Peran Pendidikan Dalam Mewujudkan Indonesia Emas.docx

  • Uploaded by: Heni Puspitasari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peran Pendidikan Dalam Mewujudkan Indonesia Emas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,481
  • Pages: 5
Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Indonesia Emas August 26, 2017 admin 0 Comment CORETAN CENDEKIA oleh Rizka Fitrian Departemen Gama Cendekia Coorperation 2016

Salah satu target penting dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu Quality Education atau Kualitas Pendidikan. Masalah pendidikan di Indonesia menjadi salah satu yang perlu dibenahi dan memerlukan pembangunan berkelanjutan. Indonesia membutuhkan pembenahan kualitas pendidikan untuk menjadi negara yang maju serta menciptakan” Indonesia Emas” yang gemilang sesuai cita-cita bangsa Indonesia dari masa ke masa. Pendidikan yang berkualitas merupakan faktor penting untuk menciptakan Indonesia emas di masa depan. Kemajuan dari berbagai sektor seperti perrtanian, peikanan, sumber daya, teknologi, ekonomi, budaya, pertahanan dan lain-lain diawali dengan majunya kualitas pendidikan di bidang-bidang tersebut. Oleh karena itu, untuk menciptakan Indonesia emas yang pertama-tama perlu dibenahi adalah bidang pendidikan, baik itu pendidikan akademik maupun pendidikan moral yang

mengimbanginya. Dari kualitas pendidikan yang baik dan seimbang tersebut akan terbentuk generasi penerus yang lebih baik pula, yang kemudian disebut generasi emas. Peran pendidikan memang penting dalam membangun peradaban bangsa yang lebih baik. Maka dari itu, sudah sepatutnya pendidikan di Indonesia dikembangkan agar dapat mencetak generasi emas sebagai generasi penerus bangsa. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini terbilang cukup baik, terbukti dengan banyaknya prestasi yang mampu bersaing di tingkat internasional. Misalnya prestasi dalam olimpiade atau penelitian tingkat mahasiswa yang mendapat pengakuan sampai di kancah internasional sekalipun. Namun hal yang disayangkan adalah kurang merata nya kualitas tersebut diseluruh sekolah di Indonesia. Karena masih ada beberapa sekolah yang tidak memiliki cukup fasilitas untuk siswa nya dalam kegiatan belajar mengajar. Seperti yang kita ketahui, di daerah terpencil seperti Papua masih banyak anak-anak yang perjalanan sekolah nya harus menempuh jalan yang panjang dan sulit. Di sekolahnya pun hanya memiliki satu atau dua orang guru dan hanya terdapat dua atau tiga ruang kelas sempit. Terlepas dari masalah itu, ada masalah lain yang berkembang akibat memperoleh pendidikan yang salah dan berdampak di masa depan. Yaitu maraknya kasus penyogokan atau korupsi terutama di kalangan orang yang dianggap berpendidikan. Kasus ini adalah bukti gagalnya pendidikan dari sisi moral sehingga menciptakan pribadi terdidik namun bermental pencuri. Praktik korupsi ini tidak hanya ada di kalangan pejabat tinggi tapi juga menjalar sampai ke kalangan pejabat daerah, karyawan, bahkan pekerja di lingkungan sekolah sekalipun. Mental korupsi ini terbentuk akibat memperoleh pendidikan yang kurang seimbang antara akademik dan moral, serta terbiasa melatih tindakan korupsi di kehidupan sehari-hari. Korupsi bukan hanya yang mencuri uang dalam jumlah besar, tapi korupsi juga melingkupi hal-hal yang bersifat mengurangi sesuatu yang seharusnya sehingga tidak lagi sesuai porsi. Dalam menciptakan Indonesia emas, terlebih dahulu kita perlu mengetahai permasalahan apa yang menghambat sistem pendidikan di Indonesia. Dikutip dari VOA Islam, terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahn umum sistem pendidikan saat ini. Diantaranya adalah : 1. Kurang Efisien Pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak efektif. Dari aspek media, siswa diwajibkan menguasai seluruh mata pelajaran. Padahal tidak semua siswa bisa menguasai semua mata pelajaran Akibat dari kemampuan yang terbatas, akhirnya siswa diberi hafalan mati yang tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak mengerti, apa fungsi dari ilmu ini. Belum lagi jumlah siswa sebanyak 40 orang dalam satu kelas, hanya ditangani oleh seorang guru. Merupakan hal yang pasti apabila guru tersebut kewalahan, mengingat guru tersebut memegang lebih dari satu kelas. Padahal pendidikan adalah kunci menuju pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, dan keterpaksaan belajar dan berpendapat/berpikir, sehingga proses pembelajaran HARUS menyenangkan bukan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak efektif dan tidak bermanfaat setiap hari.

2. Kualitas Guru Sering kali seorang yang berasal dari lulusan A mengajar di bidang B yang tidak sejalan dengan bidangnya. Selama nilai siswa (melalui tes ujian) dinyatakan diatas rata-rata, bukan menjadi masalah bagi guru tersebut. Namun permasalahannya adalah, pelajar harus belajar untuk menjadi ahli, bukan hanya sekedar untuk mendapatkan nilai semata. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Atau yang klasik, saya teringat ketika saya berada di Sekolah Dasar, pada saat itu saya sering sekali disuruh untuk maju ke depan dan menulis ulang buku LKS di papan tulis. Lalu sang guru hanya duduk diam atau bergabung dengan guru lain hanya sekedar mengobrol tanpa menjelaskan apa yang saya tulis di papan tulis. Bahkan terkadang sang guru meminta uang untuk tugas yang harus di fotokopi yang melebihi jumlah nominal uang untuk memfotokopi. Praktik korupsi ternyata terbukti menjalar hingga akar-akarnya, hingga guru sekalipun. Bagaimana akan menciptakan generasi hebat jika ‘praktisi’ pendidikan sendiri mencontohkan hal yang tak sepatutnya. 3. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Banyak lulusan A berujung pada pekerjaan yang menggeluti bidang B seakan- akan semua dimulai dari nol kembali. Kelulusan ujungnya hanya formalitas, yang penting dapat ijazah, lulus, lalu kerja. Belajar belasan tahun, saat didunia kerja berujung pada nol kembali. Bukankah ilmu itu berguna untuk memecahkan masalah kehidupan? Ilmu yang didapat selama perkuliahan dan masa SMA menguap begitu saja, dan hal ini terjadi terus menerus dari tahun ketahun, jumlah lulusan hanya menjadi pekerja para pemilik modal. 4. Mahalnya Biaya Pendidikan Ini adalah penyebab utama mengapa banyak anak putus sekolah dan tidak

bersemangat dalam menuntut ilmu. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan sebagian besar anak memilih untuk langsung bekerja. Ketika ditanya tujuan utama sekolah untuk apa, sebagian besar siswa menjawab ‘untuk mendapatkan pekerjaan, memiliki penghasilan yang besar’. Sehingga sebagian anak berpikir ‘buat apa sekolah, mengeluarkan biaya besar jika dari sekarangpun bisa dilakukan’. Padahal peran negara seharusnya ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Permasalahan-permasalahan yang dipaparkan diatas merupakan masalah umum yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia. Hal tersebut memang perlu mendapat koreksi lebih lanjut agar dapat menciptakan kualitas pendidikan yang lebih baik. Namun menyelesaikan saja tidak cukup untuk menghasilkan generasi emas seperti yang diharapkan. Untuk mencipatakan kejayaan Indonesia emas, generasi penerus harus diseimbangkan dengan dibekali pendidikan moral atau dalam bahasa islam harus memiliki akhlaqul karimah. Pendidikan yang seimbang dan ideal itulah yang dapat mencetak generasi emas sebagai generasi penerus bangsa yang akan menciptakan Indonesia emas di masa depan. Pendidikan sangatlah penting untuk dibenahi karena akan berdampak pada karakter generasi emas Indonesia. Mental pencuri adalah hal utam yang harus dihapuskan untuk menciptakan generasi emas. Agar karakter negatif seperti korupsi tidak akan terulang di masa depan. Generasi emas yang dibutuhkan Indonesia bukan hanya yang berpendidikan tinggi dan dapat membawa Indonesia lebih maju, tetapi kita juga yang bermoral dan berakhlaqul karimah sehingga dapat membawa Indonesia ke masa jaya nya serta mempertahankannya tetap jaya. Pendidikan moral di Indonesia ternyata masih kurang diperhatikan. Masih ada sekolah yang hanya mengajarkan akhlaqul karimah secara teoritis tetapi tidak memperhatikan prakteknya pada kehidupan sehari-hari siswa nya. Indonesia saat ini lebih perlu mengembangkan pendidikan moral ketimbang hanya pendidikan akademik saja. Terutama dalam hal praktiknya. Untuk apa sekolah mengajarkan ilmu jika tidak dapat diterapkan. Sekolah-sekolah saat ini kebanyakan hanya mengajarkan ilmu secara formal namun lupa mengawasi perilaku muridnya walaupun di lingkungan sekolah sekalipun. Seperti suatu masalah klise yang sering terjadi namun masih suka diabaikan karena dianggap sepele. Yaitu ketika kegiatan upacara bendera, terutama pada saat pembina menyampaikan orasi, masih banyak kejadian dimana murid tidak mendengarkan apa yang disampaikan pembina upacara bahkan mengabaikan dan bergurau sendiri. Lebih parahnya sampai membuat barisan upacara menjadi kacau tidak beraturan. Pada saat itu guru-guru pun hanya membiarkan upacara berlangsung seadanya, sangat jarang ditemui ada guru yang mengingatkan siswa untuk merapikan barisannya yang berantakan. Melihat mirisnya kejadian semacam ini membuktikan kurangnya kesadaran seseorang dalam menghormati orang lain yang sedang berbicara. Mungkin guru-guru sudah bosan mengingatkan muridnya yang selalu mengulang perilaku tersebut, namun disitulah kesabaran seorang guru diuji dan sangat diperlukan. Bagaimana cara mendidik moral siswa agar menjadi berperilaku lebih baik dan dapat menghormati orang lain yang sedang berbicara adalah tanggung jawab guru sebagai pendidik sekaligus sebagai orang tua di sekolah.

Masalah ini hanya contoh sebagian kecil dari banyaknya permasalahn moral pada tingkat sekolah, yang mana jika terus dibudayakan akan dapat menghilangkan perilaku akhlaqul karimah pada generasi penerus. Awalnya mungkin terlihat sepele ketika ada murid yang tidak mendengarkan seorang yang sedang berbicara, namun jika menjadi kebiasaan akan merusak moral murid tersebut di masa depannya kelak serta berpengaruh pada masa depan Indonesia. Dalam jangka panjang akan menghambat terciptanya generasi emas yang berkarakter serta merugikan masa depan Indonesia sendiri. Oleh karena itu, kualitas pendidikan sangat penting untuk dibenahi agar dapat menciptakan generasi penerus yang akan membawa Indonesia ke masa emasnya. Generasi penerus yang dibuthkan Indonesia yaitu generasi emas yang ahli dalam akademik dan juga memiliki moral yang baik.

Related Documents


More Documents from ""