MAKALAH AGAMA ISLAM
HUBUNGAN ANTARA AQIDAH, SYARIAH & AKHLAQ (Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam) Dosen Pengampu : Drs. Untung Joko Basuki, M.Pd.I
Disusun oleh :
Nama
: Achsan Tarmudi
Nim
: 181337023
Kelas
:A
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam Semester ke-2 tahun 2018/2019. Berkat rahmat dan karunia-Nya, serta di dorong kemauan yang keras disertai kemampuan yang ada, akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
tentang
”HUBUNGAN
ANTARA
AQIDAH,
SYARIAH &
AKHLAQ” dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Makalah berisi tentang “aqidah, syariah dan akhlaq”. Manusia yang hidup dalam bimbingan aqidah akan melahirkan suatu kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan pada akhirnya akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka kritik dan saran yang membangun, sangat saya harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 29 Maret 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………................................................ i KATA PENGANTAR …………………………………………….............. ii DAFTAR ISI ……………………………………………………………... iii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang …...............…..................................… 1 1.2. Tujuan Penulis ……............…...................................… 1 1.3. Ruang lingkup …….................................................… 1 1.4. Rumusan masalah ……..............................................… 1
BAB II
PEMBAHASAN 2.1. Pengertian ……..........................................................… 1 2.2. Pembahasan ……........................................................... 10 2.3. Pendapat para ahli ......................................................... 14
BAB III
PENUTUP 3.1. Kesimpulan ….................................................………. 17 3.2. Saran ...……………………................................……. 17 Daftar Pustaka …………………………............................... 18
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan
universal yang terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam bermuara pada tiga hal ini. Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam. Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Qur’an dan as Sunnah telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya bermunculan aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bid’ah. Selain itu, kasus-kasus kriminalitas yang semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut agar kita tidak tersesat dan tetap berada di jalan yang benar. Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur tersebut yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di akhirat.
1
1.2. Tujuan Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam pada semester dua ini, berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat mempelajari aqidah.
Untuk mengetahui pengertian syari’ah, serta karakteristiknya di dalam Islam.
Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara pembentukan akhlaq.
1.3. Ruang Lingkup Dalam penulisan makalah ini kami hanya membatasi permasalahan hanya tentang kerangka dasar Agama Islam yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.
1.4. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah di sini adalah : 1. Hubungan akidah dengan syariat Menjelaskan tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh hubungan keduanya. 2. Hubungan akidah dengan akhlak. Menjelaskan tentang pengertian akhlak, dalildalil, serta contoh hubungan keduanya.
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1.
Pengertian 2.1.1. Aqidah • Pengertian Aqidah Aqidah adalah bentuk masdar dari kata “ ‘Aqoda, Ya’qidu, ‘Aqdan-‘Aqidatan ” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. Sedangkan secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau tersimpul di dalam hati. Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.Adapun aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan. Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.Sedangkan Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan. • Upaya Memperkokoh Aqidah Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini sangat penting kedudukannya dalam
2
Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang Allah SWT. •
Fungsi dan Sumber Aqidah Fungsi Aqidah : Ibaratnya, Aqidah adalah dasar atau pondasi
mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kuat dan kokoh pondasi dibuat. Kalau dasar/pondasi lemah, bangunan itu akan roboh dan ambruk. Tak ada bangunan tanpa dasar/pondasi. Dalam
ajara
Islam,
Aqidah-Akhlaq-Syari’ah
(Ibadah
dan
Muamalah), tidak bisa dipisahkan, satu sama lain saling terkait. Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti memiliki akhlaq yang
mulia,
melaksanakan
ibadah
sebagaimana
tuntunan
dan
bermuamalah sebaimana di syari’atkan Allah SWT. Juga, jika seseorang berakhlaq mulia, pasti ia kuat aqidahnya, ibadahnya dan bermuamalahnyapun bagus dan seterusnya. Sumber Aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan as Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an dan oleh Rasulullah SAW dalam as Sunnahnya, wajib di imani (diyakini dan diamalkan).
2.1.2. Syariah Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknisilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri. Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).
3
Syariah meliputi 2 bagian utama : Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll. Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh. Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan : a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan) b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram (7 :33, 156-157), maka : c. - Tinggalkan yang subhat (meragukan) - ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele d. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan e. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syari’ah (3:103, 8:46). Syari’ah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar. •
Perbedaan Syari’ah dan Fiqh Sepintas kita melihat bahwa syari’ah dan Fiqh tidak jauh berbeda,
Ilmu Fiqh memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syari’ah. Keduanya ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.
4
Berikut ulasannya, Syari’ah terdiri dari dua bagian yaitu: (1).
Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(2).
Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang dan tumbuhan).
Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’ dan secara istilah adalah pengetahuan
tentang
hukum-hukum
syari’ah
yang
berkaitan
dengan perbuatan dan perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syari’ah yang terdiri dari ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni. •
Ibadah dan Mu’amalah dalam Kehidupan Manusia Syari’ah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka
mendapatkan ridha Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia juga memiliki “tujuan” yang sangat mulia. Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “...Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mu’min tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman seseorang.
1
Yang kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum “qishash”. Di dalam Islam dikenal ada “tiga”
macam
pembunuhan,
yakni
pembunuhan
yang
“disengaja”, pembunuhan yang “tidak disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya dilihat dari sisi kasusnya, masingmasing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti suatu pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati atau membayar “Diyat”(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang “seperti disengaja”, di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat” (denda) sebelum qishash. Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah SWT: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179). Yang ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri, duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (An
Nuur, 24:2).
Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya kehidupan ini.
2
Yang keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini sangat menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajibankewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman atau apa pun yang dihisap misalnya, yang
dapat merusak atau
mengganggu fungsi akal. Yang diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar adalah, “setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan” (Al Hadits). Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah SWT menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maa-idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan, karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.
3
Yang kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maaidah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka
yang
memakan
harta
milik orang
lain
dengan
zalim,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10). Yang keenam, “melindungi kehormatan seseorang”. Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. An Nuur, 24:4). Juga dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orangorang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing terhadap sesama mu’min (QS. Al Hujurat,49:12). Yang ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut.
4
Sehingga seorang pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan
yang
kondusif
agar
masyarakat
yang
di
bawah
kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”. Allah SWT berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al Quraisy, 106:4). Yang kedelapan, “melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara”. Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan “kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam “dengan cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah maka penggallah lehernya”.
2.1.3. Akhlaq Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan). Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
5
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut alAkhlak Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as Sunnah. Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatanperbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya. Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul al-madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi menjadi dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT dan akhlaq terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap manusia terdiri dari akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga, terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa. Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
6
•
Urgensi Akhlaq Akhlak mendapat kedudukan yang tinggi di dalam Islam, hal ini dapat dilihat dari beberapa sebab antara lain : 1. Islam telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama Islam diturunkan. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah “Aku diutus hanyalah semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia” (HR Malik). Sesungguhnya realisasi akhlak yang mulia merupakan inti risalah Nabi Muhammad saw. 2. Islam menganggap orang yang paling tinggi darajat keimanannya ialah mereka yang paling mulia akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan “Orang-orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan manusia yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya” (hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi). Selain itu terdapat juga hadist yang artinya :“Sesungguhnya seseorang yang berakhlak baik akan mendapatkan derajat orang yang bangun malam (beribadah), dan puasa pada siang harinya”. Jadi, Kemuliaan akhlak menunjukkan kesempurnaan iman. Kemuliaan akhlak pada akhirnya akan mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda, “Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah ketaqwaan kepada Allah SWT dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan manusia masuk neraka adalah mulut dan kemaluan”. (hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). 3. Islam telah mentakrifkan “Addin” dengan akhlak yang baik. Dalam hadist telah dinyatakan bahwa telah bertanya kepada Rasulullah SAW. “Apakah Addin itu ? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik Ini berarti bahwa akhlak itu dianggap sebagai rukun Islam samalah keadaannya dengan wukuf
dipandang Arafah dalam bulan Haji”.Berdasarkan sabda
Rasulullah SAW tersebut, Haji itu (amal haji) ialah wukuf diPadang Arafah, Wukuf di padang Arafah adalah dianggap sebagai salah satu rukun amal haji, demikian juga keadaannya pada akhlak.
8
4. Di dalam Islam, akhlak yang baik merupakan amalan utama yang dapat memberatkan neraca amal baik di akhirat kelak. Hal ini dinyatakan dalam hadist Rasulullah SAW yang artinya : “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan selain akhlak yang baik” (Shahih Jami). Dari hadist tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa timbangan amal baik kita diakhirat dapat ditambah beratnya dengan akhlak yang baik. Selain itu, akhlak dan takwa sama kedudukannya dari sudut ini, yang mana kedua-duanya merupakan perkara paling berat
yang
diletakkan
dalam
neraca
akhirat.
Selain
itu,
Rasulullah pernah bersabda, “Kebajikan itu adalah akhlak yang baik” (HR Muslim). Jadi, akhlak yang mulia adalah inti dari suatu kebajikan. 5. Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa mereka yang berjaya memenangi kasih sayang Rasulullah SAW pada hari akhirat ialah orang yang paling baik akhlaknya. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda “Yang paling aku kasihi di antara kamu dan yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu”. 6. Keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah keberadaannya sebagai manusia yang memiliki akhlak tinggi, mulia dan agung. Akhlak ini dimiliki Beliau SAW semenjak belum menjadi nabi dan rasul, sebagaimana pernyataan Ummul Mukminin Khadijahra, “Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, demi Allah, engkau menyambung hubungan silaturrahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, membantu yang tidak berpunya, menyuguhkan penghormatan untuk tamu dan membantu mereka yang terkena musibah” (HR Bukhari). Selain itu terdapat juga dalam firman Allah Surah Al-Qalam ayat 4 “Sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang luhur”. Walau begitu Beliau SAW tetap sering berdoa “Tuhanku, tunjukilah aku akhlak yang paling baik”. 7.
Syi’ar-syi’ar ibadah Islam di antaranya dimaksudkan untuk menggapai akhlak yang mulia. Shalat misalnya, dimaksudkan untuk
9
mentarbiyah dan mendidik manusia agar berhenti dari segala perbuatan keji dan munkar (QS Al-‘Ankabut: 45). Ibadah puasa dimaksudkan untuk menggapai tingkatan taqwa (QS Al-Baqarah: 183). Berkaitan dengan ibadah puasa ini, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu (bohong), maka tidak ada keperluan bagi Allah swt terhadap puasa seseorang yang hanya sekadar meninggalkan makan dan minum” (HR Bukhari). Zakat, infak dan sedekah, di antara rahasianya adalah untuk menyucikan dan membersihkan jiwa dari berbagai sifat buruk dan tercela (QS At-Taubah: 103). Sedangkan ibadah haji difardhukan oleh Allah agar orang yang beribadah haji terlatih untuk tidak berkata kotor, tidak berbuat fasik, dan tidak banyak berdebat kusir (QS Al-Baqarah: 197). • Sumber Akhlaq Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah Al-Qur’an dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah. Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an dan as Sunnah) menilainya demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai baik?tidak lain karena syara’ menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena Syara’ menilainya demikian.
10
•
Akhlak Dalam Kehidupan Manusia
1. Akhlak kepada Allah a.
Mensyukuri nikmat Allah (QS Al-Baqarah, 2: 52)
b.
Malu berbuat dosa (QS An Nahl: 19)
c.
Allah sebagai tempat pengharapan (QS Al Huud: 56)
d.
Optimis terhadap pertolongan Allah (QS Yusuf: 87)Yang berputus asa dari rahmat Allah : orang-orang kafir. Bersifat husnudzan kepada Allah (QS Fushilat: 22 ± 23).
e.
Yakin akan janji-janji Allah (QS Al An’am: 160)
2. Akhlak kepada diri sendiri Beberapa cara memperbaiki diri: -Taubatun nashuha (QS At Tahrim: 8) - Muroqobah: senantiasa merasa dalam pengawasan Allah ( QS AlBaqarah: 235) - Muhasabah: evaluasi diri (QS Al Hasyr: 18) - Mujahadah: bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (QS Al ankabut: 69, QSYusuf: 53)
3. Akhlak kepada orang lain a. Akhlak kepada orang tua: - Taat dan patuh kepada orang tua. QS Lukman: 15, Harus taat dan patuh pada orang tua,
namun jika orang tua memaksa
berbuat jahat, kita tidak boleh mengikuti. - Akhlak kepada masyarakat - Amar ma’ruf nahi munkar. - Menyebarkan rahmat dan kasih sayang. - Akhlak kepada lingkungan - Mengelola dan memelihara lingkungan hidup. - Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup
10
2.2.
Pembahasan Hubungan Aqidah dengan Syariat Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman (Aqidah), Islam (Syariat), dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam, dan Ihsan tersebut sebagai berikut.
Iman (Aqidah)
: Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-
malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar (ketentuan Tuhan) baik dan buruk. Islam (Islam (Syariat): Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana. Ihsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau. 1[1] Ditinjau dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar ketiganya sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar (Aqidah), batang (Syariat), dan daun (Akhlak).
Hubungan aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini. Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan akidah dan syariah menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok yang kemudian di atasnya dibangus syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat di dalam Islam,
11
melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan berkembang, melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung tanpa fondasi. 2[2] Ada juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah hubungan di antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang tinggi hendaklah dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau seorang telah mengakui percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah mengakui pula percaya kepada Rasulrasul Utusan Tuhan, niscaya dengan sendirinya kepercayaan itu mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia telah percaya bahwa kelak dia akan berjumpa dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa berusaha di dalam hidup menempuh jalan lurus. Tak obahnya dengan orang yang mengakui diri gagah berani, dia ingin membuktikan keberaniannya ke medan perang. Seseorang yang mengakui dirinya dermawan, berusa mencari lobang untuk menafkahkan harta bendanya kepada orang yang patut dibantu. Seorang yang mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya perkatannya jangan bercampur bohong. 3[3] Inilah aqidah yang kuat, aqidah yang sebenarnya. Apabila keyakinan semacam ini telah dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah mempunyai prinsip yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang dengan penuh rasa tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila mereka berada di atas dasar kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan mereka. Kalau ia melihat mereka menyimpang dari jalan yang benar, maka ia mengambil jalan sendiri. 4[4]
12
Rasulullah bersabda: “Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi) Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan. 5[5] Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan manusia. 1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan berakal pendek. 2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai manusia. 3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan. 4.
Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hati pada keadaan yang bagaimanapun.
13
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh kepada Allah SWT. 7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia. 8. Keimanan
terhadap
kalimat
La
Ilaha
illa
al-Allah
dapat
mengembangkan sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki. 9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
Hubungan Aqidah dengan Akhlak Menurut Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan dan menjalankan bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan hanya diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia). Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddiequ di dalam bukunya Al Islam mengatakan: Kepercayaan dan Budi pekerti dalam pandangan Al-Qur’an hampir dihukum satu, dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para muslim tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh memudah-mudahkannya. Akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layaang bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah
SAW
menegaskan
bahwa
kesempurnaan
iman
seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda
14
beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim) Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah.6[9]
Muhammad
al-Gazali
mengatakan,
iman
yang
kuat
mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk. Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau bersabda: ”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim) Kalau kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak beriman atau lemah imannya.
2.3.
Pendapat Para Ahli Akhlaq
1. Menurut
Muhammad
bin
Ali
Asy-Syariif
al-Jurjani
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut: “Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatanperbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat
15
tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk” Kemudian Al-Jurjani kembali berkata “Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan kadang-kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan, selama sifat tersebut
tak
tertanam
kuat
dalam
dirinya.
Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang akhlaknya dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan karena ia tidak punya uang atau karena ada halangan. Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma, karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau
karena
ingin
pamer.
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, alJurjani tidak berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh akal dan syariat.
2. Menurut
Ahmad
bin
Musthafa
(Thasy
Kubra
Zaadah)
Ia seorang ulama ensiklopedia – mendefinisikan akhlah sebgai berikut; “Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua Hikmah,
keburukan, merupakan
yakni
sebagai
kesempurnaankekuatan
berfikir,
berikut: dan
posisi
pertengahan antara dua keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah, dan yang kedua adalah berlebihan. Keberanian.
Adalah
kesempurnaan
16
kekuatan
amarah
dan
posisi
pertengahan antara dua keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya keberanian dan yang kedua adalah berlebihan
keberanian.
Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat tersebut, sedangkan yang kedua adalah berlebihnya sifat tersebut. Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang, dan masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu akhlak disebutkan penjelasan
detail
tentang
hal-hal
ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari posisi pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan
itu
Topik ilmu ini adalah insting – insting diri, yang membuatnya berada di posisi
petengahan
antara
sikap
mengurangi
dan
berlebihan
Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, “Tuan raja, hendaknya anda bersikap pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan
sedangkan
mengurangi
adalah
kelemahan.
Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia
3.
berbahagia
dan
di
Menurut
Muhammad
akherat
bin
menjadi
Ali
sosok
al-Faaruqi
yang
terpuji
at-Tahanawi
Ia berkata, “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri. Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak. Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan
17
kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak. Pengertian Syariah oleh beberapa ahli dan penulis hukum islam: 1. Menurut Fyzee (1965), pengertian syariah sama dengan Canon of law, yaitu keseluruhan perintah Tuhan. Tiap tiap perintah Tuhan dinamakan hukum. Hukum Allah SWT tidak mudah dipahami dan syariah itu meliputi semua tingkah laku manusia. 2. Agnides memberikan definisi syariah sebagai sesuatu yang tidak akan diketahui adanya, seandainya tidak ada wahyu Ilahi. 3. Hanafi (1984) memberikan pengertian syariah yaitu hukum shukum yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya, baik hukum-hukum tersebut berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut sebagai , "hukum hukum cabang dan amalan"/ Dan untuk itu maka kepercayaan (i'tikad) yaitu yang disebut sebagai "hukum hukum pokok atau keimanan, yang terhimpun dalam kajian ilmu kalam. 4. Ashshiddieqy, pengertian syariah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk para hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah, agar setiap hamba melaksanakan dengan dasar imam, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun mengenai akhlak dan aqidah kepercayaan yang bersifat batiniah. 5. Rosyada, definisi syariah adalah menetapkan norma norma hukum untuk menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan umat manusia lainnya. 6. Zuhdi (1987), pengertian syariah adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya untuk hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar imam, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliyah, dan yang berkaitan dengan akhlaq.ertian Aqidah Menurut Para Ahli
18
Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya. aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan. Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy: "Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Menurut Abdullah Azzam, aqidah adalah iman dengan semua rukun-rukunnya yang enam.Berarti menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan ataukepercayaan akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,Nabi-nabi-Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.
19
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan Kaitan antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat akar, batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi kehancuran untuk pohon tersebut. Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa aqidah, syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya. Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang kepadanya sebagai seorang manusia. Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas satu sama lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak akan kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk memelihara ketiganya dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.
3.2.
Saran Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Asmaran As., M.A. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Mahmud Syaltut, 1966. Islam Aqidah wa Syariah, I, Kairo: Dar al-Kalam. Prof. Dr. Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas Muhammad al_Gazali, 1970, Khuluk al-Muslim, Kuwait: Dar al Bayan. Abdul Al-Maududi, t.t., Towards Undestanding Islam, Jeddah: One Seeking Mercy of Allah T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1977, Al Islam I, Jakarta: Bulan Bintang
21