A. Latar Belakang Sistem pendidikan di Indonesia, pada saat ini, masih membuat peserta didik melakukan proses pembelajaran di dalam ruang kelas dengan segala aturan yang mengikat gerak peserta didik serta tuntutan untuk menguasai sejumlah mata pelajaran dan setumpuk tugas yang harus selesai dalam waktu yang relative singkat. Kalaupun ada kegiatan pembelajaran di luar kelas, pelaksanaannya sangat terbatas dan dibatasi pula oleh berbagai keterbatasan. Hal ini pula yang membuat hasil pendidikan di Indonesia belum optimal. Oleh karena itu pulalah, sekarang ini banyak bermunculan sekolah-sekolah inovatif di Indonesia yang menawarkan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah inovatif tersebut bermunculan karena tumbuh dan berkembangnya agen-agen perubahan dalam dunia pendidikan yang menyadari bahwa inovasi adalah hal yang mutlak harus dilakukanntuk mencapai kemajuan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai mahluk yang diberi kesempurnaan akal, yang akan menuntunnya untuk selalu mengeksplorasi segala sumber daya yang dimilikinya, untuk selalu melakukan inovasi, menemukan sesuatu yang baru yang bisa membuat hidupnya menjadi lebih baik. Karena pada dasarnya inovasi itu adalah suatu keharusan dalam perbaikan atau perubahan agar hidup kita tidak tertinggal dan tergilas oleh perkembangan zaman. Tuntutan perubahan juga disebabkan oleh karena adanya perkembangan situasi global yang mempengaruhi setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia baik itu dalam kehidupan social, ekonomi, politik maupun budaya. Menyikapi perkembangan situasi global yang begitu cepat bangsa Indonesia harus semakin siap, mematangkan kualitas diri (SDM) agar tidak larut dalam gelombang perubahan global. Berbagai hal positip dapat dimanfaatkan dari globalisasi dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional dan penegakkan kedaulatan NKRI, namun akan membawa pengaruh negatif apabila bangsa Indonesia tidak siap menerima secara utuh dan mampu
mengikuti perubahan yang sangat cepat tersebut. Terjadinya perubahan ternyata menimbulkan berbagai permasalahan antara lain permasalahan pertahanan negara, misalnya perbatasan wilayah, masalah disintegrasi bangsa, pemikiran negara federasi, menurunnya semangat kebhinekaan dan menurunnya rasa nasionalisme serta berbagai permasalahan sosial. Kenyataan bahwa perkembangan ekonomi belum stabil sangat berpengaruh pada perkembangan sosial di Indonesia. Masyarakat kita tumbuh menjadi masyarakat miskin yang mudah bergejolak. Tatanan kehidupan sosial masyarakat tak lagi tertata dengan baik. Rasa tidak percaya terhadap orang lain tumbuh dan berkembang begitu cepat. Masyarakat dinamis yang diharapkan cenderung meningkat kearah apatis dan agresif. Masalah lain yang muncul adalah menurunnya kecintaan terhadap tanah air, kecenderungan berpola hidup konsumtif, individualistis, bergaya hidup kebarat-baratan dan menurunnya kebanggaan dan kepedulian terhadap bangsa, negara serta lingkungan, ketidak yakinan terhadap Pancasila. Kecenderungan mempertanyakan kemampuan Pancasila menjawab tantangan era globalisasi dengan segala perubahannya, sehingga muncul gagasan untuk mengadakan rejuvenasi (penyegaran) Pancasila, kurangnya kesadaran berbangsa dan bernegara, kurangnya Kepedulian masyarakat kota terhadap sesama, maraknya pelanggaran hukum oleh sebagian masyarakat, elit politik maupun aparat pemerintah menyebabkan sulitnya penegakkan hukum. Tidak adanya kerelaan berkorban untuk negara. Belum dimengertinya bahwa pembelaan negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Sebagai contoh dalam kasus kejahatan, terorisme untuk menangkap para pelaku sangat sulit karena masyarakat beranggapan bahwa hal ini tugas TNI dan Polri. Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), pengaruh negatif teknologi informasi dan komunikasi, belum tuntasnya pemberantasan korupsi oleh pemerintah, menimbulkan keresahan sosial serta menipisnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Globalisasi juga sangat berpengaruh pada perkembangan budaya bangsa kita. Tuntutan globalisasi yang menghendaki adanya keterbukaan memberi
kesempatan untuk tumbuhnya pertukaran dan persaingan antar budaya serta munculnya nilai-nilai baru yang bersifat umum. Deras nya arus globalisasi akan sangat berdampak besar bagi perkembangan bangsa Indonesia yakni dengan masuknya faham Negara lain seperti komunis, liberalis dan kapitalis dan tatanan nilai budaya barat yang dapat mengubah pola pikir, pola tindak dan pola sikap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia harus mampu berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat, sekaligus mampu merespons dan mengantisipasi perubahan lingkungan global dengan memperhatikan kepentingan nasional. Dalam menerima budaya asing, warga negara RI dalam mengadopsi harus tetap menggunakan sensor / filter karena sensor /filter tidak melanggar HAM. Bangsa Indonesia juga harus tetap mempertahan-kan nilai-nilai tradisional yang mencerminkan budaya Timur dan mengadopsi nilai-nilai rasional budaya Barat sehingga terbentuk nilai-nilai budaya Indonesia yang mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani. Menyikapi berbagai masalah tersebut diatas, perlu dikembangan kemampuan untuk mengimbangi perkembangan global, menghadapai tantangan zaman serta internalisasi tata nilai budaya bangsa Indonesia. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar. Dan pola pendidikan yang ditawarkan haruslah pola pendidikan yang sudah melewati proses inovasi / perubahan agar dapat menjawab semua kebutuhan sesuai dan seiring dengan perkembangan global.
B. Rumusan Masalah Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perubahan dalam pendidikan? 2. Apa yang dimaksud dengan agen perubahan?
C. Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Mengetahui perubahan dalam pendidikan 2. Mengetahui agen perubahan dalam pendidikan
BAB II AGEN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN
Perubahan pendidikan konteks teknis berlangsung secara sederhana walaupun dalam konteks sosial sangat kompleks. Ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi. Pertama karakteristik dari perubahan, perlu dilihat masalah kebutuhan dan relevansi dari perubahan, kejelasan, kompleksitas, dan kualitas serta kepraktisan dari program. Kedua karakteristik dari tingkat wilayah sekolah, terdiri atas: sejarah dari upayauapaya inovasi, proses adopsi, dukungan dan keterlibatan administratur pusat, pengembangan dan partisipasi staf, sistem ketepatan waktu dan informasi, dan karakteristik dewan dan komunitas. Ketiga karakteristik pada tingkat sekolah, yang terdiri atas kepala sekolah, hubungan antara guru, dan karakteristik dan orientasi guru. Keempat karakteristik eksternal terhadap sistem lokal, yang terdiri atas peran pemerintah dan bantuan eksternal.
A. Memahami Perubahan dalam Pendidikan Apakah yang harus dilakukan oleh sekolah dalam konteks perubahan? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang cukup sulit untuk menemukan jawabannya. Namun jawabanya tidak akan terlepas dari tujuan sekolah itu sendiri yang pada dasarnya memiliki dua tujuan yaitu: untuk mendidik siswa dalam berbagai macam keterampilan dan pengetahuan akademis atau kognitif, dan untuk mendidik siswa dalam pengembangan keterampilan dan
pengetahuan individual dan sosial yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat. Untuk apakah dilakukan perubahan? Secara teori, tujuan dari perubahan pendidikan secara perkiraan untuk membantu sekolah mencapai tujuannya secara lebih efektif melalui penempatan sejumlah program atau praktik yang lebih baik. Bagaimana perubahan pendidikan memperbaiki sekolah? Perubahan demi perubahan tidak akan membantu. Program baru pun tidak membuat suatu perubahan, membantu memperbaiki situasi, atau membuat keadaan lebih buruk. Hubungan antara perubahan dan kemajuan, menggunakan pencapaian dalam domain kognitif/akademik dan pengembangan sosial sebagai kriteria, dapat lebih memberi kekuatan. Banyak ketersediaan inovasi yang istimewa, bergantung pada kebutuhan spesifik dan pada pendekatan dalam memutuskan apa dan bagaimana menggunakannya. Inovasi tidaklah netral dari keuntungan, dan bahwa banyak alasan daripada kepatutan pendidikan yang mempengaruhi keputusan untuk perubahan. Suatu pengujian terdekat menampakan bahwa inovasi dapat diadopsi untuk alasan personal atau politis simbolis: untuk memenuhi tuntutan tekanan komunitas, untuk menampakkan inovatif, untuk memperoleh lebih banyak sumber daya. Seluruh bentuk ini lebih mewakili perubahan simbolis dari pada perubahaan nyata. Hal pokok dari perubahan adalah bagaimana individual berusaha mengatasai kenyataan yang dihadapi. Proses klarifikasi terdiri atas empat bagian. Tugas pertama adalah untuk mempertimbangkan masalah general dari makna perubahan individual dalam keluasan masyarakat, bukan sebagai membatasi pendidikan. Kedua, penguraian pada makna subjektif dari perubahan diantara individu-individu dalam bidang pendidikan. Ketiga, pengorganisasian ide-ide lebih komprehensif untuk memunculkan pada suatu deskripsi dari makna objektif dari perubahan, yang secara lebih formal mengupayakan untuk membuat pengertian dari komponen-komponen perubahan pendidikan. Keempat, menguraikan pada implikasi dari realita subjektif dan objektif dari pemahaman perubahan pendidikan.
Kebanyakan peneliti sekarang melihat adanya tiga fase proses perubahan. Fase pertama yang diberi nama dengan berbagai istilah seperti inisiasi, mobilisasi atau adopsi yang merujuk pada proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau membuat perubahan. Fase kedua implementasi yang melibatkan pengalaman pertama dari upaya untuk meletakan ide atau program dalam praktik. Fase ketiga disebut kontinuasi, inkorporasi, rutinisasi, atau institusialisasi, merujuk pada apakah perubahan berjalan pada sistem atau tidak. Dalam tingkat umum, kita mungkin mengasumsikan bahwa perubahan pendidikan khusus diperkenalkan sebagaimana mereka menginginkan praktik yang lebih baik dari pendidikan. Ini tidak selalu berhasil. Memasukkan proses inisiasi atau adopsi harus dipertimbangkan dalam konteks dari tiga pertanyaan besar. Berapa luas bidang untuk adopsi secara potensial? Apakah akses, selektivitas, dan proses dari seleksi dari bidang ini? Apakah akibat dari proses adopsi pada tingkatan subsekuen? Secara ringkat, faktor-faktor ynag mempengaruhi adopsi yaitu eksistensi dan kualitas inovasi, akses terhadap informasi, bantuan dari administratur pusat, dukungan/tekanan guru, agen konsultan dan perubahan, tekanan/dukungan/antipati/ oposisi komunitas, ketersediaan dana, peraturan atau kebijakan pusat baru, dorongan pemecahan masalah untuk adopsi, dan dorongan birokratis untuk adopsi. Perubahan pendidikan secara teknis sederhana dan secara sosial kompleks. Perlu diidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi yang telah diadopsi. Selain masalah implementasi, masalah kontinuasi perlu dipertimbangkan secara tepat. Dalam pengertian kontinuasi mewakili keputusan adopsi, yang mungkin saja negatif, dan bahkan jika positif tidak secara otomatis akan diimplementasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontinuasi terdiri atas derajat implementasi; sikap terhadap inovasi; keuntungan-keuntungan bagi siswa, guru, dan organisasi; kontinuasi atau institusionalisasi, sikap terhadap peningkatan sekolah. Kenapa suatu perencanaan perubahan gagal? Memahami kenapa kebanyakan upaya reformasi pendidikan mengalami kegagalan sudah berjalan lama
sejalan dengan identifikasi dari masalah-masalah teknis spesifik sebagai kekurangan dari bahan-bahan material, ketidakefektifan training in-service, atau minimnya dukungan administratif. Secara lebih fundamental, kegagalan perubahan pendidikan sebagian disebabkan asumsi dari perencana dan sebagian sebab sejumlah masalah yang tidak terpecahkan. Isu-isu yang menyangkut gagalnya perencanaan terdiri atas kegagalan asumsi dan cara berpikir mengenai perubahan, dan adanya masalah-masalah tak terpecahkan. Dapat dikatakan, asumsi dari pengambil kebijakan seringkali hyperrational. Satu dari sumber inisial dari masalah adalah komitmen atas reformasi untuk melihat suatu perubahan yang diinginkan diimplementasikan. Komitmen terhadap apa yang harus dirubah seringkali bervariasi secara kebalikan dengan pengetahuan mengenai bagaimana bekerja melalui suatu proses perubahan. Faktanya, komitmen yang lemah terhadap perubahan mungkin suatu rintangan untuk memulai suatu proses efektif dari perubahan.
B. Agen Perubahan Dalam Pendidikan Lembaga pendidikan membutuhkan agen-agen perubahan yang dapat mendorong perubahan (drive to change), bukannya dipimpin oleh perubahan (lead by change), atau menolak perubahan (resist to change). Agen perubahan yang dibutuhkan adalah agen perubahan yang memiliki pengetahuan tentang perubahan serta pengetahuan terhadap aspek dasar perubahan sebagai sesuatu yang kritis bagi proses perencanaan, kepemimpinan, pengelolaan, dan evaluasi perubahan. Untuk suatu usaha perubahan yang berhasil, tindakan, dan peristiwa perlu didasari pada pemahaman tentang bagaimana transisi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses organisasi. Evaluasi perubahan item-item dalam dimensi ini menggambarkan pentingnya mempertahankan momentum
perubahan dan energy positif terarah menuju sasaran perubahan, memonitor perkembangan. Untuk menggali potensi yang dimiliki seseorang sebagai agen perubahan dipergunakan instrument Change Agent Questionnaire (CAQ). Semakin tinggi potensi sebagai agen perubahan yang dimiliki seseorang diharapkan akan semakin tinggi kemampuan orang tersebut melakukan perubahan organisasi secara efektif. Perubahan pendidikan tingkat lokal berkaitan erat dengan guru, kepala sekolah, siswa, Dinas Pendidikan setempat, konsultan, dan orangtua serta masyarakat yang tergabung dalam dewan sekolah. 1. Guru Guru harus menjadi agen perubahan yang paling siap dalam implementasi inovasi pendidikan. Guru harus mengambil langkah dan inisiatif untuk mendesain proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru memiliki peluang yang sangat besar untuk menerapkan berbagai gaya dan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran yang inovatif, atmosfer kelas akan menjadi lebih nyaman tidak kaku dan monoton. Peserta didik pun memilki kesempatan untuk lebih banyak diskusi, berinteraksi dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri. Mereka menjadi terbiasa untuk berbeda pendapat dan menghargai perbedaan sehingga mereka menjadi sosok manusia yang cerdas dan kritis serta selalu siap dengan segala bentuk perubahan. Dengan demikian masyarakat maju yang dinamis dan terbuka dengan perubahan akan terbentuk dalam konteks kepribadian bangsa. 2. Kepala Sekolah Sekolah merupakan tempat ujung tombak untuk terjadinya perubahan dalam pendidikan. Dan kepala sekolah sebagai manajer sekolah memiliki peran yang sangat penting sebagai agen perubahan. Kepala sekolah berada ditengahtengah hubungan antara guru dengan ide dari masyarakat luar harus
berperan aktif sebagai inisiator atau fasilitator dari perubahan program. Kepala sekolah harus terlibat secara langsung dalam perubahan. 3. Siswa Proses perubahan dalam inovasi pendidikan, pada umunya ditujukan untuk meningkatkan prestasi siswa. Tetapi seringkali, inovator jarang memikirkan siswa sebagai partisipan dalam suatu proses perubahan dan kehidupan organisasi. Mereka dianggap sebagai objek perubahan bukan sebagai subjek . Padahal jika siswa berpikir bahwa guru tidak memahami mereka, maka biasanya akan timbul kesenjangan komunikasi diantara mereka, dan hanya sejumlah kecil siswa ikut berpartisipasi dalam perubahan tersebut. 4. Dinas Pendidikan Setempat Tugas Dinas Pendidikan setempat adalah untuk mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan suatu rencana, menunjukkan dan memasukan seluruh perubahan pada tingkat wilayah, sekolah, dan kelas. Dinas Pendidikan setempat merupakan individu penting untuk melaksanakan harapan dari pola perubahan dalam wilayahnya. Mereka berperan pada tiga tahap utama dari perubahan, yaitu keputusan inisial atau mobilisasi, implementasi, dan institusionalisasi. 5. Orang Tua Kebanyakan orang tua memperhatikan dan tertarik dalam program dan perubahan yang bersangkutan dengan siswa. Namun dalam pelaksanaanya sering terdapat beberapa rintangan yang dihadapi keterlibatan orang tua. Rintangan ini dikategorikan dalam rintangan fenomenologis dan logistis. Rintangan fenomenologis berhubungan dengan kurang pengetahuan dan pemahaman bahwa administratur dan orang tua memiliki dunia yang berbeda. Sedangkan rintangan logistis atau teknis berkaitan dengan kurangnya waktu, kesempatan. Aktivitas atau bentuk keterlibatan orang tua akan lebih efektif untuk tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi di sekolah.
BAB III PENUTUP
Perubahan adalah suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan karena pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk watak, kepribadian, karakter serta budaya bangsa. Untuk tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi pendidikan diperlukan adanya agen-agen perubahan yang selalu siap dalam menghadapi tantangan global. Perubahan dalam dunia pendidikan bisa terjadi dalam bidang manajerial, teknologi dan kurikulum. Untuk bidang manajerial, peran kepala sekolah dalam mengelola sekolah serta peran guru dalam mengelola kelas sangat menentukan akan terjadinya perubahan di sekolah. Perubahan dalam bidang teknologi akan sangat mendukung terhadap perkembangan sekolah baik dalam pengelolaan sekolah maupun pengelolaan kelas. Perubahan kurikulum harus selalu dilakukan seiring dengan perkembangan zaman serta tantangan global dan semua pihak dalam dunia kependidikan harus siap dengan perubahan tersebut. Untuk tercapainya perubahan dalam implementasi pendidikan diperlukan adanya agen-agen perubahan yang memahami makna perubahan itu sendiri. Dalam tataran mikro, guru, kepala sekolah, siswa, dinas pendidikan dan orang tua siswa harus menjadi agen perubahan yang handal yang selalu siap untuk mendorong perubahan (drive to change), bukan dipimpin oleh perubahan (lead by change) atau menolak perubahan (resist to change).