Pemimpin Yang Tengil (ihsan)

  • Uploaded by: ukki unesa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemimpin Yang Tengil (ihsan) as PDF for free.

More details

  • Words: 1,593
  • Pages: 4
Pemimpin yang Tengil (2) Sumber: Majalah KalamDT - Daarut Tauhiid Jakarta Oleh : Aa Gym Bismillaahirrahmanirrahiim, Jadi, pemimpin itu tidak usah pamer banyak hal, Nabi Muhammad Saw pemimpin tertinggi, tapi paling sopan. Rakyatnya sopan, umatnya sopan, pemimpin tidak boleh kalah sopan. Pemimpin itu harus paling sopan di banding rakyatnya. Kemudian pemimpin tidak boleh egois, justru pemimpin harus paling banyak berkorban dibanding rakyatnya. Tidak salah pemimpin jadi kaya, asal jangan mengekploitasi kepemimpinannya untuk memperkaya diri. Kalau pemimpin punya usaha, dan usahnya jalan terus, seperti Nabi Muhammad istrinya Khadijah punya usaha, ya tidak apa-apa. Tapi Khadijah malah menafkahkan kekayaanya. Pemimpin tidak boleh norak yah. G-nya Galak. Kalau pemimpin galak tidak, bisa jalan sistem. Pemimpin galak itu yang bagaimana? Diantaranya pemimpin galak itu adalah spesialis pencari kesalahan. Jadi ada pemimpin yang kalau memasuki ruangan itu seperti kemasukan Frankenstein. Semua stress. Karena pemimpin galak itu hobinya mencari yang salah. Ini ruangan sudah di pel, bersih. Nanti dicari yang kotor. Dan kalau pemimpin marah itu lebih sibuk menyakiti, akibatnya orang-orang di sekitarnya tidak mau bertemu, tidak berani mengeluarkan pendapat. Jadi YES … MAN. Asal pimpinan senang. Akibatnya rusak, kalau mengelola daerah hanya dengan otak pemimpin, tidak bisa. Pemimpin itu harus membuat para pemikir, otak dan akal pikiran di sekelilingnya berkembang, dan disinergikan oleh pemimpin menjadi sebuah pemikiran yang brilian. Nggak boleh hanya otak pemimpin saja, tidak bisa. Pemimpin harus bisa mengendalikan dirinya. Nabi Muhammad mengisyaratkan "La Taghdhob" jangan marah, karena kalau orang sudah marah, ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Pemarah itu kata-katanya tidak terkendali. Menyakiti. Akibatnya orang sekitar tidak bisa bekerja bagus. Jangan pilih pemimpin pemarah. Bukan tidak boleh marah, marah itu manusiawi. Pemarah yang tidak boleh itu. Nabi Muhammad juga pernah marah, tapi marahnya caranya benar alasannya benar. Tepat semuanya. Kalau Nabi dan rasulnya dianggap tidak adil, maka siapa lagi yang adil? Cuma begitu marahnya. Simpel, tapi orang jadi sadar. Kalau kita kan panjang lebar, tapi orang jadi mangkel. Coba dicermati kalau orang tidak bisa mengendalikan hampir dapat dipastikan kepemipinannya tidak akan bagus. Mudah tersinggung. Apalagi pemimpin yang pemarah itu gelikan, tahu gelikan? Dikit-dikit tersinggung. Dikit-dikit marah, akibatnya lebih memilih karyawan sesuai dengan kesukaan dirinya. Kira-kira si ini nurut, tidak akan ngeselin, dipilih. Pilih kasih. Kalau pemimpin egois begitu pilih kasih. Tolong kepada calon Pilkada, dari sekarang jangan marah-marah, yah. Jangan pilih pemimpin yang pemarah. I-nya sekarang. Iri-dengki. Kalau pemimpin pendengki, hati-hati bahaya. Si dengki itu susah lihat orang senang, senang lihat orang susah. Pemimpin pendengki tidak suka ada diantara karyawannya yang berprestasi, karena takut akan melampaui popularitas dirinya. Makanya kalau ada yang menonjol disuruh bekerjanya di tempat terpencil. Karena dia tidak suka melihat orang lain berprestasi. Padahal pemimpin asli itu adalah yang

membuat orang lain berprestasi. Prestasi seorang pemimpin adalah membuat sebanyak mungkin orang berprestasi. Kalau pemimpin pendengki, hati-hati dia susah melihat orang senang, senang melihat orang susah. Jadi isi otaknya itu sudah jelek saja. Kalau sudah dengki kepada seseorang maka, tidak ada yang baik dari orang yang didengkinya. Semuanya jelek semuanya salah. Ciri khasnya pemimpin pendengki itu selalu menjelekkan lawan-lawannya. Sangat sibuk menjelekkan orang lain, dan sangat sibuk memuji dirinya, itu pendengki. Ia tidak tahan kalau lawannya dipuji, mangkel. Dan dia akan berjuang untuk memudarkan, supaya tidak layak dipuji. Di mana ada kesempatan berbicara mesti dia menyerang lawannya. Jangan pilih kandidat yang hanya sibuk menjelekkan orang lain. Memang ada yang harus kita beberkan kesalahan, tapi bukan untuk kepentingan mengangkat diri, tapi kepentingannya untuk menengakkan keadilan seperti Jaksa. Kerjanya kan terus saja mencari keterangan. Atau Intel, mengintainya itu kebaikan terus, bisa repot nanti. Tapi niatnya apa? Mencari kekurangan, menjelaskan kekurangan untuk menegakkan keadilan bukan untuk kepentingan pribadi. Kalau pendengki itu untuk kepentingan diri, mencari kejelekan orang sebagai sarana menjatuhkan. Pendengki tidak tahan mendengar orang yang didengkinya. Jadi kalau guru dengki ke guru yang lain dia tidak mau dengar. Termasuk ulama, kalau ulama dengki kepada ulama yang lain pasti tidak mau dengar. Sebel saja. Dan nanti akan terus mencari kejelekan ulama itu untuk dibeberkan. Celakanya kedengkian itu tidak akan merusak orang yang didengki. Kedengkian itu merusak pendengkinya sendiri. Sebagaimana api membakar kayu. Itulah yang digariskan Nabi, seorang yang pendengki terbakar habis kebaikannya seperti api membakar kayu. Jadi nanti lihat kandidat itu kerjanya menjelekjelekkan orang lain tidak? Apakah kandidatnya berani memuji orang lain tidak? Karena pendengki tidak bisa memuji. Bila hati kian dengki Tak rela orang dapat rizki Tak pernah mau memuji Hanya bisa mencaci-maki Tapi bila hati bersyukur Kebaikan tak pernah kendur Walau tidur tak punya kasur Hati tetap merasa makmur Maka lihat nanti kalau sedang kampanye, apakah dia sibuk menjelekkan lawan-lawannya jangan pilih. Tapi apabila ia berani memuji lawan-lawannya, nah ini boleh pilih. Kalau hanya memuji dirinya sendiri, janganlah. Misal kalau nanti jadi Pilkada akan berkata "Kepada Rakyat Kabupaten manis madu, saya ini hanyalah rakyat jelata. Yang mencoba ingin menyumbangkan sesuatu untuk kabupaten kita. Saya harap masyarakat tidak terkecoh oleh saya. Silakan pelajari silsilah. Silakan cermati perilaku saya selama ini, tentu tidak sempurna. Tapi mudah-mudahan perubahan-perubahan bisa dilihat oleh rakyat. Tolong masyarakat cermati perilaku keluarga dan anak-anak saya. Karena bagaimana mungkin akan memimpin kabupaten dengan jumlah 500.000 orang kalau memimpin istri satu dan anak dua saja tidak terurus. Tolong kepada masyarakat jangan hanya melihat piagam penghargaan dari negara kepada saya. Karena negara tidak tahu banyak, loh. Yang tahu banyak keadaan saya adalah istri, anak, pembantu di rumah, supir, dan tetangga dekat. Kalau pujian dari orang lain itu mah, cobaan. Tapi tanya saja selidiki, bagaimana. Karena kesuksesan itu tidak dilihat dari penghargaan yang jauh,

kesuksesan itu terlihat dari penghargaan orang terdekat. Tolong kepada masyarakat, silakan renungkan kandidat yang lain yang boleh jadi kemampuannya lebih tinggi dari saya. Pak fulan, saya kenal beliau orangnya bijaksana. Pak fulan pendidikannya jauh lebih tinggi daripada saya. Pak fulan pengalamannya memimpinnya lebih banyak. Dan kalau sudah dicermati, silakan istikharah. Saya terus terang, tidak bisa membagibagikan uang kepada rakyat pemilih. Karena saya menghargai hati nurani rakyat. Kalau saya bayar itu namanya penghinaan kepada rakyat. Kalau saya beri Rp 50.000,- tiap kepala keluarga untuk memilih saya, berarti saya menghina hati nurani rakyat seharga Rp 50.000,- saja. Saya tidak mau melakukannya karena tidak benar. Saya tidak berani menjanjikan apa-apa, kecuali ingin bisa mempersembahkan yang terbaik di dalam kebersamaan. Jangan pilih saya kecuali saudara-saudara yang mau bekerja sama, apalah artinya dipilih tanpa kerja sama". Dan TENGIL, Takabur, Egois, Norak, Galak, Iri Dengki, dan Licik.... Nah ini bahaya. Kalau sebelum jadi kandidat Pilkada saja sudah licik, bagaimana sesudah punya kekuasaan. Kalau sebelum memiliki kekuasaan sudah tidak jujur, bagaimana kalau sudah berkuasa? Ini penting dicermati. Kalau belum memiliki kewenangan saja sudah tidak benar, bagaimana kalau kewenangan ada di genggamannya. Maka pelajari, licik tidak pemimpin kita ini. Kalau sebelum memipin sudah licik, sudah jadi pemimmpin, dimakan kita ini. Maka kalau nanti ada calon Kepala Daerah yang sibuk membagi-bagikan uang, terima. Tapi kalau kelakuan bejat tetap jangan dipilih yah. Nanti uangnya ke mana nih? Sedekahkan saja kepada yang lebih miskin dari kita. Kepada yang dhuafa. Maka kalau track recordnya selama ini dia koruptor, jangan. Karena kalau pemimpin korupsi dia tidak kerja tuh. Saya dengar kata orang yang meneliti. Kalau pemimpinnya tidak punya kemampuan memimpin selama dia memimpin, tamu yang diterima hanya yang akan menguntungkan dia. Kalau puya proyek, potong. Jatah dia. Terus aja dia kumpul-kumpul harta. Jalan rakyat jelek, gak peduli. Irigasi rusak, gak peduli, kecuali dari irigasi dia dapat untung. Proyek apa saja yang penting dia dulu, kualitasnya terserah. Saya kadangkadang iri, ada tuh di Dago saluran irigasi buatan Belanda dulu, itu kokoh. Kenapa buatan sekarang mudah rapuh? Semennya dimakan. Jangan pilih pemimpin rakus, cari pemimpin yang makanannya nasi, minumnya air, jangan sampai pemimpin ngunyah bata. Ini penting. Kita nanti yang apes. Bangunan Sekolah bisa roboh, menimpa anak kita sendiri. Jalanan hancur, oleng, ketabrak anak kita nanti. Jangan salah memilih pemimpin. Pemimpin licik kita pilih, kita nanti ditipu oleh dia. Jangan salahkan siapapun, kalau nanti kita menderita, kita yang salah memilih pemimpin. Oleh karena itulah, cari pemimpin ini jujur atau tidak? Pemimpin tidak jujur jangan pernah diberi kesempatan. Karena kalau dia diberi kewenangan, kita yang akan hancur. Mudah-mudahan TENGIL ini bisa menjadi kriteria kita memilih pemimpin. Bukankah di dalam Islam, tidak boleh mengajukan diri menjadi pemimpin, tidak boleh mengajukan meminta jabatan? Benar, Nabi Muhammad tidak mengajarkan kita ambisius terhadap jabatan. Tapi kita harus ambisius terhadap keselamatan. Kalau nanti diantara calon-calon pemimpinnya disinyalir tidak ada yang baik, maka harus ada orang baik yang maju. Karena kalau tidak kita akan hancur bersama. Jadi jangan anggap orang yang mau mengikuti Pilkada ini semua ambisius kekuasaan, ada yang ambisiusnya adalah untuk kebaikan bersama. Maaf kepada calon Kepala Daerah, saudara jangan tersinggung, kalau tersinggung berarti mirip. Selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Tolong pak niatnya harus dijaga. Kalau niatnya hanya ingin memperoleh duniawi, maka duniawi itulah yang akan menghancurkan bapak.

Kalau saudara calon Kepada Daerah niatnya hanya ingin dihormati orang maka jabatan saudara akan membuat saudara tidak terhormat. Kalau saudara memiliki jabatan hanya ingin kelihatan hebat, maka jabatan itu yang akan menghinakan. Raihlah kedudukan semata-mata agar hidup kita bermanfaat. Membuat masyarakat di sekitarnya maju. Kesuksesan seorang pemimpin bisa dilihat berapa banyak orang yang jadi sukses karena kehadirannya. Kalau selama memimpin tetap semrawut, tidak ada prestasi apapun, tapi dia makin kaya. Maka itulah pemimpin yang sangat bodoh yang tidak boleh dipilih lagi. Kalau selama memimpin dia semakin makmur tapi rakyatnya semakin miskin, maka ini pemimpin yang merampok rakyatnya sendiri. Pemimpin yang baik adalah pelayan kaumnya. Dia menjadi suri tauladan, dia yang paling melayani, dia paling sopan, dia tidak membutuhkan penghormatan, tapi dia yang paling menghormati. Dia tidak membutuhkan penghargaan, tapi dia yang paling menghargai rakyatnya. Pemimpin rendah hati, pemimpin banyak berkorban, pemimpin yang tulus, itulah yang akan membawa keberuntungan bagi diri kita. Insya Allah. Alhamdulillaahirobbil’alamin

Related Documents

Ihsan
October 2019 39
Pemimpin
November 2019 47
Pemimpin
June 2020 28

More Documents from "Prof. DR. H. Imam Suprayogo"