya sebuah hukum alam, ada proses perputaran dan pergantian disana. Namun satu yang perlu kita pikirkan, yaitu format dan mekanisme yang komprehensif dan mapan, guna memunculkan kader-kader yang tidak hanya mempunyai kemampuan di bidang manajemen organisasi, tapi yang lebih penting adalah tetap berpegang pada komitmen sosial dengan segala dimensinya. Sukses atau tidaknya sebuah institusi organisasi dapat diukur dari kesuksesannya dalam proses kaderisasi internal yang di kembangkannya. Karena, wujud dari keberlanjutan organisasi adalah munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika organisasi untuk masa depan 3.

Kenapa kaderisasi gagal?

Kaderisasi gagal biasanya terjadi karena beberapa hal: 1. Pelatih / Senior tidak memiliki kemampuan melatih 2. Pelatih / Senior tidak memiliki kemauan melatih 3. Tidak ada anggota / kader untuk dilatih Sebab kesatu muncul karena senior hanya bersandar kepada pengalaman yang dimiliki. Seorang pelatih yang baik mutlak perlu cukup bacaan. Dalam kaderisasi, pelatih / senior harus mampu mengkomunikasikan ilmu dan pengalaman. Sebab kedua yang paling memprihatinkan. Kemauan adalah awal dari semuanya terjadi. Jika tidak ada kemauan melatih dari senior anda, maka carilah orang lain. Jika tidak ada, jadilah pelatih bagi anda dan teman-teman. Dalam kaderisasi, pelatih / senior harus mampu mengkomunikasikan ilmu dan pengalaman. Sebab kedua yang paling memprihatinkan. Kemauan adalah awal dari semuanya terjadi. Jika

tidak ada kemauan melatih dari senior anda, maka carilah orang lain. Jika tidak ada, jadilah pelatih bagi anda dan teman-teman. 4.

Apakah yang dibutuhkan dalam Kaderisasi?

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Q.S. Ash-Shaff : 4) Dari ayat diatas bisa kita lihat bahwa untuk mengahasilkan kader-kader yang berpotensi yaitu dengan perencaan yang matang dan sistem yang teratur. Dimana jika kita lihat sekilas tentang luar biasanya sistem kaderisasi yang dilakukan rasulullah.Rasulullah, dalam mengkader, tidaklah sembarangan. Beliau melakukan kaderisasi secara teratur dan terencana.Beliau melakukan apa yang ia katakan. Sehingga kadernya menjadi taat dan melaksanakan apa yang beliau serukan. Allah swt juga telah mengingatkan kunci kaderisasi yang sukses dalam AlQur’an. “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3) 5.

Jadi kaderisasi?

Jadi, kaderisasi (sebagai proses) memiliki tugas atau tujuan sebagai proses humanisasi atau pemanusiaan dengan cara transofmasi nilai-nilai agar tri dharma perguruan tinggi dapat terwujud. Pemanusiaan manusia disini dimaksudkan sebagai sebuah proses pentrasformasian nilai-nilai yang membuat manusia (dalam hal ini mahasiswa) agar mampu meningkatkan potensi yang dimilikinya (spiritual, intelektual dan moral). Jadi dengan sendirinya, dalam kaderisasi harus terdapat sebuah persiapan mahasiswa agar mampu beradaptasi dan berintegrasi melalui konsientisasi (Proses dimana manusia mendapatkan kesadaran yang terus semakin mendalam tentang realitas kultural yang melingkupi hidupnya dan akan kemampuannya untuk merubah realitas itu) dalam ranah pembebasan manusia (maksudnya ialah pembebasan dari dehumanisasi, dalam hal ini pendidikan), penelitian (berfikir ilmiah) dan pengabdian pada masyarakat.

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""