Peran Indonesia Dalam Upaya Kontraterorisme Di Kawasan Asia Pasifik.docx

  • Uploaded by: dio pongsoda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peran Indonesia Dalam Upaya Kontraterorisme Di Kawasan Asia Pasifik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,537
  • Pages: 12
Nama : Dio Rungo Pongsoda (1870750802) Dian Permata Pratiwi (1670750021) Kata : 2537 Jurusan : Hubungan Internasional

Peran Indonesia Dalam Kontraterorisme di Kawasan Asia Pasifik

Pendahuluan Berbagai pendapat pakar dan badan pelaksana yang menangani masalah terorisme, mengemukakan tentang pengertian terorisme secara beragam. Teror mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau mengondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok masnyarakat yang lebih luas, daripada hanya pada jatuhnya korban kekerasan. Publikasi media massa adalah salah satu tujuan dari aksi kekerasan dari suatu aksi terror, sehingga pelaku merasa sukses jika kekerasan dalam terorisme serta akibatnya dipublikasikan secara luas di media massa (Piliang, 2004 dalam Hendropriyono, 2009: 25). Menurut Whittaker (2003 dalam Hendropriyono, 2009: 25), yang menyatakan bahwa terorisme adalah suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan di kalangan masyarakat umum. Pembunuhan dengan sengaja yang direncanakan secara sistematis, sehingga mengakibatkan cacat dan merenggut atau mengancam jiwa orang yang tidak bersalah, sehingga menimbulkan ketakutan umum, semata-mata demi mencapai tujuan politik. Terorisme adalah suatu kejahatan politik, yang dari segi apapun tetap merupakan kejahatan dan dalam artian secara keseluruhan adalah merupakan kejahatan (Paul Johnson, 2008 dalam Hendropriyono, 2009: 26).

Terorisme dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (ekstrimis, suku bangsa) sebagai jalan terakhir untuk memeperoleh keadilan, yang tidak dapat di capai mereka melalaui saluran resmi atau jalur hukum. Dalam aksi terorisme harus di pahami adanya tiga unsur penting : (1) Paham dan ideologi terorisme. , paham ini menempati posisi pertama karena seseorang tidak mungkin akan melakukan kasi bom bunuh diri tanpa didasari ideologi yang kuat, (2) Gerakan dan jaringan yang mengembangkan paham keagamaan yang dapat melahirkan para teroris, atau mereka yang mempunyai keberanian dan kepercayaan diri untuk melakukan tindakan terorisme, (3) Tindakan atau aksi terorisme. Jika yang pertama eksekutor terorisme. Mereka adalah orang-orang yang di tempa khusus melalui pencucian otak dan keterlibatan yang aktif dalam gerakan-gerakan yang mempunhyai kecenderungan pada terorisme ( Hendropriyono, 2009: xviii-xix). Terorisme tidak mempunyai nilai, karena dalam bahasa terorisme adalah bahasa yang universal yang penilaian terhadap nya juga bersifat universal. Oleh karena itu nilai dari terorisme berhubungan secara penuh terhadap jatuhnya korban manusia yang tidak bersalah. Terorisme menggunakan suatu bahasa dalam mengungkapkan pikiran atau keyakinan pihak pelaku yang menimbulkan panik dan ketakutan yang besar di kalangan masnyarakat luas. Caranya adalah melalui kekerasan ataupun ancaman kekerasan, baik fisik maupun psikis terhadap siapa saja tanpa terkecuali. Ketakutan yang meluas itu diharapakan dapat menjadi suatu dukungan pubik untuk menkan sasarannya. Bagi terorisme yang penting adalah mencapai tujuan walaupun dengan menghalalkan segala cara, dengan pembahasan tersebut di atas dapat diperoleh bagian dari sebuah pengertian tentang terorisme, yaitu bahwa terorisme merupakan tindak kejahatan yang dapat dilakukan oleh pihak yang nilai kebenarannya terletak di dalam dirinya sendiri (Hendropriyono, 2009: 38).

Melihat dari berbagai macam pengertian dan definisi tentang terorisme, bahwa dampak dari aksi-aksi terorisme sangat merugikan bagi masnyarakat luas baik dari segi korban jiwa yang ditimbulkan karena bagi para pelaku terorisme tujuan mereka adalah menciptakan ketakutan bagi masnyarakat luas dan bisa berdampak panjang bagi kehidupan mansyarakat. Aksi-aksi teror tersebut bisa terjadi dimana saja dan kapan saja yang dengan demikian dapat menciptakan teror yang menjadi tujuan dari aksi-aksi para pelaku terorisme. Di kawasan Asia-Pasifik Indonesia menjadi salah satu Negara terdepan dalam memerangi terorisme di kawasan, karena Indonesia sendiri sering menjadi sasaran para aksi-aksi terorisme, mulai dari aksi Bom Bali yang merenggut banyak korban jiwa dan serangkain aksi-aksi terorisme yang terjadi di Indonesia dan di kawasan Asia-Paisifik. Dengan aksi teror yang sering terjadi di Indonesia , maka pemerintah Indonesia dengan Negara-negara di kawasan Asia- pasifik bekerjasama dalam menanggulangi aksi-aksi terorisme dengan berbagai cara.

Riset Pertanyaan Dengan Terorisme kembali menjadi topik pembahasan dunia sejak serangan dahsyat terhadap menara kembar World Trade Centre di New York dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001. Peristiwa ini menimbulkan kejutan luar biasa bukan saja di AS, tetapi di seluruh dunia karena beberapa alasan, yaitu (1) Belum pernah dalam sejarah AS ada pihak luar yang menyerang dan berhasil menciptakan kerusakan yang hebat di AS; (2) Serangan tersebut bukan negara n dilaukan oleh sebuah Negara, tetapi aktor non negara yaitu kelompok teroris Al Qaeda; (3) Serangan tersebut direncanakan dan dilaksanakan dengan sangat cermat , lama dan kecanggihan serta melibatkan jejaring internasional yang luas mulai dari Afghanistan, Saudi

Arabia, Jerman, Inggris, dan bahkan AS sendiri; (4) Mayoritas pelaku pemboman adalah para pemuda yang memiliki asal-usul dari negara yang merupakan sahabat dekat dengan AS (Hikam,2016: 101). Pada tahun 2002, bangsa Indonesia tidak akan pernah lupa dengan tragedi Bom Bali I di Paddy’s Pub dab Sari Club yang memakan korban 202 korban jiwa. Hanya berselang tiga tahun kemudian, tragedi Bom Bali II kembali terjadi di daerah Kuta dan Jimbaran yang menelan 23 korban jiwa. Pelaku adalah anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang memiliki hubungan kuat dengan Al- Qaeda, organisasi teroris internasional di bawah pimpinan Osama bin Laden. Organisasi JI justru tumbuh berkembang di jaman awal era reformasi dan kemudian kembali melakukan aksi terornya seperti kasus di Hotel Marriot, Ritz Charlton, Kuningan dan serangan kepada Bursa Efek Jakarta (Hikam,2016: 32). Di kawasan Asia-Pasifik seperti di kawasan Filipina ada anggota kelompok terorisme yang bernama Abu Sayyaf Group (ASG) dan ada juga Moro Islamic Liberation Forum (MILF) yang mana mereka juga merupakan perpanjangan tangan dari jaringan Al-Qaeda,dan kelompok teroris yang menuntut pemisahan diri dan pembentukan negara khilafah yang berdasarkan asas-asas negara Islam, seperti kelompok teror yang lain yang juga berdasarkan ideologi agama. Jaringan JI juga banyak berafiliasi dengan beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik seperti di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Kamboja (Hikam,2016: 36). Karena aksi teror yang sudah di lakukan oleh para kelompok terorisme dan sudah menyebabkan ketakutan dan korban jiwa bagi orang-orang yang tidak bersalah, membuat negaranegara di kawasan Asia-Pasifik termasuk pula Indonesia mengajak negara-negara di kawasan untuk bersama dalam memerangi aksi terorisme demi menjaga keamanan dan stabilitas regional di kawasan Asia-Pasifik.

Pembahasan Peristiwa pengeboman World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat pada 11 September 2001, membawa dampak pada perubahan orientasi politik luar negeri Amerika Serikat. Kekuatan Amerika Serikat dibidang ekonomi, politik, dan militer yang besar, membawa dampak pada berubahnya sikap negara–negara lain di dunia dalam kebijakan domestiknya. Pengaruh Amerika Serikat memang tidak dapat dipungkiri, hal ini dapat kita lihat dari reaksi hampir seluruh negara–negara di dunia ini yang juga berada pada posisi yang sama dengan Amerika Serikat yaitu “memerangi terorisme”, tak terkecuali juga dengan Indonesia. Terkait dengan Indonesia, kebijakan “memerangi terorisme” ini menjadi realistis mengingat beberapa faktor di lapangan sebagai berikut : 1) Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap memiliki ancaman besar karena Indonesia telah beberapa kali mengalami teror yang dilakukan oleh teroris antara lain: (i) Pada tahun 1998 di Gedung Atrium Senin Jakarta; (ii) Pada tahun1999 di Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal Jakarta; (iii) Pada tahun 2000 di Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta rumah Dubes Filipina; (iv) Pada tahun 2000 dan 2001 peledakan di beberapa Gereja di malam Natal; (v) Pada tahun 2002 peledakan di Kuta Bali dan di Mc Donald Makasar; (vi) Pada tahun 2003 peledakan di JW Marriot; (vii) Pada tahun 2004 peledakan di Kedubes Australia; (viii) Pada tahun 2005 peledakan bom Bali II; (ix) pada tahun 2009 dua dahsyat di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta (www.luarnegeri.kompasiana.com dalam Windiani,Jurnalsosial,desember2017:135-152). 2) Indonesia selain merupakan salah satu negara yang dianggap memiliki ancaman besar terorisme karena banyaknya aksi teror yang telah terjadi, juga dikarenakan salah satu kelompok teroris yang paling sering diduga bertanggung jawab terhadap aksi – aksi teror yaitu Jamaah Islamiyah (JI) yang berbasis di Indonesia. Setelah peristiwa bom Bali 2002 dan ditangkapnya Amrozy, Imam Samudra, dan Muklas, sejumlah

analis mengkaitkan terorisme di Indonesia dengan jaringan teroris internasional Al-Qaeda. Pengkaitan dengan jaringan internasional merupakan argumen yang dipercaya oleh masyarakat internasional. Pemerintah Amerika Serikat menyakini keberadaan jaringan Al-Qaeda di Indonesia. Menurut laporan intelejen Singapura dan Malaysia, Al-Qaeda hadir di kawasan Asia Tenggara lewat Jemaah Islamiah (JI). Kebanyakan pemimpin JI adalah orang Indonesia (Djelantik: 2010:2 dalam Windiani, Jurnal Sosial, 16, Desember 2017: 135-152) 3) Pengeboman sebuah kafe di Bali pada 12 Oktober 2002 dimana korbannya mayoritas orang asing, begitu pula dengan peristiwa pengeboman hotel JW Marriot di Jakarta dimana korbanya juga orang asing , menjadi bukti bahwa teror–teror yang terjadi di Indonesia berskala internasional atau disebut juga sebagai terorisme internasional. Aktifitas terorisme meningkat secara signifikan sejak 2002 di kawasan Asia-Pasifik, dan Filipina disebut sebagai negara yang paling berdampak di kawasan ini. Seperti di kutip dari Asian

Correspondent

pada

Senin

(27/11/2017)

dalam

dari

(https://www.liputan6.com/global/read/3176881/filipina-jadi-negara-paling-terdampakterorisme-di-asia-pasifik di akses pada 27 Oktober 2018). Indeks Terorisme Global (GTI) yang dirilis oleh Institute for Economics and Peace (IEP) menempatkan Filipina di urutan ke 12 sebagai negara yang paling terdampak dalam kegiatan terorisme. Antara 2002 dan akhir 2016, Filipina mengalami 3.118 serangan terorisme yang mengakibatkan kematian kematian 2.453 orang. Sejauh ini jumlah serangan terbanyak dilakukan oleh Tentara Rakyat Baru (NPA) yang mana adalah sayap bersenjata Partai Komunis Filipina. Lebih dari 900 serangan dilakukan NPA anatar 2002 dan 2016 dimana lebih 600 korban jiwa berjatuhan dan kelompok ini tercatat telah meningkatkan aktivitasnya sejak 2012 (https://www.liputan6.com/global/read/3176881/filipinajadi-negara-paling-terdampak-terorisme-di-asia-pasifik di akses tanggal 27 Oktober 2018).

Dengan banyaknya aksi-aksi terorisme yang terjadi di kawasan Asia-Pasifik, membuat Indonesia dengan beberapa negara-negara yang juga sering di jadikan sasaran aksi teror di kawasan Asia-Pasifik membuat negara-negara tersebut memutuskan untuk bekerjasama dalam memerangi aksi terorisme. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi terorisme dalam lingkup regional adalah melalui forum ASEAN . Polri juga menjalin kerjasama regional dan internasional dalam berbagai forum ASEAN seperti: 1) ARF (ASEAN Regional Forum); 2) AMMTC (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime) dan berbagai forum lainnya seperti ASEAN Chiefs Of Army Multilateral Meeting, Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan Asia-Europe Meeting (ASEM), yang secara rutin juga mengagendakan ancaman terorisme dan cara penanggulangannya (respository.unand.ac.id dalam Windiani, Jurnal Sosial, 16, Desember 2017: 135-152). Pendirian Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) merupakan bentuk kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Australia yang dipicu dengan peledakan bom Bali. JCLEC diresmikan oleh Presiden Megawati pada 3 Juli 2004, meskipun berupa kerjasama bilateral JCLEC yang memfokuskan pada pelatihan penegak hukum dalam penanggulangan terorisme, peserta pelatihan meliputi banyak negara. Sampai di usianya yang ke 10 JCLEC telah berkontribusi melatih penegak hukum dari 70 negara (Windiani, Jurnal Sosial, 16, Desember 2017: 135-152). Indonesia juga tercatat sebagai Anggota Asia-Pacific Group on Money Laundering , menandatangani MoU dengan lebih dari 46 Financial Intelligence Unit, menandatangani Bilateral Joint Working Group on Counter-Terrorism (khususnya dengan BNPT), juga dilakukan Intelligence sharing, capacity building, technical cooperation. Adapun Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme adalah tertangkapnya pelaku terorisme, termasuk dua tokoh utamanya, Dr.Azahari dan Abu Dujana pada tahun 2005

dan 2007. Selanjutnya, pada tahun 2006 Polri berhasil melakukan penggerebekan tempat persembunyian anak buah Noordin M. Top di Wonosobo, yaitu Jabir, Abdul Hadi (kepercayaan dr. Azhari), Solehudin dan Mustarifin. Pada tahun 2008 berbagai operasi yang dilakukan oleh densus 88 atau Bareskrim Polri berhasil menangkap 28 orang pelaku terorisme di Indonesia. Tahun 2009 Polri berhasil menangkap beberapa tersangka kelompok teroris di Palembang, Lampung dan Jawa Tengah yang diperkirakan terlibat dalam rencana aksi teroris di dalam negeri dan luar negeri. Tertangkapnya sebagian anggota jaringan teroris tersebut yang diperkirakan merupakan kelompok Noordin M. Top, menandakan bahwa tugas pemberantasan terorisme belum tuntas dan ke depan tetap memerlukan kewaspadaan yang tinggi (Windiani, Jurnal Sosial, 16, Desember 2017: 135-152).

Kerangka Konseptual Dalam menjelaskan sebuah hasil penelitian dengan cara penulisan ilmiah, terlebih dahulu perlu ada kerangka konsep yang jelas. Tujuannya adalah agar batasan-batasan dan hasil analisa yang digunakan menjadi lebih tersusun dan terpadu. Selain daripada itu kerangka juga penting untuk dijadikan sebagai landasan teori dalam sebuah pembuatan karya ilmiah, maka peniliti akan menjelaskan dasar konsep judul yang digunakan, yakni sikap Indonesia dalam kontraterorisme di kawasan Asia Pasifik. Kemudian dari segi konsep radikalisme, radikalisme merupakan paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Radikalisme memiliki keterkaitan dengan terorisme, meskipun memiliki definisi yang berbeda. Radikalisme adalah pemahaman yang bersifat ekstrim, sedangkan terorisme adalah berupa ancaman atau kegiatan separatis yang mengunakan kekerasan. Cara-cara kekerasan dan

teror, adalah salah satu cara yang sering digunakan oleh kelompok radikal untuk mencapai tujuannya. Proses yang terjadi dalam radikalisme adalah radikalisasi, yang didefiniskan sebagai proses personal dimana individu mengadopsi idealisme, dan aspirasi politik, sosial, atau agama secara ekstrem, dimana dalam pencapaian tujuannya membenarkan penggunaan kekerasan tanpa pandang bulu, sehingga mempersiapkan seseorang untuk mencapai perilaku kekerasan (Hikam, 2016: 41-42). Dengan paham yang radikal yang dianut oleh para kelompok terorisme dan keinginan mereka untuk mendirikan negara yang berlandaskan atas dasar hukum dan peraturan Islam yang menyimpang, membuat mereka rela melakukan bom bunuh diri di negara-negara yang mereka mereka anggap dapat mengganggu aksi teror yang mereka lakukan seperti yang sudah terjadi di beberapa negara di kawasan Asia Pasifik. Indonesia sebagai negara middle power dan salah satu negara yang sering di jadikan aksi-aksi bom bunuh diri para kelompok terorirsme, tentu saja tidak akan tinggal diam melihat hal tersebut yang mana seringkali dalam hal tersebut banyak memakan korban jiwa yang tidak bersalah.

Metodologi Penelitian Dalam rangka memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data yang diperlukan dalam penelitian, maka digunakan suatu metode penelitian yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan permasalahan yang ada. Untuk itu pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dalam bentuk kualitatif. Sehingga diharapkan dengan metode ini dapat mempermudah peneliti dalam melaksanakan penelitian. Dengan demikian, pelaksanaan penelitian dapat dilakukan dengan baik oleh peneliti.

Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seseorang atau kelompok yang diamati (Creswell, 2009: 19). Penelitian kualitatif adalah metodemetode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para pastisipan, menganalisis data secara induktif1 mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan (Creswell 2007, dalam Creswell 2009: 4-5). Penelitian kualitatif dapat dijelaskan sebagai penelitian interaktif atau penelitian dokumen non-interaktif. Data dikumpulkan langsung melalui observasi langsung dilapangan atau tidak langsung melalui catatan, jurnal, wawancara atau fokus grup dan buku-buku. Dengan metode ini peneliti ingin menjelaskan bagaimana sikap Indonesia dalam kontraterorisme di kawasan Asia Pasifik, serta membantu menjelaskan sejauh mana peran Indonesia, dengan melihat kebijakan dan strategi yang dilakukan Indonesia dalam kontraterorisme di kawasan Asia Pasifik.

1

Induktif adalah dari khusus ke umum

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian : a) Untuk mengetahui dan menjelaskan apa yang mendasari sikap Indonesia dalam kontraterorisme di Asia Pasifik. b) Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana sikap Indonesia dalam memerangi aksi terorisme dan kelompok terorisme.

2. Kegunaan Penelitian : a. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai sikap Indonesia dalam kontraterorisme di kawasan Asia Pasifik. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi mahasiswa hubungan internasional dalam mengetahui sikap politik kebijakan Indonesia dalam kontraterorisme di kawasan Asia Pasifik.

Daftar Pustaka Buku: Cresswell, John W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Hikam, Muchammad. Peran Masnyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2016. Hendropriyono, AM. Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009.

Jurnal : Windiani, Reni. “Peran Indonesia Dalam Memerangi Terorisme”. Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, 2017. Online : “Filipina Menjadi Negara Yang Paling Terdampak Terorisme di Kawasan Asia-Pasifik” dilaman elektronikliputan6,berita27November2017,dihttps://www.liputan6.com/global/read/3176881/fili pina-jadi-negara-paling-terdampak-terorisme-di-asia-pasifik.

Related Documents


More Documents from "Dian Inda Sari"