Gunarianto dan Nur Hidayat
Pertanyaan 1. 2. 3. 4. 5.
Bagaimana anjak piutang di lihat dari sisi perpajakan? Bagaimana perlakuan PPN atas pengalihan atau penjualan piutang? Apakah jasa anjak piutang termasuk jenis jasa yang dikenakan pajak? Berapakah Nilai lain sebagai dasar Pengenaan pajak? Bagaimana Cara melakukan pengalihan piutang? Jawaban pertanyaan
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 938/PJ.53/2002 TENTANG PPN ATAS ANJAK PIUTANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 16 Juli 2002 hal Perlakuan PPN atas Pengalihan atau Penjualan Piutang, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut dikemukakan sebagai berikut: a. PT. ABC adalah salah satu perusahaan multi finance dari BCA yang bergerak khususnya dalam bidang pembiayaan konsumen dengan izin Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.013/1989 tanggal 26 September 1989 jo. S3630/M/1992 tanggal 30 Juni 1992. b. CBA.
ABC akan melakukan transaksi Anjak Piutang (Factoring) dengan PT. XYZ dan
c. Piutang yang dialihkan atau dijual berasal dari pembiayaan pembelian kendaraan yang diberikan kepada konsumen. Jumlah piutang yang dialihkan atau dijual bisa seluruhnya (100%) atau sebagian (90%, sisanya 10% tetap milik ABC) dengan harga at discount. d. Pada saat jatuh tempo sesuai perjanjian pemberian pinjaman antara PT ABC dengan langganan, langganan akan membayar angsuran kepada PT ABC yang kemudian diteruskan kepada factor sesuai porsi piutang yang dialihkan atau dijual. e. Pengalihan piutang dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara: -Recourse yaitu PT. ABC akan menanggung resiko untuk membeli kembali piutang yang telah dialihkan atau dijual apabila langganan tidak membayar angsuran. -Without Recourse yaitu PT. ABC tidak menanggung resiko apabila langganan tidak membayar angsuran. f. Transaksi anjak piutang dilakukan dengan syarat non notification, yaitu PT ABC tidak memberitahukan kepada pelanggan, sehingga atas penyelenggaraan administrasi dan proses
Gunarianto dan Nur Hidayat
penagihan tetap dilakukan oleh PT ABC. g. Permintaan penegasan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas pengalihan atau penjualan piutang dengan: -Harga at discount dan bersifat recourse dan non-notification. -Harga at discount dan bersifat without recourse dan non-notification. 2. Pasal 4 A ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 mengatur bahwa jasa anjak piutang tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sehingga atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, mengatur antara lain: a. Pasal 1 huruf e menetapkan bahwa anjak piutang (factoring company) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. b. Pasal 4 menetapkan bahwa Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk: a. pembelian dan atau pengalihan; serta b. pengurusan, piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, mengatur antara lain: a. Pasal 2 huruf j menetapkan bahwa Dasar Pengenaan Pajak untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi dan diskon. b. Pasal 3 menetapkan bahwa Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa anjak piutang tidak dapat dikreditkan karena dalam Nilai Lain telah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam rangka usaha tersebut. 6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.53/1997 tentang perlakuan PPN atas Jasa Anjak Piutang (Seri PPN 40-95), mengatur dalam butir 4 bahwa imbalan jasa anjak piutang yang diterima perusahaan anjak piutang dari kliennya berupa service charge, provisi dan diskon. Pencatatan imbalan dilakukan secara akrual; sehingga saat penandatanganan Perjanjian Pembiayaan merupakan saat pajak terutang. 7. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 5 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa: a. Pengalihan atau penjualan piutang dengan harga at discount dan bersifat recourse dan non-notifikasi a.1 Atas pengalihan atau penjualan piutang tersebut terutang PPN sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi,dan diskon yang terutang pada saat penandatanganan Perjanjian Pembiayaan. a.2 Atas pembelian kembali (buy back) piutang yang telah dialihkan tersebut apabila:
Gunarianto dan Nur Hidayat
-Tidak menimbulkan adanya imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon maka atas pembelian kembali tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. -Menimbulkan adanya imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon maka atas pembelian kembali tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai. b. Atas pengalihan atau penjualan piutang dengan harga at discount dan bersifat without recourse dan non-notifikasi terutang PPN sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon yang terutang pada saat penandatanganan Perjanjian Pembiayaan. Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd I MADE GDE ERATA Pertanyaan Menurut anda dari bentuk usaha Perseorangan, CV dan PT mana yang lebih menguntungkan untuk melakukan tax planning pemilihan bentuk usaha? buktikan dengan contoh perhitungan! Jawab: Menurut saya badan usaha perseorangan lebih menguntungkan dibandingkan dengan badan usaha Firma, PT, dan CV, keuntungannya sebagai berikut: Pendirian dan pembubaran usaha perorangan lebih mudah dari bentuk-bentuk usaha lainnya. Usaha perorangan yang omzetnya kurang dari 4,8 milyar setahun tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Pencatatan yang menginformasikan peredaran bruto saja sudah cukup, dengan syarat terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk menggunakan pencatatan (norma penghitungan penghasilan neto). Namum pengecualian dari penyelenggaraan pembukuan ini tidak berlaku bagi badan usaha perseorangan yang omzetnya 4,8 milyar atau lebih. Keuntungan lainnya bahwa seluruh pendapatan usaha menjadi pemilik usaha, dan pajak yang dibayarkan tergantung pada besarnya laba yang didapat (Penghasilan Kena Pajak). Karena tariff progresif minimal 5% dan maksimal 30% untuk orang pribadi(Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh), maka semakin besar laba maka semakin besar pula laba yang terhutang atas usaha perseorangan. Sementara wajib pajak badan seperti firma, PT, dan CV berapapun labanya mereka akan langsung dikenakan tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% di tahun 2010 (Pasal 17 ayat 2a UU PPh). Usaha perseorangan juga dapat memperhitungkan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sebagai pengurang penghasilan neto setahun.
Contoh perhitungan Wajib Pajak Perseorangan: Jumlah penghasilan Tuan Akbar pada tahun 2013 adalah Rp 45.000.000. Pajak penghasilan terutang:
Gunarianto dan Nur Hidayat
5% x Rp 45.000.000 = Rp 2.250.000 (pajak tergantung laba yang diperoleh)
Contoh perhitungan Wajib Pajak Badan: Peredaran bruto PT Z pada tahun 2013 adalah: -
Terkait PPh bersifat final
Rp 30.000.000.000
-
Terkait bukan objek pajak
Rp 10.000.000.000
-
Terkait PPh tidak bersifat final
Rp 20.000.000.000
Jumlah peredaran bruto
Rp 60.000.000.000
Penghasilan kena pajak
Rp 2.000.000.000
Penghitungan pajak penghasilan terutang: Seluruh penghasilan kena pajak dikenai tariff berdasar pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh karena jumlah peredaran bruto PT Z sebesar Rp 60.000.000.000 telah melebihi batas maksimal peredaran bruto yang mendapat fasilitas pengurangan Pajak penghasilan terutang: 25% x Rp 2.000.000.000 = Rp 500.000.000 (pajak sudah ditetapkan dan tidak tergantung laba yang diperoleh)
2. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri minuman buah, mengalami kesulitan atas membengkaknya PPh Pasal 21 atas karyawannya, saudara diminta membantu manajemen pajak ats PPh Pasal 21 tersebut. Coba jelaskan langkah-langkah saudara dan coba bandingkan apabila perusahaan tersebut menggunakan metode gross, net dan gross up disertai contoh perhitungannya? Jawab:
Dalam praktek perhitungan PPH 21 perusahaan menggunakan berbagai macam metode ada gross, net, dan gross-up.
Contoh perhitungan Metode Gross: Apabila PPh 21 terutang dibayar sendiri oleh karyawan yang bersangkutan. Si A (TK/0) Gaji sebulan = Rp. 2.000.000 PPh 21 yang dibayar sendiri = Rp 30.000 Take home pay = Rp.1.970.000
Gunarianto dan Nur Hidayat
Contoh perhitungan Metode Net: PPh 21 dibayar/ditanggung pemberi kerja. Si A (TK/0) Gaji sebulan = Rp. 2.000.000 PPh 21 yang dibayar pemberi kerja = Rp. 30.000 > merupakan kenikmatan, bukan biaya bagi pemberi kerja Take home pay = Rp. 2.000.000
Contoh perhitungan Metode Gross-Up: Karyawan diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan) sebesar pajak yang dipotong. Si A (TK/0) Gaji sebulan = Rp. 2.000.000,Tunjangan PPh = Rp. 30.000 > merupakan biaya bagi pemberi kerja sehingga bisa mengurangi pajak (deductable expense) Jumlah Gaji = Rp. 2.030.000,Dipotong PPh 21 = Rp. 30.000,Take home pay = Rp. 2.000.000,Menurut saya, jika perusahaan mengalami pembekakan PPh Pasal 21 atas karyawannya sebaiknya perusahaan tersebut menggunakan metode gross, dapat saja perusahaan menggunakan metode gross karena PPH 21 itu sesuai peraturan perpajakan yaitu kewajiban karyawan. Perusahaan kewajibannya hanya menghitung, memotong dan menyetor PPH 21 tsb. Metode tersebut diatas diperbolehkan menurut undang-undang dan peraturan perpajakan.