Pemeriksaan fisik HIV/AIDS Adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui keadaan kondisi pasien HIV. Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan dan tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV. (Riry Febrina Ersha & Armen Ahmad 2018 ,Jurnal FK UNAND) Tujuan : membedakan temuan normal fisik dan abnormal, mengetahui apa saja tanda-tanda hiv. Indikasi : pada pasien HIV Persiapan alat : Sfigmomanometer Stetoskop Sarung tangan steril Masker Cairan antiseptik Catatan Penlight Timbangan berat badan Arloji Baki Termometer (Oda Debora, 2012) Prosedur pelaksanaan : 1. Cuci tangan dengan antiseptik, pasang masker, lalu pasang sarung tangan. 2. Dekatkan alat ke klien 3. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan pemeriksaan 4. Lalu periksa tanda-tanda vital klien, seperti tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Menurut HealthlinkBC,2017, suhu berpengaruh pada pemeriksaan. Karna demam umum terjadi pada orang yang terinfeksi HIV, walaupun tidak ada gejala lain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda infeksi atau kanker jenis tertentu yang lebih umum pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah .
5. Selanjutnya timbang berat badan klien. Menurut HealthlinkBC,2017 pasien hiv akan kehilangan 10% atau lebih dari berat badan, mungkin akibat sindrom wasting, yang merupakan salah satu tanda AIDS, tahap terakhir dan paling parah dari infeksi HIV. 6. Berikutnya periksa bagian kepala klien : Inspeksi kepala klien, lihat adanya lesi,massa, jamur. Inspeksi wajah klien. Inspeksi mata klien. Periksa ketajaman mata, kesimetrisan, palbebrae, sklera,konjungtiva, perhatikan adanya kelainan seperti mata berwarna kuning, dan sebagainya. Menurut HealthlinkBC,2017. Mata Retinitis sitomegalovirus (CMV) adalah komplikasi umum dari AIDS. Ini terjadi lebih sering pada orang yang memiliki jumlah CD4 + sel kurang dari 100 sel per mikroliter (mcL). Gejala termasuk melihat floaters, penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan. Inspeksi hidung, lihat adanya pernafasan cuping hidung, rinitis,lihat pernafasan klien. Lalu inspeksi telinga klien, lihat kelainan yang ada. Inspeksi mulut dan faring klien. Lihat adanya lesi,pembengkakan, jamur, dan lain-lain. 7. Inspeksi dan palpasi leher klien. Kelenjar getah bening dan tiroid teraba mengalami pembesaran. Jika node teraba jelas, lokasi , ukuran, konsistensi, dan laporan kelembutan pada palpasi dicatat. Lymphadenophaty menunjukkan adanya aktivasi sistem kekebalan terhadap patogen. (Linda Honan Pellico, 2013) Periksa
kulit. Lakukan inspeksi
lihat kebersihan kulit,warna kulit, turgor kulit,
kelainan pada kulit misalnya bintik-bintik merah, dermatitis, urtikaria, lesi, purpura (perdarahan disubkutan). Purpura/hematoma mengindikasikan infeksi yang bahaya seperti meningitis. Urtikaria menunjukkan respons akut atau kronis terhadap alergen, patogen, atau gangguan autoimun. (Linda Honan Pellico, 2013) 8. Pemeriksaaan torak/ dada Inspeksi torak, lihat adanya lesi, bekas luka, gerakan dinding dada, kesimetrisan, bentuk toraks, kaji pola nafas pasien (pada pasien hiv terjadi hiperventilasi). Palpasi torak, letakkan tangan di atas kedua dinding dada, rasakan kesimetrisan pengembagan dinding dada saat inspirasi dan eskpirasi (pada
klien hiv terjadi perubahan laju pernafasan). Terdapat batuk juga pada klien hiv. Lalu lakukan pemeriksaan taktil fremitus, letakkan tangan diatas klien kemudian minta klien mengucapkan “sembilan puluh sembilan”. Perkusi, lakukan perkusi pada seluruh lapang paru pada ruang interkosta (ruang di antara dua kosta atau ICS). Hasil perkusi normal paru adalah resonan. Kecuali pada area yang bermassa akan menghasilkan bunyi pekak. Auskutasi, anjurkan klien untuk bernafas normal. Setelah berapa saat, letakkan stetoskop pada ICS 2 kanan, minta klien bernafas panjang. Menurut Linda Honan Pellico, 2013, pada pasien hiv akan dijumpai suara abnormal paru (wheezing, crackles, rhonchi). Pemeriksaan pada jantung : Palpasi area jantung (ikut kordis) dapat dilihat di permukaan dinding dada pada ICS 5 midklavikular garis sinistra.Hitung denyut jantung selama 1 menit. Menurut Linda Honan Pellico, 2013,pasien hiv mengalami takikardia, aritmia. Perkusi batas-batas jantung, sepanjang ICS 3-5 toraks sinistra, terdengar suara pekak. Jika hasil perkusi terdengar pekak lebih dari batas tersebut, dikatakan kardiomegali. (Oda Debora, 2012). Auskultasi, dengarkan bunyi jantung S1 dan S2 menggunakan stetoskop dan bunyi jantung tambahan. 9. Pemeriksaan abdomen Inspeksi bentuk abdomen, warna, lihat adanya lesi atau massa di abdomen. Palpasi
semua
area
abdomen.
Pada
pasien
hiv
mengalami
hepatosplenomegaly. Perkusi, lakukan perkusi kesembilan regio abdomen. Jika perkusi terdengar timpani, berarti perkusi dilakukan diatas organ yang berisi udara. Jika terdengar pekak berarti mengenai organ padat. (Oda Debora, 2012). 10. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya. Wanita yang terinfeksi HIV memiliki lebih banyak kelainan sel serviks dibandingkan wanita yang tidak memiliki HIV. Perubahan sel ini dapat dideteksi dengan tes Pap . Anda harus memiliki dua tes Pap selama tahun pertama setelah Anda didiagnosis dengan HIV. Jika dua tes Pap pertama normal, Anda harus melakukan tes Pap setahun sekali. Anda mungkin perlu melakukan tes Pap lebih sering jika Anda memiliki hasil tes abnormal. (HealthlinkBV,2017)
Inspeksi, lihat warna, bentuk kesimetrisan, lesi/ulkus, cairan yang ada dikelamin. 11. Pemeriksaan ekstremitas Inspeksi bagian ekstremitas, lihat adanya lesi, edema, nyeri dan sebagainya. Periksa capirally refill time (CRT) Palpasi pada bagian anterior sendi tumit, palpasi sendi-sendi jari kaki, catat adanya pembengkakan 12. Setelah selesai melakukan pemeriksaan kembalikan posisi klien dan rapikan alat 13. Cuci tangan
Referensi : Pellico, Honan Linda. (2013). Focus On Adult Health Medical Surgical Nursing. Cina : Wolters Kluwer. Debora, Oda. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba Medika. Bararah, Taqiyyah & Jauhar Mohammad. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap menjadi Perawat Profesional jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. Healthwise Staff. (2017). Medical History and Physical Examination for HIV Infection, diakses di https://healthlinkbc.ca/medical-tests/hw194150 Riry Febrina Ersha & Armen Ahmad. (2018). Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immunodeficiency Syndrome dengan Sarkoma Kaposi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018. Diakses http://jurnal.fk.unand.ac.id.