Kasih Ibu Kepadaku (devi)

  • Uploaded by: ukki unesa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kasih Ibu Kepadaku (devi) as PDF for free.

More details

  • Words: 1,276
  • Pages: 5
Kasih ibu kepadaku

Awan mendung dilangit seperti hatiku saat ini, dan setetes hujan jatuh dipipiku… ku berlari ke tempat teduh…teduh dari segala penderitaan, kuberlari dari kenyataan hidup yang tiada arti...ku menyesal. Pencarian panjang dalam kegelapan… Untuk menemukan jawaban dalam hidup... Dari manakah ku berasal? Apa tujuan ku hidup? Dan kemanakah ku setelah mati? Aku terus mencari… Dingiin… dingin sekali disini Tapi…apakah ini? Kehangatan yang meraih tanganku Dan suara yang sampai di telingaku Bagai angin semilir sejuk yang sengaja masuk mengusir mendung di relung hatiku… Hingga membangunkanku dari mimpi...mimpi yang sangat gelap. “Ana sudah bangun? Ayo sarapan dulu lalu minum obat biar sembuh.” Kata Bilqis. Bilqis adalah sahabat terbaikku di dunia ini. Selalu mendengarkan segala curhatku dan menasehatiku jika ku berbuat salah. Dan ku sangat sayang padanya seperti kakakku sendiri. “Dimana aku dan kenapa aku bisa disini?”,kataku. “Sekarang udah jam 9 pagi, kamu tuh kemarin malam tidur di depan pintu rumahku tahu mana hujan lagi? Mang dirumah kamu tempat tidurnya digadein semua? He he…” canda bilqis sambil menyuapiku makanan layaknya seorang kakak yang memanjakan adiknya. “Ok makanan sudah habis dan kamu harus minum obat yah cintaku, trus istarahat biar segar lagi. Hm…kutinggal dulu yah. Cepet sembuh sobat”, kata bilqis sambil berlalu meninggalkanku sendiri seraya memberikan waktu untukku

beristirahat. Dalam keheningan kamar ku mencoba menelusuri kejadian-kejadian yang telah lalu. Namaku adalah Ana Farisyah, anak kedua dari pasangan Husain dan Astuti, aku memiliki 3 saudara perempuan semua. Ayahku dulu adalah seorang yang taat agama dan rajin sholat, tapi entah kenapa saat ku masih TK ayahku berubah menjadi orang yang yang tak pernah sholat. Terakhir kali ayahku mengajariku untuk menghafal surat Al-Ikhlas dan An-naas. Itulah surat pertama yang kuhafal dan kuingat sepanjang hidupku. Hanya ibukulah yang tetap menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ibukulah yang mengajariku sholat dan mengaji. Suatu ketika di sekolahku SDN Pacar Kembang 1 Surabaya, semua temanku membicarakan ayahnya masing-masing, dimana seorang ayah menjadi imam dan mengajak setiap anggota keluarganya untuk sholat berjamaah. Temanku juga bercerita bahwa ayahnya sehabis sholat selalu ceramah dan bercerita kisah menarik tentang nabi. Aku hanya terdiam mendengarkan ceritanya, terbesit rasa iri dalam hatiku ‘kenapa hanya ayahku saja yang tidak seperti itu?’ Meski begitu ayahku sangat baik dan sayang pada keluargaku, aku juga sayang padanya. Seiring berjalannya waktu aku dan ketiga saudaraku melakukan kebiasaan buruk itu, meninggalkan sholat wajib. Dan itu sudah mendarah daging dalam tubuh kami. Tapi karena itu juga aku selalu merasa resah-gelisah, serta selalu bermimpi buruk. Entah itu mengenai setan yang mencekikku sampai aku tak bisa bernafas lalu mati, hingga kubermimpi aku melihat tubuhku terbujur kaku dikelilingi oleh tangisan keluargaku. Sampai pada akhirnya aku membuat kesalahan terbesar dalam hidupku. Ketika suara adzan maghrib berkumandang aku tengah asyik nonton TV, dan ibuku menyuruhku dan ketiga saudaraku untuk sholat berjamaah. Tetapi tak seorang pun yang mau. Malahan saudaraku masuk kamarnya masing-masing dan entah apa yang dilakukannya. Ayahku juga masih didepan computer mengerjakan pekerjaan kantornya tanpa menghiraukan seruan ibuku, dan aku sendiri masih asyik didepan TV. “Sayang ayo sholat dulu, sholat itu tiang agama, jadi kalo nggak sholat dosa lho, nanti bisa masuk neraka sayang, dan ibu nggak mau keluarga ibu masuk neraka.” Kata ibuku lembut. Aku semakin panas mendengarkan ceramahnya itu. Membuat emosiku semakin melonjak. “Aduh ibu berisik banget deh, ganggu orang asyik liat TV aja. Ntar deh sholatnya kalo aku sudah tua”, kataku tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi. Tiba-tiba tangan ibu mencopot kabel TV. Serentak aku marah dan membentak ibu.

“Ibu! Ngapain sich ikut campur aja urusan pribadiku, terserah aku dong mau sholat pa nggak. Aku sudah muak sama Ibu!!!” ucapku sambil mendorong ibu hingga jatuh terduduk. Akupun pergi meninggalkan ibuku dalam tangisnya. Malam ini hujan dan begitu dingin. Ku berjalan terus dalam perasaan bersalah ini. “Apa yang telah kulakukan pada ibuku? Ya Allah tak sepantasnya ku dilahirkan di dunia ini jikalau selalu melukai hati seorang ibu…”, batinku dalam tangisnya malam. Langkah kakiku terhenti disebuah rumah yang hangat dan tak asing lagi bagiku. Sampai akhirnya ku tiba dirumah bilqis di kamar ini. Ku tengah terbangun oleh lantunan ayat suci yang dibaca sobatku, yang ternyata selalu menemaniku disaat aku pingsan hingga terbangun kembali. Setelah kuingat kejadian demi kejadian, aku merasa lelah. Aku pun memejamkan mataku sejenak. Tiba-tiba ada sosok bayangan di sampingku menarik leherku membuatku tak bisa bernafas dan bergerak. Tubuhku terasa ringan dan melayang di udara, tapi tunggu dulu aku melihat tubuhku sendiri tertidur di dipan tertutup oleh kain putih, seperti mimpiku dulu. Hatiku kacau, gemetar, takut, dan sedih. Hancur hatiku saat ku tahu ibuku menangis disamping tubuhku tanpa ruhku. Aku menyesal telah pergi tanpa meninggalkan kata maaf karena membuat ibu terluka. Tangisku mulai menderu…. “Ya Allah…janganlah engkau ambil nyawaku dulu, aku belum siap?! Karena aku… aku penuh dosa! Aku takut…takut akan neraka dan siksa-Mu yang amat pedih. Ampunilah dosaku ini ya Allah… Aku juga belum meminta maaf pada ibu yang sangat sayang padaku Ku sadar, ku anak yang durhaka dan hina yang tega melukai hati seorang ibu Ku memohon pada-Mu ya Rabb berilakanlah aku kesempatan hidup, untuk kembali kejalan-Mu, terutama untuk meminta maaf pada ibuku… Perkenankanlah dan kabulkanlah do’aku ini ya Allah, amien ya rabbal alamin?!” Tangisku kian menjadi saat ku dibawa pergi terbang melayang menjauh dari tubuh dan keluargaku. “Ya Allah…jangan…jangan bawa…a..a..aakku menjauh dari keluargaku..hiks..hiks”, isak tangisku yang kini mulai lelah.

Terasa tangan lembut mengusap air mata dipipiku. Sesosok orang yang sangat kukenal sedih melihat tubuhku terbaring di tempat tidur. Dia adalah sobatku Bilqis. Kehangatan tangannya membuatku tersadar dari mimpi, mimpi yang sangat buruk dan menakutkan bagiku. Tetapi juga membuat aku menyadari satu hal. Kehidupan disini hanyalah sementar dan kematian itu pasti datangnya. Jadi beribadahlah sebanyak mungkin, karena kita diciptakan Allah hanya untuk beribadah dan meraih ridho-Nya. Serta tempat terakhir yang kita tuju adalah surga (tempat orang-orang yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya dengan ikhlas) dan neraka (tempat orang-orang yang durhaka pada Allah). Tempat itu adalah abadi selama-lamanya. Tinggal kita yang memilih mau kemanakah kita sesudah mati? Setelah aku bangun dari tidurku, ku bergegas pulang kerumah, bagaimanapun kondisi saat itu, aku tetap harus pulang. Tertatih-tatih ku berjalan di jalanan sore yang sepi, menuju rumah keluargaku. Nanti disana aku akan segera menemui ibuku, akan kupeluk dia kucium tangannya kucium kedua pipinya dan aku akan meminta maaf berpuluh-puluh kali sampai ibu memaafkanku. Dan bila mungkin aku akan bersujud meminta maaf pada ibu. Aku tak sabar lagi untuk menemui ibu hingga air mataku berlinang. Setibanya dirumah aku terpaku melihat sosok orang yang telah kusakiti terbujur kaku di tempat tidur, yang didampingi kakak yang menangis seorang diri menahan suara tangisnya. “ibu jangan tinggalkan Ana bu, Ana minta maaf sudah kasar sama ibu, hii… hi…hi” tangisku memecah kesunyian sore itu. “ibu…Ana janji akan berubah dan rajin sholat, Ana janji akan nurut sama ibu juga, tapi…tapi ibu jangan pergi.. jangan meninggalkan Ana?” “ Aduh ada apa sich kok ribut-ribut, memangnya siapa yang pergi? Dan kenapa kamu nangis Ana sayang?” kata ibuku yang ternyata hanya tidur. Aku terkejut bahagia dan bersyukur ibuku masih hidup. “Ibu…maafin Ana yah…hik..hik, Ana janji tidak akan kasar sama ibu lagi, Ana juga akan berubah dan akan rajin sholat, asalkan sekarang Ana mandi dulu soalnya dari kemaren belum mandi, he..he..he”, canda Ana. Ibuku lalu tersenyum dan berkata “Tidak apa-apa anakku sayang, yang penting sekarang kamu sudah menyadari kesalahanmu”. “Iya-iya sudah…cup-cup ibu sudah mendengarkan semuanya kok, dan ibu sudah memaafkan Ana dari dulu” Lalu ku peluk dirinya kucium kedua pipinya seraya berucap, Adzan magrib berkumandang dan kami pun sholat berjamaah. Tak lupa ayah dan ketiga saudaraku kuajak sholat meski sulit pada awalnya untuk mengajak mereka tapi pada akhirnya bisa juga. Keluarga kamipun menjadi keluarga yang islami, hidup bahagia, tentram

dan damai. Pesanku janganlah kamu menyia-nyiakan ibumu. Sesungguhnya kasih sayang ibu itu tak terhingga sepanjang masa. The end. (Devi)

Related Documents

Kasih Ibu
May 2020 39
Kasih Ibu
October 2019 51
Kasih Ibu
December 2019 41
Kasih Ibu Kepada Kita
May 2020 22

More Documents from ""