PRA PROPOSAL PENELITIAN GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN NYERI AKUT
Oleh : NI KADEK DWI WULANDARI NIM. P07120016065
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN DENPASAR 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem kardiovaskular bermula dari jantung yang diibaratkan sebuah pompa berotot dan berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100 kali per menit. Setiap denyut jantung menyebabkan mengalirnya darah dari jantung ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena (Muttaqin, 2014). Efisiensi jantung sebagai pompa ini tergantung dari kecukupan nutrisi dan oksigenasi pada otot jantung tersebut. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa
oksigen
untuk
diberikan
ke
miokardium
melalui
cabang
intramiokardial yang kecil. Aliran darah koroner ini meningkat pada peningkatan aktivitas, jantung berdenyut dan rangsang sistem saraf simpatis. Pada suatu kejadian, terjadi kegawatdaruratan pada pembuluh darah koroner dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada yang disebabkan adanya ruptur plak arteri koroner serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang yang mana keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat dan kontraktilitas jantung meningkat (Aspiani, 2014). Keadaan ini dikenal dengan angina pektoris yang merupakan manifestasi klinik penyakit jantung koroner (PJK) yang klasik. Keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih berat seperti
2
serangan jantung mendadak dan bisa menyebabkan kematian (Majid & Utara, 2008). Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama dan apabila penanganannya salah dan kurang tepat maka akan mengakibatkan kematian (Annisaa, 2017). WHO (2017) dalam menyatakan bahwa terdapat empat penyakit tidak menular noncommunicable disease (NCDs) terbesar yang sering terjadi. Penyakit tersebut meliputi penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, gagal jantung, payah jantung, hipertensi, stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes. Secara global, penyakit kardivaskular menduduki peringkat pertama penyebab kematian yang mana penyakit jantung koroner secara klinik termasuk silent ischemia, angina pektoris stabil angina pektoris tidak stabil, infark miokard, gagal jantung dan kematian (WHO, 2011). Berdasarkan empat penyakit tersebut pula, penyakit kardiovaskular dengan diagnosa medis penyakit jantung koroner merupakan permasalahan yang masih tinggi dan menjadi penyakit pembunuh tertinggi baik di negara maju seperti Amerika dan negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit jantung koroner adalah penyebab utama kematian di Amerika dan Inggris yang mana satu kejadian koroner terjadi setiap 25 detik di Amerika dengan 34% meninggal dalam tahun yang sama. The enormity of the challenge cardiovascular disease (CVD) mengklaim 2.300 orang hidup setiap hari di Amerika Serikat, rata-rata satu kematian setiap 39 detik. Ada sekitar 406.351 kematian di Amerika Serikat akibat PJK tahun 2017 yang mana jumlah kematian
3
koroner secara signifikan lebih tinggi. Diperkirakan pada 2030, tanpa perubahan dalam pencegahan atau praktik pengobatan, diproyeksikan bahwa jumlah orang dengan salah satu bentuk penyakit jantung akan meningkat dari 36,9% menjadi 40,5%, menjadi 116 juta orang dewasa Amerika (Kones, 2011). Indonesia dilaporkan PJK yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, yang mana angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dapat dikatakan, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK (Muchid, Umar, & Chusun, 2006). Menurut Riskesdas (2013) melaporkan di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus meningkat dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan
beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita,
masyarakat, dan negara yang mana menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi penyakit jantung koroner dan gagal jantung berdasarkan wawancara seiring peningkatan umur responden. Hasil survei dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, bahkan pada abad tahun ke-20 ini dapat dipastikan kecenderungan penyebab kematian di Indonesia dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (salah satunya PJK) dan degeneratif (Majid & Utara, 2008). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Bali tahun 2013 melaporkan gambaran penyakit tidak menular khususnya pada kelompok umur >15 tahun menyatakan prevalensi penyakit jantung koroner (permil) pada penduduk ≤ 15 tahun menurut kabupaten/kota di provinsi Bali 2013/2014 bahwa terdapat 3 kabupaten/kota dengan prevalensi jantung koroner lebih besar dari prevalensi di Bali yang hanya
4
1,3 yaitu kabupaten Bangli (4,3), Karangasem (4) dan Klungkung (2,2) (RISKESDAS, 2013).
Hal ini juga dibuktikan dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pradnyani (2016) di ruang intensive cardiac care unit (ICCU) PJT RSUP Sanglah Denpasar menyatakan prevalensi kasus PJK di Bali masih tinggi. Hal tersebut berdasarkan catatan rekam medis pasien yang di rawat inap di ruang ICCU PJT RSUP Sanglah Denpasar pada dua tahun terakhir dengan angka kejadian PJK masih tinggi dan kejadian tersering dialami oleh pasien dengan jenis kelamis laki-laki rata-rata usia kisaran 26-75 tahun dan usia 41-60 tahun menjadi posisi terbanyak menderita PJK. Tahun 2015 jumlah pasien penderita PJK di RSUP Sanglah sebanyak 696 pasien dan angka ini meningkat tahun 2016 hingga mencapai 702 pasien yang tercatat di Rekam Medis RSUP Sanglah 2016 (Pradnyani, 2016). Penyakit jantung koroner (PJK) adalah salah satu akibat utama dari aterosklerosis yang disebabkan oleh kelainan metabolisme lipid, koagulasi darah, serta keadaan biofisika dan biokimia dinding arteri. Kondisi patologis yang terjadi ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa pada dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung (Muttaqin, 2014). Pada keadaan ini, pembuluh darah nadi menyempit sehingga timbul endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) di dinding pembuluh darah (Naga, 2012). Manifestasi akut dan berat serta merupakan bentuk dari kegawatdaruratan dari arteri koroner ini disebabkan oleh suplai darah dan oksigen ke miokardium yang tidak adekuat sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
5
aliran darah yang mana penyebabnya adalah sumbatan plak aterom pada arteri koroner. Hal tersebut menyebabkan iskemik pembuluh darah jantung dan berlanjut ke infark. Akibat iskemik dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga curah jantung pun menurun. Penyempitan arterosklerosis arteri koroner mengakibatkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan suplai oksigen miokardium dapat menimbulkan nyeri. Kurangnya suplai oksigen ini menyebabkan penumpukan asam laktat pada otot jantung (lemak tidak seluruhnya dioksidasi menjadi karbodioksida, tetapi hanya sampai pada asam laktat, akibat dari metabolisme anaerob), penumpukan asam ini yang akan menyebabkan timbulnya nyeri dada yang bersifat akut (Indrawati, Mulyadi, & Kiling, 2018). Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (TIM POKJA SDKI, 2016). Penyebab nyeri akut diantaranya yaitu agen pencedera fisiologis, kimiawi dan fisik. Penyebab nyeri akut pada PJK termasuk ke dalam agen pencedera fisiologis karena disebabkan oleh iskemia. Gejala dan tanda nyeri akut diklasifikasikan berdasarkan mayor dan minor yang didalamnya terdapat data subjektif dan objektif. Gejala dan tanda mayor pada nyeri akut yaitu pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur. Gejala dan tanda minor pada nyeri akut yaitu dapat dilihat dengan data objektif seperti tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaforesis (TIM
6
POKJA SDKI, 2016). Nyeri yang dirasakan pada seseorang yang mengalami serangan jantung karena terjadi iskemi miokard atau kekurangan oksigen pada otot jantung yaitu nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium) yang bukan disebabkan oleh trauma, berupa nyeri seperti tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau rasa seperti terbakar pada dada. Pada umumnya, nyeri dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang menyebar ke seluruh dada dan dapat juga menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung dan lengan kiri (Supriyono, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo & Lestari (2015) dengan 33 responden pada rentang umur 55-61 tahun
didapatkan rata-rata
responden mengalami nyeri dengan intensitas 5,6 (pada skala nyeri 1-10) pada hari-I.
Penelitian yang dilakukan oleh Susilo, Sujuti, & Andri (2013) yang
dilakukan pada responden rata-rata berusia antara 50-59 dan 60-69 menunjukkan bahwa respon nyeri dada pada pasien dengan PJK sebagian besar nyeri ringan sejumlah 45% dan sebagian nyeri sedang sejumlah 40%. Nyeri dada pada sistem kardiovaskular merupakan salah satu keluhan utama yang sering dikeluhkan klien untuk meminta pertolongan kesehatan sehingga perawat perlu mengkaji lebih jauh karakteristik nyeri dada yang berhubungan dengan gangguan pada sistem kardiovaskular. Rasa nyeri yang dirasakan oleh setiap individu berbeda-beda berdasarkan ambang nyeri dan toleransi pengeluaran endorfin enkefalin yang dikeluarkan hipofisis ke sirkulasi (Muttaqin, 2014). Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada kondisi jantung yang sehat apabila kebutuhan meningkat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
7
jantung. Namun, apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, terjadilah iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium yang mengubah metabolisme aerobik menjadi anaerobik. Hasil akhirnya berupa asam laktat yang akan mengurangi pH sel dan menimbulkan nyeri atau disebut dengan istilah angina pektoris (Aspiani, 2014). Dalam mengatasi nyeri angina ini disarankan pasien dengan PJK mengurangi latihan fisik yang berat, terpajan oleh udara dingin, tidak memakan-makanan berat dan stres karena akan menimbulkan nyeri angina yang lebih berat (Muttaqin, 2014). Dalam pemberian asuhan keperawatan, solusi yang diberikan pada nyeri akut bisa berupa tata laksana farmakologi dan non-farmakologi yang pendekatannya berfokus pada proses keperawatan. Rencana tindakan yang dapat diberikan berupa manajemen nyeri dan dan pemberian analgesik yang diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri dan menunjukkan tingkat nyeri (Aspiani, 2014). Prevalensi kasus pasien PJK di daerah Gianyar masih tinggi dibuktikan dengan data rekam medis tahun 2016 terdapat 238 pasien dengan PJK yang dirawat. Data jumlah kasus PJK yang teregistrasi di ruang sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar pada bulan Agustus 2017-Februari 2018 menjadi peringkat ketiga dengan total 66 pasien. Mengingat pentingnya tindakan dalam menganggulangi penyakit jantung koroner dengan nyeri akut yang dilakukan oleh perawat melalui pendekatan proses keperawatan baik pada pasien yang sedang dirawat ataupun yang menjalani program rehabilitasi serta perubahan yang terjadi pada pasien setelah diberikan asuhan keperawatan maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian
8
tentang “Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Nyeri Akut di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2018.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Nyeri Akut di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2018?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung koroner dengan masalah keperawatan nyeri akut di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar tahun 2018. 2. Tujuan khusus Secara lebih khusus penelitian pada pasien PJK dengan nyeri akut di ruang Sahadewa RSUD Gianyar, bertujuan untuk : a.
Mendeskripsikan pengkajian dalam asuhan keperawatan dengan nyeri akut pasien dengan penyakit jantung koroner di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar 2018.
9
b.
Mendeskripsikan diagnosa keperawatan dalam asuhan keperawatan dengan nyeri akut pasien dengan penyakit jantung koroner di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar 2018.
c.
Mendeskripsikan rencana keperawatan dalam asuhan keperawatan dengan nyeri akut pasien dengan penyakit jantung koroner di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar 2018.
d.
Mendeskripsikan implementasi keperawatan dalam asuhan keperawatan dengan nyeri akut pasien dengan penyakit jantung koroner di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar 2018.
e.
Mendeskripsikan evaluasi keperawatan dalam asuhan keperawatan dengan nyeri akut pasien dengan penyakit jantung koroner di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar 2018.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat ditinjau dari dua aspek yaitu segi praktis dan teoritis sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah, sebagai berikut: a. Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
atau
mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah khususnya asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut.
10
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data bagi peneliti
berikutnya
khususnya
yang
terkait
dengan
asuhan
keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut. c. Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
atau
mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah khususnya asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut. d. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data bagi peneliti
berikutnya
khususnya
yang
terkait
dengan
asuhan
keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah, sebagai berikut: a. Bagi perawat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut. b. Bagi managemen kepala ruangan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam melakukan monitoring tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Nyeri Akut Pada Penyakit Jantung Koroner 1. Pengertian nyeri akut pada penyakit jantung koroner Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (TIM POKJA SDKI, 2016). Sedangkan, nyeri dada yang dirasakan pada penyakit jantung koroner bisa berlangsung selama 1-10 menit yang bersifat sementara atau reversibel (Wijaya & Putri, 2013). Penderita jantung koroner biasanya mengalami nyeri dada atau yang dikenal dengan angina pektoris merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner yang menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat. Serangan sakit dada yang khas ini seringkali menjalar ke lengan kiri dan terasa berat (Aspiani, 2014). Dapat disimpulkan, nyeri akut pada PJK adalah suatu perasaan tidak nyaman yang diakibatkan karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang diproyeksikan secara subjektif seperti tertekan di dada depan sampai menjalar ke lengan sebelah kiri dengan respon pasien tampak meringis yang timbul pada waktu bekerja dan menghilang saat istirahat.
12
2. Penyebab Penyebab nyeri akut yang dialami pada pasien penyakit jantung koroner adalah agen pencedera fisiologis: iskemia (TIM POKJA SDKI, 2016). Iskemia merupakan suatu keadaan kekurangan oksigen pada jaringan yang bersifat sementara atau reversibel. Apabila miokardium kekurangan kadar oksigen maka mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat sebagai hasil akhirnya akan tertimbun dan menurunkan pH sel (Muttaqin, 2014). Penumpukan asam inilah menimbulkan adanya nyeri (Indrawati et al., 2018). 3. Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi penyakit jantung koroner terdiri dari faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi (Kemenkes RI, 2014). Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : a. Riwayat keluarga b. Umur c. Jenis kelamin d. Obesitas Faktor yang dapat dimodifikasi : a. Hipertensi b. Diabetes militus c. Dislipidemia d. Kurang aktifitas fisik
13
e. Diet tidak sehat f. Stres 4. Patofisiologis PJK Patofisiologis penyakit jantung koroner meliputi berbagai kondisi patologi yang menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung. Atherosklerosis merupakan ateriosklerosis yang paling banyak terjadi pada manusia ditandai dengan akumulasi bahan lemak (lipid) dan jaringan fibrosa pada dinding arteri karena atherosklerosis bertambah, lumen dari pembuluh menjadi sempit dan aliran darah terhambat ke daerah miokardium yang disuplai oleh arteri itu. Karena bentuknya, arteriosklerosis dinding arteri juga kehilangan elastisitas dan menjadi kurang responsif terhadap perubahan volume dan tekanan. Kondisi yang dapat menghambat suplai darah koroner antara lain atherosklerosis, arteriosklerosis, arteritis, spasmus arteri koroner, thrombus koroner dan emboli (Wijaya & Putri, 2013). Etiologi kondisi ini belum jelas walaupun berbagai teori telah ditelurusi untuk menjelaskan patogenesis dari atherosklerosis. Lesi artherosklerotic biasanya timbul pada permulaan dan bifurkasi dari arteri koroner utama. Arteri koroner kiri lebih sering terkena dibandingkan dengan yang kanan. Proses penyakit pada awalnya setempat, sering terkena dibandingkan dengan yang kanan. Proses penyakit pada awalnya setempat, kemudian menjadi difus dan bertambah dengan aterosklerosis. Lesi pertama yang timbul pada dinding arteri koroner disebut garis lemak. Lesi ini timbul pada pembuluh-pembuluh koroner sejak usia 15 tahun, sel-sel yang mengandung lipid atau “foam cells (sel-sel busa)” invasi ke dalam dinding intima dan menimbulkan garis-garis
14
lemak, karena penyakit berlanjut kemudian sejenis benjolan dengan ukuran yang terus meningkat sehingga kapasitas lumen pembuluh menjadi terbatas. Tingkat atherosclerosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan fibrosa berkapus atau disebut komplikasi lesi yang sangat timpang. Deposit kapus dapat rupture dan meningkatkan risiko spasmus, membentuk thrombus dan emboli. Ini adalah jenis lesi atherosclerosis yang memunculkan gejala penyakit jantung koroner. Lumen arteri menjadi begitu sempit sehingga timbul ketidakseimbangan suplai oksigen untuk miokardium dibandingkan dengan kebutuhannya. Manifestasi miokardium biasanya tidak akan terjadi sampai arteri 75% tersumbat. Itu bisa berakibat angina pectoris, infark miokardial dan kematian mendadak(Wijaya & Putri, 2013). Patofisiologis dari penyakit jantung koroner terbagi dalam 2 tahap yaitu: a. Iskemia Iskemia merupakan sutau keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium. Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia terjadi perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Hal ini jelas bahwa pola ini
15
merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan respon vagus. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiogenik yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme yang tepat bagaimana iskemia dapat menyebabkan nyeri masih belum jelas. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat stress mekanik lokal akibat kontraksi miokardium yang abnormal. Umumnya, angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen, seperti latihan fisik dan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. Angina yang lebih jarang yaitu angina prinzmetal lebih sering terjadi pada wkatu istirahat dari pada waktu bekerja, dan disebabkan oleh spasme setempat dari arteria epikardium. Mekanisme penyebabnya masih belum jelas diketahui (Wijaya & Putri, 2013). b. Infark
16
Iskemia
yang berlangsung
lebih
dari
30-45
menit
akan
menyebabkan kerusakan selular yang irreversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah yang iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infak akhir tergantung dari masih nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark dakan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Letak infark berkaitan dengan penyakit daerah tertentu dalam sirkulasi koroner. Misalnya infark dinding arteriol disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra. Infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteria koronaria kanan, dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan seperti iskemia: daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan
curah
sekuncup,
17
pengurangan
fraksi
ejeksi,
peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (Wijaya & Putri, 2013).
5. Gejala dan tanda Gejala dan tanda nyeri akut terbagi dalam gejala dan tanda mayor dan minor, yang mana keduanya diproyeksikan secara subjektif dan objektif sebagai berikut (TIM POKJA SDKI, 2016).
Tabel 1 Gejala dan Tanda Nyeri Akut Nyeri Akut Gejala dan Tanda Mayor
Gejala dan Tanda Minor
Mengeluh nyeri
Tekanan darah meningkat
Tampak meringis
Pola napas berubah
Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
Nafsu makan berubah
Gelisah
Proses berfikir terganggu
Frekuensi nadi meningkat
Menarik diri
Sulit tidur
Berfokus pada diri sendiri
18
Diaforesis
6. Alat ukur nyeri akut Pengukuran nyeri dapat dilakukan dengan pengukuran satu dimensional saja
(one-dimensional)
atau
pengukuran
berdimensi
ganda
(multi-
dimensional). Pada pengukuran satu dimensional biasanya hanya mengukur pada satu aspek saja, misalnya seberapa berat rasa nyeri menggunakan pain rating scale yang dapat berupa pengukuran kategorikal atau numerikal misalnya visual analogue scale (VAS). Sedangkan pengukuran multidimensional dimaksudkan tidak hanya terbatas pada aspek sensorik belaka, namun juga termasuk pengukuran dari segi afektif bahkan proses evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini (Setiyohadi, Sumariyono, Kasjmir, Isbagio, & Kalim, 2015). Adapun alat ukur nyeri dibagi atas: a. Pengukuran nyeri secara kategorikal Verbal rating scale yaitu salah satu contoh pengukuran nyeri secara kategorikal. Tidak terdapat nyeri tentunya diartikan pasien sebagai tidak merasakan nyeri, sedangkan nyeri umumnya diartikan sebagai nyeri yang bersifat siklik dan tidak mengganggu aktivitas keseharian. Nyeri sedang bila nyeri bersifat episodik, sedangkan nyeri yang dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan aktivitas keseharian yang tidak biasa dilakukan pasien. Apabila pasien melakukan aktivitas keseharian dan merasakan nyeri serta
19
mengganggu aktivitasnya maka dikatakan pasien menderita nyeri hebat (Setiyohadi et al., 2015). No pain
Mild
Moderate
Severe
Worst possible painn
Gambar 1 Likert pain scale
b. Pengukuran nyeri secara numerikal Numerical Rating Scale (NRS) yaitu pengukuran nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Pengukuran ini lebih mudah dipahami pasien bila pasien diminta menunjukkan nyeri secara lisan. 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
No
Worst
Pain
Possible Pain Gambar 2 Numerical Rating Scale (NRS)
c. Visual Analogue Scale Visual Analog Scale (VAS) meru[akan instrumen pengukuran nyeri yang paling banyak digunakan dalam mengetahui jenis nyeri. Pengukuran dengan VAS pada nilai di bawah empat dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-7 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 dianggap sebagai nyeri hebat. Pengukuran
20
skala nyeri untuk anak-anak biasanya dikenal dengan faces scale yaitu intensitas nyeri digambarkan oleh karikatur wajah dengan berbagai bentuk mulut mulai dari keadaan gembira sampai kesedihan yang dialami pasien.
Tabel 2 Skala Intensitas Nyeri 1-10 Visual Analog Scale (VAS) 0
1
Tidak nyeri
Nyeri ringan
2
3
4
5
Nyeri sedang
6
7 Nyeri berat
8
9
10 Nyeri sangat berat
Gambar 3 Faces Scale
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Penyakit Jantung Koroner dengan Nyeri Akut 1. Pengkajian Data yang harus dikaji pada penyakit jantung koroner dengan nyeri akut adalah sebagai berikut (Wijaya & Putri, 2013).
21
a. Biodata, yang perlu dikaji yaitu nama, nomor rekam medis, jenis kelamin, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, stastus, agama, alamat, pekerjaan, serta umur pasien. b. Keluhan utama, yang paling menonjol adalah klien mengeluh nyeri dengan kualitas nyeri seperti rasa sesak yang berat/mencekik, lokasi nyeri di bawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu atau lengan, beratnya nyeri dapat dikurangi dengan istrahat atau pemberiat nitrat, berlangsung beberapa jam/hari, selama serangan pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri. c. Riwayat kesehatan dahulu, meliputi riwayat penyakit pembuluh darah arteri, serangan jantung sebelumnya, terapi estrogen pada wanita pasca menopause, diet rutin dengan tinggi lemak, riwayat merokok, kebiasaan olahraga yang tidak teratur, riwayat DM, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan riwayat penyakit pernafasan kronis. d. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi riwayat keluarga penyakit jantung, infark miokard, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer. e. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi terjadi nyeri, kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, diaforeasi, muntah, mual, kadang disertai demam, dispnea dan syndrom syock dalam berbagai tingkatan. f. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum
22
a) TD dapat normal/naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampa duduk atau berdiri. b) Nadi dapat normal, penuh/tidak kuat, lemah/kuat, teratur/tidak. c) Respiratory rate meningkat. d) Suhu dapat normal, meningkat/demam. 2) Kepala : wajah meringis, menangis, merintih. 3) Leher dan thorax a) Distensi vena jugularis b) Dada : bunyi jantung : bunyi jantung ekstra S3/S4 menunjukkan
gagal
jantung/penurunan
kontraktilitas atau komplain ventrikel, murmur menunjukkan gagal katup jantung/disfungsi otot papilar,
friksi,
teratur/tidak,
perikarditis. paru-paru
Irama :
jantung
bunyi
:
nafas
bersih/krekels/mengi, frekuensi nafas meningkat, nafas sesak, sputum bersih, merah muda kental. Batuk dengan/tanpa produksi sputum. Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal. 4) Abdomen : nyeri ulu hati/terbakar 5) Ekstremitas a) Kelemahan, kelelahan b) Edema perifer/umum c) Kulit kering/berkeringat dingin
23
d) Menggeliat 6) Pemeriksaan Diagnostik a) EKG menyatakan peninggian gelombang ST, iskemia, penurunan atau datarnya gelombang T menunjukkan cedera, gelombang Q berarti nekrosis. b) Sel darah putih : leukosit (10000-20000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses inflamasi. c) Foto
dada
:
mungkin
normal/menunjukkan
pembesaran jantung diduga gagal jantung kongestif atau aneurisma ventrikel. d) Elektrolit : ketidakseimbangan dapat memengaruhi konduksi dan dapat memengaruhi kontraktilitas : hipo/hiperkalemia. e) AGD/oksimeter nadi : menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut/kronis. f) Kolesterol/trigliserida
serum
meningkat
:
menunjukkann aterosklerosis sebagai penyebab IMA. g) Enzim jantung : (1) CKMB (Creatinin kinase-isoenzim MB) mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 18-24 jam dan kembali normal antara 304 hari, tanpa terjadinya nekrosis baru. Enzim
24
CK-MB sering dijadikan sebagai indikator IMA, sebab diproduksi hanya saat terjadi kerusakan jaringan miokard. (2) Lactat
dehdirogenase
(LDH)
mulai
meningkat dalam 6-12 jam, memuncak dalam 304 hari dan normal 6-12 hari. (3) Aspartat aminotransaminase serum (ASI) mulai meningkat dalam 8-12 jam dan bertambah pekat dalam 1-2 hari. Enzim ini muncul dengan kerusakan hebat dari otot tubuh. h) Pengkajian terkait hal-hal yang perlu dikaji lebih lanjut pada penyakit jantung koroner dengan nyeri akut menurut Muttaqin (2014) adalah dengan melakukan pengkajian nyeri keperawatan secara PQRST sebagai berikut. (1) Provoking Incident (P) : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri berkurang apabila berisitirahat, dan apakah nyeri bertambah berat bila beraktivitas. (2) Quality of Pain (Q) : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Jika terdapat nyeri, apakah sifat nyerinya tajam,
25
tumpul seperti ditusuk-tusuk, menjemukan seperi terbakar, atau kram? (3) Region : radiation, relief (R) : Lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dimana rasa sakit terjadi. (4) Severity (scale) of Pain (S) : seberapa jauh rasa
nyeri
yang dirasakan
klien
bisa
berdasarkan skala nyeri/gradasi dan klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit
memengaruhi kemampuan fungsinya. (5) Time (T) : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini menggunakan diagnosa TIM POKJA SDKI (2016) yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis: iskemia jaringan miokard terhadap sumbatan arteri koronaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat serta sulit tidur. Diagnosa keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif yang sesuai dengan gejala dan tanda mayor maupun minor yang disajikan pada tabel berikut ini.
26
Tabel 3 Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut Nyeri akut Kategori : Psikologis Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan. Penyebab : Agen pencedera fisiologis : iskemia Gejala
Mayor
Minor
1. Mengeluh nyeri
(tidak tersedia)
dan tanda Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)
1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri) 3. Gelisah 4. Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tekanan darah meningkat Pola napas berubah Nafsu makan berubah Proses berfikir terganggu Menarik diri Berfokus pada diri sendiri Diaforesis
3. Rencana Keperawatan
Tabel 4 Rencana Keperawatan Nyeri Akut
27
Diagnosa Keperawatan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
1
2
3
4
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis: iskemia jaringan miokard terhadap sumbatan arteri koronaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat serta sulit tidur.
NOC Nyeri
:
Kontrol NIC : Managemen Nyeri
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan klien dapat 1. Mengontrol nyeri, dengan kriteria: a. Mengenal faktor penyebab dan tindakan untuk mencegah nyeri. b. Menunjukk an teknik relaksasi yang efektif untuk meningkatk an kenyamana n. c. Menggunak an tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik secara tepat d. Mengenal tanda pencetus nyeri untuk mencari
1. Kaji nyeri secara komprehens if, meliputi lokasi karakteristi k dan awitan, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/b eratnya nyeri, dan faktor presipitasi (PQRST). 2. Observasi isyarat nonverbal dari ketidaknya manan untuk komunikasi secara efektif. 3. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspre sikan nyeri. 4. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi , seperti teknik relaksasi, imajinasi
28
1. Mengeta hui tingkat pengala man nyeri klien dan tindakan keperaw atan yang akan dilakuka n untuk mengura ngi nyeri. 2. Reaksi terhadap nyeri biasanya ditunjuk kan.
3. Mengeta hui pengala man nyeri. 4. Penanga nan nyeri tidak selamany a diberikan obat.
pertolongan e. Melaporkan gejala kepada tenaga kesehatan (perawat/do kter).
terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi panasdingin, masase. 5. Evaluasi efektivitas tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan 6. Kontrol faktor lingungan yang dapat memengaru hi respons pasien terhadap ketidaknya manan. 7. Berikan pendidikan kesehatan tentang nyeri, seperti penyebab, durasi nyeri, dan tindakan pencegahan .
8. Cek riwayat alergi, 29
5. Mengeta hui keefektif an kontrol nyeri. 6. Memini malkan kemungk inan nyeri bertamba h.
7. Menamb ah pengetah uan pasien tentang nyeri yang dirasaka n dan mengura si kecemas an akibat ketidakp ahaman terhadap gejala yang dirasaka n. 8. Penentua n
tentukan pilihan analgesik sesuai kolaborasi.
9. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
tindakan medikasi dan cara cepat untuk mengura ngi nyeri. 9. Mengeta hu respon klien dan obat analgetik dipantau.
4. Implementasi Keperawatan Implementasi dilakukan sesuai rencana keperawatan. Tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sesuai dengan intervensi yang direncanakan. Implementasi lebih ditujukkan pada upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan, upaya pemberian informasi yang akurat, upaya mempertahankan kesejahteraan, upaya tindakan peredaan nyeri farmakologis, dan pemberian terapi non-farmakologis seperti teknik distraksi dan relaksasi. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan mengobservasi subjek, objektif, assesgment, planning atau SOAP yang ditulis perawat pada catatan perkembangan setelah dilakukan tindakan keperawatan maupun setelah batas waktu asuhan keperawatan diberikan. Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan menilai kemampuan pasien dalam merespon rangsangan nyeri, dengan melaporkan adanya penurunan rasa nyeri,
30
pemahaman yang akurat mengenai nyeri. Berikut hasil yang diharapkan setelah diberikan asuhan keperawatan menurut: a)
Pasien mampu mengenali kapan nyeri terjadi dan dapat menggambarkan faktor penyebab nyeri.
b) Pasien mampu menggunakan jurnal harian untuk memonitor gejala dari waktu ke waktu dan pasien mampu menggunakan tindakan pencegahan. c)
Pasien mampu menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic dan pasien mampu menggunakan analgesik yang direkomendasikan.
31
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Koroner Dengan Gangguan Nyeri Akut Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti yang berguna untuk menjelaskan serta menghubungkan topik yang akan dibahas. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Etiologi Penyakit
Pasien Penyakit Jantung Koroner
1. Pembentukan plak atau fibrosa pada
lumen
arteri
koronaria
(aterosklerosis) Iskemia Miokardium
2. Diet tinggi lemak jenuh 3. Merokok & Gangguan sirkulasi
Nyeri Akut
4. Kurang aktifitas fisik 5. Strees atau emosi berlebihan
1.
Asuhan Keperawatan Pengkajian Keperawatan
6. Kecenderungan herediter
2.
Diagnosa Keperawatan
7. Gangguan pada darah
3.
Intervensi Keperawatan
4.
Implementasi
Keterangan: : Diteliti
Keperawatan 5.
Evaluasi Keperawatan
Alur Pikir
:Tidak diteliti
Gambar 4 Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Gangguan Nyeri Akut
32
B. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variable 1. Variabel penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Dalam penelitian ini akan diteliti satu variabel yaitu, gambaran asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut di ruang sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar tahun 2018. Penelitian ini juga menggambarkan sub variable sesuai dengan proses kepearwatan. 2. Definisi operasional Pada bagian ini berisi tentang penjelasan atau definisi yang dibuat oleh peneliti tentang fokus studi yang dirumuskan secara operasional yang digunakan pada studi kasus dan bukan merupakan definisi konseptual berdasarkan literatur. Definisi operasinal tentang studi ini menjabarkan definisi variable gambaran asuhan keperawatan pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2018 dan sub variable yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan,
implementasi
keperawatan
serta
evaluasi
keperawatan. Definisi operasional tentang fokus studi adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Definisi Operasional Variabel
33
No
Variabel
Sub Variabel
Definisi operasional
1 1.
2 Gambaran Asuhan Keperawat an Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Nyeri Akut
3
4
2.
Pengkajian
3.
Diagnosa Keperawatan
4.
Intervensi
5.
Implementasi
Data dan Informasi proses keperawatan pada pasien PJK dengan nyeri akut meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi yang diobservasi pada catatan keperawatan atau rekam medis pasien selama tiga hari perawatan Hasil dari data dan informasi pasien yang didapatkan dari dokumentasi status kesehatan sesuai dengan keluahan pasien. Masalah keperawatan yang didapat dari dokumentasi pasien.
Perumusan dan perencanaan yang dibuat oleh perawat dan didapatkan dari dokumentasi pasien Tindakan keperawatan yang diberikan ke pasien yang didapatkan dengan dokumentasi langsung tindakan perawat ke pasien
34
Alat Ukur 5
Cara Pengumpulan Data 6 Dokumentasi
Lembar pengum pulan data
Dokumentasi
Lembar pengum pulan data
Dokumentasi
Lembar pengum pulan data
Dokumentasi
Lembar pengum pulan data
Dokumentasi
6.
Evaluasi
Respon yang ditemukan pada pasien terhadap tindakan yang telah diberikan oleh perawat yang didapatkan dari dokumentasi perawat selama tiga hari perawatan
35
Lembar pengum pulan data
Dokumentasi
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Dalam karya tulis ilmiah ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu keadaan atau peristiwa secara objektif. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus yaitu rancangan
penelitian yang dilakukan
terhadap suatu permasalahan yang terdiri dari satu unit tunggal namun dianalisis secara mendalam dan dilaporkan secara naratif. Penelitian ini mendeskripsikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 19 November sampai dengan 20 November tahun 2018 pada pasien PJK dengan nyeri akut yang dijadikan responden selama 2 x 24 jam. Realisasi Jadwal penelitian dilakukan sesuai waktu yang sudah ditetapkan.
C. Subjek Studi Kasus Subjek yang digunakan dalam studi kasus ini adalah pasien penyakit jantung koroner dengan nyeri akut pada dua orang pasien (dua kasus) dengan masalah keperawatan yang sama yaitu penyakit jantung koroner dengan nyeri akut selama
36
2 x 24 jam, di ruang Sahadewa RSUD Sanjiwani Gianyar. Adapun kriteria inklusi dan ekskulsi subyek studi kasus ini, yaitu: 1.
Kriteria inklusi dalam subjek studi kasus ini adalah : a.
Dokumen pasien yang terdiagnosis PJK dengan nyeri akut.
b.
Dokumen pasien yang dirawat inap minimal dua hari di ruangan rumah sakit dengan PJK.
c. 2.
Dokumen pasien PJK yang usia pasienya > 60 tahun.
Kriteria ekslusi dalam subjek studi kasus ini adalah : a.
Dokumen pasien dari lima tahun atau lebih yang tidak lengkap berkasnya.
D. Fokus Studi Kasus Fokus studi kasus adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan studi kasus. Fokus studi kasus pada penelitian ini yaitu penerapan asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung koroner dengan gangguan nyeri akut meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
E. Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data 1.
Jenis data Pada penelitian ini data didapat melalui teknik dokumentasi catatan medik pasien yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
37
keperawatan perencanan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Peneliti melakukan pengumpulan data sesuai dengan batasan karakteristik berupa adanya iskemia miokardium pada pasien penyakit jantung koroner yang dijadikan subjek penelitian, adanya tanda subjektif pasien mengeluh nyeri dan tanda objektif muka pasien tampak meringis, bersikap protektif (misalnya Waspada, menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur. 2.
Cara pengumpulan data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan sesuai variabel yang diteliti adalah dengan pengisian lembar dokumentasi.
Dokumentasi
adalah
cara
pengumpulan
data
menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber sumber informasi dalam penelitian ini menggunakan rekam medis pasien. Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: a.
Mengurus surat permohonan izin penelitian di kampus Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Denpasar.
b.
Mengajukan surat pengantar ke Direktorat Poltekkes Denpasar untuk mengurus izin penelitian.
c.
Mengajukan surat izin melaksanakan penelitian ke Badan Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali.
d.
Mengajukan izin penelitian ke Direktur Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar.
e.
Pendekatan secara formal kepada Kepala Ruang Sahadewa RSUD Gianyar.
38
f.
Peneliti melakukan pendekatan secara informal kepada subjek yang akan diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
g.
Melakukan pemilihan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
h.
Peneliti melakukan observasi terhadap penerapan asuhan keperawatan nyeri akut pada pasien PJK dengan mengambil data dari dokumentasi asuhan keperawatan yang sudah ada setelah pemeriksaan selesai dilakukan.
3.
Instrumen pengumpulan data dokumentasi Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan lembar dokumentasi. Lembar dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan
data
objektif,
data
subjektif,
masalah
keperawatan, intervensi keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi asuhan keperawatan pasien PJK dengan masalah keperawatan nyeri akut. Lembar dokumentasi tersebut meliputi : a.
Pengkajian
b.
Diagnosa keperawatan
c.
Perencanaan keperawatan
d.
Implementasi keperawatan
e.
Evaluasi keperawatan Lembar dokumentasi ini terdiri dari 16 pernyataan di pengkajian,
13 pernyataan di diagnosa keperawatan, sembilan pernyataan di
39
perencanaan keperawatan, sembilan pernyataan di implementasi keperawatan, dan empat pernyataan di evaluasi keperawatan, lembar pernyataan bila ditemukan diberi tanda “√” pada kolom “Ya”, bila pernyataan didokumentasikan di rekam medis dan diberi tanda“√” pada kolom “Tidak” bila tidak ditemukan pernyataan tersebut. Ditulis pada kedua subjek pengumpulan data.
F. Metode Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawabanjawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang sudah ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif yang dipilih untuk studi kasus, data disajikan secara tekstular atau narasi. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi pada pasien penyakit jantung koroner.
G. Etika Studi Kasus Pada bagian ini dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, yang terdiri dari :
40
1.
Menghormati individu (Respect for persons) Menghormati otonomi (respect for autonomy) yaitu menghargai kebebasan
seseorang terhadap pilihan sendiri, melindungi subyek studi kasus (protection of persons) yaitu melindungi individu atau subyek penelitian yang memiliki keterbatasan atau kerentanan dari eksploitasi dan bahaya. Pada respect for persons juga terdapat inform consent agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani hak responden. 2.
Kemanfaatan (Beneficience) Kemanfaatan secara etik untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan
bahaya. Semua penelitian harus bermanfaat bagi masyarakat, desain penelitian harus jelas, peneliti yang bertanggung jawab harus memiliki kompetensi yang sesuai. 3.
Berkeadilan (distributive of justice) Keseimbangan antara beban dan manfaat ketika berpartisipasi dalam
penelitian.
Setiap
individu
yang
berpartisipasi
dalam
penelitian
harus
diperlakukan sesuai dengan latar belakang dan kondisi masing-masing perbedaan perlakuan antara satu individu atau kelompok dengan lain dapat dibenarkan bila dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan dapat diterima oleh masyarakat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Annisaa, S. (2017). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Unstable Angina Pectoris ( UAP ) dengan Intervensi Inovasi Terapi Aroma Lavender Kombinasi Kompres Hangat terhadap Penurunan Skala Nyeri di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda T. Digital Repository Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, 22. Retrieved from https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/319/KIAN.pdf?sequenc e=1&isAllowed=y Aspiani, R. (2014). Buku Ajar ASuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. (W. Praptiani, Ed.). Jakarta: EGC. Indrawati, N. G. A., Mulyadi, & Kiling, M. (2018). HUBUNGAN AKTIFITAS FISIK DENGAN TINGKAT NYERI PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO. JURNAL KEPERAWATAN, 6(1), 7. Retrieved from https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/19469/19020 Kemenkes RI, P. D. dan I. (2014). Infodatin Situasi Kesehatan Jantung. Kemenkes RI Pusat Data Dan Informasi, 1–8. Kones, R. (2011). Primary prevention of coronary heart disease: Integration of new data, evolving views, revised goals, and role of rosuvastatin in management. A comprehensive survey. Drug Design, Development and Therapy, 5, 325–380. https://doi.org/10.2147/DDDT.S14934 Majid, A., & Utara, U. S. (2008). PENYAKIT JANTUNG KORONER: PATOFISIOLOGI, PENCEGAHAN, DAN PENGOBATAN TERKINI. Jurnal Universitas Sumatera Utara, 0(0), 54. Retrieved from http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/09/Rahmat-Studi-literaturttg-PJK.pdf Muchid, A., Umar, F., & Chusun. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. DBKDANA KESEHATAN, 0(0), 1–3. Retrieved from https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/35596901/Pharmaceutic al_Care_Untuk_Pasien_Penyakit_Jantung_Koroner__Fokus_Sindrom_Koroner_Akut_2006.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWO WYYGZ2Y53UL3A&Expires=1537362988&Signature=yaufc1qMBkoxKx5 zbbJRXqDrKng=&respon Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. (R. Angriani, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
42
Naga, S. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. In P. Nareswati (Ed.) (p. 410). Yogyakarta: DIVA Press. Pradnyani, L. P. E. (2016). Tingkat kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam melaksanakan latihan aktifitas rehabilitasi jantung fase 1 di ruang ICCU PJT RSUP Sanglah Denpasar. RISKESDAS. (2013). Permasalahan Gizi dan Penyakit Tidak Menular di Bali. Riskesdas Bali 2013, 1–64. Retrieved from http://labdata.litbang.depkes.go.id Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasjmir, Y. I., Isbagio, H., & Kalim, H. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, K. M. Simadibrata, & S. Setiati (Eds.), 4 (4th ed., p. 275). JAKARTA: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM. Sunaryo, T., & Lestari, S. (2015). PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI DADA KIRI PADA PASIEN ACUTE MYOCARDIAL INFARC DI RS Dr MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2014. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 2(58), 116–124. Retrieved from http://download.portalgaruda.org/article.php?article=403725&val=6664&titl e= Supriyono, M. (2008). Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia <45 Tahun. Universitas Stuttgart, 1–112. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/18090/1/MAMAT_SUPRIYONO.pdf Susilo, C., Sujuti, H., & Andri, T. (2013). HUBUNGAN LUAS INFARK (BERDASARKAN SKOR SELVESTER) DENGAN RESPON NYERI DADA PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER. Jurnal Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Brawijaya, 1(2), 91–97. Retrieved from jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/download/15/35 TIM POKJA SDKI, D. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (I). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. WHO. (2011). Global Status Report: on noncommunicale disease. World Health Organization. WHO. (2017). World Health Statistics 2017 : Monitoring Health for The SDGs. World Health Organization. Retrieved from https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa) (1st ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
43
44