Pertemuan Ii.docx

  • Uploaded by: Raden Kamandaka
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pertemuan Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,153
  • Pages: 10
PERTEMUAN II: PROSES EJAAN DALAM BAHASA INDONESIA A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan menjelaskan mengenai proses ejaan dalam bahasa Indonesia. Pertemuan proses ejaan dalam bahasa Indonesia ini, Anda harus mampu: 2.1 Mengetahui perkembangan ejaan bahasa Indonesia. 2.2 Mengetahui penulisan dan penggunaan huruf. 2.3 Mengetahui pemakain kata.

Tujuan Pembelajaran 2.1: Perkembangan EYD

Ejaan merupakan aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Adanya ejaan, diharapkan para akademisi dan masyarakat umum menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai kaidah yang ada. Dengan adanya ejaan, terbentuklah kata dan kalimat yang mudah untuk digunankan dalam komonikasi sehari hari. Untuk lebih jelasnya, berikut proses perkembangan ejaan dalam bahasa Indonesia. 1. Ejaan van Ophuijsen Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan ejaan van Ophuysen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu: a) Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa. b) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb. c) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.

d) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

2. Ejaan Soewandi Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901. a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb. b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb. c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an. d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya. Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah: a. huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru. b. bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat. c. kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an. d. awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.

Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

3. Ejaan Malindo

Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.

4. Ejaan Yang Disempurnakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Pada tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia (Amran Halim, sebagai ketua), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”. Pada tahun 1987, kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya yakni. ‘tj’ menjadi ‘c’

: tjutji → cuci

‘dj’ menjadi ‘j’

: djarak → jarak

‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum

‘j’ menjadi ‘y’

: sajang → sayang

‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk ‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat ‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Tujuan Pembelajaran 2.2: Penggunaan dan Penulisan Huruf

Apabila dibanding dengan Ejaan Suwandi, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan huruf abjad lebih banyak. Ejaan Suwandi hanya menggunakan 19 huruf sedangkan Ejaan Bahasa Indonesia yang tlah Disempurnakan menggunakan 26 huruf.Jumlah huruf dalam abjad ada 26 buah.Ini berarti ejaan kita sekarang telah memanfaatkan semua huruf yang terdapat dalam abjad.Kebijakan ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan bahasa Indonesia.

Pemakaian bahasa Indonesia ingin berkembang dan maju dalam segala bidang seirama dengan tuntutan pembangunan. Langkah praktis yang ditempuhnya dengan menyerap unsur-unsur asing (yang mengandung konsep yang tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia) dalam pemakaian Bahasa Indonesia.karena tidak ada konsepnya dalam bahasa Indonesia, mereka menyerap unsur asing, misalnya, izin, folio, dan vak dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur bunyi z, f, v yang tadinya tidak ada dalam Bahasa Indonesia menjadi ada .hal ini tidk dapat dihindari, sebab situasi dan kondisi menuntut yang seperti itu. Kita tidak pantas lagi mengikuti aliran purisme yang mempertahankan “keaslian” bahasanya secara tidak proposional.Menyadari keadaan yang demikian itulah, ejaan kita sekarang menerima pemakaian huruf z, f, v, q, x, dan c dalam Bahasa Indonesia, walaupun pemakaiannya dalam batasbatas tertentu. 1. Huruf q dan x pemakaiannya dibatasi hanya dalam keperluan ilmu dan nama. Jadi, dalam pemakain umum, yaitu dalam kata-kata umum dan istilah, kedua huruf itu belum dapat dipakai.

Dalam matematika, misalnya, dapat menandai sesuatu dengan q da x. begitu juga nama Baihaqi, Iqbal (nama orang); dan xerox, Xerxes, sinar-X (nama barang) dibenarkan. Tetapi kata-kata asing aquarium, equator, quadrat, extra, dan taxi harus dituliskan akuarium, ekuator, kuadrat, ekstra, dan taksi.Jadi q diganti k dan x digantti ks. 2. Huruf f dan v, walaupun dalam Bahasa Indonesia keduanya dibunyikan sama tetap dipakai secara berbeda. Kata-kata asing yang diucapkan (f) tak bersuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan ditulis f dalam Bahasa Indonesia, sedangkan yang diucapkan (v) besuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan dilambangkan dengan v. jadi, kata-kata asing factor, physiology, photocopy, vitamin, television, dan vacuum diubah menjadi faktor, fisiologi, fotokopi, vitamin, televisi, dan vakum. 3. Sedangkan huruf c dan y pemakaian kedua huruf ini sebagai realisasi kerjasama antara indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengembangan dan pembinaan kedua bahasa, yaitu Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia . apabila pada Ejaan suwandi penulisan bunyi (cacat) dan (sayat) ditulis tjatjat dan sajat, maka pada ejaan sekarang ditulis cacat dan sayat. Dalam Bahasa Melayu pun ditulis cacat dan sayat. 4. Bunyi (z) pada unsur asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia ditulis sebagai bunyi aslinya, yaitu z. oleh sebab itu, kata zakat, ziarah, zebra, zat, zodiac yang dianggap tepat, tetapi bukan jakat, jiarah, jebra, jat, dan sodiak. 5. Masalah lain yang perlu dibicarakan sehubungan dengan pemakaian huruf ini ialah tentang pelafalan huruf. Di dalam pedoman ejaan sekarang ini telah disebutkan tentang pelafalan huruf abjad yang dipakai dalam Bahasa Indonesia. Secara terperinci, huruf-huruf serta nama dan bunyinya sebagai berikut.

huruf

Nama

bunyi yang

huruf nama

dilambangkan

bunyi yang dilambangakan

A

A

A

N

En

N

B

Be

B dan P

O

O

O

C

Ce

C

P

Pe

P

D

De

D dan T

Q

Ki

K

E

E

E

R

Er

R

F

Ef

F

S

Es

S

G

Ge

G dan K

T

Te

T

H

Ha

H

U

U

U

I

I

I

V

Ve

F

J

Je

Je

W

We

W

K

Ka

K dan G

X

Eks

Ks

L

El

L

Y

Ye

Y

M

Em

M

Z

Zet

Z

Selain huruf-huruf abjad di atas dalam bahasa Indonesia juga dikenal Huruf diftong. Huruf diftong merupakan dua bunyi vokal yang dirangkap dalam satu suku kata. Huruf-huruf diftong di antara lain:

Huruf

Contoh Pemakaian dalam Kata

Diftong

Awal

Tengah

Akhir

Ai

Ain

Syaitan

Pandai

Au

Aula

Saudara

Harimau

Oi



Boikot

Amboi

Ei



Pleistosen

Survei

Terlepas dari huruf abjad utama pula dalam Bahasa Indonesia terdapat gabungan huruf konsonan yang membentuk sebuah bunyi. Contohnya adalah:

Gabungan

Contoh Pemakaian dalam Kata

Huruf

Awal

Tengah

Akhir

Kh

Khusus

Akhir

Tarikh

Ng

Ngilu

Bangun

Senang

Ny

Nyata

Hanyut



Sy

Syarat

Isyarat



Konsonan

2. Penulisan Huruf Tentang penulisan huruf ini ada dua hal yang dibicarakan yaitu tentang penulisan huruf besar atau kapital dan tentang penulisan huruf miring. Di dalam pedoman ejaan telah dijelaskan bahwa penulisan huruf kapital selain dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat juga dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:Mengapa kamu sedih? Ayah bertanya, “Mengapa kamu sedih?” “Mengapa kamu sedih?”Tanya ayah. Dalam pemakaian sehari-hari, terutama dalam suratkabar dan majalah, sering kita jumpa pemakaian nama gelar, jabatan dan pangkat diikuti selain nama orang, bahkan tidak diikuti sama sekali. Misalnya pada kalimat berikut: 1. Kemarin Gubernur Jawa Timur berkunjung ke Desa besuki. 2. Pada kesempatan itu, Gubernur menghimbau agar penduduk ikut mensukseskan sensus pertanian. 3. Bersamaan dengan itu, Camat Karang Ploso, Hermadi, juga melaporkan kemajuan daerah itu kepada Bupati Malang, Edi Slamet.

Pada prinsinya penulisan nama gelar, jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang tidak ditulis dengan huruf kapital awal katanya. Tetapi contoh-contoh diatas walaupun tidak diikuti nama orang terap mengacu kepada orang tertentu. Berarti sebagai nama pengganti nama diri. Oleh sebab itu, huruf awal nama jabatan atau gelar ketiga contoh diatas ditulis dengan huruf kapital. Lain lagi halnya dengan pemakaian nama jabatan pada contoh berikut:

1. Seorang gubernur yang menjabat di daerah yang masyarakatnya multi kompleks harus bijak. 2. Siapa saja yang menjadi gubernur jawa timur harus dapat menjalankan program Koran masuk desa 3. Apakah kakakmu yang menjadi camat Sekar Putih sekarang?

Kata gubernur, gubernur jawa timur, dan camat Sekar Putih ditulis dengan huruf kecil awalnya, sebab tidak menunjuk pada orang tertentu. Jadi, kata yang menunjukkan jabatan atau pangkat tersebut sama dengan kata-kata benda umumnya, seperti radio, rumah, orang, dan kucing. Masalah selanjutnya tentang bagaimana penulisan kata yang mengikuti kata sandang? Ditulis dengan kata sandang apa tidak? Yang jelas, ada dua kemungkinan. Apabila mengikuti kata sandang merupakan kata nama, maka awal katanya ditulis dengan huruf besar. Jadi, penulisan berikutlah yang benar. -

si Gandu

-

sang Kerempeng

-

si Bisu Tetapi, apabila yang mengikuti kata sandang berupa kata pengganti nama, huruf awal tidak ditulis dengan huruf kapital, misalnya: -

si terdakwa

-

si anak

-

sang pembatu

-

sang istri Tentang penulisan kata yang menunjukkan kekerabatan apakah ditulis dengan huruf

kapital awalnya? Tidak selalu. Yang ditulis dengan huruf kapital awalnya hanyalah yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan saja, sedangkan yang lainnya tidak.Perhatikan conroh kata yang menunjuk kekerabatan berikut. 1. Mengapa Saudara mengatakan hal itu? 2. Saya benar-benar menganggap keluarga Pak Ali sebagai saudara sendiri. 3. “Ayo, ke sini, Nak !” kata Ibu kepadaku. 4. Seorang anak harus berbakti kepada ibunya.

Kata saudara pada kalimat pertama serta nak dan ibu pada kalimat ke-tiga ditulis dengan huruf kapital awalnya karena kata tersebut sebagai kata sapaan (Saudara dan Nak) dan kata ganti (Ibu).Pada kalimat ke-2 dan ke-4 ditulis dengan huruf biasa, karena bukan sebagai kata ganti atau sapaan.

Tujuan Pembelajaran 2.3 Penulisan Kata

Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia merupakan sebuah urgensi yang tak boleh lepas dari sistem penulisan. Karena tiap karya sastra Bahasa Indonesia terbentuk dari katakata. Di antara poin penting penulisan kata dalam EYD ialah: 1. Kata Dasar Kata yang sudah mewakili sebuah arti tanpa imbuhan apapun 2. Kata Turunan Merupakan kata dasar yang telah mengalami perubahan berupa imbuhan 3. Bentuk Ulang Merupakan kata yang ditulis berulang, baik bermakna tunggal, jamak maupun berulang. Bentuk kata berulang ini dihubungkan dengan lambang (-) 4. Gabungan Kata Merupakan kata majemuk yang mewakili sebuah arti. Adakalanya ditulis terpisah, bersambung, maupun dihubungkan dengan tanda (-) 5. Kata Ganti –ku, kau, –mu, dan –nya Kata yang menggunakan imbuhan kepunyaan ini ditulis bersambung 6. Kata Depan di, ke, dan dari Tiap-tiap kata depan ditulis terpisah dengan kata dasarnya 7. Kata si dan sang Kata yang menunjukkan sebuah subyek maupun obyek ini ditulis terpisah dengan kata dasarnya 8. Partikel

Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata dasarnya, sedangkan partikel pun ditulis terpisah. Selain itu partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari kata dasarnya 9. Singkatan dan Akronim 10. Angka dan Lambang Bilangan

Related Documents

Pertemuan 5
June 2020 14
Pertemuan 10
August 2019 41
Pertemuan Ii.docx
May 2020 19
Pertemuan 2
June 2020 22
Pertemuan 1
April 2020 22
Undangan Pertemuan
October 2019 41

More Documents from "Mardi Nugroho"

Pertemuan Ii.docx
May 2020 19
Pusat Sumber
April 2020 40
Lampiran Preparat 1.docx
November 2019 32