Pcd 1_swamedikasi Batuk (nadya Noer K.) .docx

  • Uploaded by: nadya noer karima
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pcd 1_swamedikasi Batuk (nadya Noer K.) .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,398
  • Pages: 33
MAKALAH PRAKTIKUM COMPOUNDING AND DISPENSING SWAMEDIKASI BATUK

Dosen Pengampu : Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt

Disusun Oleh : Nadya Noer Karima

1920374147

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat

menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan sendiri dapat menjadi masalahterkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi, et al (2014) swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter. Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau petugas apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Zeenot, 2013). Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa presentase penduduk yang melakukan swamedikasi / pengobatan diri sendiri akibat keluhan kesehatan yang dialami sebesar 61,05%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar. Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%) dan obat mudah diperoleh (9%) (Kartajaya et al., 2011). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain- lain (Depkes RI, 2010).

Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran nafas bagian atas. Saluran nafas bagian atas yaitu dimulai dari tenggorokan, trachea, bronkhioli sampai ke jaringan paru (Anonim, 2007). Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir atau mukus, makanan, debu, asap dan sebagainya. Batuk juga merupakan salah satu gejala paling umum yang menyertai penyakit pernafasan seperti asma, bronkitis, dan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease). Ketiadaaan batuk dapat berbahaya dan fatal untuk kesehatan, karena bisa jadi batuk merupakan gejala awal dari penyakit pernafasan dan memudahkan dokter untuk mendiagnosis suatu penyakit (Chung, 2003). Timbulnya respon batuk bisa dikarenakan beragam hal salah satunya adalah keberadaan mukus pada saluran pernafasan. Normalnya, mukus membantu melindungi paru-paru dengan menjebak partikel asing yang masuk. Namun apabila jumlah mukus meningkat, maka mukus tidak lagi membantu malahan mengganggu pernafasan (Koffuor dkk., 2014). Oleh karena itu, tubuh memiliki respon batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut. Selain oleh mukus, batuk dapat disebabkan oleh faktor luar seperti debu maupun zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin banyak partikel asing yang harus dikeluarkan, semakin banyak pula frekuensi batuk seseorang. Frekuensi batuk yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

1.2. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari swamedikasi ? 2. Apa saja keuntungan dan kerugian swamedikasi ? 3. Jenis obat apa saja yang diperbolehkan untuk swamedikasi ? 4. Bagaimana syarat pelayanan swamedikasi boleh dilakukan ? 5. Apa saja masalah penggunaan obat dalam swamedikasi ? 6. Bagaimana efek samping obat dalam swamedikasi ?

7. Apa definisi dari batuk ? 8. Bagaimana mekanisme batuk ? 9. Apa sajakah etiologi dari batuk ? 10. Bagaimana klasifikasi batuk berdasarkan durasi ? 11. Bagaimana klasifikasi batuk berdasarkan tanda klinis ? 12. Bagaimana penatalaksanaan batuk ? 1.3. Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahu definisi dari swamedikasi 2. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari swamedikasi 3. Untukmengetahui jenis obat yang diperbolehkan dalam melakukan swamedikasi 4. Untuk mengetahui syarat dilakukan pelayanan swamedikasi 5. Untuk mengetahui masalah penggunaan obat dalam swamedikasi 6. Untuk mengetahui efek samping obat dalam swamedikasi 7. Untuk mengetahui definisi dari batuk 8. Untuk mengetahui mekanisme batuk 9. Untuk mengetahui etiologi batuk 10. Untuk mengetahui klasifikasi batuk berdasarkan durasi 11. Untuk mengetahui klasifikasi batuk berdasarkan tanda klinis 12. Untuk mengetahui penatalaksanaan batuk

BAB II ISI 2.1. Definisi Swamedikasi Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Tjay dan Rahardja, 2010). Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern. Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat, indikasi, dosage, efek samping, dan kontra indikasi. Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran

yang terlalu besar. Guna mengatasi resiko tersebut,maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut (Kirana Rahardja, 1993). Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat yang tepat. Pasien dapat meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat lebih tepat. Selain apoteker, tenaga farmasi lain seperti asisten apoteker mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi obat kepada masyarakat. Seperti penyampaian informasi tentang Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan (Anief, 1997). 2.2.

Keuntungan Kerugian Swamedikasi Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya

rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggungjawab akan memberikan beberapa manfaat yaitu : membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif, menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal, meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri. Bagi paramedis kesehatan hal ini amat membantu, terutama di pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas yang jumlah dokternya terbatas. Selain itu, praktik swamedikasi meningkatkan kemampuan masyarakat luas mengenai pengobatan dari penyakit yang diderita hingga pada akhirnya, masyarakat diharapkan mampu memanajemen sakit sampai dengan keadaan kronisnya. Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri, penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bisa dari iklan obat di media, pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional, dapat

menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi (Holt et al, 1990).

2.3. Jenis Obat Pada Swamedikasi Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan lanjut usia diatas 65 tahun; pengobatan sendiri dengan obat dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap penyakitnya; dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek samping minimal dan dapat dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk pengobatan sendiri. Pada tahun 1998, WHO mensyaratkan obat yang digunakan dalam swamedikasi harus didukung dengan informasi tentang bagaimana cara penggunaan obat; efek terapi yang diharapkan dari pengobatan dan kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan; bagimana efek obat tersebut dimonitoring; interaksi yang mungkin terjadi; perhatian dan peringatan mengenai obat; lama penggunaan; dan kapan harus menemui dokter. Berdasarkan dua kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter, meliputi obat bebas, dan obat bebas terbatas. Sedangkan untuk Obat Wajib Apotek hanya dapat digunakan dibawah pengawasan Apoteker (BPOM, 2004). a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko obat dan apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi penting untuk swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya, pembelian obat sangat

disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam, yang termasuk obat golongan ini contohnya adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral (BPOM, 2004). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah: lihat tanggal kedaluwarsa obat; baca dengan baik keterangan tentang obat pada brosur; perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit; perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak; perhatikan dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat; perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat, perhatikan tentang kontraindikasi dan efek samping obat (Depkes, 2006). Logo obat bebas b. Obat Bebas Terbatas Golongan obat ini disebut juga obat W (atau Waarschuwing) yang artinya waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya. Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karena dijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Logo obat bebas terbatas

Meskipun begitu idealnya obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin yang dikelola oleh minimal asisten apoteker dan harus dijual dengan bungkus/kemasan aslinya. Hal itu disebabkan obat ini sebenarnya masih termasuk dalam obat keras, artinya obat bebas terbatas aman hanya jika digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karenanya, obat bebas terbatas dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang mengelilingi. Contoh obat bebas terbatas: obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, obat yang mengandung antihistamin (Depkes, 2006). c. Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek. Merupakan obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo khusus pada golongan obat wajib apotek, sebab secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Sebagai gantinya, sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan No 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang DOWA 1; No 924/MenKes/PER/X/1993 tentang DOWA 2; No 1176/MenKes/SK/X/1999 tentang DOWA 3 diberikan Daftar Obat Wajib Apotek untuk mengetahui obat mana saja yang dapat digunakan untuk swamedikasi. Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal (BPOM, 2004).

2.4. Pelayanan Swamedikasi Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus mampu menentukan jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya. Hal ini dapat disimpulkan dari beberapa hal (Depkes, 2006) :

a. Gejala atau keluhan penyakitnya. b. Kondis khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan lain-lain. c. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diingankan terhadap obat tertentu. d. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat. e. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum. f. Berkonsultasi dengan apoteker. Setelah tahap pemilihan dipastikan sesuai, langkah selanjutnya adalah (Depkes, 2008) : a. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan sakitnya. b. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan tahu batas kapan mereka harus menghentikan swamedikasi dan segera minta pertolongan petugas kesehatan. c. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu penyakit baru atau efek samping obat. d. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut.

2.5. Masalah Penggunaan Obat Dalam Swamedikasi Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis. Masalah tersebut biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat yang tidak rasional. Pengobatan dikatakan tidak rasional jika (Depkes, 2010) : a. Pemilihan obat tidak tepat, maksudnya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai dan paling ekonomis. b. Penggunaan obat yang tidak tepat, yaitu tidak tepat dosis, tidak tepat cara pemberian obat, dan tidak tepat frekuensi pemberian.

c. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai, kepada pasien atau keluarga. d. Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak langsung. e. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan pemberian suatu obat.

2.7.

Efek Samping Obat Dalam Swamedikasi Efek samping obat adalah efek tidak diinginkan dari pengobatan dengan pemberian

dosis obat yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis maupun terapi. Beberapa reaksi efek samping obat dapat timbul pada semua orang, sedangkan ada beberapa obat yang efek sampingnya hanya timbul pada orang tertentu. Secara umum obat-obat yang digunakan dalam praktik swamedikasi cenderung aman, tidak berbahaya dan memiliki angka kejadian timbul efek samping yang rendah (BPOM, 2004). Pada swamedikasi, efek samping yang biasa terjadi : pada kulit, berupa rasa gatal, timbul bercak merah atau rasa panas, pada kepala, terasa pusing, pada saluran pencernaan, terasa mual, dan muntah, serta diare, pada saluran pernafasan, terjadi sesak nafas, pada jantung terasa dada berdetak kencang (berdebar-debar); urin berwarna merah sampai hitam (Depkes 2008).

2.8. Definisi Batuk Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen (Guyton, 2008). Reseptor batuk terdapat pada farings, larings,trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung,dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot farings, larings,

diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar.Pada fase ini terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batik Kimball maka fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk. Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala klinis yang paling sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas. Batuk merupakan salah satu cara untuk membersihkan saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan benda asing yang masuk sebagai refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi trakeobronkial (Susanti, 2013). Batuk juga berfungsi sebagai imun dan perlindangan tubuh terhadap benda asing namun, dapat juga merupakan gejala dari suatu penyakit.

2.9. Mekanisme Batuk Menurut Tietze (2000), batuk dimulai dengan tarikan nafas yang dalam dan diikuti penutupan glottis (katup tenggorokan), relaksai diagfragma dan kontraksi otot-otot yang melawan glottis yang tertutup, sehingga menghasilkan tekanan dalam saluran pernafasan dan dalam dada meningkat maksinal. Tekanan dalam dada yang meningkat maksimal dapat menyababkan penyempitan tenggorokan. Ketika glottis terbuka terjadi kombinasi perbedaan tekanan yang besar antara saluran pernafasan dengan udara luar yang disertai penyempitan tenggorokan yang akan menghasilkan aliran udara yang sangat kuat.

Refleks batuk diakibatkan oleh rangsanagan dari selaput lender saluran pernafasan, yang terletak di beberapa bagian dari tenggorokan (epiglottis, larynx, trachea dan bronchi). Mukosa memiliki reseptor yang peka umtuk zat-zat perangsang (dahak, debu, peradangan) yan dapat memutuskan batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). 1. Fase Iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk dilapisan faring dan esophagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. 2. Fase Inspirasi Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru-paru. 3. Fase Kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis dan batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intrathoraks walaupun glotis tetap terbuka. 4. Fase Ekspirasi Pada fase ini glottis terbuka secara tiba-tiba akibat konstraksi aktif otot-otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda – benda asing dan bahan –bahan lain. Gerakan glotis, otot – otot pernafasan, dan bronkus sangat penting dalam mekanisme batuk karena merupakan fase batuk yang sesungguhnya. Suara batuk bervariasi akibat getaran secret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara (Guyton, 2008).

2.10.

Etiologi Batuk Batuk dapat disebabkan gangguan cuaca seperti udara dingin, angina kencang, hujan

atau perubahan suhu udara, asap atau debu, dahak atau karena radang saluran pernafasan, serta alergi (Anonim, 2003).

Hal senada juga dinyatakan oleh Hidayat (2001) bahwa batuk juga dapat terjadi karena rangsangan mekanis seperti asap dan debu atau rangsangan kimiawi seperti dahak, gas, dan bau. Radang saluran pernapasan dan alergi juga merupakan penyebab batuk, selain itu batuk juga merupakan salah satu gejala akan timbulnya penyakit lain seperti asma, flu, dan TBC. Tjay dan Rahardja (2002) menyatakan bahwa reflex batuk dapat ditimbulkan karena radang (infeksi saluran pernapasan), alergi (asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru-paru), perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau, dan lain-lain). Penyabab umumnya terjadinya batuk menurut Anonim (2003) adalah sebagai berikut: a. Masuknya benda asing secara tidak sengaja ke dalam saluran pernafasan seperti debu, asap, cairan dan makanan. b. Tetesan cairan hidung ke arah tenggorokan dan masuk ke saluran pernafasan misalnya alergi rhinitis, batuk, dan pilek. c. Penyempitan saluran pernafasan, misalnya pada asma. d. Produksi dahak yang sangat banyak karena infeksi saluran pernafasan seperti flu, bronchitis, dan penyakit cukup serius meskipun relative jarang yaitu pneumonia, TBC, dan kanker paru-paru.

2.11. Klasifikasi Batuk Berdasarkan Durasi 1. Batuk akut Batuk akut adalah fase awal batuk dan mudah untuk disembuhkan dengan kurun waktu kurang dari tiga minggu. Penyebab utamanya adalah infeksi saluran nafas atas, seperti salesma, sinusitis bakteri akut, pertusis, eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis, rhinitis alergi, dan rhinitis karena iritan. 2. Batuk sub-akut Batuk Sub-akut adalah fase peralihan dari akut menjadi kronis yang terjadi selama 3 sampai 8 minggu. Penyebab paling umum adalah batuk paska infeksi, sinusitis bakteri, atau asma.

3. Batuk kronis Batuk kronis batuk kronis adalah fase batuk yang sulit untuk disembuhkan karena terjadi pada kurun waktu yang cukup lama yaitu lebih dari delapan minggu. Batuk kronis juga bisa digunakan sebagai tanda adanya penyakit lain yang lenih berat misalkan ; asma, tuberculosis (tbc), penyakit paru obstruktif kronis (ppok), gangguan refluks lambung, dan kanker paru-paru. Berdasarkan penelitian, 95 % penyebab batuk kronis adalah post nasal drip, sinusitis, asma, penyakit refluks gastroesofageal (gerd), bronchitis kronis karena merokok, bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan ACE I, 5 % sisanya dikarenakan kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung kanan, dan aspirasi karena disfungsi faring. Jika tidak ada sebab lain, batuk kronis bisa juga dikarenakan faktos psikologis.

2.12. Klasifikasi Batuk Berdasarkan Tanda Klinis 1. Batuk berdahak Batuk berdahak yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak lebih sering terjadi pada saluran napas yang peka terhadap paparan debu, lembab berlebih, alergi dan sebagainya. Batuk berdahak merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan zat-zat asing dari salurannafas, temasuk dahak. Batuk ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat (Tjay dan Rahardja, 2003). Pada batuk berdahak produksi dahak meningkat dan kekentalannya juga meningkat sehingga sukar dikeluarkan ditambah terganggunya bulu getar bronchii (silia) yang bertugas mengeluarkan dahak sehingga diperlukan obat yang berlabel ekspektoran.Obat-obat ini biasanya juga merangsang terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran dahak.Selain itu ada juga obat-obat yang bisa membantu mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan yang disebut mukolitik (Tjay dan Rahardja, K. 2003).

2. Batuk kering Batuk kering merupakan jenis batuk yang tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokan terasa gatal, sehingga merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu kenyamanan, bila batuknya terlalu keras akan dapat memecahkan pembuluh darah pada mata (Tjay dan Rahardja, K. 2003).

2.13. Penatalaksanaan Batuk a. Tujuan Terapi Tujuan utama pengobatan batuk adalah untuk mengurangi jumlah dan seringnya batuk terjadi. Tujuan kedua adalah untuk mencegah komplikasi (Tietze, 2000). b. Sasaran Terapi Sasaran terapi dalam pengobatan batuk berbeda untuk tiap jenis batuk baik itu batuk produktif maupun batuk non produkti. Sasaran terapi pada batuk produktif adalah membantu untuk mengeluarkan dahak, sedangkan pada batuk non produktif sasaran terapinya adalah untuk menekan dahak (Tietze, 2000). c. Strategi Terapi Terapi batuk ditujukan pada pencarian dan pengobatan penyebab batuk, kemudian mempertimbangkan apakah perlu diberikan terapi simptomatis agar dapat meniadakan atau meringankan gejala batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). Strategi terapi untuk mengatasi batuk ada dua macam yaitu farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi adalah terapi dengan menggunakan obat sedangkan terapi non farmakologi atau modifikasi gaya hidup cukup efektif dalam mengatasi batuk seperti anjuran untuk berhenti merokok, memperbanyak konsumsi air putih setidaknya 10 gelas sehari, mengurangi konsumsi makanan yang bersifat panas seperti goring-gorengan dan sambal, mengkonsumsi permen yang bertekstur keras atau lozenges yang akan meredakan iritasi tenggorokan dan akan menurunkan frekuensi batuk, dianjurkan untuk bernafas di uap air, dianjurkan unruk bernafas di

uap air panas agar perjalanan udara di tenggorokan menjadi lancer dan lega, dan olahraga secara teratur agar tubuh tetap prima (Anonim, 2005). 1. Terapi dengan obat batuk tradisional. Masyarakat mengandalkan pengobatan tradisional dengan obat batuk tradisional selain menggunakan obat batuk yang beredar dipasaran untuk mengobati batuk yang terjadi (Anonim, 2003). Alternatif tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan batuk beraneka ragam karena penyebab batuk juga bermacam-macam. Berikut ini tabel 1 akan ditampilkan tanaman-tanaman maupun bagian tanaman, cara pemakaian, serta kandungan senyawa kimia yang dapat diguanakan dalam terapi batuk secara tradisional (Hidayat, 2001). Tabel 1. Tanaman Berkhasiat Sebagai Obat Batuk Nama Tumbuhan

Cara Pemakaian

Kandungan

Wortel

Wortel diparut, diperas dengan air

Protein, Karbohidrat, vitamin

(Daucus Carota)

panas hingga ¾ gelas, diminum 2 kali

A, Beta Karoten.

sehari. Mengkudu

Buah mengkudu dan jeruk nipis

Morindon, morindin, metil

(Morinda Citrifolia)

diperas, dimasukkan kedalam 2 gelas

asetil,

air panas, lalu disaring untuk diinum 3

ranyidiol.

asam

kapril,

so

kali sehari

Jahe

Jahe

(Zingiber Officinale)

direbus

dibakar

dan

bersama

dimemarkan, adas,

kayu

manis,cengkeh dan gula aren, setelah disaring dapat diminum 3 kali sehari 4 sendok makan untuk dewasa dan 3 kali sehari 2 sendok makan untuk anak-anak Jeruk nipis (Citrus Aurantifolia)

Air perasa jeruk nipis ditambah madu

Asam

sitrat,

asam

aino,

minyak atsiri, dan vitamin B1

Nama Tumbuhan

Cara Pemakaian

Kandungan

Lidah buaya

Empulur lidah buaya dipotong kecil-

Aloin,barbaloin, isobarbaloin,

(Aloe Vera)

kecil kemudian dicampur dengan

barbaloin, damar

madu, diminum 3 kali sehari 1 sendok teh Kencur

Kencur dikunyah

(Kaempferi Kalanga)

Kamfer, borneol, sineol, alkohol

Belimbing Wuluh

Segenggam bunga belimbing

(Averrhoa Blimbi)

ditambah gula batu direbus dengan

Asam oksalat dan kalium

segelas air hingga tinggal ½ gelas, diminum pagi dan sore. Sirih

5 lembar daun sirih bersama

Minyak atsiri

( Piper Betle)

cengkeh, kapulaga, kemukus, dan

(kadinen,kavikol,

kayu mais direbus diminum 3 kali

sineol,eugenol), zat samak.

sehari 8 sendok makan untuk dewasa. 1-5 sendok untuk anak-anak Saga

Daun saga manis bersama kayu

Saponin, glisirisin, abrin, dan

(Abrus Precatorius)

manis, cengkeh, adas pulasari dan

flavonoid

bawang merah serta gula batu direbus, dimiinum 3 kali sehari 10 sendok makan untuk dewasa dan 1 sendok makan untuk anak-anak Sembung

Daun sembung dan daun jinten diiris-

Minyak atsiri, glikosida,

(Blumea Balsamifera)

iris, direbus bersama cengkeh,

tannin

kemukus, kapulaga, kayu manis, dan adas sebanyak 3 gelas hingga 2 ½ gelas, diminum 3 kali sehari 8 sendok makan untuk dewasa dan 1-5 sendok makan untuk anak-anak. Meniran

3-7 tumbuhan lengkap ditumbuk

Kalium mineral, damar,

(Phyllanthus Niruri)

halus direbus dengan 3 sendok

filantin

makan air, air rebusan dicampur 1 sendok makan madu lalu diminum sekaligus

2. Terapi dengan Obat Modern. Dua cara pendekatan dengan terapi obat-obatan yaitu dengan obat penekan batuk dan obat yang mempermudah ekspektorasi. Ekspektoran akan menambah volume sputum, sedangkan mukolitik mengubah sifat fisik dan kimiawi sputum sehingga akan lebih mudah dibatukkan. Mukolitik dikatakan dapat mengencerkan sputum dan mengurangi viskositasnya sehingga mudah dibatukkan. Sputum terutama terdiri dari air dengan ion-ion, protein, dan protein plasma (pada kasus penyakit). Penggolongan obat batuk secara garis besar dapat dijelaskan dibawah ini. a. Antitusif. Wijoyo (2000) menyatakan bahwa antitusif adalah golongan obat batuk yang bersifat meredakan atau menekan batuk. Mekanisme kerja obat ini adalah dengan menekan pusat-pusat batuk secara langsung, baik yang berada di sumsum sambungan (medulla) atau mungkin bekerja terhadap pusat syaraf yang lebih tinggi (otak) dengan efek menenangkan. Golongan obat antitusif meliputi kodein, dekstrometorfan, dan difenhidramin. 1) Kodein banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilang rasa sakit (Tjay dan Rahardja, 2002). Kodein diindikasikan untuk menekan batuk yang disebabkan oleh bahan kimia atau mekanik pengiritasi saluran pernafasan, tetapi tidak efektif untuk batuk akut yang disebabkan oleh infeksi sauran pernafasan akut (Tietze, 2000). Kodein dapat menimbulkan efek samping, antara lain mual, muntah , mengantuk, pusing, dan konstipasi. 2) Dekstromrtorfan HBr diindikasikan untuk menekan batuk yang berhubungan dengan alergi dan infeksi pada orang dewasa dan anak-anak dengan usia diatas 2 tahun. Dektormrtorfan berkhasiat menekan batuk yang sama kuatnya dengan kodein tetapi bertahan lebih lama dan tidak bersifat analgetis, sedatif, sembelit, atau adiktif. Efek samping dekstrometrofan hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, pusing, nyeri kepala, dan gangguan usus lambung (Tjay dan Rahardja, 2002). 3) Difenhidramin HCl diindikasikan untuk batuk karena salesma atau alergi (Tietze, 2000). Difenhidramin sebagai zay antihistamin, persenyawaannya

bersifat hipnotis-sedatif dan dengan demikian meredakan rangsangan batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). Difenhidramin menekan efek dari narkotik, analgesik non narkotik, benzodiazepam, transequilizers, dan alkohol pada susunan saraf pusat (Tietze, 2000). b. Ekspektoran. (Wijoyo, 2000) menyatakan bahwa obat golongan ini merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas dan digunakan untuk meringankan batuk berdahak dan batuk produktif. Mekanisme kerjanya diduga berdasar stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran nafas. Obatbatuk golongan ekspektoransia antara lain ammonium klorida, gliseril guaiakolat, ipeca dan minyak terbang. c. Mukolitik adalah golongan obat batuk yang mekanisme kerjanya hampir sama dengan ekspektoran. Wijoyo (2000) menyatakan bahwa mukolitik bekerja dengan mengencerkan secret saluran nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukospolisakarida. Mukolitik digunakan secara efektif pada batuk dengan dahak yang kental sekali seperti bronchitis dan mempermudah pengeluaran dahak yang telah menjadi lebih encer. Obat batuk yang termasuk golongan mukolitik antara lain asetisistein, bromheksin, ambroksol dan erdostein. Jenis-jenis obat yang terdapat dalam sediaan obat batuk dan keterangan dosis baik untuk dewasa dan anak-anak ditampilkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2. Jenis-Jenis Obat Dalam Sediaan Obat Batuk Nama Obat Dekstrometorfan

Meredakan Batuk Dosis Dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam

Difenhidramin

10-20 mg setiap 4-6 jam

Dosis Anak-anak 6-12 tahun : 5-10 mg setiap 4-6 jam 2-6 tahun : 2,5- 5 mg setiap 4-6 jam 6-12 tahun : 5-10 mg setiap 4-6 jam atau 15 mg setiap 6-8 jam 2-6 tahun : 2,5–5 mg setiap 4-6 jam atau 7,5 mg setiap 6-8 jam

Nama Obat Amonium Klorida

Mengeluarkan Dahak Dosis Dewasa 300 mg setiap 2-4 jam

Guaifenesin

200-400 mg setiap 4 jam

Nama Obat Asetisistein Karbosistein

Mengencerkan Dahak Dosis Dewasa 200 mg setiap 6-8 jam Dosis awal 750 mg setiap 6-8 jam, 1,5g/hari dosis terbagi

Dosis Anak-Anak 6-12 tahun : 150 mg setiap 2-4 jam 2-6 tahun : 75mg setiap 2-4 jam 6-12 tahun : 100-200 mg setiap 4 jam 2-6 tahun : 50-100 mg setiap 4 jam Dosis Anak-Anak 100 mg setiap 6-8 jam 6-12 tahun : 250 mg setiap 6-8 jam 2-6 tahun : 62,5-125 mg setiap 6-8 jam

Beberapa Contoh Kombinasi Dekongestan Dan Antihistamin Merek Dagang Actifed (Syrup) Librofed (Syrup) Protifed (Syrup) Trifed (Syrup) Trifedrin (Syrup) Grafed Librofed (Tablet) trifedrin Neo Protifed Nichofed Nostel Quantidex Tremenza Trifed Aldisa SR Clarinase Cronase

Komposisi Tiap 5 mL: Pseudoephedrine HCl 30 mg Tripolidine 1,25 mg

Dosis Obat Dewasa & Anak >12 thn : 5mL Anak 6-12 thn : 2,5 mL Anak 2-6 thn : 1,25 mL Dosis diberikan 3 x sehari

Pseudoephedrin HCl 30 mg Tripolidine HCl 2,5 mg

Dewasa & Anak >12 thn : 1 tablet Anak 6-12 thn : ½ tablet Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa & Anak>12 thn : 1 tablet Diberikan 3 x sehari

Pseudoephedrin HCl 60 mg Triprolidine HCl 2,5 mg

Pseudoephedrin Sulfate 120 mg Lorantadine 5 mg

Dewasa & Anak > 12 thn : 1 kapsul Dosis diberikan 2 x sehari

Merek Dagang Rhinos SR

Rhinofed Fexofed Telfast Plus Rhinos Junior Triaminic Pilek

Nalgestan Actifed Plus Cough Suppressant

Actifed plus expectorant

Alpara

Bisolvon Extra

Codipront

Komposisi Pseudoephedrin Sulfate 60 mg (immediate release) Loratadine 5 mg Pseudoephedrin sulfate 60 mg (Sustained release) Pseudoephedrin sulfate 30 mg Terfenadine 40 mg Pseudoephedrinsulfate 120 mg Fexofenadine 60 mg Tiap 5 mL : Pseudoephedrine HCl 15 mg Chlorpheniramine Maleate 2 mg

Dosis Obat Dewasa & Anak >12 th : 1 kapsul Dosis diberikan 2 x sehari

Phenylpropanolamine 15 mg Chlorpheniramine Maleate 2 mg Tiap 5 mL: Pseudoephedrine HCl 30 mg Tripolidine HCl 1,25 mg Dextrometorphan Hbr 10 mg Pseudoephedrine HCl 30 mg Triprolidine HCl 1,25 mg Guaifenesin 100 mg

Dewasa & Anak > 12 thn :1 tablet Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa & Anak > 12thn: 5 mL Anak 6-12 thn : 2,5 mL Anak 2-6 thn : 1,25 mL Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa & Anak >12 thn : 5 mL Anak 6-12 thn 2,5 thn : 2,5 mL Anak 2-6 thn : 1,25 mL Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa : 1 kaplet Anak 6-12 thn : ½ kaplet Dosis diberikan 3 x sehari

Paracetamol 500 mg Phenylpropanolamine HCl 3,125 mg Chlorpheniramine maleate 2 mg Dextrometorphan Hbr 15 mg Tiap 5 mL syrup : Bromhexin HCl 4 mg Guaifenesin 100 mg Kapsul: Codein 30 mg Phenyltoloxamine 10 mg Syrup, tiap 5 mL: Codein 11,11 mg Phenyltoloxamine 3,67 g

Dewasa & Anak >12 th : 1 kapsul Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa & Anak >12 thn : 1 tablet Dosis diberikan 2 x sehari Dewasa & Anak >12 thn : 2 sdt Anak 6-12 thn : 1 sdt Anak 2-5 thn : ½ sdt Dosis diberikan 3 x sehari

Dewasa & Anak >12 thn : 10 mg Anak 6-12 thn : 5 mL Anak 2-6 thn : 2,5 mL Dosis diberikan 3 x sehari Kapsul: Dewasa & Anak >14 thn : 1 kapsul 2 x sehari Syrup : Dewasa & anak >14 thn : 3 sdt Anak 6-14 thn : 2 sdt Anak 4-6 thn : 1 sdt Anak 2-4 thn 1/2sdt Semua dosis diberikan 2 x sehari

Merek Dagang Codipront cum expectoran

Decolgen

Dextral

Fludane

Fludexin

Lapifed DM

Lapifed expectorant

Lapisiv

Mixagrip

Noscapax

Komposisi Kapsul : Codein 30 mg Phenyltoloxamine 10 mg Guaifenesin 100 mg Syrup, setiap 5 mg: Codein 11,11 mg Phenyltoloxamine 3,67 mg Guaifenesin 55,55 mg Thyme fluid extr 55,55 mg Paracetamol 300 mh Phenylpropanolamine 12,5 mg Chlorpheniramine maleat 1 mg Ascorbic acid 25 mg Dextrometorphan HBr 10 mg Glyceryl Guaicolate 50 mg Phenylpropanolamine 12,5 mg Chlorpheniramine maleate 2 mg Paracetamol 500 mg Phenylpropanolamine HCl 12,5 mg Chlorpheniramine maleate 1 mg Paracetamol 500 mg Chlorpheniramine maleate 2 mg Phenylephrine 7,5 mg Dextromethorphan HBr 15 mg Tiap 5 mL : Triprolidine HCl 1,25 mg Pseudoephedrine 30 mg Dextromethorphan HBr 10 mg Tiap 5 mL : Triprolidine HCl 1,25 mg Pseudoephedrine 15 mg Glyceryl Guaicolate 100 mg Glyceryl Guaicolate 150 mg Dextromethorphan HBr 10 mg Diphenhidramine 15 mg Paracetaol 500 mg Chlorpheniramine maleate 2 mh Phenylpropanolamine 25 mg Tiap 5 mL : Noscapine 15 mg Pseudoephedrine 30 mg Diphenhydramine HCl 15 mg Menthol 1,5 mg

Dosis Obat Kapsul : Dewasa & Anak >14 thn : 1 kapsul 2 x sehari Syrup : Dewasa & Anak >14 thn : 3 sdt Anak 6-14 thn : 2 sdt Anak 4-6 thn 1 sdt Anak 2-4 thn ½ sdt Semua dosis diberikan 2 x sehari Dewasa : 2 kaplet Anak 7-12 thn :1/2 kaplet Anak 2-6 thn :1/2 kaplet Dosis diberikan 3-4 x sehari Dewasa : 1 kaplet 3x Anak 6-12 thn :1/2 kaplet Dosis diberikan3 x sehari Dewasa : 1 kaplet 3 x sehari Anak 6-12 thn :1/2 kaplet Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa & Anak 12 thn : 1 tablet Diberikan 3 x sehari

Dewasa & anak >12 thn :10 mL Anak 6-12 thn : 5 mL Anak 2-5 thn : 2,5 mL Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa & anak >12 thn : 10 Ml Anak 6-12 thn : 5 mL Dosis diberikan 3-4 x sehari Dewasa & anak >12 thn: 1 tablet Anak 6-12 tablet : ½ tablet Dosis diberikan 3-4 x sehari Dewasa & anak >12 thn : 1-2 kaplet Dosis diberikan 3-4 x sehari Dewasa & anak >12 thn : 1-2 sdt Anak6-12 thn :1/2-1 sdt Dosis diberikan 3 x sehari

Merek Dagang Panadol cold & flu

Paratusin

Promedex

Sanadryl

Sanadryl DMP

Sanaflu

Silex

Stop cold

Tuzalos

Komposisi Pracetamol 500 mg Pseudoephedrine 30 mh Dextromethorphan HBr 15 mg Noscapine 10 mg Chlorpheniramine maleat 2 mg Glyceryl Guaicolate 50 mg Paracetamol 500 mg Phenylpropanolamine 15 mg Dextromrtorphan HBr 15 mg Guaifenesin 100 mg Chlorpheniramine maleate 1 mg Tiap 5 mL: Diphenhydramine HCl 12,5 mg Ammonium clorida 100 mg K Guaiacolsulfonate 30 mg Na citrate 50 mg Menthol 1 mg Tiap 5 mL : Dextromethorphan HBr 10 mg Diphenhydramine HCl 12,5 mg Ammonium chloride 100 mg Na citrate 50 mg Menthol 1 mg Paracetamol 500 mg Phenylpropanolamine HCl 15 mg Tiap 5 mL syrup: Guaifenesin 37,5 mg Extr. Thyme 250 mg Extr. Primulae 50 mg Extr. Althaeal 175 mg Extr. Droserae 25 mg Extr. Serpylli 175 mg Eucalyptus oil 0,5 mg Anise oil 1,25 mg Paracetamol 500 mg Phenylpropanolamine HCl 20 mg Triperolidine HCl 2,5 mg Glyceryl guaiacolate 50 mg Vitamin C 50 mg Paracetamol 500 mg Dextromethorphan HBr 10 mg Phenylpropanolamine HCl 15 mg Chlorpheniramine maleate 1 mg

Dosis Obat Dewasa : 1 kaplet tiap 4-6 jam maksimal 8 kaplet/hari Dewasa : 1 tablet diberikan 3 x sehari

Dewasa : 1-2 tablet Anak :1/2 – 1 tablet Dosis diberikan 3 x sehari Dewasa : 2 sdt Anak 6-12 thn : 1 sdt Dosis diberikab 3-4 x sehari

Dewasa : 2 sdt Anak 6-12 thn : 1 sdt Dosis diberikan 3-4 x sehari

Dewasa : 1 kaplet Anak 6-12 thn : 1 sdt Dosis diberikan 3-4 x sehari Dewasa : 15 mL Anak : 5 mL Dosis diberikan 3-4 kali sehari

Dewasa : 1 tablet diberikan 3x sehari

Dewasa : 1 kaplet Anak : ½ kaplet Dosis diberikan 3 x sehari

Kasus Seorang ibu berumur 36 tahun datang ke apotek untuk membeikan obat anaknya yang berumur 4 tahun dengan keluhan batuk berdahak. Sebelumnya belum pernah mengalami penyakit ini, tidak memiliki penyakit lain dan tidak memiliki alergi.

Penyelesaian Metode WHAM W (Who’s the patient and what are the symptoms ?)

Anak berumur 4 tahun dengan keluhan batuk berdahak

H (How long have the symptomps?)

-

A (Action taken?)

Belum

M (Medication being taken?)

Belum

Metode ASMETTHOD A (Age/Appearance) S (Self or Someone Else) M (Medication) E (Extra Medicines) T (Time Persisting) T (Taken anything for it or seen the doctor) H (History)

O (Other) D (Danger Symptom) DRP

: Tidak Ada

Ibu berumur 36 tahun Anaknya berumur 4 tahun Belum pernah mengalami penyakit ini, tidak memiliki penyakit lain dan tidak memiliki alergi Keluhan batuk berdahak -

Pilihan Obat 1. Bisolvon Kids Syrup 60 mL Golongan Obat

:Bebas Terbatas

Komposisi

:Setiap 5 mL Bisolvon Kids mengandung 4 mg bromheksin hidroklorida sebagai senyawa aktifnya.

Indikasi

:Bisolvon kids diindikasikan untuk pengobatan batuk berdahak, bronchitis, sinusitis dan gangguan pernafasan lainnya akibat mucus atau lendir berlebihan pada anak-anak.

Mekanisme kerja obat :Mengencerkan mucus yang terlalu kental sehingga mudah dikeluarkan. Dosis

:Bisolvon kids untuk anak usia 2-5 tahun 2 x 5 mL dalam sehari.

Kontraindikasi

:Hipersensitif terhadap bromheksin.

Efek samping

:Sakit kepala, pusing, ruam pada kulit, gangguan pencernaan, dan berkeringat secara berlebih .

Interaraksi obat

:Dapat meningkatkan efek antibiotik apabila digunakan secara bersamaan seperti ampisilin, amoksisilim, eritromisin, dan oksitetrasiklin.

Harga

:Rp. 26.500

2. Benadryl Golongan Obat

: Obat Bebas Terbatas

Komposisi

:Tiap 5 mL mengandung Bromhexine HCl 4 mg dan Guaifenesin 100 mg

Indikasi

:Meredakan batuk berdahak dan mempermudah pengeluaran dahak

Mekanisme kerja

:Bromhexine HCl merupaka obat golongan mukolitik yang bekerja

dengan

cara

mengenerkan

dahak,

sedangkan

Guaifenesin merupaka golongan obat ekspektoran yang bekerja dengan cara merangsang pengeluaran dahak. Sehingga

kombinasi kedua obat dapat bekerja secara sinergis yaitu dapat mengencerkan kemudian mengeluarkan dahak. Dosis

:Anak usia2-6 tahun 3 x 2,5 mL per hari

Kontraindikasi

: Penderita tukak lambung, gangguan ginjal, gangguan hati, ibu hamil dan menyusui dan hipersensitif terhadap bromheksin dan guaifenesin.

Interaksi obat

: Meningkatkan absorbsi antibiotik

Efek samping

:Pusing, sakit kepala, mual, perut kembung, diare, dan gatal

Harga

:Rp. 24.000

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan isi dari makalah maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Swamedikasi adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas di pasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Jenis-jenis obat yang diberikan merupakan obat golongan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek. 2. Batuk merupakan salah satu cara untuk membersihkan saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan benda asing yang masuk sebagai refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi trakeobronkial. Klasifikasi batuk dapat dibagi menjadi 2 yaitu batuk kering dan batuk berdahak. Pengobatan batuk dapat dilakukan dengan menggunakan obat golongan antitusif, ekspektoran, dan mukolitik. Hal tersebut didasarkan pada jenis batuk yang sedang diderita pasien. 3. Berdasarkan kasus yang ada, pilihan obat yang direkomendasikan untuk anak berusia 4 tahun adalah obat golongan ekpektoran maupun kombinasi ekspektoran dan mukolitik.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M.,. 1997. Apa yang Perlu Diketahui Tetang Obat.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Anonim.2003.Terapi Alam Cara Tradisional Redam Batuk Dari Getir Kencur Hingga ManisSaga.Http:///Www.Sinarharapan.Co.Id?Iptek/Kesehatan/2003/0627/Kes3.Ht ml Diakses 14 maret 2019 Anonim. 2007 .Swamedikasi. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp. Diakses pada 14 Maret 2019 Badan Pengawasan obat dan makanan republic Indonesia (BPOM).Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.Jakarta : BPOM Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam MedisRumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2008. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, 3-13, 31, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2010. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta. Hidayat, R.S., 2001.Ke Alam Mencari Obat Batuk Dan Flu. http://www.indomedia.com/intisari/2001/april/april/obatbatu.htm. Diakses 14 maret 2019 Holt,G.A.,and Hall,E.L., 1990. The Self Care Movement In Feldmann,E.G., (Ed), Handbook Of Non Prescription Drug. 9 Th ed, 1-10.APHA.New York Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011. SelfMedication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight, Indonesia. Kirana Rahardja, 1993. Swamedikasi. PT. Elex Media. Komputindo. Jakarta. Nur Aini Harahap, Khairunnisa, Juanita Tanuwijaya, 2017, Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Penyambungan, Jurnal Sains dan Klinis. Ikatan Apoteker Indonesia. Sumatera Barat. Pratiwi Puji Ningrum, Liza Pristianty, Gusti Noorrizka Anila Impian. 2014. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Swamedikasi Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid Oral pada Etnis Thionghoa di Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas Vol. 1, No. 2, (2014)

Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat penting:Khasiat, penggunaandan efek-efek samingnya. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Gramedia Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2003. Obat-obat pentingi. Jakarta: Penerbit Alex Media Komputindo Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2010. Obat-obatan Sederhana Untuk Gangguan Sehari-hari. Jakarta: Penerbit Gramedia Tietze, K.J. 2000. Handbook of non prescription drug. Edisi 12 Washington D.C.: APhA WHO. 1998. The Role of the Pharmacist in SelfCare and Self Medication. Available from http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip32e/ Zeenot, Stephen. 2013. Pengelolaan&PenggunaanObatWajibApotek. D-MEDIKA (Anggota IKAPI).

DIALOG Pada suatu hari datang seorang ibu ke apotek. Ibu tersebut datang untuk membei obat batuk untuk anaknya. Anaknya mengalami batuk berdahak. (Ibu datang ke Apotek, disambut oleh Apoteker yang kebetulan sedang berada didekat etalase obat). Apoteker

:Selamat siang Ibu, Perkenalkan Saya Apoteker di Apotek ini, nama saya Nadya Karima, jadi ada yang bisa saya bantu ?

Ibu

: Siang Mba, begini mba Saya mau beli obat batuk untuk anak saya. Kira-kira obatnya apa ya mba ?

Apoteker

:Maaf Ibu kalau boleh tau, dengan Ibu siapa ya ?

Ibu

:Oh iya, perkenalkan nama Saya Jisoo mba.

Apoteker

:Ibu Jisoo, boleh saya minta waktunya sebentar, saya ingin memberika informasi terkait dengan obat batuk untuk anak ibu.

Ibu Jisoo

:Oh iya mba boleh

Apoteker

:Baik, silakan masuk Ibu. Silakan duduk.

(Ibu Jisoo dan apoteker duduk) Apoteker

: Baik, Ibu Jisoo. Sebelumnya boleh saya tau umur ibu dan alamat rumah Ibu?

Ibu Jisoo

:Boleh Mba, umur saya 35 tahun alamat rumah saya di Jalan Sidomulyo Nomor 16, Grogol, Sukoharjo.

Apoteker

:Kemudian untuk Anak ibu boleh saya tahu nama dan berapa umurnya ?

Ibu Jisoo

:Namanya Jeni umurnya baru 4 tahun mba. Dia lagi batuk mba, batuknya berdahak gitu jadi tidak ikut dengan saya. Dia batuk dan belum bisa ngeluarin dahaknya sendiri.

Apoteker

:Sudah berapa lama batuknya Bu?

Ibu Jisoo

: Sudah sekitar 2 hari mbak

Apoteker

: Ibu sudah pergi periksa ke dokter ?

Ibu Jisoo

: Belum mba, saya belum sempat pergi ke dokter

Apoteker

: Sebelumnya Ibu sudah diberikan obat atau belum ?

Ibu Jisoo

: Belum mba, ini baru pertama kali Jeni batuk berdahak jadi saya tidak punya obat dirumah.

Apoteker

:Apakah sebelumnya Jeni ada alergi terhadap obat atau apa bu?

Ibu Jisoo

:Tidak mba, dia tidak punya alergi apa-apa.

Apoteker

:Batuk berdahak saja atau ada demam dan lainnya Bu ?

Ibu Jisoo

: Batuk saja mba, karena kemarin habis makan permen dan minum es, dan suka lari-larian sama teman-temannya, mba kemudian dia batuk.

Apoteker

: Oh..begitu. Mungkin Jeni terkena debu saat lari-lari sama temannya bu, juga selama batuk ini tolong Jeni jangan diperbolehkan makan permen dan minum es dulu ya bu, kemudian banyak minum air putih saja, makan yang banyak dan makan buah yang cukup. Kemudian juga istirahat yang cukup, jangan lari-lari dulu karena nanti memperparah batunya.begitu ya bu..

Ibu Jisoo

:Iya mba

Apoteker

:Baik Ibu, sebentar saya ambilkan obatnya.

(Ibu Jisoo menunggu Apoteker mengambil obat) Apoteker

: Maaf menunggu Ibu, Ini saya ada 2 obat batuk berdahak untuk jeni anak Ibu. Ibu bisa pilih, yang ini Bisolvon Kids dan Ini ada Benadryl. Keduanya samasama syrup.

Ibu Jisoo

:Bedanya apa mba ?

Apoteker

:Bedanya hanya komposisi obatnya ibu tapi sama-sama untuk batuk berdahak, kemudian untuk harganya Bisolvon Kids ini harganya Rp.26.500 dan untuk Benadryl harganya Rp. 24.000

Ibu Jisoo

:Aduh saya bingung mba, saya ambil yang bagus saja mba. Yang Bisolvon Kids saja toh harganya tidak jauh beda.

Apoteker

:Baik Ibu, jadi untuk Bisolvon Kids ini diminum 2 kali sehari, sebanyak 5 mL ya ibu, nanti ini didalam ada gelas ukurnya. Nah ini nanti dikocok dulu ya bu sebelum dituang di gelas ukurnya tuang sampai garis 5 mL saja. Kemudian untuk minumnya diminum ½ jam setelah Jeni makan pagi dan makan sore.

Ibu Jisoo

:Baik Mba

Apoteker

:Oh iya , Ibu obat ini efek sampingnya sakit kepala atau pusing, ruam pada kulit dan keringat berlebih. Jadi nanti apabila terjadi salah satu gejala yang saya sebutkan tadi dan batuknya belum sembuh atau batuknya belum berkurang selama 1 minggu tolong segera dikonsultasikan ke dokter ya bu..

Ibu Jisoo

:Baik mba, saya mengerti

Apoteker

:Kemudian untuk penyimpanan obatnya tolong disimpan di kotak obat, apakah ibu ada kotak obat dirumah ?

Ibu Jisoo

:Ada mba, saya punya

Apoteker

:Baik, apa ibu sudah mengerti terkait pengobatan untuk jeni yang sudah saya sampaikan ?

Ibu Jisoo

:Sudah mba, saya sudah mengerti

Apoteker

:Kalau begitu, boleh saya minta waktu ibu sebentar saja untuk mengulangi tetang apa yang saya sampaikan ?

Ibu Jisoo

:Baik mba, obatnya ini bisolvon diminum 2 kali sehari sebanyak 5 mL pakai gelas ukur yang didalam sampai garis 5 mL, diminum ½ jam setelah makan pagi dan makan sore kemudian disimpan ditempat obat dan nanti kalau jeni pusing, ruam kulit, keringat berlebih atau batuknya belu sembuh selama 1 minggu dibawa kedokter.

Apoteker

:Iya, benar sekali Ibu

Ibu Jisoo

:Ini saya bayarnya dikasir depan ya mba ?

Apoteker

:Iya Ibu

Ibu Jisoo

:Baik Mba terimakasih, tentang informasi obatnya

Apoteker

: Baik Terimakasih kembali Ibu, semoga Jeni anak ibu lekas sembuh.

Related Documents

Noer
November 2019 2
Batuk....docx
May 2020 34
Pcd
November 2019 22
Laprak Pcd 1.docx
December 2019 6

More Documents from "Clarisa Nadia88"