Pendaftaran Tanah Fix.docx

  • Uploaded by: NadhifaKamilia
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pendaftaran Tanah Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,284
  • Pages: 23
PENDAFTARAN TANAH

● Kegiatan Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.1 Adapun tujuan pendaftaran tanah ini diantaranya yaitu : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berdasarkan tujuan-tujuan pendaftaran tanah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pendaftaran tanah adalah sebagai berikut: a. Dalam rangka permohonan hak dan pembebanan hak tanggungan 1. Sebagai syarat konstitutif lahirnya hak/lahirnya hak tanggungan 2. Untuk keperluan pembuktian b. Dalam rangka jual beli tanah 1. Untuk memperkuat pembuktian 2. Untuk memperluas pembuktian

1

Indonesia, Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, Pasal 1 Angka 1.

Peraturan Pemerintah ini memberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA. 2 Menurut Pasal 2 dan Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah harus dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut ini :3 a. Sederhana Ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur agar dapat dengan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi para pemegang hak atas tanah.4 b. Aman Menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggatakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan dari pendaftaran tanah5 c. Terjangkau Terlebih bagi pihak-pihak yang memerlukan, yaitu pelayanan yang memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.6 d. Mutakhir Kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaanya dan kesinambungan dalam pemeliharaan data. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaaan yang mutakhir. Karena itu diperlukan untuk melaksanakan kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. 7 e. Terbuka Asas terbuka berkaitan dengan asas mutakhir yang menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

2

Ibid., Pasal 3. Ibid., Pasal 2. 4 Ibid., Penjelasan.. 5 Ibid., Penjelasan. 6 Ibid., Penjelasan. 7 Ibid., Penjelasan. 3

Untuk itulah diberlakukan asas terbuka yang harus jalan berdampingan dengan asas mutakhir.8 Penyelenggara & Pelaksana Pendaftaran Tanah, meliputi : 1. Penyelenggara pendaftaran tanah : Badan Pertanahan Nasional9 2. Pelaksana Pendaftaran Tanah : a. Kepala Kantor Pertanahan b. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut PP No. 24 Tahun 199710

Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah, antara lain: a. Untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Tanah Wakaf dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun adalah Desa/Kelurahan. b. Untuk Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan, Hak Tanggungan dan Tanah Negara adalah Kabupaten/Kotamadya.11

Selain itu, dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah, kegiatan yang harus diterapkan meliputi, sebagai berikut: 1. Pendaftaran tanah untuk pertama kali 2. Pemeliharaan data pendaftaran tanah Ad.a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan yang dilakukan terhadap tanah-tanah yang belum didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”). Pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui:

8

Ibid., Penjelasan. Ibid., Pasal 5. 10 Ibid., Pasal 6. 11 Ibid., Pasal 10. 9

(1) pendaftaran tanah sistematik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan oleh pemerintah meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah suatu desa/kelurahan. Dalam hal ini pendaftaran tanah ini diselenggarakan pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria.

12

Kegiatan Pendaftaran tanah ini pada saat ini

dikenal dengan nama Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah kegiatan pendaftaran pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap merupakan program pemerintah yang mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang berhak mengikuti program ini dijelaskan pada Pasal 14 yaitu: 1. Terhadap tanah yang sudah dibuatkan berita acara penyelesaian proses pendaftaran tanahnya, dibukukan dalam daftar umum pendaftaran tanah dan daftar lainnya, dan ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. 2. Bidang tanah yang telah dibukukan dan telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan Sertifikat Hak atas Tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan atau dapat didelegasikan kepada Ketua Panitia Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. 3. Penerbitan Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, meliputi: a. Warga Negara Indonesia, bagi perorangan.

12

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ( Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi,dan Pelaksanaannya), Jilid 1, (Jakarta : Djambatan, 2008), hlm. 474-475.

b. Masyarakat yang termasuk dalam Program Pemerintah Bidang Perumahan Sederhana. c. Badan Hukum Keagamaan dan Badan Hukum Sosial yang sesuai antara penggunaan dan peruntukan tanahnya. d. Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisian Republik Indonesia. e. Veteran, Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia,

Purnawirawan

Suami/Istri/Janda/Duda

Kepolisian

Republik

Veteran/Pensiunan

Indonesia

Pegawai

dan Negeri

Sipil/Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia/Purnawirawan Kepolisian Republik Indonesia. f. Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dan tidak bersifat profit. g. Nazhir, atau h. Masyarakat hukum adat. 4. Peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bidang tanahnya hanya dilakukan pendaftaran pada Daftar Tanah dan daftar lainnya. 5. Penerbitan Sertifikat Hak atas Tanah peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan atas biaya sendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Terhadap tanah obyek landreform dan tanah transmigrasi yang menjadi objek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (2), penerbitan haknya melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Dalam hal penerima sertifikat belum mampu melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, maka dalam Buku Tanah dan Sertifikat diberi catatan sebagai pajak terutang dari pemilik tanah yang bersangkutan. 8. Pelaksanaan penerbitan Sertifikat yang terdapat catatan pajak terutang dari pemilik tanah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

dibuatkan daftar secara periodik untuk setiap bulan dan disampaikan kepada Bupati/Wali Kota. 9. Penerbitan Sertifikat Hak atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut: a. Penerima hak menyerahkan surat-surat bukti kepemilikan yang asli. b. Penerima hak membuat Surat Pernyataan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Terhutang yang menjadi warkah Hak atas Tanah yang bersangkutan dan dicatat dalam Buku Tanah dan Sertifikat Hak atas Tanahnya, dan c. Peralihan atau perubahan data Sertifikat Hak atas Tanah hanya dapat dilakukan setelah yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terutang sudah dilunasinya 10. Format Surat Pernyataan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan Terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pengaturan mengenai pembiayaan terdapat dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017, yaitu: 1. Sumber pembiayaan untuk percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, Corporate Social Responsibility (CSR), Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, badan hukum swasta dan/atau dana masyarakat melalui Sertipikat massal swadaya. 2. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: a. Daftar Isian Program Anggaran (DIPA) Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan

Nasional

dan/atau

kementrian/lembaga

pemerintah lainnya. b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten//Kota dan Dana Desa.

c. Corporate Social Responsibility (CSR), Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. 3. Selain sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembiayaan percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dimungkinkan berasal dari kerjasama dengan pihak lain yang diperoleh dan digunakan serta dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; atau (2) pendaftaran tanah sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah ini dilakukan berdasarkan inisiatif pemilik tanah secara perorangan atau kuasanya.13 Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: 1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik: a. Pembuatan peta dasar pendaftaran b. Penetapan batas-batas bidang tanah c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran d. Pembuatan daftar tanah e. Pembuatan surat ukur 2. Pembukuan hak dan pemberian hak (penerbitan sertipikat)

Tiap-tiap hak yang didaftar dibuatkan buku tanah. Buku tanah ini berupa isian yang memuat segala keterangan sejak lahirnya hak sampai berakhirnya hak. Hak-hak yang harus didaftarkan dan dibukukan adalah hak-hak dalam arti luas, yaitu hak penguasaan atas tanah.

13

Ibid., hlm. 475.

Hak atas Tanah

Jenis hak

Hak Jaminan atas Tanah

Hak Primer Hak Sekunder Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Hak Wakaf Hak Tanggungan

Dengan demikian setiap terjadinya perubahan mengenai hak, subjek, maupun tanahnya wajib didaftarkan. Data yang terdapat dalam buku tanah meliputi, sebagai berikut: (1) segi fisik: letak tanah, batas-batas tanah, dan luas tanah; (2) segi yuridis: jenis hak atas tanah, subjek pemegang hak atas tanah, dan hak-hak pihak ketiga yang membebani. Dalam hal terjadi peristiwa hukum atau perbuatan hukum, wajib didaftarkan. Tanda bukti yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah ialah sertipikat. Sertipikat hak atas tanah terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit menjadi satu dan diberi sampul. Buku tanah yang asli digunakan sebagi arsip di kantor pertanahan seksi pendaftaran tanah, sedangkan salinannya diberikan kepada pemegang hak atas tanah. Besaran dan cara pembayaran biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah diatur dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (LN 1997-43; TLN 3687), yaitu Peraturan Pemerintah 46/2002. Pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Pasal 23 dan Penjelasannya, lebih lanjut dijelaskan bahwa sebagian dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan diperuntukkan bagi Badan Pertanahan Nasional untuk perbaikan administrasi pertanahan, khususnya sertifikasi tanah. Dan dengan atas permohonan yang bersangkutan, Menteri atau Pejabat yang bersangkutan dapat membebaskan pemohon dari sebagian atau seluruh biaya pendaftaran, jika ia dapat membuktikan tidak mampu membayarnya. Kemudian

untuk pendaftaran peralihan hak karena waris yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Ad. 2 Pemeliharaan data pendaftaran tanah Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap perubahan mengenai hak, subjek, dan tanahnya, harus didaftarkan dan kemudian dicatat dalam buku tanah yang disimpan di kantor pertanahan dan yang dipegang oleh pemegang hak atas tanah. Dalam hal ini pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. 14 Adapun pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut PP No. 24/1997 ialah meliputi: 1. Pendaftaran peralihan hak Beralihnya hak yang menyebabkan perubahan subjek pemegang haknya seperti jual beli, hibah, lelang, inbreng, waris, dan lain-lainnya. 2. Pendaftaran atas pembebanan hak Perubahan mengenai haknya meliputi tanah hak milik dibebankan dengan hak guna bangunan dan semacamnya. 3. Pendaftaran perubahan data pendaftaran lainnya, meliputi: a. Perpanjangan jangka waktu hak b. Pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah c. Pembagian hak bersama d. Hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun e. Peralihan dan hapusnya hak tanggungan f. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atas penetapan pengadilan 14

Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 475

g. Perubahan nama pemegang hak.

● Sistem Pendaftaran Tanah Sistem Pendaftaran Tanah yang diterapkan di suatu negara didasarkan pada asas hukum yang dianut oleh negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanah yaitu, asas itikad baik dan asas nemo plus yuris. Asas itikad baik berarti orang yang memperoleh suatu hak dengan itikad baik akan tetep menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum, sedangkan asas nemo plus yuris berarti orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Dalam hal ini terdapat dua sistem dalam pendaftaran tanah, yaitu: a. Sistem pendaftaran akta atau perbuatan hukum (Registration of deeds) Dalam sistem pendaftaran akta yang didaftarkan adalah aktanya. Bentuk penyimpanannya ialah dalam bentuk akta. Setiap terjadi perubahan maka akan dibuat akta baru sebagai bukti, dimana akta baru tersebut juga harus didaftarkan kembali. Akta baru yang asli dipegang oleh pemegang hak atas tanah dan salinannya disimpan oleh kantor pertanahan. Maka, yang menjadi alat bukti hak atas tanahnya ialah akta. Dengan demikian, jumlah akta dan salinannya akan terus bertambah seiring dengan adanya suatu perubahan pada tanah tersebut. b. Sistem pendaftaran hak atau hubungan hukum (Registration of titles) Dalam sistem pendaftaran hak yang didaftarkan ialah haknya. Bentuk penyimpanan pada sistem ini ialah dicatat dalam ruang di buku tanahnya. Dengan demikian, jika terjadi perubahan maka tidak dibuat buku tanah baru, melainkan hanya dilakukan pencatatan pada ruang di buku tanah tersebut. Sehingga, jumlah dari buku tanah tidak akan berubah meski ada perubahan. Maka, alat bukti dari sistem pendaftaran hal ialah sertifikat, yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur. ● Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Mengacu pada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah), sistem publikasi pendaftaran tanah terdiri dari : a. Sistem publikasi negatif

Sistem ini tidak mendasarkan pada pendaftaran haknya, melainkan berdasarkan atas sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum yang terkait dengan tanah tersebut. Seorang pemegang hak (terdaftar namanya sebagai pemegang hak) tidak memperoleh jaminan atau kepastian hukum atas haknya tersebut. Jika ternyata ada seseorang yang menggugat hak yang sudah terdaftar tersebut, dan dapat membuktikan secara hukum, maka hak tersebut dapat dicabut dan diberikan kepada penggugat tersebut. Sistem ini selalu menggunakan sistem pendaftaran akta. b. Sistem publikasi positif Sistem ini memberikan suatu jaminan hukum yang pasti atau kuat atas suatu hak atas tanah atau mendahulukan kepastian hukum yang kuat. Dengan demikian, bagi seorang pemegang hak (terdaftar namanya sebagai pemegang hak), maka pemegang hak tersebut akan dijamin dan dilindungi oleh hukum. Jika di kemudian hari, ada orang lain yang menggugat hak atas tanah tersebut maka penggugat tersebut tidak akan mendapatkan hak atas tanah tersebut walaupun ia dapat membuktikannya sebagai pemegang hak sebenarnya, namun ia akan mendapat ganti rugi dari negara. Sistem ini selalu menggunakan sistem pendaftaran hak.

Indonesia dihadapkan pada dua sistem besar pendaftaran tanah di dunia yaitu sistem positif dan sistem negatif, Indonesia memilih tidak berada pada salah satu sistem tersebut. Indonesia memiliki sistem pendaftaran tersendiri, menurut R. Suprapto bahwa sistem pendaftaran tanah yang kita gunakan adalah sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif, artinya pendaftaran hak-hak atas tanah dilaksanakan berdasarkan atas data-data yang positif, pejabat yang diserahi tugas melaksanakan pendaftaran mempunyai wewenang menguji kebenaran dari data-data yang dipergunakan sebagai dasar pendaftaran hak15. Sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif dapat dibuktikan dari hal-hal berikut: 1. Pendaftaran tanah menghasilkan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat, bukan sebagai alat bukti yang mutlak (sistem publikasi negatif). 15

R. Suprapto, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Praktek, ( Jakarta : CV. Mustari, 2006), Hlm. 324.

2. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles), bukan sistem pendaftaran akta (registration of deeds) (sistem publikasi positif). 3. Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat (sistem publikasi negatif). 4. Petugas pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebeneran data fisik dan data yuridis (sistem publikasi positif). 5. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum (sistem publikasi positif). 6. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat atau mengajukan gugatan ke pengadilan agar sertifikat tersebut dinyatakan tidak sah (sistem publikasi negatif).

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Adrian Sutedi, bahwa hukum tanah nasional menganut sistem publikasi negatif, tetapi bukan negatif murni, melainkan sistem negatif yang mengandung unsur positif. Mengenai hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C, yang menyatakan bahwa pendaftaran meliputi, “Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”. Dimana pernyataan ini tidak akan kita dapatkan dalam sistem publikasi negatif murni.

16

Dalam Pasal tersebut

disebutkan bahwa surat merupakan alat bukti yang kuat bukan yang terkuat atau mutlak, hal ini berarti pendaftaran tanah di Indonesia menganut stelsel negatif dimana apabila sertifikat tanah telah diterbitkan atas nama seseorang dan ada pihak yang dapat membuktikan sebagai pemilik yang lebih berhak melalui putusan lembaga peradilan, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan yang kemudian diberikan kepada pihak yang lebih berhak.17 Sistem Publikasi Positif dapat kita lihat dengan lahirnya UUPA pada tanggal 24 September 1960, dimana dengan lahirnya UUPA tesebut maka sistem pendaftaran tanah berupa sistem pendaftaran hak (registration of titles) yang ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA. Dengan adanya pendaftaran hak (registration of titles) maka ciri 16 17

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Edisi 1, Cetakan Ketiga, (Jakarta : Sinar Grafika,2014), hlm.121. Chairul Basri Ahmad, Pendaftaran Tanah, Bulletin LMPDP, November 2007 - Januari 2008, hlm.2.

sifat pejabat pendaftaran tanah adalah bekerja secara aktif untuk memperoleh data fisik dan yuridis yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu, dapat kita ketahui terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari sistem publikasi positif dan negatif, yaitu :18 a. Kelebihan sistem publikasi positif ● Adanya kepastian hukum bagi pemegang sertifikat; ● Adanya peranan aktif pejabat kadaster, dan ● Makanisme Penerbitan sertifikat dapat dengan mudah diketahui publik. b. Kelemahan sistem publikasi positif ● Pemilik Tanah yang sesungguhnya akan kehilangan haknya karena tanah tersebut telah ada sertifikat atas nama pihak lain yang tidak dapat diubah lagi; ● Peranan aktif pejabat kadaster memerlukan waktu dan prasarana yang mahal; dan ● Wewenang

pengadilan

diletakkan

dalam

wewenang

pengadilan

administrasi. c.

Kelebihan sistem publikasi negatif ● Pemegang hak sesungguhnya terlindungi dari pihak lain yang tidak berhak atas tanahnya; ● Adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum penerbitan sertifikat; dan ● Tidak ada batasan waktu bagi pemilik tanah sesungguhnya untuk menuntur haknya yang telah disertifikatkan pihak lain.

d. Kelemahan sistem publikasi negatif ● Tidak ada kepastian atas keabsahan sertifikat karena setiap saat dapat/mungkin saja digugat dan dibatalkan jika terbukti tidak sah penerbitannya; ● Peranan pejabat pendaftaran tanah/kadaster yang pasif tidak mendukung ke arah akurasi dan kebenaran data yang tercantum di dalam sertifikat; dan

18

Aartje Tehupeiory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Cetakan I, ( Jakarta : Raih Asa Sukses, 2012), hlm. 30.

● Mekanisme kerja pejabat kadaster yang demikian (kurang transparan) kurang dapat dipahami masyarakat awam.

● Alat Bukti Pendaftaran Tanah Tanah merupakan kebutuhan primer yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan merupakan salah satu sumber daya alam yang menjadi modal utama bagi pembangunan. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan tanah untuk keperluan rumah tempat tinggal dan keperluan pembangunan semakin meningkat, sedangkan luas tanah adalah relatif tetap. Disamping itu, saat ini tanah merupakan obyek investasi dan mengakibatkan nilai harga tanah akan semakin menjulang tinggi. Hal-hal tersebut sering mengakibatkan terjadinya sengketa, konflik, dan perkara pertanahan. Dalam rangka menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemilik tanah harus tersedia perangkat hukum pertanahan yang tertulis, lengkap dan jelas yang mengatur tentang pendaftaran tanah. Alat bukti pendaftaran tanah yang digunakan oleh Indonesia ialah sertifikat, sesuai dengan sistem pendaftaran hak. Fungsi sertifikat hak tanah adalah sebagai tanda bukti hak, yang diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berbunyi “Sertipikat hak atas tanah adalah alat pembuktian yang kuat”. Kata-kata ‘yang kuat’ disini artinya, bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat dan keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya (oleh hakim) sebagai keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang lain yang membuktikan sebaliknya. Dalam hal yang demikian maka pengadilan yang akan memutuskan alat pembuktian yang benar. Perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan disebut dalam Penjelasan Umum PP No. 24 Tahun 1997, yaitu, “dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan

kebijakan pertanahan”.19 Menurut ketentuan PP No. 10 Tahun 1961, bahwa sertipikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997, sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (2), huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah, meliputi, Kepastian hukum status hak atas tanah yang didaftar, Kepastian hukum subyek hak atas tanah, Kepastian hukum obyek hak atas tanah. Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah yang diterbitkan PP No. 24 Tahun 1997 yang menganut sistem publikasi negatif bertendensi positif: Bahwa sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang kuat tetapi tidak mutlak. Hal tersebut dapat dilihat dalam penjabaran ketentuan Pasal 19 Ayat (2) huruf c, Pasal 23 Ayat (2), Pasal 32 Ayat (2), dan Pasal 38 Ayat (2) UUPA, bahwa “sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut adalah sitem publikasi negatif, yaitu sertipikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak”.20 Walaupun ketentuan Pasal 32 Ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan, “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”. Kelemahan PP No. 24 Tahun 1997 yang menganut sistem publikasi negatif bertendensi positif, antara lain: a. “Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertipikat dikarenakan sewaktu-waktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertipikat”.

19 20

Suroso Ismuhadi, dkk, Pendaftaran tanah di Indonesia, (Jakarta; PT. Relindo Jayatama, 1997), hlm. 48. Urip Santoso, Hukum Agraria, Kajian Komprehensif, (Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2012 hlm. 319.

b. Dalam sistem publikasi negatif, sertipikat hak atas tanah bukan satu-satunya alat bukti kepemilikan tanah yang diterima oleh pengadilan, apabila terjadi gugatan dengan membuktikan dengan alat bukti lain maka “pengadilanlah yang berwenang memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila terbukti sertipikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan pembetulan sebagaimana mestinya”.

Akan tetapi kelemahan tersebut berusaha untuk ditutupi oleh ketentuan dalam Pasal 32 Ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997, yaitu, ”Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”. Namun jika dicermati, sesungguhnya pasal tersebut kembali bertentangan dengan: a. Sifat pembuktian sertipikat hak atas tanah yang hanya merupakan surat tanda bukti hak yang kuat tetapi tidak mutlak sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 32 Ayat (1) PP 24 Tahun 1997; b. Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA maupun PP 24 Tahun 1997, yaitu sistem publikasi negatif, walau dalam pelaksanaannya mengandung unsur positif (bertendensi positif).21

● Peraturan-peraturan terkait Pendaftaran Tanah No 1

21

Ibid.

Peraturan Pasal 14 ayat 6 UndangUndang Nomor 16 Tahun

Isi “Bentuk dan isi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah,bentuk dan isi buku tanah hipotik

1985 Tentang Rumah Susun

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta halhal mengenai pendaftaran hipotik dan pemberian sertifikat sebagai tanda bukti,ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.”

2

Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman

ayat (1) “Pemilikan rumah dapat dijadikan hutang.” ayat (2) “a)Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b).Pembebanan hipotek atas rumah beserta tanah yang haknya dimiliki pihak yang sama dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku.”

3

Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Atas Tanah Beserta Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

ayat (1) “Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.” ayat (2) “Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.” Ayat (3) “Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.” Ayat (4) “Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan

diberi bertanggal hari kerja berikutnya.” Ayat (5) “Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4.” “Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.”

4

Pasal 24 ayat (3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

5

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

6

Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

7

Pasal 9 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik

“Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud pada ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut: a) sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya; b) surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa; c) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah; d) izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat.”

8

Pasal 42 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Rumah Susun

“Pewarisan hak milik atas satuan rumah susun,pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan: a. sertifikat hak milik atas satuan rumah

susun; b. surat keterangan kematian pewaris; c. surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku; d. bukti kewarganegaraan ahli waris; e. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni; f. surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pewarisan.” 9

Pasal 24 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

“Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.”

10

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia

“Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 wajib dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.”

11

Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; b. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; c. koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; d. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; e. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei,pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; f. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.”

12

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 Tentang Tata Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik

13

Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 Tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah

14

Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan

15

Pasal 4 ayat (3) Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Perolehan Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal

16

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sistemik di Daerah Uji Coba

17

Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1995 Tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan

“Blanko sesuai bentuk Buku Tanah Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 1 dipergunakan dalam pendaftaran Hak Tanggungan mulai tanggal 1 Juli 1996.”

18

Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk

“Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang diberikan untuk menjamin pelunasan jenisjenis kredit di bawah ini dengan obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang pensertipikatannya sedang dalam pengurusan, berlaku sampai 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya Sertipikat hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan :

“Untuk perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dari pemohon dipungut uang administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pemberian hak atas tanah dan biaya pendaftaran tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”

Menjamin Pelunasan KreditKredit Tertentu

19

Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 Perihal Persertipikatan Tanah Wakaf

1. Kredit produktif yang termasuk Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/24/ KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993 yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat dengan plafond kredit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ke atas sampai dengan Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 2. Kredit Pemilikan Rumah yang termasuk dalam golongan Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993 yang tidak termasuk jenis kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2, yaitu kredit yang diberikan untuk pemilikan rumah toko (ruko) oleh usaha kecil dengan luas tanah maksimum 200 m² (dua ratus meter persegi) dan luas bangunan rumah dan took tersebut masing-masing tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh meter persegi) dengan plafond tidak melebihi Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), yang dijamin dengan hak atas tanah yang dibiayai pengadaannya dengan kredit tersebut. 3. Kredit untuk Perusahaan Inti dalam rangka KKPA PIRTRANS atau PIR lainnya yang dijamin dengan hak atas tanah yang pengadaannya dibiayai dengan kredit tersebut. 4. Kredit pembebasan tanah dan kredit konstruksi yang diberikan kepada pengembang dalam rangka Kredit Pemilikan Rumah yang termasuk dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 2 angka 2 yang dijamin dengan hak atas tanah yang pengadaan dan pengembangannya dibiayai dengan kredit tersebut.”

DAFTAR PUSTAKA BUKU Ahmad,Chairul Basri. Pendaftaran Tanah, Bulletin LMPDP, November 2007 - Januari 2008, Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi,dan Pelaksanaannya), Jilid 1, (Jakarta : Djambatan, 2008). Ismuhadi, Suroso. dkk. Pendaftaran tanah di Indonesia, (Jakarta : P.T. Relindo Jayatama, 1997) Santoso,Urip. Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Kharisma Putra Utama, Jakarta, 2012) Suprapto,R. Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Praktek, ( Jakarta : CV. Mustari, 2006). Sutedi,Adrian. Sertifikat Hak Atas Tanah, Edisi 1, Cetakan Ketiga, (Jakarta : Sinar Grafika,2014). Tehupeiory, Aartje. Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia. Cetakan I, ( Jakarta : Raih Asa Sukses, 2012).

UNDANG - UNDANG Indonesia, Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah. PP No. 24 Tahun 1997.

Related Documents


More Documents from ""

Pk Orkel.doc
October 2019 9