Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur (dias)

  • Uploaded by: ukki unesa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur (dias) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,331
  • Pages: 10
Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk memperoleh dan mengamalkan ilmu. Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban dimana sebelumnya ia rajin, bersungguh-sungguh, dan penuh semangat. Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan. Orang yang terkena penyakit futur ini berada pada tiga golongan, yaitu: 1). Golongan yang berhenti sama sekali dari aktivitasnya dengan sebab futur, dan golongan ini banyak sekali. 2). Golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat, namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini lebih banyak lagi. 3). Golongan yang kembali pada keadaan semula, dan golongan ini sangat sedikit. [1] Futur memiliki banyak dan bermacam-macam sebab. Apabila seorang muslim selamat dari sebagiannya, maka sedikit sekali kemungkinan selamat dari yang lainnya. Sebabsebab ini sebagiannya ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Di antara sebab-sebab itu adalah. 1). Hilangnya keikhlasan. 2). Lemahnya ilmu syar’i. 3). Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan akhirat. 4). Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak. 5). Hidup di tengah masyarakat yang rusak. 6). Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang lemah dan cita-cita duniawi. 7). Melakukan dosa dan maksiyat serta memakan yang haram. 8). Tidak mempunyai tujuan yang jelas (baik dalam menuntut ilmu maupun berdakwah). 9). Lemahnya iman. 10). Menyendiri (tidak mau berjama’ah). 11). Lemahnya pendidikan. [2] Futur adalah penyakit yang sangat ganas, namun tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Dia pun menurunkan obatnya. Akan mengetahuinya orang-orang yang mau mengetahuinya, dan tidak akan mengetahuinya orang-orang yang enggan mengetahuinya.

Di antara obat penyakit futur adalah. 1). Memperbaharui keimanan. Yaitu dengan mentauhidkan Allah dan memohon kepada-Nya agar ditambah keimanan, serta memperbanyak ibadah, menjaga shalat wajib yang lima waktu dengan berjama’ah, mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib, melakukan shalat Tahajjud dan Witir. Begitu juga dengan bersedekah, silaturahmi, birrul walidain, dan selainnya dari amal-amal ketaatan. 2). Merasa selalu diawasi Allah Ta’ala dan banyak berdzikir kepada-Nya. 3). Ikhlas dan takwa. 4). Mensucikan hati (dari kotoran syirik, bid’ah dan maksiyat). 5). Menuntut ilmu, tekun menghadiri pelajaran, majelis taklim, muhadharah ilmiyyah, dan daurah-daurah syar’iyyah. 6). Mengatur waktu dan mengintrospeksi diri. 7). Mencari teman yang baik (shalih). 8). Memperbanyak mengingat kematian dan takut terhadap suul khatimah (akhir kehidupan yang jelek). 9). Sabar dan belajar untuk sabar. 10). Berdo’a dan memohon pertologan Allah. [3]

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas disadur dari www.almanhaj.or.id Jumat, 15 Februari 2008 11:18:08 WIB

PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH PUTUS ASA DALAM MENUNTUT ILMU DAN WASPADA TERHADAP BOSAN Sebab, bosan adalah penyakit yang mematikan, membunuh cita-cita seseorang sebesar sifat bosan yang ada pada dirinya. Setiap kali orang itu menyerah terhadap kebosanan, maka ilmunya akan semakin berkurang. Terkadang sebagian kita berkata dengan tingkah lakunya, bahkan dengan lisannya, “Saya telah pergi ke banyak majelis ilmu, namun saya tidak bisa mengambil manfaat kecuali sedikit.” Ingatlah wahai saudaraku, kehadiran Anda dalam majelis ilmu cukup membuat Anda mendapatkan pahala. Bagaimana jika Anda mengumpulkan antara pahala dan manfaat? Oleh karena itu, janganlah putus asa. Ketahuilah, ada beberapa orang yang jika saya ceritakan kisah mereka, maka Anda akan terheran-heran. Di antaranya, pengarang kitab Dzail Thabaqaat al-Hanabilah. Ketika menulis biografi, ia menyebutkan banyak cerita unik beberapa orang ketika mereka menuntut ilmu. ‘Abdurrahman bin an-Nafis -salah seorang ulama madzhab Hanbali- dulunya adalah seorang penyanyi. Ia mempunyai suara yang bagus, lalu ia bertaubat dari kemunkaran ini. Ia pun menuntut ilmu dan ia menghafal kitab al-Haraqi, salah satu kitab madzhab Hanbali yang terkenal. Lihatlah bagaimana keadaannya semula. Ketika ia jujur dalam taubatnya, apa yang ia dapatkan? Demikian pula dengan ‘Abdullah bin Abil Hasan al-Jubba’i. Dahulunya ia seorang Nashrani. Kelurganya juga Nashrani bahkan ayahnya pendeta orang-orang Nashrani sangat mengagungkan mereka. Akhirnya ia masuk Islam, menghafal Al-Qur-an dan menuntut ilmu. Sebagian orang yang sempat melihatnya berkata, “Ia mempunyai pengaruh dan kemuliaan di kota Baghdad.” Demikian juga dengan Nashiruddin Ahmad bin ‘Abdis Salam. Dahulu ia adalah seorang penyamun (perampok). Ia menceritakan tentang kisah taubatnya dirinya: Suatu hari ketika tengah menghadang orang yang lewat, ia duduk di bawah pohon kurma atau di bawah pagar kurma. Lalu melihat burung berpindah dari pohon kurma dengan teratur. Ia merasa heran lalu memanjat ke salah satu pohon kurma itu. Ia melihat ular yang sudah buta dan burung tersebut melemparkan makanan untuknya. Ia merasa heran dengan apa yang dilihat, lalu ia pun taubat dari dosanya. Kemudian ia menuntut ilmu dan banyak mendengar dari para ulama. Banyak juga dari mereka yang mendengar pelajarannya. Inilah sosok-sosok yang dahulunya adalah seorang penyamun, penyanyi dan ada pula yang Nashrani. Walau demikian, mereka menjadi pemuka ulama, sosok mereka diacungi jempol dan amal mereka disebut-sebut setelah mereka meninggal.

Jangan putus asa, berusahalah dengan sungguh-sungguh, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Walaupun Anda pada hari ini belum mendapatkan ilmu, maka curahkanlah terus usahamu di hari kedua, ketiga, keempat,.... setahun, dua tahun, dan seterusnya...[4] Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu syar’i. Menuntut ilmu syar’i tidak bisa kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah dalam kebenaran. [Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M] __________

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas disadur dari www.almanhaj.or.id Jumat, 15 Februari 2008 11:18:08 WIB

Delegasi Amerika untuk Afganistan Membocorkan Persekongkolan Presiden Pakistan dalam Persoalan Penerapan Syariat Islam di Wadi Sawat Pada akhir minggu lalu, delegasi Amerika untuk Afganistan dan Pakistan (Richard Halbrook) membocorkan persekongkolan Presiden Pakistan Asif Zardari kepada stasiun CCN Amerika dalam hal kesepakatan tentang penerapan syariat Islam di Wadi Sawat, yang telah diumumkan oleh pemerintahan Pakistan, hari Senin lalu, bersama dengan gerakan Taliban sebagai kompensasi atas penghentian tembakan oleh milisi bersenjata melawan tentara Pakistan. Halbrook berrkata: “Sesungguhnya presiden Zardari telah menyakinkan kami bahwa semua itu tidak benar. Ia menggambarkan bahwa kesepakatan itu hanya sebagai sebuah penetapan (rencana) sementara. Presiden Zardari telah membuat kesepakatan dengan kami bahwa mereka yang menguasai Wadi Sawat sekarang adalah mereka para musuh, kelompok balthijiyah, milisi bersenjata, beberapa kelompok thariqoh, dan kaum ektrimis. Mereka adalah representatif yang tidak hanya membahayakan dan mengancaman bagi Pakistan saja, tetapi juga bagi AS”. Sungguh statemen-statemen yang dilontarkan Halbrook tentang Zardari ini menegaskan hakikat sebenarnya bahwa para penguasa Pakistan itu tidak lain mereka adalah musuhmusuh sebenarnya bagi umat Islam, kelompok-kelompok umat, pergerakan- pergerakan umat, dan para pemimpin umat. Umat Islam harus benar-benar sadar akan kenyataan ini. Sehingga umat sama sekali tidak boleh percaya kepada mereka; dan sedikitpun umat tidak akan pernah merasa aman ada di sisi mereka. Sebab mereka adalah para antek (jongos) yang ditempatkan Amerika dan Barat untuk menjadi penguasa di tengah-tengah umat Islam melalui demokrasi keji dan kotor, di mana mereka tidak akan pernah sampai pada kekuasaan kecuali di antara mereka yang telah menjadi penjaga keamanan (herder) bagi kepentingan Amerika dan negara-negara Barat penjajah di negeri-negeri kaum Muslim. (mb/al-aqsa.org)

Sumber: www. detikIslam.htm 4 maret 2009

Laporan Dana Kampanye Partai Dinilai Konyol TEMPO Interaktif, Jakarta: Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menyatakan laporan awal dana kampanye yang diterima Badan Pengawasan Pemilihan Umum sebagai anekdot yang menggelikan. “Yang lucu, laporan dan nilai iklan tidak sebanding,” katanya ketika dihubungi Tempo, Selasa (10/3). Ia mencontohkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yang iklannya sudah muncul sejak beberapa bulan lalu hingga sekarang masih tayang di berbagai media cetak maupun elektronik. Menurut dia, tidak mungkin saldo awal dalam rekening yang dilaporkan ke Badan Pengawasaan Pemilu hanya Rp 15,695 miliar. Begitu pula dengan Partai Golkar yang akhir-akhir ini gencar beriklan di televisi, rekening saldo awal yang dilaporkan cuma Rp 156.3 juta. “Saldo ini menunjukkan tidak ada niat baik partai untuk membeberkan danan secara benar dan terbuka,” ujar dia. Menurut Ray, partai yang hanya mencantumkan saldo awal dana kampanye ke Komisi Pemilihan Umum, memang sudah sah secara hukum. Sehingga partai politik peserta pemilu melaporkan sevatas standar yang dibutuhkan KPU. Itupun belum seluruhnya dipenuhi, seperti mencantumkan alamat dan nama penyumbang, berikut besarannya sumbangan. Padahal, yang dibutuhkan dalam melihat dana kampanye partai adalah untuk apa saja dana itu digunakan. Pemakaian dana itulah yang harus diperinci. Masalahnya, kata Ray, KPU belum memuat aturan mengenai pengelolaan dana kampanye sejak partai tersebut mulai berkampanye. “Partai merasa tidak perlu melaporkan penggunaan dana, karena tidak diminta.” Pasal 21 ayat 2 Peraturan Komisi Pemilihan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye disebutkan, laporan sumbangan yang diserahkan tujuh hari sebelum kampanye rapat umum memuat nama dan alamat penyumbang, jumlah sumbangan, dan asal-usul sumbangan. Aturan itu, menurut Ray, tidak mencantumkan kewajiban untuk melaporkan pengelolaan dana kampanye. Lantaran itu, kata Ray, partai dengan gampang berdalih sudah menyerahkan laporang dana kampanye, tanpa mencantumkan dana yang sudah dikeluarkan sepertu membayar iklan di TV di surat kabar dan lain-lain. KPU, kata Ray, hanya bisa memaksa untuk menghitung ulang pengeluaran partai politik. “Aturan menyangkut detai pemakaian dana tidak bisa dibuat lagi karena waktunya terlalu mepet dengan jadwal kampanye dan pemilihan,” tuturnya. KPU dinilai akan sia-sia mengorek dana kampanye lantaran tidak bakal memperoleh detail pengeluaran dana partai sejak awal. (tempointeraktif; Selasa, 10 Maret 2009 | 09:52 WIB)

Penulis Buku Holocaust Akui Kebohongan Hanya tujuh tahun setelah kejadian Holocaust terhadap Yahudi, salah seorang pelaku sejarahnya menuangkan peristiwa itu dalam sebuah buku, A Memoir of The Holocaust Years. Buku ini ditulis oleh Misha Defonseca, kini 71 tahun, berkebangsaan Belgia. Buku itu segera saja menjadi best seller, bahkan bertahun-tahun lamanya. Misha menceritakan bagaimana perlakukan Nazi Jerman kepada kedua orang tua Yahudinya, dan ia sendiri ketika itu masih bocah kecil. Misha, menceritakan dirinya sendiri, berkelana dari satu negara Eropa ke negara Eropa lainnya, karena kemudian ia kehilangan kedua orang tuanya. Ia mengaku ia tersesat di Warsawa dan kemudian diasuh oleh kawanan srigala. Tapi kini, secara terang-terangan Misha mengakui bahwa buku itu hanya merupakan rekaannya belaka—tidak berdasarkan pada kejadian sebenarnya. “Saya minta maaf pada semua orang yang merasa dibohongi,” ujar wanita yang kini menetap di Massachussetts, AS. Saking laris dan digemarinya buku ini, dan dianggap penting oleh Zionis Yahudi, A Memoir of The Holocaust Years telah diterjemahkan ke dalam 18 bahasa dan bahkan sudah pula dibuat filmnya. Menurut penelitian para ahli, selama ini Defonseca merasa stress berat akibat kebohongan-kebohongan yang dibuatnya dalam buku itu. Di sisi lain, pengakuan Misha juga berakibat makin kencangnya sikap anti-Semit di Eropa. (Eramuslim; Rabu, 11 Maret 2009 | 08:23 WIB)

Makna Kelahiran Muhammad saw. Kelahiran Muhammad saw. tentu tidaklah bermakna apa-apa seandainya beliau tidak diangkat sebagai nabi dan rasul Allah, yang bertugas untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia agar mereka mau diatur dengan aturan apa saja yang telah diwahyukan-Nya kepada Nabi-Nya itu. Karena itu, Peringatan Maulid Nabi saw. pun tidak akan bermakna apa-apa— selain sebagai aktivitas ritual dan rutinitas belaka—jika kaum Muslim tidak mau diatur oleh wahyu Allah, yakni al-Quran dan asSunnah, yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw. ke tengahtengah mereka. Padahal, Allah Swt. telah berfirman: ‫عنْ ُه فَا ْن َتهُوا‬ َ ْ‫ل َفخُذُوهُ َومَا َنهَا ُكم‬ ُ ‫َومَا ءَاتَاكُ ُم ال ّرسُو‬ Apa saja yang diberikan Rasul kepada kalian, terimalah; apa saja yang dilarangnya atas kalian, tinggalkanlah. (QS al-Hasyr [59]: 7). Lebih dari itu, pengagungan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad saw., sejatinya merupakan perwujudan kecintaan kepada Allah, karena Muhammad saw. adalah kekasihNya. Jika memang demikian kenyataannya maka kaum Muslim wajib mengikuti sekaligus meneladani Nabi Muhammad saw. dalam seluruh aspek kehidupannya, bukan sekadar dalam aspek ibadah ritual dan akhlaknya saja. Allah Swt. berfirman: ‫ل فَاتّ ِبعُونِي‬ َ ‫نا‬ َ ‫حبّو‬ ِ ‫قُلْ إِنْ ُك ْن ُتمْ ُت‬ Katakanlah, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku.” (QS Ali Imran [3]: 31). Dalam ayat di atas, frasa fattabi‘ûnî (ikutilah aku) bermakna umum, karena memang tidak ada indikasi adanya pengkhususan (takhshîsh), pembatasan (taqyîd), atau penekanan (tahsyîr) hanya pada aspek-aspek tertentu yang dipraktikkan Nabi saw. Di samping itu, Allah Swt. juga berfirman: ٍ‫عظِيم‬ َ ٍ‫وَِإ ّنكَ َلعَلى خُُلق‬

Sesungguhnya engkau berada di atas khuluq yang agung. (QS alQalam [68]: 4). Di dalam tafsirnya, Imam Jalalin menyatakan bahwa kata khuluq dalam ayat di atas bermakna dîn (agama, jalan hidup) (Lihat: Jalalain, Tafsîr Jalâlayn, 1/758). Dengan demikian, ayat di atas bisa dimaknai: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/jalan hidup yang agung. Tegasnya, menurut Imam Ibn Katsir, dengan mengutip pendapat Ibn Abbas, ayat itu bermakna: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/jalan hidup yang agung, yakni Islam (Lihat: Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, 4/403). Ibn Katsir lalu mengaitkan ayat ini dengan sebuah hadis yang meriwayatkan bahwa Aisyah istri Nabi saw. pernah ditanya oleh Sa’ad bin Hisyam mengenai akhlak Nabi saw. Aisyah lalu menjawab: َ‫كَانَ خُلُ ُقهُ الْ ُقرْآن‬ Sesungguhnya akhlaknya adalah al-Quran. (HR Ahmad). Dengan demikian, berdasarkan ayat al-Quran dan hadis penuturan Aisyah di atas, dapat disimpulkan bahwa meneladani Nabi Muhammad saw. hakikatnya adalah dengan cara mengamalkan seluruh isi al-Quran, yang tidak hanya menyangkut ibadah ritual dan akhlak saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Artinya, kaum Muslim dituntut untuk mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad saw. dalam seluruh perilakunya: mulai dari akidah dan ibadahnya; makanan/minuman, pakaian, dan akhlaknya; hingga berbagai muamalah yang dilakukannya seperti dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, dan pemerintahan. Rasulullah saw. sendiri tidak hanya mengajari kita bagaimana mengucapkan syahadat serta melaksanakan shalat, shaum, zakat, dan haji secara benar; tetapi juga mengajarkan bagaimana mencari nafkah, melakukan transaksi ekonomi, menjalani kehidupan sosial, menjalankan pendidikan, melaksanakan aktivitas politik (pengaturan masyarakat), menerapkan sanksisanksi hukum (‘uqûbat) bagi pelaku kriminal, dan mengatur pemerintahan/negara secara benar. Lalu, apakah memang Rasulullah saw. hanya layak diikuti dan diteladani dalam masalah

ibadah ritual dan akhlaknya saja, tidak dalam perkara-perkara lainnya? Tentu saja tidak! Jika demikian, mengapa saat ini kita tidak mau meninggalkan riba dan transaksi-transaksi batil yang dibuat oleh sistem Kapitalisme sekular; tidak mau mengatur urusan sosial dengan aturan Islam; tidak mau menjalankan pendidikan dan politik Islam; tidak mau menerapkan sanksi-sanksi hukum Islam (seperti qishâsh, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi pemabuk, hukuman mati bagi yang murtad, dll); juga tidak mau mengatur pemerintahan dengan aturan-aturan Islam? Bukankah semua itu justru pernah dipraktikan oleh Rasulullah saw. selama bertahuntahun di Madinah dalam kedudukannya sebagai kepala Negara? . (Eramuslim; Rabu, 11 Maret 2009 | 10:23 WIB)

Related Documents

Adab-adab-penuntut-ilmu
October 2019 38
Adab Penuntut Ilmu 2
May 2020 28
Munajat Penuntut Ilmu
May 2020 15
Adab Penuntut Ilmu 1
May 2020 34
Futur
October 2019 37

More Documents from "Jean-Philippe Solanet-Moulin"