Pengaruh Variabel Makro Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengaruh Variabel Makro Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 1,379
  • Pages: 9
Pengaruh Variabel Makro Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Makro ekonomi Dosen: Ibu Dwi Nur`aini Ihsan.SE.,MM.

Oleh : Abdul Hakim Nim : 0507025002

Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof.DR. Hamka Jakarta 2008

1

Daftar Isi Daftar isi ……………………………………………………………………………… …………. 1 Latar Belakang ……………………………………………………………………… ………… 2 Pokok Masalah ……………………………………………………………………… ………… 2 Teori Yang terkait ………………………………………………………………… ……….... 3 Pembahasan ………………………………………………………………………… …………. 3 Kesimpulan …………………………………………………………………………… ……….. 6 Saran …………………………………………………………………………………… …………. 7 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………… ………... 7

2

I.

Latar Belakang

Sebegitu jauh kita menganggap bahwa pengeluaran konsumsi adalah fungsi pendapatan. Sekarang kita harus melihat

lenih dekat

lagi faktor-faktor yang menentukan tingkat pengeluaran konsumsi. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat sebenarnya tidak sebanding dengan tingkat pendapatan nasional. Orang-orang

dengan

pendapatan

tinggi

cenderung

untuk

menabung dengan proporsi yang lebih tinggi dari pendapatannya dibanding dengan orang-orang yang berpendapatan rendah. Lebih dari itu orang-orang dengan pendapatan rendah cenderung mempunyai tabungan negatif karena pendapatnya tidak mencukupi kebutuhan konsumsi minimum. Pada dasarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat. Mislanya, prosi pengeluaran rumah tangga pada tahun 2007 mencapai sekitar 63% pengeluaran agregat. Sedangakan pengeluaran pemerintah 8,3% pengeluaran agregat pada tahun yang sama. Mengingat porsinya yang besar tersebut, maka konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap stabilitas perekonomian. II.

Pokok Masalah

Perekonomian merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Setiap individu dalam suatu negara pasti tidak akan lepas dari yang bernama ekonomi. Individu-

3

individu tersebut bekerja setiap hari guna memperoleh pendapatan untuk memmenuhi kehidupan mereka sehari-hari. Tingginya

tingkat

konsumsi

rumah

tangga

seperti

yang

dicontohkan pada bab latar belakang membuat kita bertanya-tanya apa sebenarnya yang menyebabkan tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Satu hal yang menjadi pokok masalah dari paper ini adalah faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia, yang setiap tahunnya terus meningkat mengalahkan tingkat konsumsi (pengeluaran) pemerintah.

III. berkaitan

Teori yang Terkait dengan

pokok

masalah

yang

telah

dikemukakan

sebelumnya, maka pada bagian ini kami ingin menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan pokok masalah diatas, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi, diantaranya: 1. Faktor ekonomi 2. Faktor demografi 3. Faktor non ekonomi IV.

Pembahasan

Dalam kebanyakan publikasi pemerintah dibedakan dua macam pengeluaan konsumsi, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga yang sering diberi simbol C sebagai singkatan dari consumption expenditure dan pengeluaran konsumsi pemerintah, yang biasa diberi simbol G singkatan dari Government Expenditure. i) Faktor Ekonomi Ada empat faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah: 1. Pendapatan rumah tangga 4

2. Kekayaan rumah tangga 3. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalma masyarakat 4. Tingkat bunga 5. Perkiraan tentang masa depan 6. Kebijakan

pemerintah

mengurangi

ketimpangan

distribusi

pendapatan. 1) Pendapatan rumah tangga Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi pula. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah angga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi makin besar, atau mungkin juga pola hidup makin konsumtif. Contoh sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah. Tetapi jika penghasilan ayah meningkat, beras yang dipilih sudah dinaikkan menjadi beras kelas satu misalnya beras cianjur. Jadi hasrat konsumsi tergantung atas apa yang disebut dengan pendapatan permanen daripada tingkat pendapatan yang berjalan pada satu tahun tertentu. 2) Kekayaan Rumah tangga Tercakup

dalam

pengertian

kekayaan

rumah

tangga

adalah

kekayaan riil dan finansial. Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposabel. 3) Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat Pengeluaran konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh jumlah barang-barang konsumsi tahan lama. Barang-barang tahan lama biasanya harganya mahal, yang untuk memperolehnya dibutuhkan waktu untuk menabung. Apabila membelinya secara tunai, maka sebelum membeli harus menabung. Namun apabila membelinya secara kredit, maka masa untuk menghemat adalah sesudah pembelian barang. 5

Barang-barang tahan lama seperti mobil, motor, televisi, komputer, laptop, dan lain-lain. 4) Tingkat bunga Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi, baik dilaihat dari sisi keluarga yang mempunyai kelebihan un\ang maupun kekurangan uang. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi semakin mahal, bagi mereka yang ingin meminjam dari bank, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih baik menunda. Hal ini terjadi pada tahun 2007 dimana belum meningkatnya kegiatan sektor riil secara berarti juga sangat erat terkait dengan masih rendahnya tingkat penyaluran kredit perbankan. Hingga Maret 2007 posisi kredit perbankan baru mencapai Rp 794,71 triliun, atau hanya naik sekitar 0,87 persen terhadap posisi kredit pada akhir tahun 2006 (sekitar Rp 787,14 triliun). Dengan posisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sekitar Rp 1.302 trilun pada akhir Maret 2007, maka Loan to Deposits Ratio (LDR) perbankan yang

masih

sekitar

61

persen

menunjukkan

masih

belum

membaiknya ekspansi kredit perbankan secara memadai. Rendahnya ekspansi kredit tidak semata-mata karena keengganan perbankan untuk menyalurkan kredit, tetapi juga karena keraguraguan pelaku usaha memanfaatkan kredit. Hal ini tercermin dari tingginya volume kredit yang sudah disetujui tetapi tidak dicairkan oleh nasabah (undisbursed loan), yang pada akhir tahun 2006 mencapai lebih dari Rp 158 triliun. Tingginya risiko pasar karena iklim usaha yang tidak kondusif, dan juga relatif masih tingginya suku

bunga

kredit

merupakan

faktor-faktor

utama

yang

menurunkan minat pelaku usaha untuk memanfaatkan kredit perbankan. Meskipun tingkat suku bunga kredit terus menurun sehingga sekarang berada pada kisaran sekitar 14,5% untuk kredit investasi 6

dan kredit modal kerja, namun tetap menyebabkan tingginya persepsi risiko kredit macet sampai saat ini. Dengan tingkat suku bunga setinggi itu, jelas tidak akan mudah bagi dunia usaha untuk memperoleh keuntungan yang memadai di tengah persaingan usaha yang sangat tinggi dewasa ini. Selayaknya, dunia perbankan didorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit ke tingkat yang bisa menawarkan keuntungan berinvestasi di sektor riil. sehingga spread antara suku bunga kredit dengan suku bunga deposito tidak terlalu tinggi. Spread suku bunga yang relatif tinggi dewasa ini tidak saja menunjukkan masih tidak efisiennya industri perbankan nasional, tetapi sekaligus mencerminkan kegagalan proses penyehatan perbankan dari sisi intermediasi, meskipun sudah menelan biaya sekitar Rp 650 triliun. Dengan tingkat suku bunga deposito sekitar 8 - 8,5% per tahun, spread suku bunga dewasa ini mencapai sekitar 5.5 – 6%. Padahal di awal tahun 2002 spread suku bunga sempat di sekitar 2 persen. Tingginya persepsi risiko kredit macet juga dikaitkan dengan kurang kondusifnya iklim usaha dan iklim investasi di Indonesia, yang meningkatkan risiko kegagalan jika berhadapan dengan arus globalisasi ekonomi. Semakin memburuknya daya saing industri Indonesia tidak saja tercermin dari indeks nilai tukar perdagangan (term of trade) tetapi juga dari real effective echange rate pada beberapa negara mitra dagang Indonesia. Lemahnya daya saing industri Indonesia tidak saja berhadapan dengan produk-produk China, tetapi juga dengan India, dan bahkan juga dengan Vietnam. Lemahnya dukungan kredit perbankan tehadap sektor riil semakin mengemuka

dengan

kenyataan

bahwa

ekspansi

kredit

lebih

mengarah ke sektor konsumsi. Setelah sempat melemah pada tahun 2006, kredit konsumsi kembali meningkat pada tahun 2007. Dari kenaikan total kredit sebesar 0,87 persen, kenaikan kredit investasi tercatat sebesar 0,7 persen dan kenaikan kredit modal 7

kerja sebesar 0,37 persen. Sedangkan kenaikan kredit konsumsi mencapai 2,21%. 5) Perkiraan tentang masa depan 6) Kebijakan

pemerintah

mengurangi

ketimpangan

distribusi

penapatan ii) Faktor Demografi Jumlah pengeluaran

penduduk

konsumsi

yang

secara

banyak

menyeluruh,

akan

memperbesar

walaupun

rata-rata

pengeluaran per orang atau perkeluarga relatif rendah. Misalnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada

penduduk

Singapura,

tetapi

secara

absolut

tingkat

pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar dari Singapura. Sebab jumlah penduduk Indonesia yang 50 kali lipat dari Singapura. iii) Faktor non ekonomi Faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat. Mislanya saja, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan eika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat. Contoh paling kongkrit di Indonesia adalah berubahnya kebiasaan berbelanja di pasar tradisional ke pasar swalayan.

Kesimpulan Dari teori di atas sudah sangat nampak faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat Indonesia. Banyak sekali masyarakat yang berubah gaya hidupnya karena tingkat pendapatan yang bertambah, pola konsumtif masyarakat pun semakin bertambah pula.

Ditambah

lagi

dengan

sangat

mudahnya

masyarakat

mendapatkan kartu kredit, sehingga dengan mudahnya masyarakat membeli barang yang diinginkan.

8

Saran Dari pembahasan diatas penulis meberi saran agar masyarakat indonesia merubah pola hidupnya menuju pola hidup yang produktif bukan konsumtif. Daftar Pustaka Partadiredja, Ace. Perhitungan PEndapatan Nasional. LP3ES, Jakarta 1985 Rahardja,Pratama, dan Mandala Manurung. Teori Ekonomi Makrosuatu pengantar. R, Soediyono. Ekonomi Makro: Pengantar Analisis Pendapatan Nasional. Penerbit Liberty. Yogyakarta: 1997 Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta: 2005 Sukirno, sadono. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Rajawali Pers. Jakarta: 1995

9

Related Documents