PPH PASAL 25 A. Pengertian PPH Pasal 25 Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran pajak penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. Wajib Pajak (WP) baik berupa Orang Pribadi atau pun Badan yang melakukan suatu kegiatan usaha dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 berupa angsuran PPh tiap bulannya. Keterlambatan, baik dalam menyetor maupun melapor, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Subjek pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menurut ketentuan harus membayar, memotong, atau memungut pajak yang terutang atas objek pajak. Subjek pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: subjek pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak dalam negeri dapat berupa orang pribadi, badan yang berkedudukan di Indonesia, dan warisan yang belum terbagi. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Dalam akuntansi pajak, objek pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan. Dalam akuntansi pajak tidak semua penghasilan merupakan objek pajak penghasilan. Beberapa bentuk penghasilan menurut akuntansi komersial sudah dibukukan sebagai penghasilan, tetapi dalam akuntansi pajak bukan merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan. Artinya, atas penghasilan tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan PPh terutangnya. Adapun bentuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tersebut, yaitu: bantuan atau sumbangan, zakat, harta hibah, warisan, harta, pemberian natura dan kenikmatan, klaim asuransi, dividen tertentu, iuran dana pensiun, penghasilan dana pensiun, pembagian laba perseroan komanditer yang tidak terbagi atas saham, bunga obligasi perusahaan reksadana, penghasilan modal ventura, dan pembebasan hutang tertentu.
1
2. Penghasilan yang sudah terkena PPh Final. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh yang sifatnya final tidak perlu lagi diperhitungkan sebagai objek pajak penghasilan, dan atas PPh Final yang telah dipotong pihak lain atau telah dibayar sendiri tidak dapat diperlakukan sebagai kredit pajak. Objek PPh Final dapat dibedakan sesuai jenis pengenaannya, antara lain: uang pesangon, industri tembakau dari pabrikan, migas pada agen Pertamina, bunga bank, bunga obligasi, Premium SWAP/Forward, bunga anggota koperasi, sewa tanah atau dan bangunan, jasa pelayaran, jasa penerbangan, selisih lebih pada revaluasi, pengalihan hak tanah dan bangunan, transaksi saham, dan diskonto obligasi. 3. Penghasilan yang merupakan objek pajak. Penghasilan kena pajak atau penghasilan yang merupakan objek pajak dapat dibedakan menjadi 5, yaitu: penghasilan dari kegiatan usaha, penghasilan sebagai karyawan, penghasilan dari pemberi jasa, penghasilan dari modal atas harta yang bergerak, dan penghasilan dari modal atas harga yang tak bergerak. B. Perhitungan PPH Pasal 25 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP).
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
C. Tarif PPH Pasal 25 Terdapat dua jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu: o Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa –
2
dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha. o Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan). Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah : Sampai Rp 50.000.000 = 5% Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15% Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25% Di atas Rp 500.000.000 = 30% Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh). D. Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25 Misalnya untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15 Maret 2014. Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010. Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya. E. Sanksi-sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25 Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Misalnya untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%. F. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi WP Baru, Bank, BUMN dan WP Tertentu lainnya Sesuai pasal 25 ayat (7) UU PPh, perhitungan PPh pasal 25 bagi WP baru, BUMN, Bank, BUMD dan WP tertentu lainnya dapat ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 1. Angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru : 3
Wajib pajak baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan
Berdasarkan angsuran Pajak penghasilan pasal 25 setiap bulan untuk WP baru dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)
Dalam hal WP baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya
Dalam hal WP baru menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Normal Perhitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
2. Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi Wp bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi pajak penghasilan pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). 3. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali wajib pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disesuaikan Rapat Umum
Pemegang
Saham
(RUPS)
dikurangi
dengan
pemotongan
dan
pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahuun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). 4. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laporan labar rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh 4
pasal 22 dan pasal 23 serta pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). 5. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh pulu lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing masing tempat usaha. Contoh Perhitungan Contoh 1 Jumlah pajak penghasilan tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT tahun 2009 Rp 30.000.000 Pada tahun 2009 telah dibayar dan dipotong atau dipungut 1. PPH pasal 21
Rp 8.000.000
2. PPH pasal 22
Rp 2.000.000
3. PPH pasal 23
Rp 2.000.000
4. PPH pasal 25
RP 12.000.000 Rp 24.000.000
Kurang bayar pasal 29 tahun 2009
Rp 6.000.000
Besarnya angsuran PPH pasal 25 tahun 2010 adalah : PPH yang terutang tahun 2009
Rp 30.000.000
Pengurangan 1. PPH pasal 21
Rp 8.000.000
2. PPH pasal 22
Rp 2.000.000
3. PPH pasal 23
Rp 2.000.000 Rp 12.000.000
Dasar perhitungan PPH pasal 25 tahun 2010
Rp 18.000.000
Besarnya PPH pasal 25 perbulan : Rp 18.000.000/12
Rp 1.500.000
Jadi tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPH pasal 25 setiap bulan pada tahun 2010 mulai masa maret sebesar Rp 1.500.000.
5
Contoh 2 a. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu. Tuan Dias menyampaikan SPT Tahun 2009 pada bulan Maret 2010 angsuran PPh pasal 25 pada bulan Desember Tahun 2009 adalah Rp 1.000.000. Maka besarnya angusran PPh pasal 25 untuk bulan Januari dan Febuari 2010 masing masing adalah Rp 1.000.000. Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh pasal 25 pada bulan Januari dan Febuarii 2010 masing masing adalah Rp 1.000.000. b. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu. Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Keputusan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Contoh 3 Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahun Pajak Penghasilan tahun pajak 2007 yang disampaikan wajib pajak dalam bulan maret 2008, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibaya adalah Rp 1.250.000. Dalam bulan juli 2008 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2007 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp 2.000.000. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Hal Hal Tertentu Untuk Perhitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan, apabila: 1. Wajib pajak berhak atas konpensasi kerugian 2. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur 3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan 4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh 6
5. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak Contoh 4 Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000. Sisa kerugian tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000. Sisa kerugian yang belum dikonpensasikan sebesar Rp 50.000.000. Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp 8.000.000 dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri. Perhitungan PPh pasal 25 tahun 2010 : Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Rp 250.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 200.000.000 PPh Terutang : 28% x Rp 200.000.000
= Rp 56.000.000
PPh dipotong atau dipungut
= Rp 8.000.000 = Rp 48.000.000
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010 adalah 1/12 x Rp 48.000.000 = Rp 4.000.000 Contoh 5 Pada tahun 2009, abbas memperoleh penghasilan teratur sebesar Rp 52.000.000. Sedangkan penghasilan tidak teratur abbas tahun 2009 adalah sebesar Rp 18.000.000. Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan pasal 25 pada tahun 2010 abas adalah hanya dari penghasilan teratur saja sebesar Rp 52.000.000. Contoh 6 PT Trendy yang bergerak di bidang konveksi dalam tahun 2009 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 27.000.000. Mulai bulan mei 2009 PT Trendy mengalami peningkatan penjualan yang sangat besar dan diperkirakan penghasilan kena pajak akan lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Oleh karena itu, berdasarkan keputusan Dirjen Pajak mulai bulan agustus 2009 dapat disesuaikan menjadi lebih besar daripada Rp 27.000.000.
7