PENGOBATAN GINGIVITIS YANG DIINDUKSI PLAK, PERIODONTITIS KRONIS DAN KONDISI KLINIS LAINNYA Gingivitis dan periodontitis merupakan 2 bentuk utama dari penyakit inflamasi yang mempengaruhi periodonsium. Etiologi utamanya berasal dari plak bakteri, yang bisa menginisiasi penghancuran jaringan gingival dan periodonsium. Gingivitis merupakan inflamasi gingiva yang tidak menyebabkan hilangnya perlekatan klinis. Periodontitis merupakan inflamasi pada gingiva dan struktur yang menghubungkan gingiva dan ligament periodontal dengan gigi yang dicirikan dengan hilangnya perlekatan jaringan ikat dan tulang alveolar. Setiap penyakit-penyakit ini disubklasifikasikan berdasarkan etiologi, manifestasi klinik, atau terkait faktor penyulit. Gingivitis merupakan penyakit yang reversible. Tujuan utama terapinya adalah mengurangi faktor penyebab untuk mengurangi atau mengeliminasi inflamasi, sehingga jaringan gingiva bisa sembuh. Penanganan periodontal pendukung yang tepat termasuk perawatan pribadi dan profesional penting dalam mencegah inflamasi berulang. Pendekatan terapeutik untuk penyakit periodontitis dibagi menjadi 2 kategori utama: 1) Pengobatan anti infeksi, di mana pengobatan ini ditujukan untuk menghentikan perkembangan dari kehilangan perlekatan pada periodontal dengan cara menghilangkan faktor penyebab; dan 2) pengobatan regenerative, termasuk di dalamnya pengobatan anti infeksi dan ditujukan untuk mengembalikan struktur yang telah dihancurkan oleh penyakit. Hal penting dalam pendekatan kedua metode pengobatan adalah diikutsertakannya prosedur perawatan periodontal. Inflamasi pada periodonsium bisa disebabkan banyak hal (seperti bakteri, trauma). Namun, bentuk umum gingivitis dan periodontitis disebabkan karena akumulasi mikroorganisme pada gigi. Faktor risiko yang menonjol dalam perkembangan dari periodontitis kronik termasuk adanya bakteri spesifik subgingiva, penggunaan tembakau, diabetes, umur, dan jenis kelamin pria. Selain itu, terdapat bukti bahwa faktor lain bisa berkontribusi terhadap pathogenesis penyakit periodontal seperti: lingkungan, genetic dan sistemik (diabetes). Makalah ini mengulas tentang pengobatan dari gingivitis yang disebabkan plak,dan periodontitis kronik, tetapi terdapat beberapa situasi dimana pengobatan yang dideskripsikan tidak dapat menyembuhkan penyakit atau menghentikan perkembangan dari penyakit. Selain itu, pengobatan yang dibahas seharusnya tidak dianggap inklusif dari segala cara pengobatan yang ada atau dianggap sebagai metode pengobatan yang eksklusif dalam mendapatkan hasil yang baik. Keputusan akhir tentang kesesuaian prosedur spesifik harus dibuat oleh praktisi sehubungan dengan keadaan yang muncul pada pasien.
Gingivitis karena plak Terapi untuk individu dengan gingivitis kronik diarahkan pada pengurangan bakteri oral dan endapan kalsifikasi dan non kalsifikasi. Pasien dengan gingivitis kronik, tetapi tanpa kalkulus yang bersignifikan, perubahan morfologi gingiva, atau penyakit sistemik yang terkait dengan kesehatan mulut, bisa memberikan respon terhadap rejimen terapi yang terdiri dari perbaikan perawatan plak secara mandiri. Literatur tentang periodontal mencatat adanya efek jangka pendek dan panjang pada pengobatan terhadap gingivitis melalui perawatan plak secara mandiri. Namun, meskipun ada kemungkinan dalam kondisi tertentu untuk membersihkan plak menggunakan bantuan mekanik, banyak pasien yang kurang termotivasi atau memiliki skill dalam hal mencapai dan mempertahankan keadaaan gigi tanpa plak dalam jangka waktu tertentu. Percobaan klinis juga mengindikasikan bahwa program perawatan plak secara mandiri, tanpa bantuan dari professional secara berkala tidak akan memberikan pencegahan jangka panjang terhadap gingivitis. Banyak pasien dengan gingivitis memiliki kalkulus atau faktor lokal terkait (restorasi gigi yang rusak) yang mengganggu kebersihan mulut dan kemampuan dalam membersihkan plak bakteri. Solusi yang dapat diterima dari hasil terapi untuk individu-individu ini biasanya diperoleh ketika tindakan perawatan plak secara mandiri dilakukan bersamaan dengan pembersihan plak secara professional, kalkulus dan faktor penyumbang lokal lainnya. Pembersihan kalkulus gigi dilakukan dengan menggunakan instrumen tangan, sonik atau ultrasonik. Tujuan dari terapinya adalah membersihkan plak dan kalulus untuk mengurangi jumlah bakteri subgingiva agar tidak bisa menyebabkan infeksi secara klinis. Pembersihan kalkulus apada gingivitis, biasanya melibatkan scaling supragingiva sendiri, karena permukaan akar tidak terlibat. Pada kasus gingivitis yang memiliki riwayat terapi periodontitis, mungkin dibutuhkan root planning. Keberhasilannya ditentukan dari evaluasi terhadap jaringan periodontal yang diikuti dengan terapi dan pada saat fase pemeliharaan pada terapi. Penggunaan antibiotic topical dalam mengurangi plak bakteri berguna dalam mencegah dan mengobati beberapa pasien. Beberapa obat telah diuji coba dalam percobaan klinis. Namun agar bisa diterima oleh ADA (American Dental Association), sebuah produk harus bisa mengurangi plak dan menunjukkan pengurangan inflamasi pada gingiva minimal 6 bulan. Produk tersebut juga harus aman dan tidak memberikan efek samping. Tiga pengobatan telah disetujui oleh ADA sebagai kontrol terhadap gingivitis. Bahan aktif pada salah satu produk adalah thymol, menthol, eucalyptol, dan methyl salisilat. Bahan aktif pada 2 produk lainnya adalah chlorhexidine digluconate dan triclosan. Jika digunakan secara benar, produk ini bisa mengurangi gingivitis. Namun, percobaan eksperimental menunjukkan bahwa hanya terdapat sedikit penetrasi pada agen topical yang diaplikasikan pada celah gingiva. Oleh karena itu, agen ini berguna untuk kontrol supragingiva, tetapi tidak pada plak subgingiva. Di antara individu yang tidak menjaga kebersihan mulut, irigasi supragingiva baik
dengan atau tanpa obat-obatan mampu mengurangi inflamasi gingiva lebih baik daripada hanya dengan menyikat gigi saja. Efek ini kemungkinan disebabkan oleh karena pembilasan bakteri subgingiva. Jika gingivitis menetap meskipun telah dilakukan pembersihan plak dan kontribusi faktor lokal lainnya, evaluasi menyeluruh terhadap penyakit sistemik (diabetes, kehamilan, dsb) perlu dilakukan. Jika kondisi seperti itu muncul, kesehatan gingiva bisa tercapai apabila penyakit sistemik telah disembuhkan dan perawatan plak dipertahankan. ACUTE PERIODONTAL DISEASE Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) berkaitan dengan akumulasi bakteri spesifik yang terjadi pada seseorang dengan resistensi host yang menurun. NUG pada umumnya berespon cepat terhadap penurunan bakteri oral dengan kombinasi kontrol plak secara pribadi dan debridement profesional. Apabila gejala oral disertai dengan limfadenopati atau demam, dapat diindikasikan pemberian antibiotik sistemik. Penggunaan cairan bilas kemoterapeutik dapat bermanfaat pada fase awal penanganan. Setelah inflamasi akut lesi NUG sembuh, dapat dilakukan intervensi lanjutan untuk mencegah rekurensi dan mengatasi deformitas jaringan lunak yang terjadi. Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP) bermanifestasi sebagai nekrosis yang cepat dan destruksi gingiva beserta struktur penyokong gigi. NUP dapat menyebabkan pendarahan gingiva dan nyeri, dan pada umumnya dijumpai NUG luas pada individu dengan resistensi menurun. NUP ditemukan pada individu dengan HIV positif dan negatif, tetapi prevalensinya tidak diketahui secara pasti. Penanganan NUP dilakukan dengan debridement yang dapat dikombinasikan dengan irigasi antiseptik (misalnya povidon iodin), cairan kumur antimikroba (misalnya klorheksidin), dan pemberian antibiotik sistemik. Terdapat juga bukti bahwa imunodefisiensi akibat HIV dapat mengakibatkan hilangnya jaringan penyokong periodontal yang tidak bermanifestasi sebagai lesi ulceratif. Meskipun bukan merupakan penyakit akut, linear gingival erythema (LGE) terjadi pada sebagian individu yang terinfeksi HIV dan tidak merespon terhadap penanganan dengan scaling konvensional, root planing, dan plaque control. Terapi antibiotik perlu dilakukan secara hati-hati pada pasien HIV positif karena adanya kemungkinan timbulnya infeksi oportunistik. Manifestasi oral gingivitis sering terjadi akibat infeksi primer virus herpes simpleks oral tipe 1. Pada saat gingivitis muncul, kondisi pasien biasanya febril, nyeri, dan disertai limfadenopati. Diagnosis dilakukan dengan memperhatikan gambaran klinis jaringan lunak oral. Meskipun tidak rutin dilakukan, kultur virus dapat mengidentifikasi secara definitif agen infeksi. Pada pasien yang sehat, penanganan herpetic gingivitis dilakukan secara paliatif. Infeksi ini self-limiting dan akan sembuh dalam 7-10 hari. Terapi antiviral sistemik dengan asiklovir dapat diberikan kepada pasien immunocompromised dengan hepatic gingivitis.
GINGIVAL ENLARGEMENT Inflamasi gingiva kronis dapat mengakibatkan pembesaran gingiva. Pertumbuhan berlebih dari gingiva dapat terjadi lebih berat pada pasien dengan faktor genetis atau faktor sistemik drug-related (misalnya antikonvulsan, siklosporin, dan calcium channel blocker). Dalam kelompok individu yang mengonsumsi phenytoin, pembesaran gingiva dapat diminimalisir dengan menjaga kebersihan oral serta pemeliharaan secara profesional. Bagaimanapun, root debridement pada pasien dengan pembesaran gingiva seringkali tidak mengembalikan bentuk periodontium ke kontur normal. Pembesaran yang tersisa tidak hanya dapat menyulitkan pasien dalam membersihkan gigi, namun juga dapat menimbulkan masalah estetik dan fungsional. Untuk pasien dengan pembesaran gingiva, modifikasi topografi jaringan dengan bedah rekonstruksi dapat dilakukan untuk membentuk oral environment yang mudah dipelihara. Penanganan pasca operasi setelah reseksi jaringan sangat penting. Manfaat dari operasi reduksi jaringan dapat hilang akibat proliferasi yang cepat saat fase pasca operasi. Rekurensi umum terjadi pada pasien dengan pembesaran gingiva akibat obat-obatan. Untuk pasien tersebut, sebaiknya dilakukan konsultasi dengan dokter pasien untuk mengganti pengobatan dengan alternatif yang tidak menimbulkan pembesaran gingiva. Jika tidak memungkinkan, intervensi operatif ataupun nonoperatif berulang perlu dilakukan. PERIODONTITIS KRONIK Terapi yang tepat untuk pasien dengan periodontitis sangat bervariasi dengan tingkat dan pola penurunan perlekatan, variasi anatomi lokal, jenis penyakit periodontal, dan tujuan terapeutik. Periodontitis menghancurkan alat perlekatan gigi yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan perubahan anatomi tulang normal. Tujuan utama terapi untuk pasien dengan periodontik kronis adalah menghentikan perkembangan penyakit dan menyelesaikan peradangan. Terapi di tempat yang sakit ditujukan untuk mengurangi faktor etiologi di bawah ambang batas yang menyebabkan kerusakan, sehingga memungkinkan perbaikan daerah yang terkena. Regenerasi struktur periodontal yang hilang dapat ditingkatkan dengan prosedur khusus. Namun, variabel yang digunakan untuk menyelesaikan regenerasi periodonsium masih banyak yang tidak diketahui dan penelitian sedang berlangsung di daerah ini.
SCALING DAN ROOT PLANING Efek menguntungkan dari scaling dan root planing dikombinasikan dengan kontrol plak dalam pengobatan periodontitis kronis telah divalidasi.52-65 Ini termasuk pengurangan peradangan klinis, pergeseran mikroba ke flora subgingiva yang kurang patogen, penurunan kedalaman pemeriksaan, peningkatan kedalaman perlekatan klinis, dan sedikit perkembangan penyakit.52-65 Prosedur scaling dan root planing secara teknis menuntut dan memakan waktu. Studi menunjukkan bahwa kondisi klinis umumnya membaik setelah root planing; Meskipun demikian, beberapa situs masih tidak menanggapi terapi ini. Selain itu, kuretase gingival pada root planing dalam perawatan periodontitis kronis umum dengan kantong suprabony dangkal tidak secara signifikan mengurangi kedalaman atau perolehan probing. Perlekatan klinis di luar yang dicapai hanya dengan scaling dan root planing.68,69 Faktor-faktor berikut dapat membatasi keberhasilan perawatan dengan root planing: anatomi akar (misalnya, cekung, kerutan, dll.), furkasi, 66 dan kedalaman pemeriksaan. 70-72 Beberapa minggu setelah selesainya root planing dan upaya untuk meningkatkan kontrol plak, evaluasi ulang harus dilakukan untuk menentukan respon pengobatan. Beberapa faktor harus dipertimbangkan di situs yang terus menunjukkan tanda-tanda penyakit. Jika kontrol plak harian pasien tidak memadai untuk menjaga kesehatan gingiva, maka instruksi dan motivasi tambahan dalam kontrol plak dan / atau penggunaan kemoterapi topikal (mis. Obat kumur, alat pengiriman obat lokal) dapat diberikan. Faktor-faktor anatomis yang dapat membatasi efektivitas instrumentasi akar atau membatasi kemampuan pasien untuk melakukan kontrol plak (mis. Kedalaman pemeriksaan, cekungan akar, pembelahan) mungkin memerlukan terapi tambahan termasuk pembedahan. Respon inang mungkin juga memiliki efek pada hasil pengobatan dan pasien dengan kondisi sistemik (misalnya, diabetes, kehamilan, stres, AIDS, imunodefisiensi, dan diskrasia darah) mungkin tidak merespon dengan baik terhadap terapi yang diarahkan semata-mata untuk mengendalikan faktor lokal. Pada pasien seperti itu, penting bahwa upaya dilakukan untuk mengendalikan faktor sistemik yang berkontribusi. TERAPI FARMAKOLOGI Farmakoterapi dapat memiliki peran tambahan dalam pengelolaan periodontitis pada pasien tertentu.73 Terapi tambahan ini dikategorikan berdasarkan rute pemberiannya ke lokasi yang sakit: pemberian obat sistemik atau lokal.
PEMBERIAN OBAT SISTEMIK Sejumlah penelitian telah menilai penggunaan antibiotik sistemik untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan periodontitis atau untuk meningkatkan status periodontal. Penggunaan tambahan antibiotik yang diberikan secara sistemik dapat diindikasikan dalam situasi berikut: pasien yang tidak responsif terhadap debridemen mekanik, infeksi akut, pasien yang immunocompromised, keberadaan organisme yang invasif pada jaringan dan perkembangan penyakit yang berkelanjutan. Pemberian antibiotik untuk perawatan periodontitis kronis harus mengikuti prinsip-prinsip farmakologis termasuk, bila perlu, identifikasi organisme patogen dan pengujian sensitivitas antibiotik. Upaya penelitian yang cukup banyak telah difokuskan pada aplikasi sistemik seperti obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) dan doksisiklin dosis subantimikroba. Peneliti telah melaporkan beberapa manfaat ketika obat-obatan ini dimasukkan ke dalam protokol pengobatan. Baru-baru ini [tahun 2000], Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui penggunaan penghambat kolagenase yang diberikan secara sistemik yang terdiri dari kapsul 20 mg doksisiklin hyclate sebagai tambahan untuk scaling dan root planning untuk perawatan periodontitis. Manfaat diberikannya secara sistemik adalah termasuk pengurangan kedalaman probing yang signifikan, peningkatan perlekatan klinis dan pengurangan kejadian perkembangan penyakit. Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa penggunaan doksisiklin dosis subantimikrobial sebagai tambahan untuk scaling dan root planning memberikan peningkatan tetapi terbatas dalam status periodontal. Penting untuk mempertimbangkan manfaat potensial dan efek samping dari terapi farmakologis sistemik. Manfaatnya dapat mencakup kemampuan untuk mengobati pasien yang tidak responsif terhadap terapi konvensional atau individu dengan pengalaman periodontitis berulang. Sebaliknya, risiko potensial yang terkait dengan antibiotik yang diberikan secara sistemik adalah perkembangan strain bakteri menjadi resisten, munculnya infeksi oportunistik, dan kemungkinan sensitisasi alergi pada pasien. Berkenaan dengan pemberian NSAID yang berkepanjangan, efek berbahaya dapat mencakup gangguan pencernaan dan pendarahan, gangguan ginjal dan hati, gangguan sistem saraf pusat, penghambatan agregasi trombosit, waktu perdarahan yang lama, kerusakan sumsum tulang, dan reaksi hipersensitivitas. Saat ini, kejadian efek samping negatif yang dilaporkan setelah root planning dengan atau tanpa pemberian doksisiklin dosis subantimikroba telah serupa. Secara umum, karena pasien dengan periodontitis kronis merespons terapi konvensional, tidak
perlu secara rutin memberikan obat sistemik seperti antibiotik, NSAID, atau doksisiklin dosis subantimikroba. PEMBERIAN LOKAL Pemberian agen kemoterapi dapat mengubah flora pada periodontal socket dan meningkatkan tanda-tanda klinis periodontitis. Sistem pemberian obat lokal memberikan beberapa manfaat; obat dapat diberikan pada lokasi penyakit dan dapat diberikan dalam jangka panjang. FDA telah menyetujui penggunaan serat etilen vinil asetat yang mengandung tetrasiklin, periodontal chip yang mengandung klorheksidin dan formulasi polimer minosiklin sebagai tambahan untuk scaling dan root planning. FDA juga telah menyetujui doksisiklin hyclate dalam gel polimer yang bioabsorbable sebagai terapi yang berdiri sendiri untuk mengurangi kedalaman probing, pendarahan saat pemeriksaan, dan peningkatan perlekatan klinis. Sistem pemberian lokal memiliki keterbatasan dan manfaat potensial. Jika digunakan sebagai monoterapi, masalah yang terkait dengan pemberian lokal dapat mencakup reaksi alergi, kemungkinan pada ketidakmampuan untuk menghancurkan biofilm, dan kegagalan untuk menghapus kalkulus. Manfaatnya termasuk kemudahan aplikasi, secara selektif menargetkan area yang sakit yang tidak responsif terhadap terapi konvensional, dan kemungkinan meningkatkan kemungkinan hasil pengobatan pada area yang spesifik tersebut. Modalitas pemberian lokal telah menunjukkan perbaikan klinis yang bermanfaat sehubungan dengan mengurangi kedalaman probing dan peningkatan perlekatan klinis. Selain itu, tidak banyaknya data yang menunjukkan bahwa pemberian antibiotik lokal mungkin juga bermanfaat dalam mencegah kehilangan perlekatan yang berulang tanpa terapi pemeliharaan. Penggunaan antibiotik pada individu akan tergantung pada keputusan terapis yang merawat setelah berkonsultasi dengan pasien. Pemberian lokal memiliki potensial terbesar yang mungkin untuk meningkatkan terapi di lokasi tertentu dimana lokasi tersebut tidak menanggapi pengobatan konvensional. Pada akhirnya, hasil pemberian obat lokal harus dievaluasi sehubungan dengan besarnya peningkatan relatif yang dapat dicapai terhadap tingkat keparahan penyakit. Ulasan yang lebih lengkap dari pemberian obat lokal dapat ditemukan pada jurnal The Role of Controlled Drug Delivery for Periodontitis.
TERAPI BEDAH Akses bedah untuk memfasilitasi instrumentasi mekanis akar telah digunakan untuk mengobati periodontitis kronis selama beberapa dekade. Pendekatan bedah untuk perawatan periodontitis digunakan dalam upaya untuk:1) memberikan akses yang lebih baik untuk menghilangkan faktor etiologi; 2) mengurangi kedalaman probing mendalam; dan 3) meregenerasi atau merekonstruksi jaringan periodontal yang hilang. Uji klinis menunjukkan bahwa kedua pendekatan bedah dan non-bedah dapat efektif dalam mencapai stabilitas tingkat perlekatan klinis. Refleksi flap mampu, bagaimanapun, meningkatkan efektivitas debridemen akar, terutama di lokasi dengan kedalaman probing mendalam atau furkasi. Namun demikian, penghapusan kalkulus lengkap, bahkan dengan akses bedah, tidak selalu dapat dicapai. Penambahan reseksi osseous selama prosedur bedah tampaknya menghasilkan pengurangan yang lebih besar dari kedalaman probing karena resesi gingiva, khususnya pada furkasi. Tanpa mengira jenis terapi, gigi furkasi bermasalah karena mereka lebih cenderung kehilangan perlekatan klinis daripada gigi yang tidak furkasi. Sementara temuan keseluruhan ini sangat membantu, praktisi harus mendasarkan keputusan spesifik untuk terapi pada penemuan untuk setiap pasien individu. TERAPI BEDAH REGENERATIF Tujuan optimal terapi untuk individu yang telah kehilangan sejumlah besar perlekatan periodontal adalah regenerasi jaringan yang hilang. Sementara debridemen akar kombinasi dengan kontrol plak telah menunjukkan efikasi dalam menyelesaikan peradangan dan menghentikan periodontitis, penyembuhan biasanya menghasilkan pembentukan epitel junctional yang panjang dengan remodeling alveolus. Demikian pula, debridemen bedah saja tidak menyebabkan sejumlah besar perlekatan jaringan ikat yang baru. Namun, beberapa pengisian tulang dapat terjadi di lokasi tertentu. Uji klinis menunjukkan bahwa perlekatan periodontal baru atau regenerasi jaringan yang hilang ditingkatkan dengan menggunakan alat dan bahan teknik bedah tambahan. Agen kimia yang memodifikasi permukaan akar, sambil mempromosikan perlekatan baru, telah menunjukkan hasil yang bervariasi ketika digunakan pada manusia. Pencangkokan tulang dan guided tissue regeneration (GTR), dengan atau tanpa cangkok pengganti tulang, mungkin berhasil ketika digunakan di situs yang dipilih dengan kehilangan perlekatan lanjutan. Penggunaan protein induktif jaringan
yang direkayasa secara biologis (mis., Faktor pertumbuhan, protein matriks ekstraseluler, dan protein morfogenik tulang) untuk merangsang regenerasi periodontal atau osseous juga menunjukkan harapan. Ulasan literatur tentang regenerasi periodontal dan terapi mucogingival memberikan informasi tambahan mengenai terapi ini. Terapi regeneratif dan modalitas perawatan lain dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko (misalnya, diabetes dan penggunaan tembakau) yang dapat mengurangi hasil pengobatan periodontal. Dalam hal ini, merokok dikaitkan dengan risiko tinggi untuk periodontitis progresif dan perawatan periodontitis mungkin kurang efektif pada perokok daripada bukan perokok. Faktor-faktor ini ditinjau lebih dalam pada Academy’s position paper Tobacco Use and the Periodontal Patient. Untuk memaksimalkan pencegahan dan pengobatan yang efektif pada periodontitis, pasien harus didorong untuk berhenti merokok dan berhenti menggunakan tembakau tanpa asap. MANAJEMEN OKLUSAL Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekuatan oklusal yang berlebihan tidak memulai penyakit periodontal yang diinduksi plak atau kehilangan perlekatan jaringan ikat (periodontitis). Namun, penyelidikan lain menunjukkan bahwa mobilitas gigi mungkin terkait dengan efek buruk pada periodontium dan mempengaruhi respons terhadap terapi sehubungan dengan mendapatkan perlekatan klinis. Sehubungan dengan perawatan, terapi oklusal dapat membantu mengurangi mobilitas gigi dan mendapatkan beberapa tulang yang hilang karena kekuatan oklusal traumatis. Keseimbangan oklusal juga dapat digunakan untuk memperbaiki suatu berbagai masalah klinis terkait dengan ketidakstabilan oklusal dan kebutuhan restoratif. Dokter harus menggunakan penilaian mereka, apakah akan melakukan penyesuaian oklusal sebagai komponen terapi periodontal berdasarkan pada evaluasi faktor klinis yang berkaitan dengan kenyamanan, kesehatan dan fungsi pasien. PERIODONTAL MAINTENANCE PROCEDURES Monitoring status periodontal dan pemeliharaan gigi secara periodik perlu dilakukan sebagai bagian dari penatalaksanaan jangka panjang periodontitis kronis. Meskipun studi eksperimental menunjukkan hasil yang baik pada pasien dengan pemeliharaan rutin secara profesional dengan interval 2 minggu, program ini tidak praktis untuk sebagian besar pasien periodontitis kronis. Dengan demikian, untuk memaksimalkan kesuksesan hasil terapi, pasien harus menerapkan plaque control yang efektif.
Pemeliharaan in-office dengan rentang waktu 3 sampai 4 bulan juga efektif untuk sebagian besar pasien. Pembahasan lebih mendalam mengenai topik ini dapat dilihat di artikel American Academy of Periodontology berjudul Supportive Periodontal Therapy (SPT) RINGKASAN Komponen inflamasi dari gingivitis dan periodontitis kronis yang diinduksi plak dapat dikelola secara efektif untuk sebagian besar pasien dengan program kontrol plak dan debridement akar non-bedah dan/atau bedah ditambah dengan prosedur perawatan periodontal yang berkelanjutan. Beberapa pasien mungkin memerlukan prosedur terapi tambahan. Semua modalitas terapi yang diulas dalam makalah ini dapat digunakan oleh dokter pada berbagai waktu selama pengelolaan jangka panjang kondisi periodontal pasien.
REFERENSI 1. 2.
3.
The American Academy of Periodontology. The patho- genesis of periodontal diseases (position paper). J Periodontol 1999;70:457-470. The American Academy of Periodontology. Diagnosis of Periodontal Diseases (position paper). Chicago: The American Academy of Periodontology; April 1995. Armitage GC. Development of a classification system for periodontal diseases and conditions. Ann Peri- odontol 1999;4:1-6
4.
Ramfjord SP. Maintenance care and supportive peri-
odontal
therapy.
Quintessence
Int
1993;24:465-471. 5. Page RC. Gingivitis. J Clin Periodontol 1986;13:345- 359. 6. Ranney RR, Debski BF, Tew JG. Pathogenesis of gin- givitis and periodontal disease in children and young adults. Pediatr Dent 1981;3:89-100. 7. Socransky SS, Haffajee AD. Microbial mechanisms in the pathogenesis of destructive periodontal diseases: A critical assessment. J Periodont Res 1991;26:195- 212. 8. Wolff L, Dahlen G, Aeppli D. Bacteria as risk markers for periodontitis. J Periodontol 1994;65:498510. 9. Grossi SG, Zambon JJ, Ho AW, et al. Assessment of risk for periodontal disease. I. Risk indicators for attachment loss. J Periodontol 1994;65:260267. 10. Grossi SG, Genco RJ, Machtei EE, et al. Assessment of risk for periodontal disease. II. Risk indicators for alveolar bone loss. J Periodontol 1995;66:23-29. 11. Ismail A, Morrison E, Burt B, Caffesse R, Kavanaugh 12. Natural history of periodontal disease in adults: Findings from the Tecumseh Periodontal Disease Study, 1959-1987. J Dent Res 1990;69:430-435. 13. Haber J, Wattles J, Crowley M, Mandell R, Joshipu- rak K, Kent RL. Evidence for cigarette smoking as a major risk factor for periodontitis. J Periodontol 1993; 64:16-23. 14. Bergstrom J, Preber H. Tobacco use as a risk factor. 15. J Periodontol 1994;65:545-550. 16. Oliver RC, Tervonen T. Diabetes - a risk factor for periodontitis in adults? J Periodontol 1994;65:530- 538. 17. Michalowicz BS. Genetic and heritable risk factors in periodontal disease. J Periodontol 1994;65:479-488. 18. Löe H, Theilade E, Jensen SB. Experimental
gingivi- tis in man. J Periodontol 1965;36:177187. 19. Theilade E, Wright WH, Jensen SB, Löe H. Experimental gingivitis in man. II. A longitudinal clinical and bacteriological investigation. J Periodont Res 1966;1:1- 13. 20. Lindhe J, Axelsson P. The effect of a preventive pro- gramme on dental plaque, gingivitis, and caries in school children. Results after one and two years. J Clin Periodontol 1974;1:126-138. 21. Suomi JD, Greene JC, Vermillion JR, Doyle J, Chang JJ, Leatherwood EC. The effect of controlled oral hygiene procedures on the progression of periodon- tal disease in adults: Results after third and final year. J Periodontol 1971;42:152-160. 22. Axelsson P, Lindhe J. Effect of controlled oral hygiene procedures on caries and periodontal disease in adults. Results after 6 years. J Clin Periodontol 1981;8:239- 248. 23. De la Rosa M, Guerra JZ, Johnston DA, Radike AW. Plaque growth and removal with daily toothbrushing. J Periodontol 1979;50:661-664. 24. MacGregor IDM, Rugg-Gunn AJ, Gordon PH. Plaque levels in relation to the number of toothbrushing strokes in uninstructed English schoolchildren. J Peri-odont Res 1986;21:577582 25. Lang NP, Cumming BR, Löe H. Toothbrushing frequency as it relates to plaque development and gin- gival health. J Periodontol 1973;44:396405. 26. Listgarten MA, Schifter CC, Laster L. 3-year longitu- dinal study of the periodontal status of an adult pop- ulation with gingivitis. J Clin Periodontol 1985;12:225- 238. 27. Agerbaek N, Melsen B, Lind OP, Glavind L, Kristiansen 28. B. Effect of regular small group instruction per se on oral health status of Danish schoolchildren. Commu- nity Dent Oral Epidemiol 1979;7:1720. 29. Tagge DL, O’Leary TJ, El-Kafrawy AH. The clinical and histological response of periodontal pockets to root planing and oral hygiene. J Periodontol 1975; 46:527-533. 30. Lövdal A, Arno A, Schei O, Waerhaug J. Combined effect of subgingival scaling and controlled oral hygiene on the incidence of gingivitis. Acta Odontol Scand 1961;19:537-555. 31. Hancock EB. Prevention. Ann Periodontol 1996;1: 223-249. 32. Mandel ID. Antimicrobial mouthrinses: overview and update. J Am Dent Assoc 1994;125(Suppl. 2):2S-10S. 33. Brecx M, Brownstone E, MacDonald L, Gelskey S, Cheang M. Efficacy of Listerine, Meridol, and
chlorhex- idine as supplements to regular toothcleaning mea- sures. J Clin Periodontol 1992;19:202-207. 34. Pitcher GR, Newman HN, Strahan JD. Access to sub- gingival plaque by disclosing agents using mouthrins- ing and direct irrigation. J Clin Periodontol 1980;7: 300-308. 35. The American Academy of Periodontology. The Role of Supra- and Subgingival Irrigation in the Treatment of Periodontal Diseases (position paper). Chicago: The American Academy of Periodontology; April 1995. 36. Mealey BL. Periodontal implications: Medically com- promised patients. Ann Periodontol 1996;1:293-303. 37. Drinkard CR, Decher L, Little JW, et al. Periodontal status of individuals in early stages of human immunodeficiency virus infection. Community Dent Oral Epidemiol 1991;19:281-285. 38. Friedman RB, Gunsolley J, Gentry A, Dinius A, Kaplowitz L, Settle J. Periodontal status of HIVseropositive and AIDS patients. J Periodontol 1991;62: 623-627. 39. Riley C, London JP, Burmeister JA. Periodontal health in 200 HIV-positive patients. J Oral Pathol Med 1992; 21:124-127. 40. Masouredis CM, Katz MH, Greenspan D, et al. Prevalence of HIV-associated periodontitis and gingivitis in HIV-infected patients attending an AIDS clinic. J Acquir Immune Defic Syndr 1992;5:479-83. 41. Glick M, Muzyka BC, Salkin LM, Lurie D. Necrotizing ulcerative periodontitis: A marker for immune deteri- oration and a predictor for the diagnosis of AIDS. J Periodontol 1994;65:393-397. 42. The American Academy of Periodontology. Periodontal Considerations in the HIV-Positive Patient (position paper). Chicago: The American Academy of Peri- odontology; April 1994. 43. Tomar SL, Swango PA, Kleinman DV, Burt BA. Loss of periodontal attachment in HIVseropositive military personnel. J Periodontol 1995;66:421-428. 44. Redding SW, Montgomery MT. Acyclovir prophylaxis for oral herpes simplex infection in patients with bone marrow transplants. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1989;67:680-683. 45. Hassell TM, Hefti AF. Drug induced gingival over- growth: Old problem, new problem. Crit Rev Oral Biol Med 1991;2:103-137. 46. Butler RT, Kalkwarf KL, Kaldahl WB. Druginduced gingival hyperplasia: phenytoin, cyclosporine and nifedipine. J Am Dent Assoc 1987;114:56-60. 47. Miller CS, Damm DD. Incidence of verapamil-induced gingival hyperplasia in a dental population. J Peri- odontol
1992;63:453-456. 48. Nery EB, Edson RG, Lee KK, Pruthi VK, Watson J. Prevalence of nifedipine-induced gingival hyperpla- sia. J Periodontol 1995;66:572-578. 49. Mealey BL. Periodontal implications: Medically com- promised patients. Ann Periodontol 1996;1:303-308. 50. Pihlstrom B. Prevention and treatment of dilantin- associated gingival enlargement. Compendium Con- tinuing Educ Dent 1990;11(Suppl.14):S506-S510. 51. Hall WB. Dilantin hyperplasia: a preventable lesion? Compendium Continuing Educ Dent 1990;11(Suppl. 14):S502-505. 52. Jones JE, Weddell JA, McKown CG. Incidence and indications for surgical management of phenytoin- induced gingival overgrowth in a cerebral palsy pop- ulation. J Oral Maxillofac Surg 1998;46:385-390. 53. Hall EE. Prevention and treatment considerations in patients with drug-induced gingival enlargement. Curr Opin Periodontol 1997;4:59-63. 54. Ilgenli T, Atilla G, Baylas H. Effectiveness of peri- odontal therapy in patients with drug-induced gingi- val overgrowth. Longterm results. J Periodontol 1999; 70:967972. 55. Morrison EC, Ramfjord SP, Hill RW. Shortterm effects of initial, nonsurgical periodontal treatment (hygienic phase). J Clin Periodontol 1980;7:199-211. 56. Garrett JS. Effects of nonsurgical periodontal therapy on periodontitis in humans. A review. J Clin Peri- odontol 1983;10:515523. 57. Badersten A, Nilveus R, Egelberg J. Effect of non- surgical periodontal therapy. I. Moderately advanced periodontitis. J Clin Periodontol 1981;8:57-72. 58. Badersten A, Nilveus R, Egelberg J. Effect of non- surgical periodontal therapy. II. Severely advanced periodontitis. J Clin Periodontol 1984;11:63-76. 59. Badersten A, Nilveus R, Egelberg J. Effect of non- surgical periodontal therapy. III. Single versus repeated instrumentation. J Clin Periodontol 1984;11:114-124. 60. Hughes TP, Caffesse RG. Gingival changes following scaling, root planing and oral hygiene - a biometric evaluation. J Periodontol 1978;49:245-252. 61. Magnusson I, Lindhe J, Yoneyama T, Liljenberg B. Recolonization of subgingival microbiota following scaling in deep pockets. J Clin Periodontol 1984;11: 193-
207. 62. Mosques T, Listgarten MA, Phillips RW. Effect of scal- ing and root planing on the composition of the human subgingival microbial flora. J Periodont Res 1980;15: 144-151. 63. Pihlstrom BL, McHugh RB, Oliphant TH, OrtizCam- pos C. Comparison of surgical and nonsurgical treat- ment of periodontal disease. A review of current stud- ies and additional results after 6-1/2 years. J Clin Periodontol 1983;10:524-544. 64. Hill RW, Ramfjord SP, Morrison EC, et al. Four types of periodontal treatment compared over two years. J Periodontol 1981;52:655-662. 65. Kaldahl WB, Kalkwarf KL, Patil KD, Dyer JK, Bates RE Jr. Evaluation of four modalities of periodontal therapy. Mean probing depth, probing attachment level and recession changes. J Periodontol 1988;59:783- 793. 66. Becker W, Becker BE, Ochsenbein C, et al. A longi- tudinal study comparing scaling, osseous surgery and modified Widman procedures. Results after one year. J Periodontol 1988;59:351-365. 67. Ramfjord SP, Caffesse RG, Morrison EC, et al. 4 modalities of periodontal treatment compared over 5 years. J Clin Periodontol 1987;14:445452. 68. Kaldahl WB, Kalkwarf KL, Kashinath D, Patil D, Molvar MP, Dyer JK. Long-term evaluation of periodontal therapy: I. Response to 4 therapeutic modalities. J Periodontol 1996;67:93-102. 69. Kalkwarf KL, Kaldahl WB, Patil KD. Evaluation of fur- cation region response to periodontal therapy. J Peri- odontol 1988;59:794-804. 70. Kaldahl WB, Kalkwarf KL, Kashinath D, Patil D, Molvar MP, Dyer JK. Long-term evaluation of periodontal therapy: II. Incidence of sites breaking down. J Peri- odontol 1996;67:103-108. 71. Ainslie P, Caffesse R. A biometric evaluation of gingival curettage (II). Quintessence Int 1981;6:609614. 72. Echeverra JJ, Caffesse RG. Effects of gingival curet- tage when performed 1 month after root instrumen- tation. A biometric evaluation. J Clin Periodontol 1983; 10:277-286. 73. Caffesse RG, Sweeney PL, Smith BA. Scaling and root planing with and without periodontal flap surgery. J Clin Periodontol 1986;13:205-210. 74. Rabbani GM, Ash MM, Caffesse RG. The effectiveness of subgingival scaling and root planing in calculus removal. J Periodontol 1981;52:119-123. 75. Fleischer HC, Mellonig JT, Brayer WK, Gray JL, Bar- nett JD. Scaling and root planing efficacy in multi- rooted teeth. J Periodontol 1989;60:402409. 76. Drisko CH. Non-surgical pocket therapy: Pharma- cotherapeutics. Ann Periodontol
1996;1:491-566. 77. Magnusson I, Low SB, McArthur WP, et al. Treatment of subjects with refractory periodontal disease. J Clin Periodontol 1994;21:628-637. 78. van Winkelhoff AJ, Tijhof CJ, de Graaff J. Microbio- logical and clinical results of metronidazole plus amox- icillin therapy in Actinobacillus actinomycetemcomitansassociated periodontitis. J Periodontol 1992;63: 52-57. 79. Magnusson I, Clark WB, Low SB, Maruniak J, Marks RG, Walker CB. Effect of non-surgical periodontal therapy combined with adjunctive antibiotics in sub- jects with “refractory” periodontal disease. I. Clinical results. J Clin Periodontol 1989;16:647-653. 80. Kornman KS, Robertson PB. Clinical and microbio- logical evaluation of therapy for juvenile periodontitis. J Periodontol 1985;56:443-446. 81. Williams R, Jeffcoat M, Howell T, et al. Altering the progression of human alveolar bone loss with the non- steroidal anti-inflammatory drug flurbiprofen. J Peri- odontol 1989;60:485-490. 82. Williams RC, Jeffcoat MK, Howell TH, et al. Ibupro- fen: An inhibitor of alveolar bone resorption in bea- gles. J Periodont Res 1988;23:225-229. 83. Howell TH, Jeffcoat MK, Goldhaber P, et al. Inhibition of alveolar bone loss in beagles with the NSAID naproxen. J Periodont Res 1991;26:498501 84. Crout RJ, Lee HM, Schroeder H, et al. The “cyclic” regimen of low-dose doxycycline for adult periodon- titis: A preliminary study. J Periodontol 1996;67:506- 514. 85. Golub LM, McNamara TF, Ryan ME, et al. Adjunctive treatment with subantimicrobial doses of doxycycline: effects on gingival fluid collagenase activity and attachment loss in adult periodontitis. J Clin Peri- odontol 2001;28:146156. 86. Caton J. Evaluation of Periostat for patient manage- ment. Compend Continuing Educ Dent 1999;20:451- 462. 87. Caton J, Ciancio SG, Bleiden TM, et al. Treatment with subantimicrobial dose doxycycline improves the efficacy of scaling and root planing in patients with adult periodontitis. J Periodontol 2000;71:521-532. 88. Walker CB. The acquisition of antibiotic resistance in the periodontal microflora. Periodontol 2000 1996; 10:79-88. 89. Goodson JM, Cugini MA, Kent RL, et al. Multicenter evaluation of tetracycline fiber therapy: II. Clinical response. J Periodont Res 1991;26:371-379. 90. The American Academy of Periodontology. The role of controlled drug delivery for periodontitis
91.
92.
93.
94.
95.
(position paper). J Periodontol 2000;71:125140. Goodson JM, Tanner A, McArdle S, Dix K, Watanabe SM. Multicenter evaluation of tetracycline fiber ther- apy: III. Microbiological response. J Periodont Res 1991; 26:440-451. Drisko CH, Cobb CM, Killoy WJ, et al. Evaluation of periodontal treatments using controlled release tetra- cycline fibers: Clinical response. J Periodontol 1995;66: 692-699. Michalowicz BS, Pihlstrom BL, Drisko CH, et al. Eval- uation of periodontal treatments using controlledrelease tetracycline fibers: Maintenance response. J Periodontol 1995;66:708-715. Newman MG, Kornman KS, Doherty FM. A 6month multi-center evaluation of adjunctive tetracycline fiber therapy used in conjunction with scaling and root planing in maintenance patients: clinical results. J Periodontol 1994;65:685-691. Williams RC, Paquette DW, Offenbacher S, Adams DF, Armitage GC, et al. Treatment of periodontitis by local administration of minocycline microspheres: a controlled clinical trial. J Periodontol 2001; in Press. Jeffcoat MK, Bray KS, Ciancio SG, et