Ilmu Kesehatan Anak Arterio – FK 2012
KEJANG DEMAM Anamnesis Px. Fisik Px. Penunjang Diagnosis Penatalaksanaan
DEFINISI Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 C) akibat dari suatu proses ekstrakranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti trauma kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.
Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) a. Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik. b. Tanpa gerakan fokal c. Kejang berlangsung singkat d. Durasi < 15 menit e. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) a. Kejang fokal atau fokal menjadi umum. b. Kejang berlangsung lama b. Durasi > 15 menit c. Kejang berulang dalam 24 jam.
ETIOLOGI • Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih.
PATOFISIOLOGI • Temperatur mempengaruhi banyak proses dalam otak, juga yang berhubungan dengan ekstabilitas otak. Mekanisme yang memungkinkan terjadinya bangkitan kejang antara lain efek pada saluran ion sampai pada sistem kompleks. Kinetik akibat perubahan dari aktivasi dan deaktivasi saluran ion Na+ dan K+ dapat meningkatkan ekstabilitas jaringan. • Dengan mekanisme kompleks, temperatur akan mempengaruhi sistem neurotransmitter. Aktivitas asam glutamat dekarboksilase, enzim yang penting untuk sintesis GABA akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan temperatur. • Kejang demam dihubungkan dengan gen berbeda, beberapa diantaranya merupakan kode saluran ion. Adanya kerusakan fungsi keseimbangan ion dapat menyebabkan kejang demam.
ANAMNESIS - gejala • -
RPS (keluhan utama) : Kejang Onset Kronologi Lokasi Kualitas Kuantitas F. Modifikasi Keluhan penyerta : Demam, kesadaran Muntah, batuk, nyeri kepala, menggigil, nyeri otot, nyeri tenggorok, diare, mimisan Nyeri/cedera akibat kejang
• • • • • •
RPD Rx. Antenatal & Rx. Postnatal RPK Riwayat Tumbang Riwayat Imunisasi RPSosek
GEJALA • Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran pasca kejang. Kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam terjadi pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut.Sebagian besar berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal. Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan.
GEJALA Faktor Risiko : 1. Demam a. Demam yang berperan pada KD, akibat: – – – – – –
Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pencernaan Infeksi THT Infeksi saluran kencing Roseola infantum/infeksi virus akut lain. Paska imunisasi
b. Derajat demam: – 75% dari anak dengan demam ≥ 390C – 25% dari anak dengan demam > 400C
GEJALA • Minggu I : Demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare/konstipasi, batuk, epitaksis. Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya ditemukan peningkatan suhu tubuh, sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan, dan terutama pada sore hari hingga malam hari. • Minggu II : Demam remitten (suhu tidak bisa turun sampai pada suhu 37 C, hanya sampai 38 C, naik lagi), bradikardi relatif, lidah tifoid (lidah kotor, tremor), hepatomegali atau splenomegali, perut kembung, gangguan kesadaran ringan hingga berat.
2. Usia a. Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun b. Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan c. Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP d. Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).
3. Gen a. Risiko meningkat 2–3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam b. Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam
PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum • Kesan sakit (tidak tampak sakit/sakit ringan/sakit berat) • Kesadaran Kesadaran menurun atau tidak • Status gizi BB turun / tidak naik sesuai grafik
PEMERIKSAAN FISIK 2. Tanda vital • Nadi • TD • RR • Suhu
PEMERIKSAAN FISIK 3. Kulit (Warna, edem, tanda perdarahan, sikatrik, pelebaran pemb darah, dll)
PEMERIKSAAN FISIK 4. Kelenjar Limfe • lokasi,jumlah, ukuran, konsistensi, suhu, mobile, nyeri tekan raba pada kelj. Sub mental, sub mandibula, pre aurikula, post aurikula, post occipital, colli, supraklavikula, infraklavikula, ketiak • 0-3mm masih normal • 1 cm masih Normal sampai usia 12 th 5. Kepala • ukur (melalui dahi dan occipitalis posterior) • bentuk & ukuran
PEMERIKSAAN FISIK 6. Mata 7. Hidung (bentuk luar, nafas cuping, mukosa, sekret, perdarahan, septum, sinus)
PEMERIKSAAN FISIK 8. Mulut Nafas, bibir, lidah, mukosa 9. Tenggorok Tonsil (besar, warna, peradangan, eksudat, kripta)
PEMERIKSAAN FISIK 10. Telinga letak telinga warna & bau sekret 11. Leher kelenjar leher kaku kuduk
PEMERIKSAAN FISIK 12. Px. Dada – Inpeksi : bentuk dada, pergerakan dada – Palpasi : nyeri, fremitus vokal – Perkusi : hipersonor/redup/pekak, batas organ – Auskultasi : Bunyi nafas
PEMERIKSAAN FISIK 13. Px. Abdomen – Inspeksi : bentuk perut, gerakan dinding perut, umbilikus – Auskultasi : peristaltik tiap 10-30 detik – Perkusi – Palpasi : nyeri, pembesaran organ
PEMERIKSAAN FISIK 14. Hati – N: 1/3-1/3 sampai umur 5-6 tahun – Konsistensi, tepi, permukaan, pulsasi, nyeri tekan
Pengukuran : – Persilangan linea medialis klavikula & arcus costa dihubungkan dg umbilikus. – Pembesaran hepar berkisar antara 4 – 8 cm dibawah arkus kosta.
PEMERIKSAAN FISIK 15. Limpa – N: 1-2 cm di bawah arcus costa – Titik schuffner : Arcus costa kiri – lipat paha kanan dibagi 8 – Demam tifoid didapati splenomegali, dengan perabaan keras atau lunak dan nyeri tekan positif
16. Ekstremitas – Kelainan bawaan (amelia, polidaktili,webbing), clubbing finger
17. Genitalia – Laki2 , perempuan
TANDA • Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan kesadaran. Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan kesadaran. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-tanda infeksi penyebab demam. Pemeriksaan neurologi meliputi kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil, saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis
Px. Penunjang 1.
Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses.
2. Pungsi Lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada : – Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan – Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan – Bayi > 18 bulan tidak rutin
Px. Penunjang 3. Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Tidak terdapat indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam , kecuali jika ditemukan keragu-raguan apakah ada demam sebelum kejang. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau demam kejang fokal. 4. Pencitraan (CT-scan/MRI kepala) Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika terdapat kejang demam yang bersifat fokal atau ditemukan defisit neurologi pada pemeriksaan fisik.
DD 1. Meningitis 2. Epilepsi 3. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.
TERAPI • Penatalaksanaan 1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan prognosisnya. 2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana profilaksis untuk mencegah kejang berulang. 3. Antipiretik Tujuan utama pengobatan kejang demam adalah mencegah demam meningkat. Berikan parasetamol 10-15 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.
TERAPI 4. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan: a. Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg , BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.
TERAPI b. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat kejang dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
TERAPI 4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang di kemudian hari. a. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam. b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang nyata seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.
EDUKASI • Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberikan informasi mengenai: – Prognosis dari kejang demam yang umunya mempunyai prognosis baik. – Cara penanganan kejang – Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual akibat kejang demam. – Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak. – Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan. – Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.
EDUKASI – – – –
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang Tetap tenang dan tidak panik Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. – Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang – Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti – Bawa kedokter atau RS bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
PROGNOSIS Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak menyebabkan kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secra retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah : • Riwayat kejang demam dalam keluarga • Usia kurang dari 12 bulan • Temperatur yang rendah saat kejang • Cepatnya kejang setelah demam.
PROGNOSIS • Faktor risiko epilepsi di kemudian hari tergantung dari: (1) kejang demam kompleks (2) riwayat epilepsi dalam keluarga (3) terdapat defisit neurologis.