LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI A. Kasus (Masalah Utama) Perubahan sensori persepsi perceptual : halusinasi B. Proses Terjadinya masalah 1. Definisi Halusinasi Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang tersebut disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi. Gangguan persepsi : Ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal. Selain itu, persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca inderanya mendapatkan rangsang. Jadi persepsi dapat terganggu oleh gangguan otak, seperti kerusakan otak, keracunan, dan oleh gangguan jiwa (Trimelia, 2011). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu ( Maramis, 2005). Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi suara dan semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan). (Fitria, 2009) Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksterna, persepsi palsu (Lubis, 2006). Halusinasi adalah gangguan pencerpan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sundeen, 2007). Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizophrenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respon tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respon lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran
merupakan suatu tanda mayor dari gangguan
schizophrenia atau satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndrome otak organic. Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi (Iyus yosep, 2007) dengan karakteristik tertentu, diantaranya: a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi. Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 2006). Tanda dan gejala: Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut: 1)
Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara.
2)
Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
3)
Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4)
Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik) Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan. c. Halusinasi penciuman (olfaktorik) Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi moral d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu e. Halusinasi raba (taktil) Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia denagn waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
g. Halusinasi kinestetik Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau ruangan atau anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak h. Halusinasi viseral Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya. Ada empat tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan: Tahap I
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran, nonpsikotik
Tersenyum, tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergrakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan berkonsentrasi
Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipasti
Pengalaman sensori menakutkan
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai merasa kehilangan control
Menarik diri dari orang lain non psikotik
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
Perhatian dengan lingkungan berkurang
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
Kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dan realita
Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (Halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktif
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Perintah halusinasi ditaati
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya dengan beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
Tahap IV
Klien sudah dikuasai halusinasi
Klien panic
Pengalaman sensori mungkin menakutkan bila individu tidak mengikuti perintah halusinasi bias berlangsung dalam beberapajam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik
Perilaku panic
Resiko mencederai orang lain
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berrespon terhadap lingkungan
2. Rentang Respon Menurut Kusuma (2010) dijelaskan Rentang Respon Neurobiologi gangguan persepsi – sensori : halusinasi, yaitu respon maladaptive individu yang berada dalam rentang respon neurologi (Stuart, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling mal adaptif. Jika pasien sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera. Klien dengan halusinasi menginterpretasikan dengan stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon itu adalah respon individu yang karena suatuhal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang di dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai dengan timulus yang diterima. Rentang respon tersebut digambarkan sesuai gambar :
Respon adatif
- Pikiran logis
Respon maladaptif
- Pikiran kadang
- Kelainan pikiran
menyimpang
atau delusi
- Persepsi akurat
- Illusi
- Halusinasi
- Emosi konsisten
- Reaksi emosional
- Ketidakmampuan
berlebih/kurang
mengalami emosi
dengan pengalaman - Perilaku sesuai
- Perilaku ganjil/
- Ketidakteraturan
hubungan tak lazim - Hubungan social
- Menarik diri
- Isolasi sosial
3. Fase Halusinasi Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Menurut Depkes, RI dalam Dermawan & Rusdi, (2013) membagi fase halusinasi dalam empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirnya. Semakin erat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut: a. Fase I: Comforting Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan Karakteristik: klien mengalami persaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam kendali kesadaranjika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan asyik sendiri. b. Fase II: Condeming Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik: pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien
mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase III: Controlling Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi
tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis. Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain dan rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan adanya tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah. d. Fase IV: Conquering Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya.. Karakteristik: pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intrevensi terapeutik. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat. Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat untuk melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. 4. Manifestassi klinik a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain c. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata d. Tidak dapat memusatkan perhatian e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Ana Keliat, 1999) 5. Kemungkinan penyebab a. Factor predisposisi 1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat dapat membuat gangguan realita. Gejala yang mungkintimbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku ,menarik diri. 2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3) Sosio budaya Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. b. Factor presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya 6. Kemungkinan akibat bila halusinasi tidak teratasi a. Akibat dari halusinasi Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori : Halusinasi dapat beresiko mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. b. Tanda dan gejala -
Memperlihatkan permusuhan
-
Mendekati orang lain dengan ancaman
-
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
-
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
-
Mempunyai rencana untuk melukai
7. Manajemen Halusinasi Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek, 2000). Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina hubungan terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab terhadap perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan kesehatan: proses penyakit, dan perawatan serta fasilitasi kebutuhsn belajar. Adapun tindakan dalam manajemen halusinasi menurut Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia Pemerintah Provinsi Daerah Yogyakarta (2006) adalah: a.
Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi
b.
Bantu klien memilih dan melatih cara memutus atau mengontrol yang telah dipilih dan dilatih
c.
Beri kesempatan untuk melakukan cara mengontrol atau memutus halusinasi yang telah dipilih atau dilatih
d.
Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
e.
Beri reinforcement positif kepada klien terhadap cara yang dipilih dan diterapkan
f.
Libatkan klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum, dan stimulasi persepsi halusinas Menurut Stuart (2006) salah satu strategi dalam merawat klien halusinasi dengan
mengkaji gejala halusinasi yaitu: a. Lama halusinasi Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasi b. Intensitas Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas dan lama halusinasi c. Frekuensi Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang dialami klien setiap hari. 8. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu : a. Psikofarmakologis Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah : KELAS KIMIA
NAMA GENERIK
DOSIS HARIAN
(DAGANG) Fenotiazin
Asetofenazin (Tindal)
60-120 mg
Klorpromazin
30-800 mg
(Thorazine)
1-40 mg
Flufenazine
30-400 mg
(Prolixine, Permitil)
12-64 mg
Mesoridazin
15-150 mg
(Serentil)
40-1200 mg
Perfenazin (Trilafon)
150-800mg
Proklorperazin
2-40 mg
(Compazine)
60-150 mg
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) Trifluopromazin (Vesprin) Tioksanten
Klorprotiksen
75-600 mg
(Taractan)
8-30 mg
Tiotiksen (Navane) Butirofenon
Haloperidol (Haldol)
1-100 mg
Dibenzodiazepin
Klozapin (Clorazil)
300-900 mg
Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane)
20-150 mg
Dihidroindolon
Molindone (Moban)
15-225 mg
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT) c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
C. Masalah keperawatan yang perlu dikaji 1. Masalah keperawatan a) Resiko kekerasan terhadap diri dan orang lain b) Perubahan diri perseptual : Halusinasi c) Isolasi social : menarik diri 2. Data yang perlu dikaji a) Resiko kekerasan terhadap diri dan orang lain 1) DS Pasien mengatakan bingung, pernah mengancam akan membunuh orang terdekat, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya. 2) DO Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya. b) Perubahan diri perseptual : Halusinasi 1) DS -
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
-
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
-
Klien mengatakan mencium bau tanpa ada stimulus
-
Klien merasa makan sesuatu
-
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
-
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
-
Klien ingin memukul/melempar barang
2) DO -
Klien berbicara dan tertawa sendiri
-
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
-
Klien berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
-
disorientasi
c) Isolasi sosial : menarik diri 1) DS -
Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
-
Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
-
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
2) DO -
Klien terlihat lebih suka sendiri
-
Bingung bila disuruh memilih alternative tindakan
D. diagnosa keperawatan : NANDA 1. Risiko kekerasan terhadap diri dan orang lain berhubungan dengan riwayat perilaku kekerasan 2. Perubahan
persepsi/sensori
:
halusinasi
berhubungan
dengan
sensori/persepsi 3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan perubahan status mental
perubahan
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo. Johnson Marion, dkk, 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby Keliat, budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta Mccloskey & Bulechek, 1996. Nursing Intervention Classification (NIC) Nurjanah, Intansari, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Mocomedia : Yogyakarta Santosa, Budi. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing Intervention Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book