Makalah Keperawatan Anak Ii.docx

  • Uploaded by: yolanda zulfendry
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Keperawatan Anak Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,979
  • Pages: 42
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II “PATOFISIOLOGIS DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH PADA SISTEM PERNAFASAN : TUBERKOLOSIS PARU”

Disusun Oleh : Kelompok 10 : 1. 2. 3. 4. 5.

Agung Ayatullah Dhani Mutia Sari Rahmah Er Ramadhani Rettania Lorenza Yolanda Faradilla

(1611313001) (1611312009) (1611311012) (1611311022) (1611313016)

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2018

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan masalah pada sistem pernafasan (Tuberkolosis Paru)” ini dengan baik. Penulis berterima kasih kepada Ibu Hermalinda,M.Kep.,Ns. Sp.Kep.An

,selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan berbagai sumber dan media yang berhubungan.. Penulis sangat berharap semoga Makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya Makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang membacanya dan menambah wawasan serta pengetahuan penulis. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah dan akan penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

.

Padang,10 Febuari 2018

Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar .......................................................................................…....…........ii Daftar Isi ...............................................................................................…....…..........iii Bab I Pendahuluan ......................................................................................….…...…1 1.1 Latar Belakang…………………..................................................................……...1 1.2 Tujuan Penulisan.....................………….................................................................1 1.3 Manfaat Penulisan….……………..……………...........................…......................2 Bab II Tinjauan Teoritis……………………………………………………………..3 A. Konsep Dasar......................................................................................................... 3 

Definisi………………………………………………………………………...3



Etiologi…………………...……………...........................…...................……..3



Patofisiologi…………………...........................…....................……………....4



Pemeriksaan Diagnostik...........................…..................................................... 5



Penatalaksanaan Medis………………………………………………………..6



Komplikasi ……………………………………………………………………7



Prognosis...........................…...............................................…..........................8

B. Asuhan Keperawatan……………………………………………………………..8 

Pengkajian...........................…...............................................…........................8



Diagnosis Keperawatan............................................................…......................9



Intervensi Keperawatan...........................…...............................................……9



Implementasi Keperawatan...........................…...............................................18



Evaluasi Keperawatan...........................…...............................................…....22



Promosi Kesehatan...........................…...............................................….........22

Bab III Analisis Jurnal Terkait dengan Asuhan Keperawatan pada anak……..28

Bab IV Penutup……………………………………………………………………..37

Daftar Pustaka

iii

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan prevalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007). Perbedaan TBC anak dan TBC dewasa adalah TBC anak lokasinya pada setiap bagian paru sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra klavikuler. Kemudian terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran kelenjar limfe regional. Pada anak penyembuhan dengan perkapuran dan pada dewasa dengan fibriosis. Pada anak lebih banyak terjadi penyebaran hematogen sedangkan pada dewasa jarang (Sulaifi, 2011). Sumber utama penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan sputum positif (Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi (Mycobacterium bovis). Diagnosis berdasarkan gambaran rontgen toraks dan tes tuberkulin positif. Sputum biasanya tidak ada, namun hasil tuberkulosis mungkin bisa didapatkan dari bilas lambung. Usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit tuberkulosis. Angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi terdapat pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14 tahun. Usia anak sangat rawan tertular tuberkulosis dan apabila terinfeksi mereka mudah terkena penyakit tuberkulosis. 2. TUJUAN 1. Mengetahui defenisi penyakit tuberkulosis paru. 2. Mengetahui etiologi penyakit tuberkulosis paru. 3. Mengetahui patofisiologi penyakit tuberkulosis paru.

1

4. Mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit tuberkulosis paru. 5. Mengetahui penatalaksanaan medis penyakit tuberkulosis paru. 6. Mengetahui apa saja komplikasi penyakit tuberkulosis paru. 7. Mengetahui prognosis penyakit tuberkulosis paru. 8. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit tuberkulosis paru. 3. MANFAAT 1.Mampu memahami defenisi pada penyakit tuberkulosis paru. 2. Mampu memahami etiologi pada penyakit tuberkulosis paru. 3. Mampu memahami patofisiologi pada penyakit tuberkulosis paru. 4. Mampu memahami pemeriksaan diagnostik pada penyakit tuberkulosis paru. 5. Mampu memahami apa saja penatalaksanaan medis pada penyakit tuberkulosis paru. 6. Mampu memahami apa saja komplikasi pada penyakit tuberkulosis paru. 7. Mampu memahami prognosis pada penyakit tuberkulosis paru. 8. Mampu memahami asuhan keperawatan pada penyakit tuberkulosis paru.

2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar 

Defenisi Tuberkulosis paru (TBC) merupakan penyakit menular pada sistem pernapasan

yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa yang dapat mengenai bagian paru. Proses penularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk. Penyakit ini dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu : 1. Tuberkulosis paru primer yang sering terjadi pada anak. Proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei yaitu suatu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberkulosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada pemukaan alveoli. Kemudian terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin, makrofag ke dalam ruang alveolar. 2. Tuberkulosis pascaprimer terjadi pada klien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman mikobakterium tuberkulosa 

Etiologi Agen tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium bavis, dan

Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili Mikobakteriaseae. Basili tuberkel adalah batang lengkung, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4µm. Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media biakan. Mereka merupakan aerob wajib (obligat) yang tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41oC, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnya, kapasitas membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan 3

seperti kristal violet, karbolfukhsin, auramin, dan rodamin. Bila diwarnai, mereka melawan perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain. Mikrobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 13 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrien radiolabel (sistem radiometrik BACTEC), dan kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. M, tuberculosis mempunyai morfologi koloni khas, menghasilan niasin tetapi bukan pigmen, mampu mereduksi nirat, dan menghasilkan katalase. Beberapa strain resisten isoniazid kehilangan kemampuan untuk membuat katalase. Adanya M. Tuberculosis dalam spesimen klinik dapat dideteksi dalam beberapa jam dan menggunakan reaksi rantai polimerase (RRP) yang menggunakan probe DNA yang merupakan pelengkap terhadap DNA atau RNA mikobaakteria. Data dari anak terbatas, tetapi sensitivitas beberapa tehnik RRP serupa dengan sensitivitas untuk biakan. 

Patofisiologi o Masuknya kuman tuberkolosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkolosis serta daya tahan tubuh manusia. o Segera setelah menghirup basil tuberkolosis hidup ke dalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkolosis akan menyebar, hitosit mulai mengangkut organisme tersebut ke kelenjar limpe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu (6-8 minggu) pasca infeksi. o Bersamaan dengan terbantuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap tuberkoloprotein yang dapat dikethui melalui uji tuberkulin, masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer di sebut masa inkubasi. o Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di perifer dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan 4

lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melaui hematogan. o Pada reaksi radang dimana lektosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitiv terhadap ornisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. o Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberkolosis anak; penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin menimbulkan gejala atau tanpa gejala klinis, penyebaran milier, biasanya terajdi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis, peyebaran hematogen berulang tanpa batuk dan pilek. Gambaran klinisnya : demam, batuk, anoreksia, dan berat badan menurun. 

Pemeriksaan Diagnostik

o Pemeriksaan fisik o Riwayat penyakit: riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit o Reaksi terhadap test tuberculin: reaksi test positif (diameter = 5 mm) menunjukan adanya infeksi primer o Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran mlilier, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan efusi, cairan asites. o Kultur sputum : kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, urine, cairan serebrospinal cairan nodus limfe ditemukan hasil tuberkolosi o Patologi anatomi dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritonium, kulit ditemukan tuberkel dan basil tahan asam o Uji BCG : rekasi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan 5

o Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin test tuberkulin positif o Penyakit TB : gambaran radiologi positif, kultur sputum positif dan adanya gejala-gejala penyakit 

Penatalaksaan medis

Pengobatan yang diberikan ialah : a.

Famakologi 1.

Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali peroral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan

2.

INH (isiniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan

3.

Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-55 mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan

4.

Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lanbung kosong, 1 kali sehari selama setahun

5.

Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkolosis yang masih sensitiv, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid diberikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkolosis milier, meningitis sesora tuberkolosa, pleuritis tuberkolosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkolosis berat atau keadaan umun yang buruk.

b. Non Farmakologi 1.

Memberikan posisi ektensi (kepala lebih tinggi dari badan )

2.

Melakukan portural drainase

3.

Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak

6



Komplikasi Tuberkolosis

paru

apabila

tidak

ditangani

dengan

baik

akan

menimbulkan

komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru : 1. Gangguan mata Ciri mata yang sudah terinfeksi TB biasanya berwarna kemerahan, mengalami iritasi dan pembengkakan retina serta bagian lainnya. 2. Kerusakan hati dan ginjal Hati dan ginjal dapat berfungsi untuk menyaring kotoran yang ada di aliran darah. Fungsi ini akan mengalami kegagalan bila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB. 3. Kerusakan jantung Jaringan yang ada di sekitar jantung juga dapat terinfeksi oleh kuman TB, akibatnya bisa terjadi peradangan dan penumpukkan cairan yang membuat jantung menjadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal. 4. Kerusakan otak Kuman TB yang telah menyebar hingga ke otak dapat menyebabkan meningitis atau radang selaput otak. Radang tersebut dapat memicu pembengkakan pada membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal dan bahkan mematikan. 5. Kerusakan tulang dan sendi Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga dapat terinfeksi dan memicu terjadinya nyeri di bagian etrsebut. 6. Resistensi Kuman Pengobatan dalam jangka panjang, seringkali membuat pasian tidak disiplin dan bahkan ada yang putus obat karena merasa sudah bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat bagi Anda. 7



Prognosis Menurut Depkes (2005), Pasien yang tidak diobati sealama 5 tahun akan : 1. 50% meninggal. 2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi. 3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular. B. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Pernafasan (Tuberkolosis

paru) A. Pengkajian Keperawatan a. Data pasien b. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada pengkajian anak dengan TB paru dapat ditemukan adanya tanda seperti : batuk yang disertai riak atau tanpa riak lebih dari dua minggu,malaise,demam yang ringan,adanya tanda terkena flu,adanya nyeri dada,dan batuk darah. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Apakah anak pernah mempunyai riwayat penyakit seperti yang dialami saat ini maupun riwayat penyakit lainnya. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit yang sama. e. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya konsolidasi,terdapat fremitus yang mengeras,perkusi redup,suara napas yang bronchial dan atau tanpa ronki,adanya tanda penarikan paru,diafragma,mediastinum atau pleura dada yang tidak semetris,adanya penarikan napas yang tertinggal ,adanya suara amforik pada daerah brokhus adanya ronki basah dan kering pada saluran napas. f. Pemeriksaan laboraturium Pada pemeriksaan laboraturium didapatkan adanya anemia,leukositosis,laju endap darah meningkat pada fase akut dan akan kembali normal pada tahap penyembuhan.

8

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan gangguan sistem pernapasan (tuberkolosis) adalah : 1. Pola napas tidak efektif 2. Takut/cemas. 3. Bersihan jalan napas tidak efektif. 4. Risiko infeksi. 5. Intoleransi aktivitas. 6. Nyeri. 7. Perubahan proses keluarga. C. Intervensi Keperawatan Diagnosa

Keperawatan/ Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi

Tujuan

dan

Kriteria Intervensi

Hasil Bersihan Jalan Nafas tidak NOC: efektif berhubungan dengan: -

Infeksi,

v Respiratory

status

disfungsi Ventilation

neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan

suctioning.

v Respiratory

status

Airway patency

: § Berikan O2 ……l/mnt, metode……… § Anjurkan pasien untuk istirahat dan

nafas, asma, trauma v Aspiration Control -

: § Pastikan kebutuhan oral / tracheal

napas dalam

Obstruksi jalan nafas :

spasme jalan nafas, sekresi Setelah tertahan, banyaknya mukus, tindakan

dilakukan · Posisikan

pasien

untuk

keperawatan memaksimalkan ventilasi

adanya jalan nafas buatan, selama …………..pasien · Lakukan fisioterapi dada jika perlu sekresi bronkus, adanya menunjukkan keefektifan · Keluarkan sekret dengan batuk atau eksudat di alveolus, adanya jalan nafas dibuktikan suction dengan kriteria hasil : benda asing di jalan nafas. DS:

9

- Dispneu

v Mendemonstrasikan

batuk efektif dan suara suara tambahan

DO:

nafas yang bersih, tidak - Penurunan suara nafas

ada sianosis dan dyspneu

- Orthopneu

(mampu

- Cyanosis - Kelainan

· Auskultasi suara nafas, catat adanya

suara

mengeluarkan - ………………………

sputum, bernafas dengan - ………………………. mudah, tidak ada pursed - ……………………… nafas lips)

(rales, wheezing) - Kesulitan berbicara - Batuk, tidak efekotif atau tidak ada

· Berikan bronkodilator :

v Menunjukkan

jalan

· Monitor status hemodinamik

nafas yang paten (klien · Berikan pelembab udara Kassa basah tidak

merasa

tercekik, NaCl Lembab

irama

nafas,

frekuensi

· Berikan antibiotik :

pernafasan dalam rentang - Produksi sputum

normal, tidak ada suara …………………….

- Gelisah

nafas abnormal)

…………………….

- Perubahan frekuensi dan v Mampu irama nafas

· Atur

intake

untuk

cairan

mengidentifikasikan dan mengoptimalkan keseimbangan. mencegah

faktor

yang

penyebab. v Saturasi O2 dalam batas normal v Foto thorak dalam batas normal

· Monitor respirasi dan status O2 · Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret · Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang

penggunaan

peralatan :

Suction, Inhalasi.

Rencana keperawatan

10

O2,

Diagnosa

Keperawatan/ Tujuan

dan

Kriteria Intervensi

Masalah Kolaborasi

Hasil

Gangguan Pertukaran gas

NOC:

Berhubungan dengan :

v Respiratory Status : Gas · Posisikan

è ketidakseimbangan perfusi ventilasi

NIC :

exchange

membran

kapiler-alveolar

asam · Pasang mayo bila perlu

Basa, Elektrolit v Respiratory

· Lakukan fisioterapi dada jika perlu Status

:

ventilation

DS: è sakit kepala ketika bangun

· Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

v Vital Sign Status Setelah

è Dyspnoe

· Auskultasi suara nafas, catat adanya

dilakukan suara tambahan

tindakan

keperawatan

· Berikan bronkodilator ;

è Gangguan penglihatan

selama

DO:

pertukaran pasien teratasi -………………….

…. Gangguan

dengan kriteria hasi:

-………………….

v Mendemonstrasikan

· Barikan pelembab udara

è Penurunan CO2 è Takikardi

untuk

memaksimalkan ventilasi

v Keseimbangan

è perubahan

pasien

peningkatan ventilasi dan

è Hiperkapnia

oksigenasi yang adekuat

· Atur

intake

untuk

cairan

mengoptimalkan keseimbangan. è Keletihan

v Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari

è Iritabilitas

tanda è Hypoxia

tanda

distress · Catat

v Mendemonstrasikan

è sianosis

batuk efektif dan suara kulit

(pucat, kehitaman)

abnormal

pergerakan

dada,amati

kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,

pernafasan

è kebingungan

è warna

· Monitor respirasi dan status O2

retraksi

otot

supraclavicular

dan

intercostal

nafas yang bersih, tidak · Monitor suara nafas, seperti dengkur ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan

11

è Hipoksemia è hiperkarbia

sputum, mampu bernafas · Monitor

pola

dengan mudah, tidak ada takipenia,

kussmaul,

pursed lips)

nafas

:

bradipena,

hiperventilasi,

cheyne stokes, biot

è AGD abnormal v Tanda tanda vital dalam · Auskultasi suara nafas, catat area è pH arteri abnormal

rentang normal

èfrekuensi dan kedalaman v AGD nafas abnormal normal

penurunan / tidak adanya ventilasi dan

dalam

batas

suara tambahan · Monitor TTV, AGD, elektrolit dan

v Status neurologis dalam batas normal

ststus mental · Observasi sianosis khususnya membran mukosa · Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi) · Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung

Diagnosa

Keperawatan/ Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi

Tujuan

dan

Kriteria Intervensi

Hasil Ketidakseimbangan nutrisi

kurang

dari

kebutuhan tubuh

a. Nutritional

status: § Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

Adequacy of nutrient

Berhubungan dengan : Ketidakmampuan

§ Kaji adanya alergi makanan

NOC:

b.

Nutritional Status :

untuk food and Fluid Intake

memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor

c. Weight Control

menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien § Yakinkan

diet

yang

dimakan

mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

12

biologis,

psikologis

atau Setelah

ekonomi.

tindakan

dilakukan § Ajarkan pasien bagaimana membuat keperawatan catatan makanan harian.

selama….nutrisi

DS:

kurang

teratasi dengan indikator: - Nyeri abdomen v Albumin serum v Pre albumin serum

- Rasa

penuh

darah § Monitor lingkungan selama makan

- Muntah - Kejang perut

§ Monitor adanya penurunan BB dan gula

§ Jadwalkan pengobatan dan tindakan

v Hematokrit

tidak selama jam makan

v Hemoglobin

§ Monitor turgor kulit

tiba-tiba

setelah makan

v Total

DO:

iron

binding § Monitor kekeringan, rambut kusam,

capacity

total protein, Hb dan kadar Ht

v Jumlah limfosit

§ Monitor mual dan muntah

- Diare - Rontok

rambut

yang

berlebih

§ Monitor

pucat,

kemerahan,

dan

kekeringan jaringan konjungtiva - Kurang nafsu makan § Monitor intake nuntrisi - Bising usus berlebih § Informasikan pada klien dan keluarga - Konjungtiva pucat

tentang manfaat nutrisi

- Denyut nadi lemah

§ Kolaborasi

dengan

dokter

tentang

kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan. § Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan § Kelola pemberan anti emetik:..... § Anjurkan banyak minum § Pertahankan terapi IV line

13

§ Catat

adanya

edema,

hiperemik,

hipertonik papila lidah dan cavitas oval

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko :

NIC :

v Immune Status

· Pertahankan teknik aseptif

v Knowledge : Infection · Batasi pengunjung bila perlu control

- Prosedur Infasif - Kerusakan

NOC :

jaringan

v Risk control

dan peningkatan paparan Setelah lingkungan

· Cuci tangan setiap sebelum dan

tindakan

sesudah tindakan keperawatan dilakukan · Gunakan baju, sarung tangan sebagai

keperawatan alat pelindung

selama…… pasien tidak

- Malnutrisi

mengalami

· Ganti letak IV perifer dan dressing

infeksi

sesuai dengan petunjuk umum paparan dengan kriteria hasil: lingkungan patogen · Gunakan kateter intermiten untuk v Klien bebas dari tanda menurunkan infeksi kandung kencing - Imonusupresi dan gejala infeksi - Peningkatan

- Tidak pertahanan (penurunan

adekuat v Menunjukkan sekunder kemampuan Hb,

· Tingkatkan intake nutrisi untuk · Berikan antibiotik:.................................

terapi

14

Leukopenia,

penekanan mencegah

timbulnya · Monitor tanda dan gejala infeksi

respon inflamasi)

infeksi

sistemik dan lokal

- Penyakit kronik

v Jumlah leukosit dalam · Pertahankan teknik isolasi k/p batas normal

- Imunosupresi

· Inspeksi kulit dan membran mukosa

v Menunjukkan perilaku terhadap kemerahan, panas, drainase

- Malnutrisi

hidup sehat

· Monitor adanya luka

- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma

jaringan,

gangguan peristaltik)

v Status

imun,

· Dorong masukan cairan

gastrointestinal, dalam · Dorong istirahat

genitourinaria batas normal

· Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi · Kaji

suhu

badan

pada

pasien

neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko : - Prosedur Infasif - Kerusakan

jaringan

NOC :

NIC :

v Immune Status

· Pertahankan teknik aseptif

v Knowledge : Infection · Batasi pengunjung bila perlu control v Risk control

dan peningkatan paparan Setelah lingkungan

· Cuci tangan setiap sebelum dan

tindakan

sesudah tindakan keperawatan dilakukan · Gunakan baju, sarung tangan sebagai

keperawatan alat pelindung

15

selama…… pasien tidak · Ganti letak IV perifer dan dressing

- Malnutrisi - Peningkatan

paparan

mengalami

infeksi sesuai dengan petunjuk umum

dengan kriteria hasil:

lingkungan patogen

v Klien bebas dari tanda menurunkan infeksi kandung kencing

- Imonusupresi

dan gejala infeksi - Tidak

· Tingkatkan intake nutrisi

adekuat

pertahanan

sekunder

(penurunan

Hb,

Leukopenia,

penekanan

respon inflamasi) - Penyakit kronik

v Menunjukkan kemampuan mencegah

· Berikan untuk

- Malnutrisi

terapi

antibiotik:.................................

timbulnya · Monitor tanda dan gejala infeksi

infeksi

sistemik dan lokal v Jumlah leukosit dalam · Pertahankan teknik isolasi k/p

batas normal - Imunosupresi

· Gunakan kateter intermiten untuk

v Menunjukkan perilaku · Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase hidup sehat

- Pertahan primer tidak v Status adekuat (kerusakan kulit, gastrointestinal,

imun, · Monitor adanya luka

trauma

dalam

jaringan, genitourinaria gangguan peristaltik) batas normal

· Dorong masukan cairan · Dorong istirahat · Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi · Kaji

suhu

badan

pada

pasien

neutropenia setiap 4 jam

16

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil

Hipertermia

NOC:

NIC :

Berhubungan dengan :

Thermoregulasi

§ Monitor suhu sesering mungkin

-

penyakit/ trauma

-

peningkatan

Setelah

metabolisme -

aktivitas

tindakan yang

berlebih -

§ Monitor warna dan suhu kulit

dehidrasi

DO/DS:

dilakukan § Monitor tekanan darah, nadi dan RR keperawatan

selama………..pasien menunjukkan :

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran § Monitor WBC, Hb, dan Hct

Suhu tubuh dalam batas § Monitor intake dan output normal dengan kreiteria § Berikan anti piretik: hasil: § Kelola v Suhu 36 – 37C Antibiotik:………………………..

·

kenaikan

suhu v Nadi dan RR dalam § Selimuti pasien tubuh diatas rentang rentang normal § Berikan cairan intravena normal v Tidak ada perubahan · serangan atau warna kulit dan tidak ada § Kompres pasien pada lipat paha dan aksila konvulsi (kejang) pusing, merasa nyaman ·

kulit kemerahan

§ Tingkatkan sirkulasi udara

·

pertambahan RR

§ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

·

takikardi

§ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

·

Kulit teraba panas/

§ Catat adanya fluktuasi tekanan darah

hangat

§ Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)

17

D. Implementasi Keperawatan Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain : A Pencegahan Tuberkulosis Paru 

Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.



Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren. o

Vaksinasi BCG

o

Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.

o

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas

18

pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).

B.

Pengobatan Tuberkulosis Paru

Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) : 1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat 2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant) 3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu 1. 1.

Fase intensif (2-3 bulan) :

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society,fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. 1. 2.

Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

19

Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.

Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004). Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut: 1. 1.

Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap lanjutan ). 1. 2. Kategori

Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 ) II

adalah

kasus

kambuh

atau

gagal

dengan

sputum

tetap

positif.

diberikan kepada : 1. Penderita kambuh 2. Penderita gagal terapi 3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat 4. 3.

Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )

Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I. 20

4. Kategori IV Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis Rekomendasi Obat

anti-TB

esensial

Dosis

(mg/kgBB) Aksi

Potensi

Per minggu Per hari 3x

2x

Isoniazid (INH)

Bakterisidal

Tinggi

5

10

15

Rifampisin (R)

Bakterisidal

Tinggi

10

10

10

Pirazinamid (Z)

Bakterisidal

Rendah

25

35

50

Streptomisin (S)

Bakterisidal

Rendah

15

15

15

Etambutol (E)

Bakteriostatik

Rendah

15

30

45

Kombinasi dosis combination ( fixed dose combination ) Dosis tiap hari : o

RHZE : R (150 mg) + H (75 mg) + Z (400 mg) + E (75 mg)

o

RHZ : R (150 mg) + H (75 mg) + Z (450 mg)

o

RH : R (300 mg) + H (150 mg)

R (150 mg) + H (75 mg) 

EH : H (150 mg) + E (400 mg) 21



RHZ : R (150 mg) + H (150 mg) + Z (500 mg)



RH : R (150 mg) + H (150 mg)

E. Evaluasi Keperawatan Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat : 1. Keefektifan bersihan jalan napas. 2. Intoleran aktivitas teratasi 3. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi. 4. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi. 5. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan. F. Promosi Kesehatan A.

BAHASAN

1.

Topik

: TBC Paru pada anak

2.

Sub Topik

:

b.

Penyebab TBC Paru

c.

Tanda dan gejala TBC Paru pada anak

d.

Perawatan TBC Paru dirumah

e.

Komplikasi TBC Paru pada anak

f.

Pengobatan TBC Paru pada anak

3.

Waktu

:

4.

Hari/tanggal

:

a. Pengertian TBC Paru

22

5.

Tempat

:

6.

Sasaran

:

7.

Penyuluh

:

B.

TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan penyuluhan selama 35 menit, diharapkan keluarga mengerti dan memahami tentang penyakit TBC Paru, serta keluarga mampu merawat klien dengan TBC Paru. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 35 menit, keluarga dapat : a.

Menjelaskan pengertian TBC Paru.

b.

Menyebutkan penyebab TBC paru

c.

Menyebutkan 3 dari 6 TBC Paru pada anak..

d.

Keluarga mengerti tentang perawatan penderta TBC paru.

e.

Keluarga dapat menyebutkan komplikasi dari TBC Paru pada anak.

f.

Keluarga mengerti tentang pengobatan TBC Paru pada anak.

C.

MATERI 1. Pengertian TBC Paru. 2. Penyebab TBC Paru. 3. Tanda dan gejala TBC Paru 4. Perawatan pada penderita TBC paru dirumah 5. Komplikasi dari penyakit TBC paru

23

6. Pengobatan TBC paru. D.

SUMBER MATERI

1.

Arif Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Media. Jakarta.

2.

Dinkes RI, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan TBC. Jakarta.

E.

METODE DAN MEDIA

1.

Metode

a.

Ceramah

b.

Demonstrasi

c.

Tanya jawab

2.

Media

a.

Leaflet

F.

TABEL KEGIATAN

Waktu

Tahap

K e g i a t an

kegiatan

Penyuluh

5 menit Pembukaan 1.

Sasaran

Membuka acara dengan 1.

Menjawab salam

mengucapkan salam kepada sasaran 2.

Menyampaikan

topik

Mendengarkan dan tujuan penkes kepada 2. penyuluh menyampaikan sasaran topik dan tujuan. 3. 3.

Kontrak waktu untuk

kesepakatan

pelaksanaan

Menyetujui

kesepakatan

waktu

pelaksanaan penkes

penkes dengan sasaran 24

20

Kegiatan

1.

Mengkaji

ulang 1.

menit

inti

pengetahuan sasaran tentang pengetahuannya materi penyuluhan. 2.

Menjelaskan

Menyampaikan

materi penyuluhan materi 2.

Mendengarkan

penyuluhan tentang TBC paru penyuluh kepada

sasaran

tentang

menyampaikan

dengan materi

menggunakan lembar balik dan leaflet 3.

Mendemonstrasikan

Memperhatikan cara tindakan bagian dari postural 3. drainage yaitu tindakan tindakan bagian postural drainage yaitu claping.

claping

5 menit Evaluasi

1.

Memberikan pertanyaan 1.

Menjawab pertanyaan

kepada sasaran tentang materi yang diajukan penyuluh yang

sudah

disampaikan

penyuluh 2. 2.

Memberi

kesempatan

kepada sasaran untuk bertanya dan kembali

Mendemonstrasikan

penyususunan

menu

seimbang untuk ibu hamil

mendemonstrasikan cara

postural

drainage.

25

5 menit Penutup

1.

Menyimpulkan

penyuluhan

yang

materi 1.

Mendengarkan

telah penyampaian kesimpulan

disampaikan kepada sasaran 2.

Menutup

mengucapkan

acara salam

dan serta

terima kasih kepada sasaran

2.

Mendengarkan

penyuluh menutup acara dan menjawab salam

G. EVALUASI 1. Prosedur Post test 2. Bentuk test a.

Tanya jawab secara lisan

b.

Demonstrasi cara tindakan postural drainage yaitu claping. 3. Butir Pertanyaan

a.

Jelaskan pengertian TBC paru?

b.

Sebutkan penyebab TBC paru?

c.

Sebutkan 3 dari 6 tanda dan gejala TBC ?

d.

Sebutkan cara perawatan pada penderita TBC paru dirumah?

MATERI PENYULUHAN A.

Pengertian TBC

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menular yang bisa terjadi pada semua usia. B.

Penyebab

26

Penyakit TBC paru disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis, kuman tersebut masuk ketubuh manusia melalui droflet yang terhirup dan masuk kedalam paru-paru dan berkembang biak sehingga menimbulkan infeksi.

C.

Tanda dan Gejala

1.

Gejala umum TBC pada anak.

a.

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam

waktu 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik. b.

Nafsu makan tidak ada (Anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dan

adequat. c.

Demam lama atau berulang-ulang tanpa sebab yang jelas dan disertai keringat malam.

d.

Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple paling sering

didaerah leher, ketiak dan lipatan paha. e.

Gejala-gejala dan saluran napas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari, tanda cairan didada

dan nyeri dada. f.

Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang-ulang yang tidak sembuh dengan

pengobatan diare, benjolan diperut dan tanda-tanda cairan diperut.

D.

Perawatan penderita TBC paru dirumah 1. Menganjurkan kepada anggota keluarga untuk mengawasi penderita makan obat sesuai dengan anjuran 2. Memberikan waktu istirahat yang cukup kepada penderita minimal 6-8 jam perhari 3. Melakukan pemeriksaan secara rutin ke tempat pelayanan kesehatan 4. Melakukan tindakan claping bila penderita batuk berdahak

27

BAB III ANALISIS JURNAL TERKAIT DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : TUBERKOLOSIS PARU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. C DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : TB PARU DI RUANG EDELWEISS RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI (Yoga Wahyu Utomo, 2014, 59 halaman) ABSTRAK Latar belakang: Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian akibat kuman Mycrobacterium tuberculosisini pun tinggi. Hal ini dikarenakan ketika penderita TB Paru batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan kuman TB Paru ke udara. Seseorang dapat terpapar dengan TB Paru hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Kemudian data dari Depkes menunjukkan pada tahun 2009 1,7 juta orangmeninggal karena TB sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Tujuan: Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan TB Paru dan mampu mengaplikasikannya pada penderita TB Paru meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan. Hasil:Mengacu pada intervensi dan implementasi dari hasil evaluasi, ada 1 diagnosa yang teratasi: ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas. Disamping itu ada 2 diagnosa yang teratasi sebagian: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual muntah dan nafsu makan menurun, resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen.Kesimpulan:Untuk perawatan pasien TB Paru, harus ada kerja sama antara tenaga kesehatan dan keluarga agar selalu memberikan informasi tentang perkembangan kesehatan pasien dan senantiasa memotivasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kesehatan dan pola hidup pasien.

28

Kata Kunci: Asuhan keperawatan pada tuberkulosis, batuk, sesak napas.29

TINJAUAN KASUS Biodata: Nama pasien An.C berumur 11 bulan, jenis kelamin perempuan, Islam,tinggal di Boyolali. Diagnosa medis TB Paru. Penanggungjawab Tn. M sebagai ayah, alamat Boyolali, agama Islam. Pengkajian Keluhan Utama: Sesak nafas, batuk berdahak selama 3 bulan Riwayat Kesehatan Sekarang: Ibu pasien mengatakan anaknyasesak napas, batuk berdahak sudah 3 bulan, kemudian oleh Ibunya diperiksakan di Poliklinik RSUD Pandan Arang Boyolali, menurut hasil dari pemeriksaan dokter anak (mantoux test positif) di diagnosa TB Paru. Setelah pengobatan berjalan 1 bulan Ibunya tidak melanjutkan kembali pengobatan TB Paru karena Ibu beranggapan anaknya sudah sembuh. Satu bulan kemudian, anak sesak nafas dan batuk berdahak lagi, oleh orang tuanya dibawa ke IGD RSUD Pandan Arang Boyolali karena anak mengalami sesak nafas RR: 55x/menit,terpasang O2 2 liter/menit, infus: D ½NS 10 Tpm. Kemudian dirawat di RuangEdelweiss RSUD Pandan Arang Boyolali. Riwayat Kesehatan Dahulu: Ibu pasien mengatakan anaknya tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang dialami anaknya saat ini maupun riwayat penyakit lainnya. Riwayat Kesehatan Keluarga : Ibu pasien mengatakan nenek pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit TB Paru. Ayah dan Ibu pasien tidak ada yang mempunyai penyakit seperti yang dialami pasien 29 dan juga tidak mempunyai penyakit keturunan maupun penyakit menular. Riwayat Pediatri 29

a. Prenatal: Ibu pasien mengatakan sejak usia kehamilan memasuki bulan pertama sampai usia bulan ke tujuh Ibu rutin memeriksakan kandungannya 2 bulan sekali di puskesmas setempat. Kemudian memasuki usia kehamilan 8 bulan Ibu rutin memeriksakan kandungannya 1 minggu sekali di puskesmas setempat juga. b. Natal: Ibu pasien mengatakan melahirkan anaknya spontan Puskesmas setempat. Anak lahir langsung nangis spontan dengan berat badan 3400 gram dan panjang 52 cm. c. Post Natal: Ibu pasien mengatakan setelah lahir anak langsung di beri imunisasi Hepatitis B-1 dan BCG kemudian dilanjutkan imunisasi di Puskesmas setempat. Anak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, kemudian setelah usia lebih dari 6 bulan anak diberi makanan tambahan seperti bubur tim, bubur sun, buah pisang, buah pepaya. d. Penyakit trauma dan operasi: Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah memiliki trauma/operasi. e. Alergi: Ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki alergi makanan, minuman ataupun obat – obatan. f. Imunisasi: Ibu pasien mengatakan anaknya mendapat imunisasi dasar lengkap sampai umur 1 tahun. Pola Fungsional Menurut Gordon a. Persepsi Kesehatan: Persepsi kesehatan anak masih bergantung pada orang tuanya. b. Pola Nutrisi dan Cairan30 1) Sebelum sakit:Ibu pasien mengatakan anaknya makan 3 x sehari dengan bubur tim/bubur sun (selang-seling), serta minum ±800-1000 cc/hari (ASI dan air putih). 2) Selama sakit:Anak makan sedikitsedikit (2-3 sendok) tapi sering dimuntahkan, dengan menu yang disediakan rumah sakit, serta minum air putih dan ASI ±500-700 cc/hari. c. Pola Eliminasi 1) Sebelum sakit:Ibu pasien mengatakan anaknya BAB 1-2 x/hari dengan konsistensi lembek, bau khas, dan tidak adak kesulitan dalam BAB. BAK 5-6 x/hari dengan warna urine kekuningan, bau khas urine, dan tidak ada kesulitan dalam BAK. 2) Selama sakit:Ibu pasien mengatakan anaknya BAB 2 x/hari dengan konsistensi lembek, bau 30

khas, dan tidak ada kesulitan dalam BAB. BAK 6 x/hari dengan warna urine kekuningan, bau khas urine, dan tidak ada kesulitan dalam BAK. d. Pola Aktivitas dan Latihan 1) Sebelum sakit:Ibu pasien mengatakan anaknya sering bermain dengan kakaknya terkadang juga bermain dengan neneknya. 2) Selama sakit:Pasien lemas dan hanya istirahat ditempat tidur. e. Pola Istirahat dan Tidur 1) Sebelum sakit:Ibu pasien mengatakan anaknya biasa tidur siang jam 13.30 - 15.00 dan tidur malam jam 19.00 - 05.00 pagi, tidak ada kesulitan dalam tidur. 2) Selama sakit:Ibu pasien mengatakan jam tidur siang anaknya tidak tentu, tidur malam jam 20.00 – 05.00 pagi, tidak ada kesulitan dalam tidur. f. Pola Kognitif:Anak pada tahapan pra operasional, dapat mengetahui dasar mereka melakukan aktivitas/kegiatan. 1) Sebelum sakit:Ibu mengatakan anaknya sudah mulai belajar mengungkapkan kata-kata. 2) Selama sakit:Anak sering menangis dan rewel. g. Pola Perspsi dan Konsep Diri: Identitas diri: Pasien belum bisa menyebutkan namanya, harga diri: tidak terkaji, gambaran diri: tidak terkaji, ideal diri: tidak terkaji. h. Pola Peran dan Hubungan: Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua, kakak, dan neneknya. i. Pola Seksual: Pasien berjenis kelamin perempuan, berpakaian selayaknya perempuan j. Pola Kopping dan stress: Anak sering menangis dan rewel k. Pola Nilai dan Keyakinan: Keluarga pasien beragama Islam, anak belum bisa melakukan ibadah. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. 3. Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen. 31

PEMBAHASAN A. Diagnosa Keperawatan yang Muncul di Kasus32 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi pada jalan nafas. (NANDA, 2013).Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi/obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan napas yang bersih. (Wilkinson, 2007).Batasan karakteristik antara lain: Tidak ada batuk, suara napas tambahan, perubahan frekwensi napas, perubahan irama napas, sianosis, kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas, dispneu, sputum dalam jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, gelisah.Pada pasien ditemukan data subjektif: Ibu pasien mengatakan anak sesak napas dan susah mengeluarkan dahak. Data objektif: Pasien sesak napas, susah mengeluarkan dahak, RR: 55 x/menit, terpasang oksigenasi 2 liter/menit. Penulis menegakkan diagnosa ketidakefektifan pola napas b.dketidakmampuan mengeluarkan sekresi pada jalan nafas sebagai diagnosa pertama karena berdasarkan teori kebutuhan dasar Maslow (Potter, dkk, 2009) yang menyebutkan kebutuhan fisiologis manusia merupakan kebutuhan utama, yaitu makan, minum, bernapas, dan lain-lain.Implementasi dan rasional sesuai teori NANDA (2013) yang menyebutkan bahwa prioritas intervensi ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah: 1) Memonitor respirasi dan status oksigenasi. R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis. (Doenges, 2008) 2) Memposiosisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan cara semi fowler. R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. (Doenges, 2008). 3) Mengaukskultasi suara napas. R/: Untuk mencatat adanya suara tambahan.(Doenges, 2008). 4) Memberikan oksigenasi dengan nasal. R/: Untuk memenuhi kebutuhan oksigen.(Doenges, 2008). 5) Berkolaborasi dalam pemberianobat dengan tim medis. R/: Untuk pemberian terapi medis. (Doenges, 2008). Penulis merencanakan enam intervensi tetapi dalam pelaksanaannya hanya lima intervensi yang dilakukan dan satu intervensi yang tidak dilakukan, yaitu: Keluarkan sekret dengan batuk atau 32

suction karena tindakan suction digantikan dengan tindakan terapi inhalasi nebulizer (ventolin 2,5 mg 2x1 = 1,25/12 jam) yang sesauai dengan indikasi dokter.Dari hasil evaluasi penulis, masalah ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi pada jalan nafas diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat diatasi dengan kriteria hasil yang telah dicapai adalah suhu 370C, RR: 30 x/menit, nadi: 85 x/menit tidak ada bunyi napas tambahan, sekret dapat keluardan napas kembali normal. Masala teratasi anjurkan keluarga untuk memberikan lingkungan yang bersih pada pasien. Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan adalah pasien 33dan keluarga pasien cukup kooperatif. Sehingga tindakan mandiri perawat dan kolaborasi dapat di laksanakan dengan baik. Faktor penghambat yang ditemukan adalah pasien sering melepas selang oksigen. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan napsu makan yang menurun. (NANDA, 2013) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic. (Wilkinson, 2007). Batasan karakteristik: Kram abdomen, nyeri abdoment, menghindari makanan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal, penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat. Pada pasien ditemukan data subjektif: ibu pasien mengatakan napsu makan anaknya menurun, serta mual muntah saat makan, data obyektif: pasien tamapak lemas, rewel, makanan habis 2-3 sendok makan dari porsi yang disediakan rumah sakit, muntah 2 kali/ hari dengan konsistensi cair, BB: 8,2 kg. Penulis menegakkan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan napsu makan yang menurun sebagai diagnosa ke dua karena menurut Perry dan Potter (2009) jika tidak diatasi akan menimbulkan gizi buruk karena nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. .Implementasi dan rasional sesuai teori NANDA (2013) yang menyebutkan bahwa prioritas intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah 1) Mengkaji adanya alergi makanan. R/: Menghindari makanan yang membuat alergi. (Doenges, 2008). 33

2) Memonitor adanya mual muntah. R/: Untuk mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh pasien. (Doenges, 2008). 3) Memonitor adanya penurunan berat badan. R/: Dengan menimbang berat badan dapat mengetahui apakah ada perubahan dalam pemenuhan nutrisi. (Doenges, 2008). 4) Memberikan makanan sedikit tapi sering selagi masih hangat. R/: Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. (Doenges, 2008) 5)Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. R/: untuk takaran gizi yang diperlukan.(Doenges, 2008). Penulis merencanakan tujuhintervensi tetapi dalam pelaksanaannya hanya limaintervensi yang dilakukan dan duaintervensi yang tidak dilakukan, yaitu: 1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. Karena tindakan tersebut harus berkolaborasi dengan ahli gizi sedangkan penulis kurang memahami dalam menghitung kandungan kalori 2) Modifikasi makanan. Karena dalam modifikasi makanan dilakukan oleh ahli gizi. Dari hasil evaluasi penulis, masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan napsu makan yang menurun diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 hari masalah nutrisi dapat terpenuhi dan adanya peningkatan berat badan dengan 34 kriteria hasil yang telah dicapai adalah napsu makan pasien meningkat dapat menghabiskan 5 sendok makan dari porsi yang disediakan rumah sakit, tidak terjadi mual muntah, BB: 8,3 kg, tidak ada tanda-tanda malnutrisi.Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan adalah pasien dan keluarga pasien cukup kooperatif, menghindarkan makanan yang merangsang mual muntah bagi pasien.Faktor penghambat yang ditemukan adalah terkadang pasien menolak makanan yang diberikan, penulis tidak selalu memantau makanan apa saja yang di berikan kepada pasien. 3. Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen.(Somantri, 2008) Resiko penyebaran infeksi adalah suatu kondisi dimana individu beresiko terkena agen oportunitis atau patogenis (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain), dari berbagai sumber dari dalam atau dari luar. (Doenges, 2005).

34

Faktor resiko menurut NANDA (2013) antara lain: penyakit kronis, pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen, pertahanan tubuh yang tidak adekuat, ketidak adekuatan pertahanan sekunder, vaksinasi tidak adekuat, pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat, prosedur infasif, malnutrisi.Pada ditemukan data subyektif yaitu : Ibu pasien mengatakan tidak mengetahui cara penularan dan pencegahan TB paru, data obyektinya: pasien terlihat batuk tanpa ditutupi, tidak adanya alat proteksi diri seperti (masker, tissue) bagi keluarga dan pasien. Jika tidak diatasi akan menimbulkan penularan pada orang lain.Penulis menegakkan diagnosa resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen sebagai diagnosa ke tiga karena menurut Potter (2009) jika tidak diatasi akan meningkatkan resiko anggota keluarga/orang lain untuk tertular penyakit yang sama dengan pasien.Implementasi dan rasional sesuai teori NANDA (2013) yang menyebutkan bahwa prioritas intervensi resiko penyebaran infeksi adalah: 1) Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. R/: Untuk mengurangi resiko penebaran infeksi.(Doenges, 2008). 2)Membatasipengunjung bila perlu. R/: Untuk mengidentifikasi resiko penularan kepada orang lain. (Doenges, 2008). 3) Menggunakan sarung tangan, tissue, alat pelindung untuk batuk/bersin. R/: kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.(Doenges, 2008). 4) Menginstruksikan pada keluarga untuk memberikan minum obat antibiotik pada pasien sesuai resep dan pentingnya tidak putus obat. R/: Untuk mempercepat proses penyembuhan. (Doenges, 2008). 5) Mempertahankan teknik isolasi. R/: Untuk mengurangi resiko penularan pada orang lain. (Doenges, 2008). Penulis merencanakan enam intervensi tetapi dalam pelaksanaannya hanya lima intervensi yang dilakukan dan satu intervensi yang tidak dilakukan, yaitu: Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap35sputum karena tindakan tersebut yang menangani adalah tim laboratorium. Sedangkan penulis hanya memberikan tempat sputumuntuk pasien. Dari hasil evaluasi penulis, masalah resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya 35

pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 hari tidak terjadi penyebaran infeksi dengan kriteria hasil yang telah dicapai adalah keluarga sudah mulai tahu cara penularan dan cara pencegahan TB Paru, pasien dan keluarga pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika batuk/bersin), tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan, tidak ada anggota keluarga atau orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita.Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan adalah pasien dan keluarga pasien cukup kooperatif. Sehingga tindakan mandiri perawat dan kolaborasi dapat di laksanakan dengan baik. Faktor penghambat yang ditemukan adalah pasien masih perlu di bujuk saat minum Obat TB paru (OAT), keluarga tidak mempunyai masker. B. Diagnosa Keperawatan yang Tidak Muncul di Kasus 1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung. (NANDA, 2013) Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolarkapiler.(NANDA, 2013). Batasan karakteristik pada pasien dengan gangguan pertukaran gas menurut NANDA, 2013 meliputi : Ph darah arteri abnormal, warna kulit abnormal, konfusi, sianosis, penurunan karbondioksida, diaforesis, sakit kepala saat bangun. Penulis tidak menemukan datadata yang mendukung berdasarkan batasan karakteristik diatas, sehingga penulis tidak menegakkan diagnosa tersebut. 2. Hipertemia b.d dehidrasi (NANDA, 2013)Hipertermia adalah suatu keadaan dimana seseorang/individu mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,80C.(Wilkinson, 2007) Batasan karakteristik pada pasien dengan hipertermia menurut NANDA, 2013 meliputi: Konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea, kulit teraba hangat.Dari penjelasan batasan karakteristik diatas penulis tidak menemukan data-data mendukung yang ada pada pasien. Sehingga penulis tidak mengangkat diagnosa tersebut.

36

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. 2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan. 3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan. 4. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis dengan menggunakan sistem skoring. 5. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari. 6. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC. 7. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya 8. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug resistance. 9. Penatalaksanaan non medis yaitu : Memberikan posisi ektensi (kepala lebih tinggi dari badan ),Melakukan portural drainase,Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak

37

B. Saran 1. Pasien dan keluarga Diharapkan keluarga selalu menggunakan masker apabila berpaparan langsung dengan pasien TB Paru. 2. Perawat Diharapkan perawat berperan aktif dalam peningkatanpengobatan bagi pasien TB Paru. 3. Rumah sakit Memberikan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat pasien secara komperhensif dan optimal untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. 4. Instansi Pendidikan Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana prasarana mengembangkan ilmu pengetahuan dalam praktik klinik dan pembuatan laporan38

38

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. www.bppsdmk.depkes.go.id.Tanggal diaskses: 20 Maret 2011. Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Salemba Medika. Jakarta: EGC Doenges, Marilyn, E. 2008. Nursing Diaognosis Manual Lanning, Individualizing, and Documenting Client Care. 2nd ed. America: F. A. Davis Company. FKUI. 2005. Buku Kuliah IlmuKesehatan Anak. Jakarta: InfomedikaAllen, dan Marotz . 2010. Profil perkembangan Anak. PT. Indeks: Jakarta Menkokesra. 2011. Lembar Fakta Tuberkulosis. Maryunani anik. 2010. ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : CV. Trans info media Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Buku pegangan praktik klinik asuhan keperawatan anak edisi 2. Jakarta : sagung seto

39

Related Documents


More Documents from "adelia"

Makalah Materernitas 11.docx
December 2019 29
Kmb Urolitiasis Fix-1.doc
October 2019 21
Texto 5
April 2020 14
Guia.docx
November 2019 22