Suara Pembaruan, 26-11-2008 Pertanian, Sedia Payung Sebelum Hujan Agus Pakpahan Alam mengajarkan tentang struktur dan hierarki dari sebuah sistem yang kelihatannya sangat kompleks. Namun, dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, sistem yang sangat kompleks tersebut dapat disederhanakan melalui dalil-dalil ilmu pengetahuan. Berdasarkan ilmu ekologi, kita sekarang tidak lagi, misalnya, hanya melihat kegiatan manusia seperti pembangunan ekonomi sebagai upaya mengejar pertumbuhan. Kita sudah melihatnya dari sudut pandang keberlanjutan suatu sistem, yang biasa dinamakan sustainability. Dalam konteks ini, kita tidak dapat lagi melihat pertanian sejajar dengan perdagangan atau keuangan. Dalam sistem yang memiliki hierarki, kita harus melihat pertanian sebagai sektor yang berada di atas perdagangan atau kegiatan sekunder atau tersier di bawahnya. Dari sudut pandang "jejaring sistem kehidupan", pertanian merupakan sumber kehidupan dan penghidupan manusia dengan peran yang sangat primer, khususnya kebutuhan pangan kita semua. Oleh karena itu, nilai pertanian bukanlah sebatas nilai yang ditentukan harga pasar saja, melainkan nilai intrinsik dan nilai instrumental yang disumbangkannya bagi lahir, tumbuh dan berkembangnya kehidupan nasional yang lebih baik. Sebagai ilustrasi, kalau nilai total dari satu kilogram beras, misalnya, sama dengan harga (nilai) pasar ditambah dengan nilai instrumental (sehat, kuat, aman, harmoni, dan lain-lain) plus nilai intrinsik (nilai eksistensi padi dan ekosistemnya), maka nilai yang diukur oleh kesediaan membayar untuk menghindari kelaparan dan kekacauan, akan sangat tinggi terhadap nilai pasar yang dibayar oleh kita semua. Hal inilah yang menjadi pertimbangan negara-negara maju mengapa mereka sangat memperhatikan pertaniannya, sehingga bukan hanya jaminan akan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh rakyat dipenuhi, tetapi juga jaminan kehidupan yang baik bagi para petaninya. Sebaliknya, kalau kita memandang pertanian sejajar dengan perdagangan atau keuangan, misalnya, maka cara pandang ini dapat diibaratkan kita melihat kambing dengan harimau berada pada level yang sama, sehingga tidak menjadi masalah keduanya ditempatkan di dalam kandang yang sama. Sudah jelas, harimau akan memakan kambing! Hal seperti inilah yang terjadi, selama ini. Pertanian tidak dilindungi dari sistem perdagangan dan sistem lainnya, tidak seperti yang terjadi di negara-negara maju. Ketidakpastian Krisis ekonomi global, sekarang, pada dasarnya mengajarkan kepada kita semua mengenai adanya ketidakpastian dalam menghadapi masa depan. Krisis ekonomi ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, termasuk terjadinya krisis ekonomi di negara maju, seperti di Amerika Serikat. Krisis-krisis lainnya juga bukanlah hal yang tidak mungkin akan terjadi lagi pada masa mendatang. Kita katakan hal tersebut sebagai ketidakpastian, bukan risiko, karena memang kita tahu kemungkinan akan terjadi, tetapi kita tidak tahu peluang kapan ia terjadi. Kalau hujan saja yang bisa kita prediksi kapan akan terjadi, kita memegang ajaran "sedia payung sebelum hujan", maka kita harus lebih siap dalam menghadapi hal-hal yang sifatnya sebagai ketidakpastian. Jadi, apabila kita pasti memerlukan makanan yang cukup untuk menjamin keberlanjutan (sustainability) bangsa dan negara ini, dalam kerangka waktu yang abadi, maka peran pertanian yang paling utama adalah menyiapkan "payung" agar tidak terjadi kelangkaan pangan di dalam negeri. Hal ini tidak dapat digantikan oleh alternatif lainnya, mengingat hierarki sistem kehidupan dalilnya adalah: tidak ada pangan, tidak ada kehidupan, tidak ada peradaban! Hal lainnya sekunder saja. Oleh karena itu, pertanyaan apakah memilih pertanian sebagai sektor untuk mengatasi dampak krisis ekonomi global atau bukan adalah pertanyaan keliru, sehingga jawabannya juga akan keliru. Ada atau tidak ada krisis global, pertanian harus dibangun dengan sasaran pertama, terwujudnya ketahanan pangan yang andal (sedia payung sebelum hujan) dan untuk membangun ekonomi keseluruhan. Apabila posisi pertanian dalam hierarki "jejaring sistem kehidupan" sebagai "produsen tingkat pertama", maka keberhasilan/kegagalan pertanian akan menentukan keberhasilan/kegagalan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya. Hal ini dibuktikan oleh perjalanan sejarah kemajuan di negara-negara yang telah mencapai kemajuan yang lebih baik, yaitu tingginya pertumbuhan produktivitas pertanian merupakan faktor utama dalam pertumbuhan produktivitas kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Gollin, 2001). Prioritas Dampak krisis ekonomi global, dewasa ini, akan sangat luas terhadap segala sendi kehidupan masyarakat dunia, khususnya bagi masyarakat di negara berkembang. Dalam kondisi semacam ini, kita sering ragu dalam menentukan pilihan atau prioritas dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Apabila pertanian dipandang sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang diperbandingkan dengan perdagangan atau jasa transportasi, misalnya, maka langkah yang akan diambil akan didasarkan atas tingkat pertumbuhan yang diberikan oleh sektor-sektor tersebut. Penggunaan dasar untuk memilih tersebut adalah keliru mengingat pada hakikatnya pertanian bukanlah instrumen untuk pertumbuhan melalui dirinya sendiri, tetapi sebagai sumber pertumbuhan dan kemajuan sosial-ekonomi secara keseluruhan, termasuk dampak dari pertumbuhan dirinya sendiri. Pada saat ini, sektor pertanian menghadapi kelesuan, sebagaimana diperlihatkan oleh menurunnya harga komoditas pertanian seperti minyak sawit mentah (CPO), karet, gula, dan beras. Kalau kita memandang kejadian, sekarang, sebagai sebuah momentum, maka sekarang waktu yang paling tepat untuk membangun ekonomi nasional berdasarkan intisari pertanian.
Pertanian sudah menyumbangkan komoditas primer yang jumlahnya cukup memadai apabila dijadikan bahan baku atau bahan mentah untuk membangun industri nasional berbasis bidang agro ini, mencakup industri dalam bidang pangan, serat, energi, atau industri lainnya. Sekarang momentum untuk melepaskan diri dari cengkeraman dunia bahwa kita ini hanya dijadikan sekadar pemasok bahan baku atau bahan mentah bagi industri di negara-negara maju. Puluhan atau bahkan ratusan produk industri bisa dihasilkan dari padi, tebu, sawit, atau karet. Dengan demikian, pertanian yang maju bukan hanya sebagai alat "sedia payung sebelum hujan", melainkan juga sebagai prasyarat untuk kemajuan ekonomi nasional secara keseluruhan. Penulis adalah pengamat masalah ekonomi pertanian