Penelitian Kualitatif Keperawatan :
Implementasikan Range Of Motion Oleh Perawat Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur Di Ruang Ortopedi Wanita Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009
Oleh : 1. Sulastri, S.Kep 2. M. Judha, S.Kep., Ners.
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIK BINA HUSADA PALEMBANG 2009
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilisasi manusia yang ingin serba cepat menimbulkan masalah yang cukup serius karena jumlah kepadatan lalu lintas bertambah sehingga akan berakibat meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data PBB pada tahun 2004, terdapat 20 ribu kasus kecelakaan sekitar 11 ribu di antaranya mengakibatkan jatuh korban meninggal. Kecelakaan tersebut dapat menimbulkan cidera baik cidera ringan maupun cidera berat dan dapat pula menyebakan kecacatan dan bahkan kematian. ( sumber --------) Salah satu ke cacatan fisik dapat berawal dari terjadinya fraktur adalah terputusnya kontinuitan struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet. Fraktur atau patah tulang dapat menimbulkan gangguan fungsi tubuh diantaranya adalah fungsi motorik. Kehilangan fungsi motorik permanen merupakan kondisi yang paling ditakuti oleh sebagian besar pasien (Suryono, dkk, 2008). Salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur femur yang termasuk tiga besar kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil. 1
3
Insiden fraktur femur di USA diperkirakan menimpa satu orang di antara 1000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2002 dalam Rahmasari.com, 2009). Sedangkan di Indonesia dari data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksanaan Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI), pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas, ternyata yang mengalami fraktur femur 249 kasus atau 14,7%. (Isbagio, 2007 dalam Rahmasari, 2009). Pada fraktur femur sering kali dilakukan tindakan pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas dan mengurangi nyeri dan distabilitas, sedangkan setelah dilakukan operasi untuk mengembalikan bentuk dan struktur maupun fungsinya perlu dilakukan latihan /rehabilitasi. Salah satu interversi keperawatan post operasi fraktur yang dapat dilakukan adalah Mobilisasi dasar secara bertahap dapat di mulai dari latihan range of motion (ROM). ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). ROM sebagai bentuk latihan untuk mencegah depormitas sendi dan kontraktur sendi yang dapat menyebabkan pleksi sendi yang permanent. Berdasarkan survey awal yang di lakukan peneliiti terhadap kegiatan ROM belum diimplementasikan secara optimal oleh perawat di ruangan keperawatan di ruang ortopedi wanita. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai implementasikan range of motion oleh perawat pada
4
pasien post operasi fraktur femur di ruangan ruang ortopedi wanita Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Bagaimana implementasikan range of motion oleh perawat pada pasien post operasi fraktur femur di ruangan ruang ortopedi wanita Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka pertanyaan penelitianya adalah bagaimana implementasikan range of motion pada pasien post operasi fraktur femur di ruang ortopedi wanita Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Memperoleh informasi yang mendalam tentang implementasikan range of
motion secara dini oleh perawat pada pasien post operasi fraktur femur di ruangan ruang ortopedi wanita Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1. Diperolehnya informasi yang mendalam mengenai ROM aktif yang di lakukan oleh pasien yang dibimbing oleh perawat di ruangan keperawatan ruang ortopedi wanita?
5
1.4.2.2. Diperolehnya informasi yang mendalam mengenai ROM pasif yang di lakukan oleh pasien yang di bantu oleh perawat di ruangan keperawatan ruang ortopedi wanita?
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan berkaitan dilakukanya ROM secara dini terhadap pasien fraktur femur.
1.5.2
Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan berhubungan dengan pasien post operasi fraktur femur.
1.5.3
Bagi Peneliti Penelitian ini memberi pengalaman dan menambah pengetahuan peneliti.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk memperoleh informasi yang mendalam mengenai belum di implementasikan range of motion secara dini pasien post operasi fraktur femur. Penelitian ini di lakukan pada perawat pelaksana dan pasien post operasi fraktur femur di ruangan perawatan ruang ortopedi wanita Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ROM Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008). Latihan range of motion (ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal (Arif, M, 2008).
2.1.1 Klasifikasi latihan ROM, meliputi:
7
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan 6 menggerakkan kaki pasien. Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif .
2.1.2 Tujuan ROM 1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot 2. Memelihara mobilitas persendian 3. Merangsang sirkulasi darah 4. Mencegah ke lainan bentuk
2.1.3 Perinsip Dasar Latihan ROM 1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari 2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
8
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring. 4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki. 5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit. 6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.
2.1.4. Manfaat ROM 1. Memperbaiki tonus otot 2. Meningkatkan mobilisasi sendi 3. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan 4. Meningkatkan massa otot 5. Mengurangi kehilangan tulang
2.2. Post operatif fraktur femur Teori Oswari, (2000) dalam Saryono, dkk (2008) yang mengatakan bahwa setelah 3-4 hari pasien post operasi fraktur femur harus mampu meninggalkan tempat tidur jika pasien terlalu selalu takut untuk melakukan mobilisasi maka proses penyembuhan akan lama jadi untuk mengatasi hal ini peran perawat sangan di butuhkan agar pasien mau dan tidak menolak untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi
9
dasar dapat di mulai melalui Bantu pasien melakukan rentang gerak sendi (ROM pasif), minta pasien untuk melakukan rentang gerak sendi secara mandiri (ROM aktif), dan Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan. Pasien dapat berjalan mengunakan alat Bantu Pin, sekrup dan batang yang di gunakan sebagai fiksasi interna di rancang untuk dapat mempertahankan posisi tulang sampai terjadi penulangan. Alat-alat tersebut di rancang tidak untuk menahan berat badan dan dapat melengkung, longgar, patah bilah mendapat beban stres.
2..2.1. ROM pasif post operasi fraktur femur Teori Oswari, (2000) dalam Saryono, dkk (2008) perawat membantu pasien pascaoperatif fraktur femur melakukan Latihan ROM pasif dan menganti posisi akan meningkatkan aliran darah ke ekstermitas sehingga stasis berkurang. kontraksi otot kaki bagian bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit terbentuknya bekuan darah. perawat membantu pasien melakukan latihan ini setiap 2 jam sekali saat klien terjaga. perawat membantu pasien pascaoperatif fraktur femur melakukan Latihan ROM pasif dengan cara atur posisi pasien terlentang, rotasikan kedua pergelangan kaki membentuk lingkaran penuh, lakukan dorsofleksi dan flantar fleksi secara bergantian pada kedua kaki klien, lanjutkan latihan dengan melakukan fleksi dan ekstensi lutut cecara bergantian, mengangkat kedua telapak kaki klien secara tegak lurus dari permukaan tempat tidur secara bergantian.
10
Menurut Suddarth & Brunner, (2002) latihan ini di lakukan untuk mengurangi efek imobilisasi pada pasien di lakukan ROM pasif dengan latihan isometrik otot-otot di bagian yang di imobilisasi latihan kuadrisep dan latihan gluteal dapat membantu mempertahankan kelompok otot besar yang penting untuk berjalan. Latihan aktif dan beban berat badan pada bagian tubuh yang tidak mengalami cedera dapat mencegah terjadinya atrofi otot.
2.2.2. ROM aktif post operasi fraktur femur Pasien yang telah dilakukan operasi fraktur femur seringkali dapat menimbulkan permasalahan adanya luka operasi pada jaringan lunak dapat menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan fibrosis pada otot sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi terdekat. Latihan rentang gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi fraktur femur, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang di perlukan untuk pempercepat proses penyembuhan. Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani mengerakan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. pandangan yang seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang peristaltik usus sehingga pasien cepat platus, menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi, memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
11
dekubitus. Menurut Garrison, (2002) Pedoman perawatan pasca bedah fraktur femur Sering kali di perlukan intervensi bedah ORIF dengan mengunakan sekrup dan plate pada hari ke 2-3 latihan aktif (ROM) yang di bantu dapat dimulai dari bidang anatomi yang normal, pada hari ke 4 berjalanlah pada cara berjalan tiga titik dengan kruk axilla pembantu berjalan standar dan kemudian penahan berat badan sesuai toleransi. 2.2.3. Penelitian terkait Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh Astuti pada tahun 2006, setelah di lakuakan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate dan screw. Setelah di lakukan 6 kali latihan didapatkan: 1) Nyeri berkurang dan tidak timbul nyeri 2) Range of motion (ROM) panggul kanan aktif dan pasif, sedangkan untuk lutut kanan aktif nilai kekuatan otot meningkat 4) Berkurangnya bengkak (oedema) dari nyeri ringan sampai tidak timbul nyeri telah mengalami penurunan 5) Aktifitas fungsional telah meningkat dan dapat dievaluasi bahwa pasien dalam aktifitas sehari-hari sudah dapat berjalan sendiri biarpun masih dengan bantuan alat yaitu kruk.
2.3. Proses Keperawatan Pascaoperasi 2.3.1. Pengkajian
12
Menurut Suddarth & Brunner (2002) pengkajian yang di lakukan pasca operatif bedah ortopedi, yaitu perawat mengkaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, pROMosi kesehatan dan mobilisasi. 2.3.2. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur pembedahan dan pembengkakan. 2. Potensial terhadap perubahan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan pembengkakan, gangguan peredaran darah. 3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, pembengkakan dan prosedur pembedahan.
2.3.3. Perencanaan dan implementasi Sasaran utama pasien setelah pembedahan ortopedi dapat meliputi pengurangan nyeri, perpusi jaringan yang adekuat, peningkatan mobilitas dan lain-lain. 2.3.4 Intevensi Keperawatan -
Meredakan nyeri, setelah pembedahan ortopedi nyeri mungkin sangat berat, edema dan lain-lain. tersedia beberapa pendekatan farmakologik berganda terhadap penatalaksanaan nyeri. Selain
pendekatan farmakologik untuk
mengontrol nyeri, peningian ekstermitas yang dioperasi dan kompres dingin untuk mengontrol nyeri yang di timbulkan. -
Memelihara perfusi jaringan, Diet yang seimbang dengan protein dan vitamin yang adekuat sangat diperlukan untuk kesehatan jaringan dan penyembuhan luka.
13
-
Menurut (Potter & Perry, 2005), mobilisasi dapat di lakukan dengan range of motion aktif. 1. Leher, spina, serfikal Fleksi
: Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°
Ekstensi
: Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45° Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap bahu, rentang 40-45° Rotasi
: Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler, rentang 180°
Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 2. Bahu Fleksi
: Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala, rentang 180°
Ekstensi
: Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang 180°
Hiperektensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60° Abduksi
: Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala, rentang 180°
Adduksi
:
Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin, rentang 320°
14
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang, rentang 90° Rotasi luar
: Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360° Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 3. Siku Fleksi
:
Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
Ektensi
:
Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°
4. Lengan bawah Supinasi
: Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas, rentang 70-90°
Pronasi
: Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah, rentang 70-90°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 5. Pergelangan tangan Fleksi
: Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, rentang 80-90°
Ekstensi
: Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama, rentang 80-90°
15
Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin, rentang 89-90° Abduksi
: Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30°
Adduksi
: Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 6. Jari- jari tangan Fleksi
: Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi
: Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang 30-60° Abduksi
: Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, rentang 30°
Adduksi
: Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 7. Ibu jari Fleksi
: Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, rentang 90°
Ekstensi
: menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90°
Abduksi
:
Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi
:
Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
16
Oposisi
: Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 8. Pinggul Fleksi
:
Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi
:
Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain, rentang 90-120°
Hiperekstensi :
Mengerakan
tungkai
ke
belakang
tubuh,
rentang
30-50° Abduksi
:
Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°
Adduksi
:
Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika mungkin, rentang 30-50°
Rotasi dalam :
Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain, rentang 90°
Rotasi luar
: Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 9. Lutut Fleksi
: Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°
Ekstensi
:Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
17
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 10. Mata kaki Dorsifleksi
: Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas, rentang 20-30°
Flantarfleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah, rentang 45-50° Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 11. Kaki Inversi
:
Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
Eversi
:
Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali. 12. Jari-Jari Kaki Fleksi
: Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi
: Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi
: Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15°
Adduksi
: Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
2.4. Prinsip Penanganan Fraktur 1. Recognition
18
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai, untuk pengobatan dan menghindari komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesuai pengobatan.
2. Reduction Reduksi fraktur (setting fraktur) berarti mengembalikan frakmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada kebanyakan kasus reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cederah sudah mengalami penyembuhan. 3. Retention Teknis penatalaksanaan yang digunakan adalah mengistirahatkan tulang yang mengalami fraktur dengan tujuan penyatuan yang lebih cepat antara frakmen tulang yang mengalami fraktur. 4. Rehabilition Program rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada fungsinya agar aktifitas dapat dilakukan kembali. Latihan isometik dan setting otot di usahakan untuk meminimalkan atropi disuse dan meningkatkan peredaran darah, aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. pengembalian pada aktifitas semula
19
diusahakan batasan terapetik. Biasanya fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang mempekirakan stabilitas fiksasi fraktur, mementukan luasnya gerakan dan stres pada ektermitas yang diperbolehkan, menentukan tingkat aktifitas dan beban berat badan.
2.5. Keperawatan 2.5.1 Definisi Keperawatan Menurut Wiedenback dalam Lumenta, (1989) dalam Viwawa, (2009), perawat adalah seseorang yang mempunyai profesi berdasarkan pengetahuan ilmiah, keterampilan serta sikap kerja yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan pengabdian. Sedangkan menurut Karsinah dalam Viwawa.com (2009) perawat adalah seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologis sosial, spiritual yang di tunjukan ke pada individu, keluarga dan masyarakat.
2.5.2. Peran perawat Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali
kesehatanya
melalui
proses
penyembuhan.
Proses
penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari suatu penyakit tertentu, sekalipun tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan. Perawat membantu rehabilitasi proses dimana individu kembali ke tingkat pungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, dan lain-lain sering kali
20
mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perawat sebagai pelaksana keperawatan atau pemberian bantuan dengan klien atau masyarakat sebagai penerima bantuan. Untuk dapat memberi bantuan yang sesuai dengan ke butuhan klien atau masyarakat, perawat perlu memperhatikan nilai sosial yang terkait erat dalam ciri profesi yaitu: - Penguasaan pengetahuan yang mendalam - Keterampilan teknis atau motoris yang matang, yang di peroleh dari proses belajar mengajar di lahan praktik, dalam situasi nyata. - Sikap pribadi dan profesional dalam pemberian pelayanan
2.6. Implementasi Keperawatan Implementasi Keperawatan adalah prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan ke perawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & potter, 2005).
21
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir Berkaitan dengan upaya mengatasi masalah yang timbul pada pasien post operasi fraktur femur di perlukan implementasi range of motion pasif dan aktif secara sistematis/berurutan (Teori Oswari, 2000 dalam Saryono, dkk, 2008).
Gambar 3.1 Kerangka pikir Analisis Implementasi Range of Motion Aktif Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur
Implementasi Range of motion aktif Post operasi fraktur femur Implementasi Range of motion pasif
22
3.2 Definisi Istilah 39 Suatu tindakan yang di lakukan perawat 1. Implementasi range of motion adalah dalam penerapan latihan range of motion pada klien post operasi frakrur femur. 2. Range of motion aktif adalah Perawat memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. 3. Range of motion pasif adalah latihan Rentang gerak sendi yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakanya.
40
23
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang diberikan menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Desain penelitian ini digunakan untuk mengatahui lebih dalam mengenai latihan ROM pasif dan aktif yang di lakukan oleh perawat pada pasien pada pasien post operasi fraktur femur.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di ruangan ROW Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang akan dilaksanakan pada bulan juni 2009.
4.3 Sumber Informasi Sumber informasi atau informan dalam penelitian ini adalah : 1. Kepala ruangan ROW di Rumah Sakit Umum Palembang
24 24
2. Perawat ruangan yang telah berkerja lebih dari 4 tahun, sudah menjadi pegawai tetap, berpendidikan D3 dan absen tidak kurang dari 75% di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. 3. Pasien yang di rawat di ruang ROW tidak kurang dari 3 hari, post operasi fraktur femur di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Tabel 4.1 Informasi yang ingin diperoleh No Responden
Informasi yang ingin di peroleh
1
1.
Kepala ruangan
kebijakan atau SOP untuk di lakukanya ROM aktif dan pasif
2. pengawasan
pada
perawat
dalam
implementasi ROM aktif dan pasif 3. lama rawatinap pasien yang di lakukan latihan ROM aktif dan pasif 4. faktor penghambant implementasi ROM aktif dan pasif 2
Perawat pelaksana
5. cara mengatasi hambatan tersebut 6. Latihan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur: •
cara-cara melakukan latihan ROM aktif
•
tujuan di lakukan ROM aktif
•
Manfaat di lakukan ROM aktif
•
Prinsip-prinsip latihan ROM aktif
•
Faktor- faktor yang mendukung di
25
lakukan latihan ROM aktif •
Faktor-faktor yang menghambat di lakukan ROM aktif
•
Cara mengatasi hambatan tersebut
3. Latihan ROM pasif pada pasien yang diimobilisasi sebelum operasi fraktur femur yang di bantu oleh perawat sesuai toleransi. •
Cara-cara melakukan latihan ROM pasif
•
Manfaat di lakukan ROM pasif pada pasien yang diimobilisasi
•
Faktor- faktor yang mendukung di lakukan latihan ROM pasif
•
Faktor-faktor
yang
menghambat
di
lakukan ROM pasif • 3
Cara mengatasi hambatan untuk di
lakukan ROM pasif Pasien post operasi fraktur femur 7. Latihan ROM aktif post operasi fraktur femur: •
Cara-cara
perawat
mengintruksikan
kepada pasien untuk melakukan Latihan rentang gerak sendi aktif. •
Manfaat yang di rasakan setelah di lakukan gerakan rentang gerak sendi.
•
Latihan ROM yang di lakukan dalam sehari.
•
Peran
perawat
dalam
memberikan
26
latihan rentang gerak sendi. •
Hubungan perawat dengan klien (trust) selama dirawat di ruangan.
8. ROM pasif sebelum operasi fraktur femur yang di bantu oleh perawat sesuai toleransi. •
Gerakan-gerakan yang di bantu oleh perawat pada pasien yang diimobilisasi.
•
Manfaat yang di rasakan pasien setelah di lakukan latihan rentang gerak sendi fasif yang di bantu oleh perawat.
•
Gerakan rentang gerak sendi yan gdi lakukandalam sehari.
•
Peran
perawat
dalam
memberikan
latihan rentang gerak sendi. •
Hubungan perawat dengan klien (trust) selama di rawat di ruangan.
4.4 Metode Pengumpulan Informasi Informasi yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Dalam pengumpulan informasi teknik penelitian dilakukan
27
secara bersamaan. Pada saat setelah wawancara mendalam dilakukan dengan informan yang dilakukan juga observasi langsung terhadap informan.
Tabel 4.2 Sumber, Metode dan Jumlah Informan
No
Sumber Informasi
1
Kepala Ruangan
2 3
Perawat ROW Pasien ROW
Metode Wawancara Observasi mendalam 1
3 3 Total Informan
Jumlah 1
3 3
3 3 7
4.5. Jenis dan Keabsahan Informasi. Informasi yang akan dikumpulkan merupakan informasi primer. Informasi ini diperoleh langsung dari informan dengan wawancara mendalam serta observasi langsung peneliti terhadap pelayanan keperawatan range of motion. Untuk menjamin keabsahan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan : 1. Triangulasi sumber dengan pengecekan ulang antara informan yang satu dengan yang lainnya. 2. Triangulasi metode yaitu dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi.
28
4.6 Analisis Informasi Analisis pada penelitian ini menggunakan content analisys yaitu suatu metode penganalisaan
terhadap
informan
yang
didapat
dengan
menjabarkan
dan
menginterprestasikan isi pembicaraan yang diberikan dengan radio kaset lalu dicatat kemudian dibuat matrik dan transkrip, setelah itu dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
29
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran umum lokasi penelitian Pembangunan RSUP Palembang dimulai pada tahun 1953 yang dibiayai oleh pemerintah pusat atas gagasan Menteri Kesehatan RI yang saat itu dijabat oleh dr. Mohammad Ali. Adapun pertimbangan untuk membangun rumah sakit tersebut karena pada saat itu belum adanya rumah sakit yang memadai, sedangkan penduduk sumatera bagian selatan yang terdiri dari propinsi Lampung, Jambi, dan Bengkulu saat itu mencapai 5 juta jiwa. Setelah sebagian pembangunan diselesaikan, maka pada tanggal 3 Januari 1957 dimulailah operasionalisasi pelayanan untuk pertama kali dan dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah mulai berfungsinya RSUP Palembang, walaupun masih terbatas pada tahap pemberian pelayanan rawat jalan meliputi : a) Poliklinik Penyakit Dalam, b) Poliklinik Penyakit Bedah, c) Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin, d) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, e) Poliklinik Penyakit THT, f) Poliklinik Penyakit Anak serta Pelayanan Laboratorium dan Apotik Adapun Falsafah rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang, yaitu :
30
1. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan bertanggung jawab yang berkoordinasi dengan disiplin ilmu lain yang terkait. Pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien yaitu bio, psiko, sosial dan spiritual oleh tenaga yang professional tanpa membedakan suku, agama dan status sosial serta saling menghargai. 2. Mengupayakan kesembuhan penderita, penanggulangan kedaruratan dan mencegah resiko dengan memenuhi standar profesi serta pengembangan SDM dan fasilitas yang sesuai standar. Misi rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang, yaitu : a. Menyelenggaran pelayanan kesehatan yang komprehensif dan berkwalitas tinggi. b. Menyelenggarakan jasa pendidikan dan penelitian dalam bidang kedokteran, keperawatan dan kesehatan lainnya. c. Menjadi pusat pROMosi kesehatan. Tujuan dari rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang yaitu : a) Meningkatkan derajat kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. b) Meningkatkan citra pelayanan pemerintah kepada masyarakat dibidang kesehatan. c) Menghasilkan tenaga dari spesialis, kesehatan yang berkwalitas serta bermoral tinggi.
31
5.2 Karakteristik informasi 5.2.1
Peserta wawancara mendalam Wawancara mendalam atau in-depth interview merupakan salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif, dimana wawancara dilakukan antara seorang informan dengan pewawancara yang ditandai dengan penggalian yang mendalam dan menggunakan pertanyaan yang terbuka tentang implementasi renge of motion oleh perawat post operasi fraktur femur. Informan dalam wawancara mendalam adalah kepala ruangan berjumlah satu orang, perawat yang telah berkerja lebih dari 4 tahun, sudah menjadi pegawai tetap, berpendidikan D3 berjumlah 3 orang, pasien post operasi fraktuf femur yang di rawat di ruangan ROW lebih dari 2 hari sebanyak 3 orang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini: Table 5.1 Karakteristik informan wawancara mendalam menurut jenis kelamin, umur dan pendidikan di ruangan ortopedi wanita rumah sakit Dr. Mohamad Hoesin palembang 2009
No 1
Informan 001
Masa kerja 21 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Pendidikan D3
Keterangan Kepala ruangan
2
002
6 tahun
Perempuan
D3
Perawat ruangan
3
003
6 tahun
Perempuan
D3
Perawat ruangan
32
4
004
16 tahun
Laki-laki
D3
Perawat ruangan
Tabel 5.2 Karakteristik informan wawancara mendalam menurut jenis kelamin, umur dan pendidikan di ruangan ortopedi wanita rumah sakit Dr. Mohamad Hoesin Palembang 2009
No
Informan
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Keterangan
1
005
27
Laki-laki
SMU
Klien
2
006
28
Laki-laki
SMP
Klien
3
007
25
Laki-laki
SMU
Klien
5.2.2 peserta observasi partisipasi Dalam penelitian ini menggunakan observasi dimana pengamat benar-benar melihat kegiatan-kegiatan yang di lakukan oleh sasaran pengamatan (observer). Peserta pada observasi partisifasi ini adalah pasien post operasi fraktur femur, untuk jelas dapat di lihat dilihat di bawah ini: Tabel 5.3 Karakteristik peserta observasi ROM aktif menurut jenis kelamin, umur dan pendidikan di ruangan ortopedi wanita rumah sakit Dr. Mohamad Hoesin Palembang 2009
33
No
Informan
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Keterangan
1
005
27
Laki-laki
SMU
Klien
2
006
28
Laki-laki
SMP
Klien
3
007
25
Laki-laki
SMU
Klien
Tabel 5.4 Karakteristik peserta observasi ROM pasif menurut jenis kelamin, umur dan pendidikan di ruangan ortopedi wanita rumah sakit Dr. Mohamad Hoesin palembang 2009
No Informan
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Keterangan
1
008
19
Laki-laki
SMU
Klien
2
009
30
Laki-laki
SMP
Klien
3
0010
25
Laki-laki
SMU
Klien
5.3 Hasil wawancara mendalam dan observasi 5.3.1
Implementasi ROM aktif post operasi fraktur femur.
5.3.1.1. Implementasi ROM aktif oleh perawat pada pasien post operasi fraktur femur Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari key imporman tentang pengawasan yang di berikan pada perawat untuk di implementasikan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini:
34
“… adek-adek (perawat pelaksana) kito panggil, sesudah pasien konsul fisioterafi kito anjurkan dan kito tunggui pasien melakukan latihan ROM sampai selesai pasien kito suruh duduk di atas bed, laku kito suruh mengerakgerakan kakinyo gini-gini (mengerakan tungkai bawah fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi internal dan rotasi eksternal ).”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang implementasi ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: ”...Yang yuruh gerak-gerakan kaki dokter, dak ado perawat yang ganjurkan gerak-gerakan kaki.”(005) “… yang ganjurkan gerak-gerak kaki dokter, dak katek perawat yanjurkan gerak-gerak kaki.”(006) “… belum ado perawat yang ganjurkan gerak-gerakan kaki.”(007) Hasil wawancara mendalam dengan perawat pelaksana yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita diimplementasikan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “…yo, kita suruh pasien untuk melakukan ROM aktif ditempat yang sakit.”(002) “… kito suruh pasien melakukan ROM aktif.”(003) “… kita anjurkan gerakan ROM aktif ini pada pasien.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan bahwa tidak ada perawat yang mengimplementasikan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur dan tidak ada pasien dan keluarga yang memperhatikan perawat saat memberikan penjelasan tentang ROM aktif. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang mengatakan di implementasikan ROM aktif pada pasien post operasi
35
fraktur femur. hal ini berbeda dengan hasil wawancara mendalam dengan key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang mengatakan tidak ada perawat yang menganjurkan mengerak-gerakan kaki (ROM aktif) hal ini tidak di dukung oleh hasil observasi bahwasanya belum di implementasikanya ROM aktif post operasi fraktur femur. 5.3.1.2 Gerakan ROM aktif oleh perawat Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang kebijakan & cara latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “…SOPyo ado, disini kami kasih tau pada pasien setelah di operasi kakinyo di mobilisasi kakinyo di gerak-gerakan macam ini, duduk di atas bed & laku kito suruh mengerak-gerakan kakinyo gini-gini (mengerakan tungkai bawah fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi internal dan rotasi eksternal”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang cara atihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Gerak-gerakan di maen-maekan cak ini supayo dak kaku, di gerakgerakan ke kiri, ke kanan, di tekuk, cak biaso-biaso.”(005) “… di putar-puter kak, di angkat ke pucuk, di gerakan ke kiri ke kanan lalu di luruskan lagi.”(006) “… angkat kaki ke pucuk, ke bawah, di gerakan ke samping kiri, ke kanan dan di tekukkan cak ini.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang cara latihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini:
36
“… mengerakan tungkai ke depan dan keatas, kesamping dan kebelakang tubuh, memutar kearah dalam dan luar, mengerakan tumit ke belakang paha, mengembalikan tungkai ke posisi semula, jari-jari kaki menekuk keatas dan bawah, memutar telapak kaki kesamping dalam dan luar .”(002) “… memiringkan kepala kesamping kiri dan kanan, memutar, angkat bahu kepucuk, kebawah, angkat lengan ke samping dan luruskan lagi, gerakan siku ke depan dan luruskan, gerakkan tungki ke depan, kepucuk, belakang, ke samping dan luruskan, gerakkan tumit ke depan, kepucuk dan luruskan, gerakkan jari-jari kaki menghadap kepucuk dan bawah, puter kaki ke samping arah luar, tekuk jari-jari kaki ke bawah dan pucuk terustu luruskan lagi,(003) “…gerakan menekuk kedepan, lurus, kebelakang, Memiringkan ke ka-ki, dan Memutar, Mereggangkan, Merapatkani, Mengerakan tungkai ke depan, atas, Memutar kearah dalam, keluar, Mengerakan tumit ke arah belakang paha pada persendian.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan bahwa tidak ada perawat yang mendampingi dan memberikan contoh pada pasien untuk melakukan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur dan di dapatkan sebagian pasien melakukan ROM aktif atas intruksi tenaga ke sehatan lain. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) dalam melakukan ROM aktif dengan cara mengerakan tungkai ke depan dan keatas, kesamping dan kebelakang, memutar ke dalam dan luar, mengerakan tumit ke belakang paha, mengembalikan tungkai ke posisi semula, jari-jari kaki menekuk keatas dan bawah, memutar telapak kaki kesamping dalam dan luar, hal ini di dukung oleh adanya pasien yang melakukan ROM aktif atas instruksi tenaga medis lain, tidak ada perawat yang mendampingi dan memberikan contoh pada pasien untuk melakukan ROM aktif. 5.3.1.3. Tujuan latihan ROM aktif
37
Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari informan tentang lama perawatan pada pasien post operasi fraktur femur yang di lakukan latihan ROM aktif. dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… tergantung sih.. ado yang cepat kereng lukonyo, kalu obatnyo bagus, di lakukan ROM dio cepat kering lamo perawatanyo kurang lebih 10 hari dio sudah boleh balek.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang tujuan atihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Supaya cepat sembuh dan tidak kaku katanya.”(005) “… Supayo cepat sembuh, supayo idak kaku dan dapat berjalan seperti semula.”(006) “… Supayah cepat sembuh dan tidak kaku katanya.”(007) Hasil wawancara mendalam dengan informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang tujuan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “…untuk mempercepat penyembuhan, supaya tidak terjadi depormitas dan mencegah kekakuan sendi.”(002) “… biar sirkulasi darahnya lancar, biar otot-ototnya kuat, biar tidak kaku saat bergerak.”(003) ”...untuk mempertahankan kekuatan otot, mengembalikan fungsi persendian, memperlancar peredara darah dan mencegah kelainan bentuk”(004) Dari hasil observasi di dapatkan bahwa tidak ada perawat yang menjelaskan tujuan di lakukan latihan pada pasien poast operasi fraktur femur dan di dapatkan adanya tenaga kesehatan lain yang menjelaskan pada pasien tujuan di lakukan ROM. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala
38
ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan tujuan ROM aktif adalah Untuk mempercepat proses penyembuhan hal ini seiringan dengan hasil observasi di dapatkan adanya tenaga kesehatan lain yang memberi penjelasan tetang tujuan ROM aktif dan dari hasil observasi di dapatkan juga tidak adanya peran perawat dalam memberikan penjelasan tentang tujuan di lakukan ROM aktif. 5.3.1.4. Manfaat latihan ROM aktif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang manfaat latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… abes latihan dak sakit lagi, kakinyo lembut dan bengkaknyo gempes.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang manfaat yang di rasakan setelah latihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Agak enaklah, agak lumayan jugo, agak mendengan dak kaku lagi dan agak yaman.”(005) “… Yo agak lemak jugok, dak kaku lagi.”(006) “… Yo agak lemak jugo, kakunyo agak bekurang, makin hari.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… mengembalikan fungsi-fugsi otot, tulang, memperlancar peredaran darah, dan mencegah kelainan bentuk seperti pengecilan otot.”(002) “…pergerakanya meningkat, memperbaiki tonus otot dan mencegah kelainan bentuk.”(003)
39
“…persendianya tidak terasa kaku, bengkaknya mengecil dan tidak merasa nyeri.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan hal tersebut di dukung oleh hasil observasi adanya rentang gerak sendi klien tampak kakuya berkurang, tidak adanya odem pada ekstermitas, ekspresi wajah klien yang tenang saat melakukan ROM aktif di samping itu di dapatkan juga tidak ada perawat yang menjelaskan tentang manfaat di lakukan latihan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) dan yang di rasakan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan manfaat latihan ROM aktif adalah
persendian tidak terasa kaku,
bengkaknya mengecil, memperlancar peredaran darah, dan tidak merasa nyeri, hal ini sejalan dengan hasil obserpasi di dapatkan adanya rentang gerak sendi klien tampak kakuya berkurang, tidak adanya odem pada ekstermitas, ekspresi wajah klien yang tenang saat melakukan ROM aktif, hal ini tidak di dukung oleh hasil observasi dengan perawat di dapatkan juga tidak ada perawat yang menjelaskan tentang manfaat di lakukan latihan ROM aktif pada pasien poast operasi fraktur femur. 5.3.1.5. Prinsif-prinsif range of motion aktif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang prinsip-prinsip latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… Sekali pagi-pagi cak jam 10 sesudah kito ganti perban, injeksi, pasien sudah makan.”(001)
40
Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang kapan dan berapakali latihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Terserah aku, kalu beraso capek berenti gerakenyo kalu dak capek gerakan lagi.”(005) “… Sejak kemarinlah (hari ke dua setelah operasi).”(006) “… Pagi dengan sore cak jam 9 pagi dengan jam 4 sore di gerakan 2 kali sehari.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang prinsip-prinsip latihan ROM aktif post operasi fraktur femur, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… pasien yang mampu mengerakan tungkainya sendiri, dilakukan latihan saat pasien santai, biasanya di lakukan ROM post operasi fraktur femur setelah operasi 5 hari atau satu minggu itu mungkin dampak cederanya minimal karena ini berhubungan dengan tulang, kita anjurkan pasien untuk melakukan latihan ROM sesering mungki .”(002) “…biasa di lakukan pada bagian yang sakit, di lakukan setiap hari dimulai pada hari ke tiga, kita anjurkan pada pasien untuk lebih sering melakukan gerakan ROM.”(003) “… gerakan ROM harus di ulang minimal dua kali, ROM di lakukan berlahan dan hati-hati, pada persendian dapat di lakukan ROM, ROM di lakukan setelah semua perawatan rutin telah di lakukan, biasa di lakukan setelah pasien dari kamar operasi langsung kami anjurkan pasien melakukan latihan ROM, kami anjurkan pada pasien untuk mengerakan kaki berulang mungkin jadi sesereng mungkin.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan belum ada perawat yang menerapkan prinsipprinsip latihan ROM aktif. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala
41
ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan gerakan ROM aktif di lakuakan minimal 1 kali sehari, ROM di lakukan berlahan dan hati-hati, pada persendian dapat di lakukan ROM, ROM di lakukan setelah semua perawatan rutin telah di lakukan, biasa di lakukan setelah pasien dari kamar operasi langsung kami anjurkan pasien melakukan latihan ROM aktif. Hal ini belum di dukung oleh hasil observasi di dapatkan belum ada perawat yang menerapkan prinsip-prinsip latihan ROM aktif padapasien post operasi fraktur femur.
5.3.1.6. Faktor pendukung dilakukan latihan ROM aktif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang faktor pendukung diimplementasikan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… SOPyo ado, disini kami kasih tau pada pasien setelah di operasi kakinyo di mobilisasi kakinyo di gerak-gerakan macam ini (gerakan tungkai fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi internal dan rotasi eksternal).”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang peran perawat di ruangan ortopedi wanita ROM, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… baek, perhatian, suka genjok obat, yuntek yo perhatianlah yo cak itulah.”(005) “… yo mersekan luko-luko, memberi obat, gasih suntekan yo cak itube tiap pagi.’’(006) “… peran perawat di ruangan ini baguslah, galak nolong, genjuk obat, yuntek, kalu di panggil cepat dio datang.”(007)
42
Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… perawat selalu siap untuk membantu pasien untuk melakukan latihan ROM aktif dan pasif, kemauan dan semangat pasien itu sendiri untuk melakukan latihan ROM untuk cepat sembuh, kemauan keluarga pasien untuk memberi semangat untuk latihan.”(002) “… kami selalu membantu pasien untuk mempercepat proses penyembuhanya baik itu latihan ROM pasif maupun ROM aktif, kemauan pasien dan keluarga untuk cepat sembuh.”(003) “…kami sebagai perawat selalu siap membantu dan menolong pasien untuk mempercepat proses penyembuhanya, keinginan dari pasien itu sendiri untuk sembuh, kemauan keluarga untuk terlibat dalam membantu pasien untuk melakukan latihan ROM.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan terjalinya komunikasi yang baik antara perawat dengan klien dan adaya SOP di ruangan yang mendukung untuk di implementasiaknya ROM aktif post operasi fraktur femur. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan informasi dari informan (perawat pelaksana) dan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan faktor pendukung latihan ROM aktif adalah di butuhkan peran perawat, klien dan keluarga untuk di implementasikan ROM aktif. Hal ini didukung oleh hasil observasi di dapatkan terjalinya komunikasi yang baik antara perawat dengan klien dan adaya SOP di ruangan yang mendukung untuk di implementasiaknya ROM aktif fraktur femur. 5.3.1.7. Faktor penghambat latihan ROM aktif
post operasi
43
Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang faktor penghambat implementasi ROM aktif latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… dak pulo ado kendala paleng-paling pasien takut sakit, pasien itu malas melakukenyo takut sakit.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang faktor penghambat di lakukan latihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Agak kaku gangkat-gangkat dan idak ado raso takut untuk gerak-gerakan kaki.”(005) “… Ado perasaan takut gilu, menyut, yo perasaan itula yang di takutke.”(006) “… agak kaku waktu nak gerakan kakitu.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… dari pasien itu sendiri, pasien merasa takut saat akan melakukan gerakan karena dia takut nyeri dan dari keluarga pasien tidak mau membantu pasien karena mereka ingin semuanya di Bantu perawat.” (002) “… baisanya pasien dan ke luarganya takut mengerakan kakinya karena dia takut nyeri dan takut luka operasinya lambat sembuh.”(003) “... tidak ada hambatan kalaw pasien mau melakukan, nah itukan tidak terlalu menyulikan pasien dan kadang-kadang pasien dan keluarganya semangat bertanya-tanya tentang gerakan ROM aktif.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan tidak ada perawat yang merencanakan latihaan ROM pada pasien post operasi fraktur femur.
44
Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) dan yang di rasakan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan faktor penghambat latihan ROM aktif adalah pasien dan ke luarga takut mengerakan kaki karena takut nyeri dan kaku saat akan mengerakan kaki. Hal ini tidak sejalan dengan hasil observasi di dapatkan sebagian perawat tidak merencanakan latihaan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur. 5.3.1.8. Cara mengatasi hambatan di lakukan ROM aktif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang cara mengatasi hambat diimplementasi ROM aktif latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: ‘‘… Kito bujuk dan enjuk pandangan idak apo-apo pak kito latihan sedikit kalu sering di latih lembutkan kakinyo dak kaku lagi, kalu sudah di gerakan gempes bengkakyo.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang cara pasien mengatasi hambatan di lakukan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… gerak-gerakan kaki pelan-pelan gangkatnyo, duduk sudah capek guling lagi gerakan lagi kaki.”(005) “… yo kito kejutkan be.. langsung be kito gerak-gerake nak duduk-duduk langsung gerakan be kakitu.”(006) “… langsung kito gerakan kaki careno kito pengen cepat sembuh.”(007)
45
Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang cara mengatasi hambatan di implementasikan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… biasanya kami memberikan komunikasi terapetik, nasihat dan pengertian tentang manfaat latihan ROM aktif pada pasien dan keluarga bahwa latihan ini sangat berguna untuk mempercepat penyembuhan dan dapat mengurangi resiko kecacatan, kami berikan contoh dari setiap gerakan ROM aktif setelah itu kami pantau pasien untuk melakukan gerakan ROM sampai dia mau pulang.”(002) “… biasanya kami memberi penjelasan tentang manfaat dari latihan ROM aktif pada pasien dan keluarga lalu kita dampingi pasien untuk melakukan latihan ROM aktif.”(003) “… kami jelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang manfaat di lakukan latihan ROM aktif agar pasien mau melakukan gerakan secara mandiri dan keluarganya mau mendampinginya.” (004) Dari hasil observasi di dapatkan tidak ada upaya perawat dalam menyakinkan pasien dan keluarga latihan ROM untuk meningkatkan mobilisasi pada ekstermitas yang sakit dan tidak melibatkan keluarga dalam perencanakan latihan ROM aktif post operasi fraktur femur. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan memberi penjelasan dan memberikan contoh latihan ROM aktif. hal ini tidak sejalan dengan hasil wawancara mendalam dengan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) dan hasil observasi tidak ada upaya perawat dalam menyakinkan pasien dan keluarga untuk latihan ROM untuk meningkatkan mobilisasi pada ekstermitas yang sakit dan tidak melibatkan keluarga dalam perencanakan latihan ROM aktif post operasi fraktur femur.
46
5.3.2
Implementasi ROM pasif post operasi fraktur femur.
5.3.2.1 Implementasi ROM fasif post operasi fraktur femur oleh perawat Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang pengawasan yang di berikan pada perawat pelaksana agar mengimplementasikan ROM pasif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… Adek-adekkan di panggil, kito lemeskan tapak kaki kito pegang tapak kaki, kito gerak-gerakan ke arah dalam, kearah luar, kagek begantian melat X hnihnyo, dio latihan fisioterafi jugok nah sudah fisioterafi kito latih pulo di sini.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang implemnentasi ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “ yo, Dak katek perawat Bantu gerak-gerakan kaki, paleng waktu ganti perban di angkatyo kaki.”(005) “… yo ado, dokter, belum ado perawat Bantu gerak-gerakan kaki aku.”(006) “… ado, Dak pernah perawat Bantu gerak-gerakan kaki aku.” (007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang implementasi ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… kami Bantu pasien mengerak-gerakan tungkai yang sakit.”(002) “… yo, kito Bantu pasien mengerak.”(003) “… selulu kita lakukan ROM pasif pada pasien yang memutuhkanya.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan bahwa tidak ada perawat yang membantu mengerak-gerakan kaki klien (ROM pasif) pada pasien post operasi fraktur femur.
47
Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang mengatakan di implementasikan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur sedangkan hasil wawancara mendalam dengan key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang mengatakan tidak ada perawat yang membantu mengerakan kaki klien (ROM pasif). Hal ini di dukung oleh hasil observasi bahwasanyan tidak di implementasikanya ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur. 5.3.2.2. Gerakan rentang gerak sendi pasif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang cara latihan ROM pasif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “…kito lemeskan tapak kaki, kito pegang tapak kaki, kito gerak-gerakan ke arah dalam, kearah luar, kagek begantian melatihnyo(perawat bergantian melakukan ROM pasif) dio latihan fisioterafi jugok nah sudah fisioterafi kito latih pulo di sini .”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang cara atihan ROM pasif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Diangkatyo kaki, di tekuknyo, di gerakkenyo kekanan ke kiri.”(005) “… Di pegangyo kaki kito terus di angkatyo ke pucuk, di gerakenyo kesamping kiri dan kanan lalu di luruskenyo lagi.”(006) “… Kaki di pegangnyo, di gerak-gerak kenyo jari-jari kaki, ke kiri, ke kanan, di tekuk kenyo sudah itu di luruskenyo lagi.”(007)
48
Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang cara latihan ROM pasif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Tangan kiri memegang pergelangan kaki dan tangan kanan memegang jari-jari kaki, tekuk jari-jari kaki kebawah dan keatas, gerakan jari-jari kaki kearah dalam dan luar, rengangkan jari-jari kaki dan rapatkan kembali.”(002) “…Tangan kiri memegang pergelangan kaki dan tangan kanan memegang jari-jari kaki, tekuk kebawah dan keatas, gerakan ke dalam dan luar, rengangkan dan rapatkan kembali jari-jari kaki, tangan kanan memegang bagian pergelangan kaki, menekuk pergelangan kaki ke depan, luruskan, menekuki ke belakang dan luruskan, letakan tangan kiri di atas lutut dan tangan kanan di atas pergelangan kaki, gerakan ke dalam, luruskandan gerakan kaki ke luar.”(003) “…Tangan kiri memegang pergelangan kaki dan tangan kanan memegang jari-jari kaki, tekuk kebawah dan keatas, gerakan ke dalam dan luar, rengangkan dan rapatkan kembali jari-jari kaki, tangan kanan memegang bagian pergelangan kaki, menekuk pergelangan kaki ke depan, luruskan, menekuki ke belakang dan luruskan, letakan tangan kiri di atas lutut dan tangan kanan di atas pergelangan kaki, gerakan ke dalam, luruskandan gerakan kaki ke luar.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan bahwa tidak ada perawat yang membantu dan memberikan contoh pada keluarga pasien cara-cara melakukan ROM pasif. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) di lakukan ROM pasif dengan cara di beri bantuan dari tiap-tiap gerakan menekuk ke bawah, keatas, rengangkan, rapatkan dan di luruskan, hal ini tidak di dukung oleh hasil observasi di dapatkan tidak ada perawat yang membantu dan memberi contoh pada keluarga pasien untuk melakukan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur.
49
5.3.2.3. Tujuan rentang gerak sendi pasif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang tujuan latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… Melancarkan perederan darahyo, supayo otot-ototnyo lemas.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang manfaat atihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Supayah cepat sembuh dan tidak kaku katanya.”(005) “… Supayo cepat sembuh, supayo idak kaku dan dapat berjalan seperti semula.”(006) “… Supaya cepat sembuh dan tidak kaku katanya.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… untuk mempercepat penyembuhan, supaya tidak terjadi depormitas dan mencegah kekakuan sendi.”(002) “… biar sirkulasi darahnya lancar, biar otot-ototnya kuat, biar tidak kaku saat bergerak.”(003) ”...untuk mempertahankan kekuatan otot, mengembalikan fungsi persendian, memperlancar peredara darah dan mencegah kelainan bentuk”(004) Dari hasil observasi di dapatkan bahwa tidak ada perawat yang menjelaskan tujuan latihan ROM pada keluarga pasien dan pasien post operasi fraktur femur. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan tujuan latihan ROM
50
pasif
adalah
mempercepat
proses
penyembuhan,
sirkulasi
darah
lancar,
mempertahankan kekuatan otot dan mencegah kelainan bentuk. Dari hasil observasi masih di dapatkan belum ada perawat yang menjelaskan tujuan latihan ROM pada keluarga pasien dan pasien post operasi fraktur femur.
5.3.2.4. Manfaat ROM pasif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang manfaat latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… banyak, ototnyo lebih lemes.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang manfaat atihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Yo… agak lemaklah, giluyo bekurang.”(005) “… Yo agak lemaklah.”(006) “… teraso agak lemak jugo, raso kramyo agak bekurang.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “…mengembalikan fungsi-fugsi otot, tulang dan memperlancar peredaran darah, dan mencegah kelainan bentuk seperti pengecilan otot.”(002) “…pergerakanya meningkat, memperbaiki tonus otot dan mencegah kelainan bentuk.”(003) “…persendianya tidak terasa kaku, bengkaknya mengecil dan tidak merasa nyeri.”(004)
51
Dari hasil observasi di dapatkan dari 3 pasien ada 2 pasien yang melakukan ROM pasief di dapatkan ujung-ujung jarinya berwarna normal dan 1 pasien yang tidak melakukan ROM pasif ujung-ujung jarinya berwarna pucat. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan manfaat ROM pasif adalah
mempercepat
proses
penyembuhan,
memperlancar
sirkulasi
darah,
mempertahankan kekuatan otot dan mencegah kelainan bentuk. Hal ini di dukung oleh hasil observasi di dapatkan dari 3 pasien ada 2 pasien yang melakukan ROM pasief di dapatkan ujung-ujung jarinya berwarna normal dan 1 pasien yang tidak melakukan ROM pasif ujung-ujung jarinya berwarna pucat. 5.3.2.5. Faktor pendukung dilakukan gerakan rentang gerak sendi pasif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang manfaat latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… SOPyo ado, banyakyo perawat di pagi hari, di libatkanya keluarga pasien.” Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang trust yang di rasakan oleh pasien pada perawat, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Adolah meraso yaman, SOPan, yo bagus cak itu, yo ganggap sebagai temanlah.”(005) “… Yo baeklah, bagus merekatu sapoan, murah senyumlah, pecak keluarga.”(006)
52
“… Yo baeklah, perawatyo galak Bantu kito, nolong kito, sudah pecak keluarga dewek.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… perawat selalu siap untuk membantu pasien untuk melakukan latihan ROM pasif, kemauan keluarga pasien untuk membantu klien melakukan latihan ROM pasif.”(002) “… kami selalu membantu pasien untuk mempercepat proses penyembuhanya baik itu latihan ROM pasif, kemauan pasien dan keluarga untuk cepat sembuh.”(003) “…kami sebagai perawat selalu siap membantu dan menolong pasien untuk mempercepat proses penyembuhanya, kemauan keluarga untuk terlibat dalam membantu pasien untuk melakukan latihan ROM pasif.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan adaya sikap yang bersahabat antara perawat dengan pasien dan adaya SOP di ruangan yang mendukung untuk di implementasiaknya ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan informasi dari informan (perawat pelaksana) dan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan faktor pendukung latihan ROM aktif adalah perawat selalu siap membantu melakukan latihan ROM pasif dan kemauan keluaga pasien untuk melakukan ROM pasif, sedangkan menurut kay informan (pasien post operasi fraktur femur) bahwasanya adanya perawat yang baik di ruangan ROW. Hal ini didukung oleh hasil observasi di dapatkan adaya sikap yang bersahabat antara perawat dengan pasien dan adaya SOP di ruangan yang mendukung untuk di implementasiaknya ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur.
53
5.3.2.6. Faktor penghambat di lakukan rentang gerak sendi pasif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang faktor penghambat di implementasikan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur. di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “…kalu sorekan Cuma duwo yang dinas dan yang malam duo jugo yang dinas sedangkan pasienyo banyak.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang manfaat atihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… Yo raso cemas, takut saket.”(005) “… ado perasaan takut sakit.”(006) “… Dak katek raso apo-apo Cuma kaki teraso kaku dan gilu.”(007) Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… dari perawat tidak ada hambatan, kadang hambatan itu datang dari pasien dan dari keluarga pasien tidak mau membantu pasien karena mereka ingin semuanya di Bantu perawat.”(002) “… kalaw dari kami tidak ada masalah, biasanya pasien takut di gerakan kakinya karena dia takut nyeri, dan keluaga pasien ingin semua ke giatan di Bantu oleh perawat .”(003) “… sebenarnya tidak ada hambatan dari perawa, kalaw kita tidak sibuk kita bisa ajari dan bantu pasien untuk melakukan ROM pasif.(004) Dari hasil observasi di dapatkan tidak ada perawat yang merencanakan latihaan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur dan di dapatkan adanya keluarga pasien yang membantu klien latihan ROM.
54
Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan informasi dari key informan (kepala ruangan) yang menyatakan hambatan datang dari kurangnya tenaga perawat di sore dan malam hari. informasi dari informan (perawat pelaksana) mengatakan hambatan datang dari pasien takut mengerakan kaki dan keluarga pasien yang tidak membantu pasien latihan ROM, hasil wawancara mendalam dengan key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan adanya rasa takut sakit saat akan melakukan ROM pasif. Hal ini tidak sejalan dengan hasil observasi di dapatkan tidak ada perawat yang merencanakan latihaan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur dan di dapatkan adanya keluarga pasien yang membantu klien latihan ROM. 5.3.2.7. Cara mengatasi hambatan ROM pasif Menurut key informan (kepala ruangan), informasi yang di peroleh dari imporman tentang manfaat latihan ROM aktif post operasi fraktur femur di ruangan dapat di lihat dari petikan wawancara di bawah ini: “… mangkonyo kito melibatkan keluarga, kagek kalu kito dak pacak bantu keluarganyo yang bantu.”(001) Menurut key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang di rawat di ruangan ortopedi wanita tentang manfaat atihan ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… di angkat pelan-pelan, di letak kenyo lagi.(005) “… Langsung di kejut ke bae gerakan kaki, nak duduk langsung duduk bek, nak gangkat langsung gangkat be kakitu, kadang-kadang ibuk yang bantu mengerakan kaki.”(006) “…di jelaskan dokter tujuan dan manfaat di gerak-gerak kenyo kaki.”(007)
55
Hasil wawancara mendalam informan (perawat pelaksana) yang melakukan perawatan di ruangan keperawatan ortopedi wanita tentang manfaat ROM aktif, dapat di lihat dari beberapa petikan di bawah ini: “… biasanya kami Bantu dan kadang-kadang keluarya sendiri yang membantu mengerak-gerakan kaki pasien, kami memberikan informasi ke pada keluarga pasien kalaw kita tidak ada (banyak pekerjaan ) keluarganya biasa membantu mengerak-gerakan kaki pasien (ROM pasif).”(002) “… biasanya kita berikan contoh ke pada keluarga pasien sebanyak satu sampai dua kali sesudah itu dio biso membantu mengerak-gerakan kaki pasien.”(003) “… asalkan kita tidak sibuk, kita bias bantu klien melakukan ROM pasif, dari pasien juga tidak ada hambatan kita ajari keluarga pasien nahkan kalaw kita tidak ada keluarga pasien bias membantu mengerakan kaki pasien.”(004) Dari hasil observasi di dapatkan tidak ada upaya perawat dalam menyakinkan keluarga untuk membantu pasien latihan ROM dan tidak ada perawat yang membantu klien latihan ROM. Dari beberapa petikan wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan memberi penjelasan, membantu pasien melakukan latihan ROM hal ini tidak sejalan dengan hasil wawancara mendalam dengan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) yang mengatakan di bantu dan di jelaskan oleh tenaga medis lain , hal ini sejalan dengan hasil observasi tidak ada upaya perawat dalam menyakinkan keluarga untuk membantu pasien latihan ROM dan membantu pasien latihan ROM.
56
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan
penelitian
ini
adalah
subyektif
peneliti
dalam
menginterprestasikan informan yang di perroleh dengan tehnik wawancara mendalam dan obserpasi. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif sehingga hasil penelitian ini tergantung pada pemahaman dan penafsiran penelitian sehingga hasil informasi yang di peroreh sangat di pengaruhi oleh daya ingat. Selain itu dalam penelitian ini pengumpulan informasi di lakukan sendiri oleh peneliti dengan mengunakan instrument chek list untuk observasi dan pedoman wawancara mendalam. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari penelitian ini seperti: situasi, kondisi dan lingkungan pada saat peneliti melakukan wawancara mendalam itu sangat berpengaruh terhadap informasi yang di kumpulkan. Selain itu juga informasi yang di berikan oleh peserta wawancara mendalam hanya mengandalkan daya ingat dan perasaanya sehingga bias saja terjadi faktor lupa. Hasil observasi di proses dengan mencocokan dari hasil wawancara mendalam untuk melihat sejauh mana pelaksanaan implenentasi renge of motion post operasi fraktur femur oleh perawat di ruangan ortopedi wanita rumah sakit umum Dr. Mohammad Hosien Palembang.
57
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian 6.2.1 implementasi Range of motion aktif post operasi fraktur femur 6.2.1.1. Implementasi ROM aktif post operasi fraktur femur Informasi yang di peroleh dari informan dan observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang mengatakan di implementasikan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. hal ini berbeda dengan hasil wawancara mendalam dengan key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang mengatakan tidak ada perawat yang menganjurkan mengerak-gerakan kaki (ROM aktif) hal ini tidak di dukung oleh hasil observasi bahwasanya belum di implementasikanya ROM aktif post operasi fraktur femur. Sedangkan
menurut
Saryono,
dkk
(2008)
upaya
perawat
dalam
meminimalkan dampak post operasi fraktur femur diperlukan implementasi ROM Perawat dapat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal Dari penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Devita, M, (2007) yang berpendapat bahwa peran perawat sudah cukup baik dalam implementasi mobilisasi dini pada pasien pasca operasi digestive, diharapkan perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik lagi. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada dan hasil penelitian terdahulu, terdapat kesamaan antara teori dengan penelitian terdahulu, dan tedapat perbedaan dengan praktik di lapangan bahwasanya kurangnya peran perawat dalam implementasi ROM aktif dilapangan mestipun
58
demikian di harapakan
perawat hendakya benar-benar mengimplementasikan
mobilisasi dasar yaitu ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur di lapangan jangan hanya dalam teori agar perawat benar-benar bisa menjadi mitra pasien. 6.2.1.2. Cara-cara latihan Range of motion aktif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) dalam melakukan ROM aktif dengan cara mengerakan tungkai ke depan dan keatas, kesamping dan kebelakang, memutar ke dalam dan luar, mengerakan tumit ke belakang paha, mengembalikan tungkai ke posisi semula, jari-jari kaki menekuk keatas dan bawah, memutar telapak kaki kesamping dalam dan luar, hal ini di dukung oleh adanya pasien yang melakukan ROM aktif atas instruksi tenaga medis lain, tidak ada perawat yang mendampingi dan memberikan contoh pada pasien untuk melakukan ROM aktif. Sedangkan menurut teori perry dan potter (2006) cara-cara latihan ROM aktif: pada servikal: Fleksi, Ekstensi, Hiperekstensi, fleksi lateral, dan rotasi.pada bahu: Fleksi, Ekstensi, Hiperekstensi, Abduksi, Adduksi, Rotasi internal, Rotasi eksternal. Pada siku: Fleksi, Ekstensi. Pada lengan bawah:supinasi dan pronasi. Pada pergelangan tangan: Fleksi, Ekstensi, Hiperekstensi, Abduksi, Adduksi. Pada jari-jari tangan: Fleksi, Ekstensi, Hiperekstensi, Abduksi, Adduksi. Pada panggul: Fleksi, Ekstensi, Hiperekstensi, Abduksi, Adduksi, Rotasi internal, Rotasi eksternal dan sirkumduksi. Pada lutut: Fleksi, Ekstensi. Pada kaki: Inversi, Eversi. Pada jari-jari kaki: Fleksi, Ekstensi, Abduksi dan Adduksi.
59
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat persamaan antara teori dengan intervensi perawat cara latihan ROM aktif post operasi fraktur femur dengan cara mengerakan tungkai: Fleksi, Ekstensi, Hiperekstensi, Abduksi, Adduksi, Rotasi internal, Rotasi eksternal dan sirkumduksi, hal ini berbeda dengan implementasi di lapangan bahwasanya belum di dapatkan perawat yang mengimplementasikan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur, mestipun demikian diharapkan perawat benar-benar berperan aktif dalam implementrasi ROM aktif dengan cara membimbing dan memberi contoh pada pasien dan keluaga cara melakuakan ROM aktif. 6.2.1.3. Tujuan latihan Range of motion aktif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan tujuan ROM aktif adalah Untuk mempercepat proses penyembuhan hal ini seiringan dengan hasil observasi di dapatkan adanya tenaga kesehatan lain yang memberi penjelasan tetang tujuan ROM aktif dan dari hasil observasi di dapatkan juga tidak adanya peran perawat dalam memberikan penjelasan tentang tujuan di lakukan ROM aktif. Sedangkan menurut teori suratun, dkk, (2008) tujuan di lakukan ROM post operasi fraktur femur adalah Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, Memelihara mobilitas persendian, Merangsang sirkulasi darah, Mencegah ke lainan bentuk.
60
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat persamaan antara teori dengan pengetahuan perawat tetang tujuan implementasi ROM aktif post operasi fraktur femur untuk mempercepat proses penyembuhan, mestipun demikian perawat diharapkan memiliki inisiatif untuk ikut mengimplementasikan ROM aktif dan menjelasakan tujuan di lakukan ROM aktif post operasi fraktur pemur. 6.2.1.4. Manfaat latihan Range of motion aktif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) dan yang di rasakan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan manfaat latihan ROM aktif adalah persendian tidak terasa kaku, bengkaknya mengecil, memperlancar peredaran darah, dan tidak merasa nyeri, hal ini sejalan dengan hasil obserpasi di dapatkan adanya rentang gerak sendi klien tampak kakuya berkurang, tidak adanya odem pada ekstermitas, ekspresi wajah klien yang tenang saat melakukan ROM aktif, hal ini tidak di dukung oleh hasil observasi dengan perawat di dapatkan juga tidak ada perawat yang menjelaskan tentang manfaat di lakukan latihan ROM aktif pada pasien poast operasi fraktur femur. Sedangkan menurut teori suratun, dkk, (2008) manfaat implementasi ROM aktif post operasi fraktur femur adalah memperbaiki tonus otot, Meningkatkan mobilisasi sendi, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, Meningkatkan massa otot, Mengurangi kehilangan tulang.
61
Sedangkagkan menurut suratun, dkk (2008) manfaat implementasi ROM post operasi fraktur femur ialah mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur, meningkatkan keyamanan dan memperbaiki fungsi tubuh dari injuri. Dari hasil penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Astuti pada tahun (2006), setelah di lakuakan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate dan screw. Setelah di lakukan 6 kali latihan didapatkan: Nyeri berkurang dan tidak timbul nyeri, Range of motion (ROM) panggul kanan aktif, sedangkan untuk lutut kanan aktif nilai kekuatan otot meningkat, Berkurangnya bengkak (oedema) dari nyeri ringan sampai tidak timbul nyeri telah mengalami penurunan, Aktifitas fungsional telah meningkat dan dapat dievaluasi bahwa pasien dalam aktifitas sehari-hari sudah dapat berjalan sendiri biarpun masih dengan bantuan alat yaitu kruk. Dari hasil penelitian terdahulu yang di lakukan oleh kumpulanskripsi, (2008) yang mengatakan perlunya mobilisasi dini bagi pasien post operasi fraktur femur dengan anastesi umum untuk memperlancar peredaran darah, mempercepat pemulihan peristaltik usus. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada dan hasil penelitian terdahulu, terdapat kesamaan antara teori dengan penelitian terdahulu dan pengetahuan informasi tentang manfaat implementasi ROM aktif adalah untuk memperlancar peredaran darah, Meningkatkan mobilisasi sendi, Mengurangi kehilangan tulang dan mengurangi rasa nyeri, namun manfaat ROM tersebut belum di jelaskan perawat saat akan latihan ROM aktif. Untuk itu perawat di
62
harapkan untuk mempunyai inisiatif menjelaskan hal tersebut saat akan implementasi ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. 6.2.1.5. prinsip-prinsip latihan Range of motion aktif Informasi yang di peroleh dari wawancara mendalam di atas dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan gerakan ROM aktif di lakuakan minimal 1 kali sehari, ROM di lakukan berlahan dan hati-hati, pada persendian dapat di lakukan ROM, ROM di lakukan setelah semua perawatan rutin telah di lakukan, biasa di lakukan setelah pasien dari kamar operasi. Hal ini belum di dukung oleh hasil observasi di dapatkan belum ada perawat yang menerapkan prinsip-prinsip latihan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. Sedangkan menurut suratun, dkk, (2008) prinsi-prinsip implementasi ROM aktif post operasi fraktur femur adalah ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari, ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien, pergerakan ROM dilakukan sesuai kemampuan pasien, bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki, ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit, melakukan ROM harus sesuai waktunya. misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan. pada hari ke 2-3 latihan aktif (ROM) yang di bantu dapat dimulai dari bidang anatomi yang normal (Garrison, 2002).
63
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat kesamaan antara teori dengan pengetahuan perawat tentang prinsip-prinsip latihan ROM aktif di lakukan berlahan dan hati-hati, di lakukan saat pasien santai, di lakukan minimal 1 kali sehari, di lakukan setelah pasien dari kamar operasi, tetapi hal tersebut tidak di implementasikan di ruangan hanya sebatas pengetahuan menkipun demikian di harapkan perawat mempunyai inisiatif untuk mengunakan prinsi-prinsip tersebut dan mengimplementasikan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. 6.2.1.6. Faktor pendukung di lakukan ROM aktif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan informasi dari informan (perawat pelaksana) dan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan faktor pendukung latihan ROM aktif adalah di butuhkan peran perawat, klien dan keluarga untuk di implementasikan ROM aktif. Hal ini didukung oleh hasil observasi di dapatkan terjalinya komunikasi yang baik antara perawat dengan klien dan adaya SOP di ruangan yang mendukung untuk di implementasiaknya ROM aktif
post operasi
fraktur femur. Sedangkan menurut Nurachah, (2000) dalam Nurachmah, E, (2001) Keberhasilahn hubungan profesional/terapeutik anatara perawat dan klien sangat menentukan keberhasilan hasil tindakan yang diharapkan. Disamping itu, hubungan profesional yang baik anatara perawat-klien dapat menghindari, memprediksi, dan mengantisipasi berbagai penyulit yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, berbagai
64
peran diatas seyogyanya menjadi fokus perhatian perawat ketika menolong klien melewati tahapan dalam hubungan profesionalnya dengan perawat. 6.2.1.7. Faktor penghambat di lakukan ROM aktif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) dan yang di rasakan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan faktor penghambat latihan ROM aktif adalah pasien dan keluarga takut mengerakan kaki karena takut nyeri dan kaku saat akan mengerakan kaki. Hal ini tidak sejalan dengan hasil observasi di dapatkan sebagian perawat tidak merencanakan latihaan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur. Sedangkan menurut Suddarth dan Brunner (2002) kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah pembedahan ortopedi. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat kesamaan antara teori dengan yang terjadi di lapangan bahwasanya tedapat sebagian pasien merasa takut untuk melakuakan ROM aktif dan tidak ada inisiatif dari perawat untuk merencanakan latihan ROM aktif mestipun demikian di harapkan adanya inisiatif dari perawat untuk meninimalkan rasa takut tersebut. 6.2.1.8. Cara mengatasi hambatan. Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan memberi penjelasan dan memberikan contoh latihan ROM aktif. hal ini tidak sejalan dengan hasil wawancara mendalam dengan
65
kay informan (pasien post operasi fraktur femur) dan hasil observasi tidak ada upaya perawat dalam menyakinkan pasien dan keluarga untuk latihan ROM untuk meningkatkan mobilisasi pada ekstermitas yang sakit dan tidak melibatkan keluarga dalam perencanakan latihan ROM aktif post operasi fraktur femur. Sedangkan menurut Suddarth dan Brunner (2002) hubungan terapetik dapat membantu
pasien
berpartisipasi
dalam
aktivitas
yang
di
rancang
untuk
mempertahankan tingkat mobilisasi fisik. Pasien biasanya mau menerima terhadap peningkatan mobilisasinya bila mereka telah di yakinkan bahwa gerakan masih dalam gerakan terapetik sangat menguntungkan, bahwa bantuan akan di berikan oleh perawat, bahwa keyamanan dapat di control dan sasaran aktivitas dapat di capai. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat perbedaan antara teori dengan implementasi di runagan bahwasanya belum ada inisiatif dari perawat untuk memberi penjelasan dan memberikan contoh latihan ROM aktif, mentipun demikian di harapkan perawat meyakinkan pasien bahwa gerakan tersebut memberikan manfaat untuk kesembuhan dan latihan di dampingi perawat sehingga dapat meminimalkan rasa takut pada pasien dan keluarga sehingga tercapai tujuan perawatan
6.3.2. Implementasi ROM fasif post operasi fraktur femur. 6.3.2.1. Implementasi ROM fasif post operasi fraktur femur. Informasi yang di peroleh dari awancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala
66
ruangan) yang mengatakan di implementasikan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur sedangkan hasil wawancara mendalam dengan key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang mengatakan tidak ada perawat yang membantu mengerakan kaki klien (ROM pasif). Hal ini di dukung oleh hasil observas Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada dan hasil penelitian terdahulu, terdapat kesamaan antara teori dengan pengetahuan informasi tentang manfaat implementasi ROM pasif adalah untuk memperlancar peredaran darah, Meningkatkan mobilisasi sendi, dan mengurangi rasa nyeri, pada implementasinya belum ada perawat yang memberikan penyuluhan tentang manfaat tersebut, Untuk itu perawat di harapkan untuk mempunyai inisiatif menjelaskan hal tersebut saat akan implementasi ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. Sedangkan menurut Suddarth dan Brunner, (2002) pada pasien post operasi, mobilitas pasien dapat terganggu karena nyeri, pembengkakan, Perawat harus membantu pasien dengan lembut menggerakkan (ROM pasif) bagian yang cedera dengan tetap memberikan sokongan yang adekuat. Sedangkan menurut Saryono, dkk, (2008) perawat membantu pasien pascaoperatif fraktur femur melakukan Latihan ROM pasif dan menganti posisi akan meningkatkan aliran darah ke ekstermitas sehingga stasis berkurang. perawat membantu pasien melakukan latihan ini setiap 2 jam sekali saat klien terjaga. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat kesamaan antara teori dengan intervensi perawat melakukan ROM
67
pasif untuk mencegah komplikasi akibat pembedahan, tedapat perbedaan dengan implementasi di ruangan belum ada perawa yang membentu mengerak-gerakan kaki (ROM pasif) pasien, mestipun demikian di harapakan perawat hendakya benar-benar mengimplementasikan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur di lapangan jangan hanya dalam teori agar perawat benar-benar bisa menjadi mitra pasien. 6.3.2.2. Cara-cara latihan Range of motion pasif Informasi yang di peroleh dari hasil awancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) di lakukan ROM pasif dengan cara di beri bantuan dari tiap-tiap gerakan menekuk ke bawah, keatas, renggangkan, rapatkan dan di luruskan pada kaki dan jari-jari kaki, hal ini tidak di dukung oleh hasil observasi di dapatkan tidak ada perawat yang membantu dan memberi contoh pada keluarga pasien untuk melakukan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur. Sedangkan menurut Saryono, dkk, (2008) perawat membantu pasien pascaoperatif fraktur femur melakukan Latihan ROM pasif dengan cara atur posisi pasien terlentang, rotasikan kedua pergelangan kaki membentuk lingkaran penuh, lakukan dorsofleksi dan flantar fleksi secara bergantian pada kedua kaki klien, lanjutkan latihan dengan melakukan fleksi dan ekstensi lutut cecara bergantian mengangkat kedua telapak kaki klien kedua kakinya secara tegak lurus dari permukaan tempat tidur secara bergantian.
68
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat persamaan antara teori dengan pengetahuan perawat bahwasanya cara latihan ROM pasif adalah di Bantu dari tiap-tiap gerakanya. Pada implementasi di ruangan belum ada perawat yang melakukan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur, mestipun demikian diharapkan perawat benar-benar berperan aktif dalam implementrasi ROM pasif. 6.3.2.3. Tujuan latihan Range of motion pasif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan tujuan latihan ROM pasif adalah mempercepat proses penyembuhan, memperlancar sirkulasi darah, mempertahankan kekuatan otot dan mencegah kelainan bentuk. Dari hasil observasi masih di dapatkan belum ada perawat yang menjelaskan tujuan latihan ROM pada keluarga pasien dan pasien post operasi fraktur femur. Sedangkan menurut Saryono, dkk (2008) latihan ROM pasif dan mengganti posisi akan meningkatkan aliran darah ke ekstermitas, mencegah stasis vena, kontraksi otot kaki bagian bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit terbentuknya bekuan darah. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori terdapat perbedaan dengan implementasi di lapangan bahwasanya belum ada perawat yang menjelaskan tujuan latihan ROM pasif pada pasien dan keluaga, impormasi yang di peroleh hanya sebantas mengetahui dan tidak di implementasikan. Malupun
69
demikian di harapkan perawat menjalankan fungsi dan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan yang propesional. 6.3.2.4. Manfaat latihan Range of motion pasif informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan dan pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan manfaat ROM pasif adalah mempercepat proses penyembuhan, memperlancar sirkulasi darah, mempertahankan kekuatan otot dan mencegah kelainan bentuk. Hal ini di dukung oleh hasil observasi di dapatkan dari 3 pasien ada 2 pasien yang melakukan ROM pasien di dapatkan ujung-ujung jarinya berwarna normal dan 1 pasien yang tidak melakukan ROM pasif ujung-ujung jarinya berwarna pucat. Sedangkan menurut Saryono, dkk (2008) manfaat implementasi ROM post operasi fraktur femur ialah mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur, meningkatkan keyamanan dan memperbaiki fungsi tubuh dari injuri. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada dan hasil penelitian terdahulu, terdapat kesamaan antara teori dengan pengetahuan informasi tentang manfaat implementasi ROM pasif adalah untuk memperlancar peredaran darah, Meningkatkan mobilisasi sendi, dan mengurangi rasa nyeri, pada implementasinya belum ada perawat yang memberikan penyuluhan tentang manfaat tersebut, Untuk itu perawat di harapkan untuk mempunyai inisiatif menjelaskan hal tersebut saat akan implementasi ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur.
70
6.3.2.5. Faktor pendukung di lakukan ROM pasif Informasi yang di peroleh dari hasil wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan informasi dari informan (perawat pelaksana) dan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan faktor pendukung latihan ROM aktif adalah perawat selalu siap membantu melakukan latihan ROM pasif dan kemauan keluaga pasien untuk melakukan ROM pasif, sedangkan menurut kay informan (pasien post operasi fraktur femur) bahwasanya adanya perawat yang baik di ruangan ROW. Hal ini didukung oleh hasil observasi di dapatkan adaya sikap yang bersahabat antara perawat dengan pasien dan adaya SOP di ruangan yang mendukung untuk di implementasiaknya ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur. 6.3.2.6. Faktor penghambat di lakukan ROM pasif Informasi yang di peroleh dari awancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan informasi dari informan (perawat pelaksana) dan key informan (kepala ruangan) mengatakan hambatan datang dari pasien takut mengerakan kaki dan keluarga pasien yang tidak membantu pasien latihan ROM, hasil wawancara mendalam dengan key informan (pasien post operasi fraktur femur) yang menyatakan adanya rasa takut sakit saat akan melakukan ROM pasif. Hal ini tidak sejalan dengan hasil observasi di dapatkan tidak ada perawat yang merencanakan latihaan ROM pasif
71
pada pasien post operasi fraktur femur dan di dapatkan adanya keluarga pasien yang membantu klien latihan ROM. Sedangkan menurut Suddarth dan Brunner (2002) kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah pembedahan ortopedi. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat kesamaan antara teori dengan yang terjadi di lapangan bahwasanya tedapat sebagian pasien merasa takut untuk melakuakan ROM aktif dan tidak ada inisiatif dari perawat untuk merencanakan latihan ROM pasif mestipun demikian di harapkan adanya inisiatif dari perawat untuk meninimalkan rasa takut tersebut. 6.3.2.7. Cara mengatasi hambatan. Informasi yang di peroleh dari beberapa petikan wawancara mendalam dan hasil observasi di dapatkan adanya persamaan pendapat antara informan dengan key informan (kepala ruangan) yang menyatakan memberi penjelasan dan membantu pasien melakukan latihan ROM. hal ini tidak sejalan dengan hasil wawancara mendalam dengan kay informan (pasien post operasi fraktur femur) yang mengatakan di bantu dan di jelaskan oleh tenaga medis lain (dokter), hal ini sejalan dengan hasil observasi tidak ada upaya perawat dalam menyakinkan keluarga untuk membantu pasien latihan ROM dan membantu pasien latihan ROM. Sedangkan menurut Lepczyk et, al, (1990) dalan Potter & Perry, (2005) menunjukan bahwa ada sedikit perbedaan pengetahuan atau tingkat kecemasan pada klien yang menerima penyuluhan perioperatif seminggu sebelum pembedahan dengan
72
klien yang menerimanya sesaat sebelum pembedahan. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatanya melalui proses penyembuhan. Proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari suatu penyakit tertentu, sekalipun tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan. Perawat membantu rehabilitasi proses dimana individu kembali ke tingkat pungsi maksimal, (Potter & Perry, 2005) Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti peroleh di bandingkan dengan teori yang ada, terdapat perbedaan antara teori dengan implementasi di lapangan bahwasanya kurangnya peran perawat dalam memberikan penyuluhan dan membantu klien melakukan rentang gerak sendi post opeasi fraktur femur, mentipun demikian di harapkan perawat meyakinkan pasien bahwa gerakan tersebut memberikan manfaat untuk kesembuhan dan latihan di dampingi perawat sehingga dapat meminimalkan rasa takut pada pasien dan keluarga sehingga tercapai tujuan perawatan.
73
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian, kerangka pikir dan hasil penelitian tentang implementasi ROM oleh perawat pada pasien post operasi fraktur femur yang telah di lakukan dan pembahasan yang di kemukakan, maka dapat di tarik ke simpulan sebagai berikut: 1. Belum ada perawat yang mengimplementasikan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur serta belum ada komunikasi teraputik tentang ROM aktif pada pasien dan keluarga meskipun demikian perawat sudah mempunyai pengetahuan yang cukup baik dan sudah terjalinya kepercayaan yang cukup baik antara perawat dengan klien yang mempermudah untuk di implementasikan ROM aktif pada pasien post operasi fraktur femur. 2. Belum ada perawat yang mengimplementasikan ROM pasif pada pasien post operasi fraktur femur serta belum ada komunikasi teraputik tentang ROM pasif pada keluarga pasien meskipun demikian perawat sudah mempunyai pengetahuan yang cukup baik, sudah terjalinya trust yang cukup baik, serta adanya waktu luang yang memungkinkan perawat untuk membantu dan memberi komunikasi terapetik pada keluarga pasien untuk membantu klien melakuakan ROM post operasi fraktur femur.
74
7.2 Saran Guna mengatasi masalah seperti pada simpulan penelitian di atas, ada beberapa saran yang dapat disimpulkan, antara lain: 1. Bagi Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang a. Diharapkan agar dapat meningkatkan kesejateraan bagi tenaga perawat. b. Diharapkan agar dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi tenaga perawat dengan memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai peran dan fungsi sebagai seorang perawat propesional. 2. Bagi Perawat Diharapkan kepada seluruh rekan perawat terutama yang bertugas di ROW agar dapat meningkatkan peranya sebagai perawat propesional dengan meningkatkan pengetahuan baik melalui pendidikan formal maupun informal berupa pelatihan, seminar dan dapat membaca dari berbagai litelatur yang berkaitan dengan peran dan fungsi sebagai seorang perawat, kemudian mengimplementasikanya dalam kegiatan sehari-hari di rumah sakit. 3. Bagi peneliti lain Diharapkan peneliti lain dapat menggembangkan hasil penelitian ini ke tahap yang lebih spesifik seperti faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja dalam implementasi ROM dalam rangka meminimalkan resiko post operasi fraktur femur sehingga menciptakan kepuasan bagi pasien dan terciptanya pelayanan keperawatan yang berkualitas.
75