Pertemuan 10

  • Uploaded by: ardian
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pertemuan 10 as PDF for free.

More details

  • Words: 1,669
  • Pages: 8
PERTEMUAN 10: PENGUKURAN DAN AUDIT ASPEK SDM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada pertemuan ini akan dibahas tentang Pengukuran dan Audit Aspek SDM, sehingga mahasiswa dapat: 1.1 Menjelaskan sejarah perubahan paradigma Bagian SDM atau Departemen HRD 1.2 Menjelaskan alasan dibuatnya tolak ukur dan metric dalam bagian SDM 1.3 Menjelaskan apa yang dimaksud dengan HR Metrics

B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 1.1: MENILAI TINGKAT ABSENSI, TINGKAT LEMBUR, TINGKAT KESALAHAN DAN TINGKAT KELUHAN DAN PENGADUAN

PENGANTAR Hampir kebanyakan perusahaan mengukur tingkat employee engagement (keterlibatan karyawan) melalui survey, questionnaire baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Adakah pengukuran atau menghitung tingkat employee engagement yang lebih mudah dan bisa diketahui kecenderungannya. Ternyata ada cara lebih praktis. Pada dasarnya, ini merupakan bagian dari human capital atau human resource scorecard measurement. Penggunaan ukuran atau metrik yang tepat ini, sebagai aplikasi pengukuran kuantitatif HR atau SDM untuk melihat sejauh mana harapan kinerja bisa direalisasikan, untuk membandingkan standar engagement , mengidentifikasi gap yang ada serta ukuran lainnya. Analisis secara kuantitatif mengenai engagement akan memberikan harapan mengenai kualitas dan komitmen karyawan terhadap pekerjaan atau lingkungan dimana dia berada. Pengukuran metrik engagement umumnya meliputi aspek seperti : Persentase keterlibatan alokasi waktu karyawan, pengaruh kepada rekan kerja, tingkat hubungan kerja maupun penjadwalan kerja. Apa saja yang bisa diukur, berikut adalah pengukuran kuantitatif yang bisa dijalankan : 

Jumlah pekerjaan yang terjadi di luar normal jam kerja (misalnya, malam hari dan akhir pekan). Ini adalah indikator yang baik dari upaya ektra karyawan untuk mencari solusi bagi masalah pekerjaan.



Jumlah koneksi jaringan dan waktu yang dihabiskan dengan orang-orang di luar tim langsung atau wilayah kerjanya. Pembangunan jaringan luas di luar tim inti adalah tanda high engagement.



Persentase partisipasi dalam pertemuan ad-hoc dan inisiatif kerjanya versus pertemuan atau proses periodik. Partisipasi dalam acara yang periodik terstruktur dapat menjadi indikator low engagement.



Waktu yang dihabiskan dengan berkolaborasi langsung dengan pelanggan di luar lingkup kerja normal. Ini dan langkah-langkah lain seperti itu dapat menunjukkan karyawan dengan engagement tinggi untuk membantu rekan-rekan mereka meskipun mereka mungkin tidak mendapatkan kredit untuk itu.

Sedangkan dari pengukuran secara kualitas manajemen, bisa meliputi : 

Waktu yang dihabiskan secara one to one dengan atasan mereka per minggu. Engagement cenderung meningkat jika karyawan secara individu memiliki waktu seperti coaching dengan atasannya.



Waktu kehadiran bersama pemimpin/atasan lebih tinggi.



Kualitas dan luasnya jaringan atasan mereka. Tingkat engagement meningkat pada karyawan yang terhubung baik dengan atasan langsung mereka.



Jumlah atau persentase waktu bersama antara manager/atasan dengan tim. Jumlah yang rendah cenderung memberikan indikasi low engagement.

Dengan menjalankan metrik penghitungan engagement tersebut diatas, maka akan diperoleh tingkat engagement lebih real time, langsung dan lebih baik dari pengukuran melalui survey yang cenderung menghabiskan waktu, biaya dan tenaga. Disinilah akhirnya bisa dipantau tingkat engagement karyawan dalam konteks lebih baik, mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan lebih penting lagi, bisa mengetahui kecenderungan tingkat engagement karyawan lebih akurat.

SEJARAH PERUBAHAN PARADIGMA SDM Pergeseran perspektif atau paradigma dari Personalia menjadi Human Resources Department sampai akhirnya menjadi Human Capital, membuat departemen ini harus mempunyai sikap dalam membuat suatu tolak ukur di dalam semua aktivitasnya. Dulu, ada lelucon yang mengatakan bahwa paling enak bekerja di bagian SDM karena tidak ada target dan kinerjanya pun sulit diukur. Berbeda halnya dengan bagian pemasaran atau produksi yang ouput atau kinerjanya sangat jelas terukur. Saat ini, hal yang sama juga berlaku bagian SDM.Bagian SDM harus mampu membuktikan bahwa keberadaan Departemen SDM

memberikan manfaat (benefit) yang lebih besar dibanding dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkan perusahaan. Dalam konteks inilah diperlukan berbagai indikator atau ukuran yang mampu menilai sejauh mana efektivitas dan efisiensi Departemen SDM. Hampir kebanyakan orang beranggapan ada kesamaan antara Key Performance Indicator (KPI) dan Metric. Anggapan itu tidak sepenuhnya salah, karena sebenarnya KPI itu adalah metric, tapi tidak semua metric itu adalah KPI. Nah, terus bagaimana menjelaskannya? Jawaban sebenarnya adalah bagaimana membedakan antara metric yang merupakan KPI dan metric yang hanya merupakan ukuran saja / indicator only. Dari namanya, Key Performance Indicator sudah menyebutkan, performance indicator atau penunjuk kinerja. Contohnya performance suatu proses diukur atau ditunjuk melalui suatu KPI. KPI bukan hanya mengukur suatu panjang, suatu waktu proses, suatu umur alat tetapi lebih tepat ukuran dari suatu performance atau kinerja. Lebih lanjut, KPI merupakan ukuran kunci (key) terhadap bisnis atau kesuksesan, bukan hanya ukuran seadanya / sambil lalu dari suatu bisnis proses. Dengan demikian, KPI sangat erat berhubungan dengan obyektif dari proses yang akan diukur. Sebuah organisasi layaknya memiliki banyak metric, namun hanya sedikit KPI. Contoh metric adalah : profitabilitas, pangsa pasar, penjualan, jumlah karyawan dst. Namun KPI merupakan suatu performance metric yang secara nyata dan jelas terkait dengan sasaran strategis organisasi yang mampu mendorong organisasi menerjemahkan strateginya ke dalam terminologi yang bisa dikuantifikasi. Rancangan KPI yang baik memberikan informasi yang dalam, jelas dan tajam mengenai kecenderungan suatu kinerja, sementara itu juga didukung oleh ketersediaan metric yang rinci. KPI yang tepat juga membantu apakah organisasi sudah melakukan hal yang benar dan mengetahui apa yang perlu perbaikan (improvement) atau penyesuaian. Dengan demikian, tampaklah apa perbedaan dari metric dan KPI : 

KPI adalah metric, tapi tidak semua metric merupakan KPI.



Organisasi memiliki banyak metric, tapi hanya sedikit KPI.



Metric dapat berupa suatu ukuran tentang suatu (besaran, jumlah, waktu), tetapi KPI adalah ukuran yang mempunya makna berarti dan kunci (matter most & key)



Metric dapat diubah atau tidak dapat diubah melalui suatu aksi. Tetapi KPI sebaiknya harus dapat diubah melalui suatu aksi (actionable). Jangan mengukur sesuatu sebagai KPI jika hal itu tak dapat diubah melalui serangkaian aksi spesifik.

Lalu kapan dan bilamana sebuah metric bisa menjadi KPI? maka KPI adalah metric yang :



Outcome-oriented — bukan hanya sekedar output (keluaran dari proses), karena outcome memiliki pengaruh (impact).



Target-based — memiliki paling tidak satu nilai sasaran yang sensitif terhadap waktu.



Rated / Graded — memiliki nilai ambang (threshold) yang membedakan antara nilai aktual dan target. Dengan tiga kriteria diatas, dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah sebuah

metric memenuhi status sebagai KPI yang membantu untuk tetap fokus pada ukuran tersebut sebagai salah satu kunci menuju kesuksesan organisasi. Deskripsi mengenai kriteria tersebut akan dijelaskan pada tulisan selanjutnya. Karyawan bagian/unit SDM pada umumnya seringkali bekerja dalam pola terpisah dan tersendiri. Orang yang mengelola perekrutan fokus pada menyediakan karyawan baru yang berkualitas. Grup maupun tim kompensasi berupaya memberikan keadilan dalam salary dan benefit untuk karyawan. Tim pelatihan & pengembangan berusaha melatih ketrampilan dan pengetahuan baru untuk semua karyawan. Sasaran yang dicapai adalah keberhasilan individu masing-masing. Tentu saja hal ini tidak efisien, karena tidak menyentuh maupun mencapai kinerja organisasi yang optimal. Sebab, setiap unit sebenarnya merupakan bagian dari unit lebih besar sehingga sasaran yang dicapai harusnya mendukung sasaran yang lebih besar yakni keseluruhan tim. Perubahan yang paling signifikan dalam manajemen SDM selama 40 tahun di dunia bisnis adalah kolaborasi (bahkan dengan kompetitor sekalipun). Berupaya berjalan sendirian dalam suasana pasar industri saat ini adalah tidak mungkin. Hal yang sama juga terjadi pada SDM. Dengan adanya pemahaman yang lebih luas terhadap tujuan SDM di perusahaan, setiap fungsi di dalam SDM dapat mengembangkan kontribusinya secara maksimal dalam sasaran unit/departemen maupun tujuan umum perusahaan. Karena itu, perlu adanya perubahan visi dalam bagian SDM itu sendiri. Ini dilakukan agar para staf SDM lebih fokus dalam bekerja, dengan memperhatikan tujuan yang lebih besar. Visi adalah fondasi esensial dalam membentuk arahan baru dari setiap fungsi organisasi, termasuk fungsi SDM. Dengan demikian visi SDM hendaknya memiliki karakter sebagai berikut: o

Bagian SDM hadir di dalam organisasi karena ia menambahkan nilai yang nyata untuk perusahaan. SDM harus mampu memberikan jasa yang diperlukan perusahaan dengan biaya kompetitif.

o

Tanggung jawab bagian SDM adalah mengembangkan produktivitas dan efektivitas organisasi dari segi manusia, bakat (talent) dan human capital.

o

Bagian SDM seharusnya melibatkan isu sumber daya manusia dalam setiap aktifitas manajemen organisasi

o

Bagian SDM adalah fungsi yang diisi oleh para profesional yang berdedikasi dalam pengembangan manusia dengan tujuan meningkatkan keterlibatan individu-individu di dalam organisasi baik dari segi komitmen maupun kompetensi dan juga memberikan manfaat untuk organisasi secara optimal.

Salah satu hal terpenting untuk mengetahui peran dan fungsi SDM adalah adanya pengukuran kinerja SDM itu sendiri. Tidak diragukan bahwa pengukuran kinerja dibutuhkan untuk semua orang yang memilih untuk memiliki peran dalam organisasinya. Para pakar manajemen setuju bahwa pengukuran kuantitatif diperlukan dalam SDM. Data kuantitatif adalah bagian dari setiap kegiatan operasional organisasi. Sistem pengukuran SDM ini tentunya memberikan kerangka referensi yang membantu manajemen untuk memenuhi sejumlah tanggung jawab terutama yang terkait SDM antara lain : o

Mengkomunikasikan harapan tentang kinerja: Diskusi tentang sasaran kerja dalam definisi kuantitatif mengurangi ambiguitas. Saat sasaran dibuat berdasarkan aspek biaya, waktu, kualitas, kuantitas, dan kepuasan customer, orang-orang SDM memahami apa yang diharapkan dari dirinya.

o

Melihat, merasakan, dan memahami suatu dampak atau outcomes. Sistem pengukuran SDM meliputi, memotivasi, dan menguasai kreativitas. Umumnya, para staf berespon terhadap sasaran yang telah dibuat dan mencari jalan yang kreatif untuk mencapainya. Data dari sistem membuat para staf jelas tentang outcome apa dan seberapa besar yang telah diperoleh.

o

Membandingkan dengan standar dan/atau benchmark yang ada: data dapat mengindikasikan posisi relatif perusahaan atau departemen bila dibandingkan dengan sasaran internal organisasi dan kompetitor eksternal.

o

Mengidentifikasi gap atau selisih kinerja: bisa diketahui pada bagian mana perlu membuat pengembangan dan seberapa jauh tertinggal atau lebih maju dari goal yang kita miliki. Juga dapat belajar seberapa cepat pergerakan bila dibandingkan dengan pertumbuhan industri sejenis.

o

Mendukung keputusan alokasi sumber daya. Data dapat menunjukkan tugas yang memiliki prioritas lebih tinggi atau lebih rendah untuk para staf. Alokasi sumber daya dapat diberikan pada isu yang paling penting dan pada area yang memberikan pengembalian investasi (return of investment) terbaik.

o

Memberikan pengakuan dan penghargaan pada kinerja: karyawan dengan kinerja di atas rata-rata seringkali demotivasi dengan sasaran yang bersifat kualitatif. Bukti kuantitatif pada kinerja memberikan perusahaan kesempatan untuk menunjukkan apresiasi terhadap pekerjaan yang luar biasa.

C. SOAL LATIHAN 1. Bagaimana sejarah perubahan paradigma Bagian SDM atau Departemen HRD? 2. Apa alasan dibuatnya tolak ukur dan metric dalam bagian SDM? 3. Apa yang dimaksud dengan HR Metrics, menurut pendapat Anda!

D. DAFTAR PUSTAKA 1. Miranda Q, Mone Stepanus A, (2014). Audit SDM, Edisi 1, Jakarta: Universitas Terbuka 2. Susilo, Willy. (2002). Audit SDM. Cetakan Pertama. PT. Vorqistatama Binamega

Related Documents

Pertemuan 10
August 2019 41
Pertemuan 10-11
May 2020 10
Pertemuan 10 Dcm.docx
October 2019 9
Pertemuan 5
June 2020 14
Pertemuan Ii.docx
May 2020 19

More Documents from "Raden Kamandaka"

Pertemuan 10
August 2019 41
Doc2.docx
June 2020 21
Vigv
May 2020 23
Blow Off System
May 2020 16