Pembuatan Keputusan secara Etis Asep Rahmadiana, SKep. Ners.
Teori Dasar Pembuatan Keputusan
Teori dasar atau prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktek profesional (Fry, 1991) Teori etik digunakan dl pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara prinsip dan aturan Ahli filsafat moral mengembangkan beberapa teori etik.
Teori tersebut diklasifikasikan menjadi - teori teleologi - teori deontologi (formalisme)
Teori Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani, dr kata telos berarti akhir Istilah teleologi dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian Teleologi merupakan suatu doktrin yg menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan. Sring disebut the end justifies the means artinya makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi
Menekankan pada pencapaian hasil akhir yg terjadi “pencapaian hasil akhir dg kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia” (Kelly, 1987).
Teleologi dibedakan menjadi :
Rule utilitarianisme Act utilitarianisme
- Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai dari suatu tindakan bergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia
Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas, tidak melibatkan aturan aturan umum, tapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yg dapat memberikan kebaikan sebanyak2nya atau ketidakbaikan sekecil2nya pada individu, contoh: bayi yg lahir cacat lebih baik diijinkan meninggal daripada nantinya jadi beban masyarakat
Teori Deontologi (Formalisme)
Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon yang berarti tugas, berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekwensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yg dapat menjadi penentu apakah suatu tindakan tsb secara moral benar atau salah.
Contoh penerapan deontologi
Seorang perawat yg yakin bahwa klien harus diberi tahu ttg yg sebenarnya terjadi walaupun hal itu sangat menyakitkan Contoh lain seorang perawat yang menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agama yg melarang tindakan membunuh. Secara luas teori ini dikembangkan menjadi lima prinsip penting yaitu kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran dan ketaatan (Fry, 1991)
Kemurahan hati
Inti dari prinsip kemurahan hati (beneficence) adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yg menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yg merugikan atau membahayakan klien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan
Contoh:
Seorang klien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian tranfusi darah bertentangan dengan keyakinannya, mengalami perdarahan yg hebat. Sebelum kondisi klien bertambah berat, klien sudah memberikan pernyataan tertulis kepada dokter bahwa ia tidak mau dilakukan tranfusi darah Akhirnya tranfusi darah tidak diberikann karena prinsip beneficence walaupun pada saat bersamaan terjadi penyalahgunaan prinsip maleficence
Keadilan
Prinsip dari keadilan menurut Beauchamp dan Chlidress adalah mereka yg sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Prinsip ini memungkinkan dicapainya keadilan dalam pembagian sumber asuhan kesehatan kepada klien secara adil sesuai kebutuhan
Otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk mentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yg mereka pilih (Fry, 1987). Masalah yg muncul dari penerapan prinsip ini karena adanya variasi kemampuan otonomi klien yang dipengaruhi banyak hal seperti:
Faktor yang kemampuan otonomi klien: Tingkat kesadaran Usia Penyakit Lingkungan rumah sakit Ekonomi Tersedianya informasi
Kejujuran
Prinsip kejujuran (veracity) menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yg sebenarnya dan tidak bohong Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dg klien Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat klien
Ketaatan
Prinsip ketaatan (fidelity) didefinisikan oleh Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dl kontek hubungan perawat klien meliputi tangung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan perhatian/kepedulian
Peduli kepada klien merupakan salah satu aspek dari prinsip keataatan. Peduli kepada klien merupakan komponen paling penting dari praktik keperawatan, terutama pada klien dalam keadaan terminal (Fry, 1991) Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi perawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik kepada klien, memberikan kenyamanan, dan menunjukkan kemampuan profesional
Kerangka pembuatan keputusan Berikut ini beberapa contoh model pengambilan keputusan etis keperawatan yg dikembangkan oleh Thompson dan Jameton. Ketode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien
Kerangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991) adalah: - model I terdiri dari enam tahap - model II terdiri dari tujuh tahap - model III yang merupakan keputusan bioetis
Model I
Tahap 1, Identifikasi masalah. Klasifikasi masalah dilihat dari konflik hati nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya pada masalah etika yg timbul dan mengkaji parameter waktu untuk pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban pada perawat thd pernyataan “hal apakah yg membuat tindakan benar adalah
Tahap 2, perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yg dikumpulkan dalam tahap ini meliputi orang yg dekat dg klien, yg terlibat dalam membuat keputusan bagi klien, harapan/keinginan klien dan orang yg terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah dan konflik yg terjadi
Tahap 3, Perawat harus mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yg memungkinkan harus terjadi, termasuk hasil yg mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban atas pertanyaan, “Jenis tindakan apa yang benar?”
Tahap 4, Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Perawat mempertimbangkan nilai dasar manusia yg penting bagi individu, nilai dasar yg menjadi pusat masalah dan prinsip etis yg dapat dikaitkan dengan masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan, “Bagaimana aturan tertentu diterapkan pada situasi tertentu?”
Tahap 5, Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Pembuatan keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika, “apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu?” Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
Model II
Tahap 1, mengenali dengan tajam masalah yang terjadi, apa intinya, apa sumbernya, mengenali hakikat masalah. Tahap 2, mengumpulkan data atau informasi yg berdasarkan fakta, meliputi sumber data yang termasuk variabel masalah yang telah dianalisa secara teliti
Tahap 3, menganalisis data yang telah diperoleh dan menganalisis kejelasan orang yang terlibat, bagaimana kedalaman dan intensitas keterlibatannya, relevansi keterlibatannya dengan masalah etika Tahap 4, Berdasarkan analisis yg telah dibuat, mencari kejelasan konsep etika yg relevan untuk penyelesaian masalah dg mengemukakan konsep filsafat yg mendasari etika maupun konsep sosial budaya tyg menentukan ukuran yg diterima
Tahap 5, mengonsep argumentasi semua jenis isu yg didapati merasionalisasi kejadian, kemudian membuat alternatif ttg tindakan yg akan diambilnya Tahap 6, mengambil tindakan, setelah semua alternatif diuji thd nilai yg ada di dl masyarakat dan ternyata dapat diterima maka pilihan tersebut dikatakan sah (valid) secar etis. Tindakan yg dilakukan menggunakan proses yang sitematis.
Tahap 7, Langkah terakhir adalah mengevaluasi, apakah tindakan yg dilakukan mencapai hasil yg diinginkan, mencapai tujuan penyelesaian masalah. Bila belum berhasil harus mengkaji lagi hal-hal apa yg menyebabkan kegagalan dan menjadi umpan balik untuk melaksanakan pemecahan/penyelesaian masalah secara ulang
Model III (model keputusan bioetis)
Tahap 1, tinjau ulang situasi yg dihadapi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yg dibutuhkan, komponen etis individu /keunikan Tahap 2, kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi Tahap 3, identifikasi aspek etis dari masalah yg dihadapi
Tahap 4, ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional Tahap 5, Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yg berlainan Tahap 6, identifikasi konflik2 nilai bila ada Tahap 7, gali siapa yg harus membuat keputusan Tahap 8, identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan
Tahap 9, Tentukan tindakan dan laksanakan Tahap 10, Evaluasi hasil dari keputusan/tindakan (Sumber: JB Thompson and HO Thompson: Ethic in Nursing, 1981)
Penyelesaian masalah etika keperawatan menjadi tanggung jawab perawat. Berarti perawat melaksanakan norma yg diwajibkan dl asuhan keperawatan, sedangkan tanggung gugat adalah mempertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kepada klien/masyarakat, kepada profesi atas segala tindakan yg diambil dalam melaksanakan proses keperawatan dg menggunakan dasar etika dan standar keperawatan.
Faktor2 yg mempengaruhi pengambilan keputusan etis dl praktik keperawatan
Faktor agama dan adat-isitiadat Faktor sosial Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi Faktor legislasi dan keputusan yuridis Faktor dana/keuangan Faktor pekerjaan/posisi klien maupun perawat Kode etik keperawatan Hak-hak klien