Batuk....docx

  • Uploaded by: Anggi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Batuk....docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,164
  • Pages: 13
MAKALAH FARMAKOTERAPI BATUK Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakoterapi

Dosen Pengampu : Heni Lutfiyati, M.Sc., Apt

Disusun oleh : Vanny Eka Septiana

(17.0605.0026)

Tri Widyantoro

(17.0605.0027)

Dika Kumalasari

(17.0605.0028)

Devi Kemala Dewi

(17.0605.0029)

Anggi Pratiwi

(17.0605.0030)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2019

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Imunologi. Dalam makalah ini, penulis membahas tentang Definisi Imunitas, Imunologi, serta Pembagian Sistem Imun. Ucapan terimakasih tidak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan berupa kritikan dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna dan bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa untuk dapat mempelajari serta memahami tentang Definisi Imunitas, Imunologi, serta Pembagian Sistem Imun. Sekian dan terima kasih. Magelang, Maret 2019 Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1

Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2

Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1

1.3

Tujuan ........................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 2 2.1

Definisi Imunitas ........................................................................................................... 2

2.2

Pembagian Sistem Imun ..................................................Error! Bookmark not defined.

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 9 3.1

Kesimpulan ................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 10

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjagapernapasan dari benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagaifaktor seperti virus (flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing yang terhirup(alergi). Beberapa penyakit, seperti kanker, paru-paru, TBC, tifus, radangparu-paru, asma dan cacingan, juga menampakkan gejala berupa batuk. Bilarangsangan pada reseptor batuk ini berlangsungberulang maka akan timbul batuk berulang, sedangkanbila rangsangannya terus menerus akan menyebabkanbatuk kronik. Batuk merupakan salah satu penyakit yang lazim pada anak. Batuk memiliki ciri khas sehingga dapat dikenali. Satu hal yang perlu diingat bahwa batuk hanyalah sebuah gejala, bukan suatu penyakit. Batuk baru bisa ditentukan sebagai tanda suatu penyakit jika ada gejala lain yang menyertainya. Beberapa diantara kita mungkin akan langsung membawa anak ke dokterketika anak sakit. Sebagian yang lain akan berusaha mengobati sendiri terlebih dahulu bila memungkinkan. Berbeda dengan makanan maupun suplemen, penggunaan obat memerlukan kehati-hatian yang lebih besar. Penggunaan obat adalah salah satu cara dalam menangani penyakit. Obat sering dianggap cara yang lebih praktis dan efektif. Akan tetapi, ketepatan dalam penggunaan obat menjadi syarat wajib karena kesalahan penggunaannya dapat mengakibatkan berbagai efek yang justru membahayakan anak. Melihat kondisi demikian kita perlu memahami pemilihan obat batuk. Obat batuk bebas yang beredar dipasaran hadir dalam berbagai jenis sehingga kita memiliki banyak pilihan untuk mengatasi batuk. Namun harus dipastikan bahwa obat batuk bebas yang digunakan adalah aman dan baik.

1.2

Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Apa definisi dari batuk? 2. Apa epidemiologi batuk? 3. Apa patofisiologi batuk? 4. Apa saja faktor pemicu batuk? 5. Bagaimana tatalaksana batuk?

1.3

Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah: 1

1. 2. 3. 4. 5.

Dapat memahami dan mengetahui definisi dari batuk Dapat memahami dan mengetahui tentang epidemiologi batuk Dapat memahami dan mengetahui tentang patofisiologi batuk Dapat memahami dan mengetahui faktor pemicu batuk Dapat memahami dan mengetahui tatalaksana batuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Batuk Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secaratiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantumembersihkan saluran pernapasan dari lendir, iritasi, partikel asing dan mikroba.Batuk dapat terjadi secara disengaja maupun tanpa disengaja. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjagapernapasan dari benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagaifaktor seperti virus (flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing yang terhirup(alergi). Beberapa penyakit,

2

seperti kanker, paru-paru, TBC, tifus, radangparu-paru, asma dan cacingan, juga menampakkan gejala berupa batuk. Batuk adalah pengeluaran sejumlah volumeudara secara mendadak dari rongga toraksmelalui epiglotis dan mulut. Melaluimekanisme tersebut dihasilkan aliran udara yangsangat cepat yang dapat melontarkan keluar materialyang ada di sepanjang saluran respiratorik, terutamasaluran yang besar. Dengan demikian batuk mempunyai fungsi penting sebagai salah satu mekanismeutama pertahanan respiratorik. Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batukyaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen (Guyton, 2008) Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh karena paru-parumendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya sehingga menimbulkan batuk untukmengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi sepertipneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis,patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk merupakan reflex fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk jugamerupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetapbersih dan terbuka dengan jalan : 1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas. 2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itusering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadangkadangmerupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakitmelalui udara ( air borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafasdisamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapipara dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalanpatofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulanganpenderita batuk.

2.2 Epidemiologi Prevalensi batuk dijumpai sekitar 15% pada anak dan 20% pada orang dewasa (Oemiati et al., 2010). Penelitian epidemiologi menunjukkan batuk kronik banyak berhubungan dengan kebiasaan merokok. Penelitian berskala besar di

3

Amerika menemukan bahwa 8-20% non perokok juga menderita batuk karena penyakit kronik, polusi, alergi dan lain-lain (Blasio et al., 2012). Batuk juga merupakan salah satu gejala dari penyakit asma dimana penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma di Indonesia meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003 (Oemiati et al., 2010). DKI Jakarta memiliki prevalensi asma yang lebih besar yaitu 7,5% pada tahun 2007 (Oemiati et al., 2010). Departemen Kesehatan memperkirakan penyakit asma termasuk 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di RS dan diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia menderita asma (Oemiati et al., 2010). 2.3 Patofisiologi Batuk adalah bentuk refleks pertahanan tubuh yang penting untuk meningkatkan pengeluaran sekresi mukus dan partikel lain dari jalan pernafasan serta melindungi terjadinya aspirasi terhadap masuknya benda asing. Setiap batuk terjadi melalui stimulasi refleks arkus yang kompleks. Hal ini diprakarsai oleh reseptor batuk yang berada pada trakea, carina, titik percabangan saluran udara besar, dan saluran udara yang lebih kecil di bagian distal, serta dalam faring. Laring dan reseptor tracheobronchial memiliki respon yang baik terhadap rangsangan mekanis dan kimia. Reseptor kimia yang peka terhadap panas, asam dan senyawa capsaicin akan memicu refleks batuk melalui aktivasi reseptor tipe 1 vanilloid (capsaicin). Impuls dari reseptor batuk yang telah dirangsang akan melintasi jalur aferen melalui sarafvagus ke „pusat batuk‟ di medula. Pusat batuk akan menghasilkan sinyal eferen yang bergerak menuruni vugus, saraf frenikus dan saraf motorik tulang belakang untuk mengaktifkan otot-otot ekspirasi yang berguna membantu batuk. Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1. Fase inspirasi: fase inhalasi yang menghasilkan volume yang diperlukan untuk batuk efektif 2. Fase kompresi: penutupan laring dikombinasikan dengan kontraksi otot-otot dinding dada, diagframa sehingga menghasilkan dinding perut menegang akibat tekanan intratoraks. 3. Fase ekspirasi: glotis akan terbuka, mengakibatkan aliran udara ekspirasi yang tinggi dan mengeluarkan suara batuk (Yahya, 2007).

2.4 Faktor Pemicu 2.5 Tatalaksana 1. Terapi Farmakologi Dan Non Farmakologi Batuk

4

 Terapi farmakologi Untuk penggobatan penyakit batuk biasanya digunakan beberapa pengobatan antara lain:  Antitusif Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk sertameningkatkan ambang rangsang sehingga akan mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkantempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yangbekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dannonnarkotik. Contoh : Kodein, DMP, Noskapin dan Uap Menthol. 





Ekspektoran Obat ini digunakan untuk meningkatkan sekresi mukus di saluran napas sehingga bermanfaatuntuk mengurangi iritasi dan batuknya akan berkurang dengan sendirinya. Contoh :Amonium klorida, potasium sitrat, guaifenesin dan gliseril guaiakolat. Mukolitika Infeksi pernapasan menyebabkan munculnya mukus yg bersifat purulen atau menyebabkaninfeksi, oleh karena itu harus segera dikeluarkan secara alamiah. Obat golongan ini berkhasiatmelarutkan dan mengencerkan dahak yg kental sehingga lebih mudah dikeluarkan melaluibatuk dan sering digunakan pada penderita Bronkhitis. Contoh : Asetilsistein , Bromheksin. Bromheksin Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine. Vasicine merupakan suatu zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini diberikan kepada penderita bronkitis atau kelainan saluran pernafasan yang lain. Obat ini juga digunakan di unit gawat darurat secara lokal di bronkus untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien. Menurut Estuningtyas (2008) data mengenai efektivitas

5





klinis obat ini sangat terbatas dan memerlukan penelitian yang lebih mendalam pada masa akan datang. Efek samping dari obat ini jika diberikan secara oral adalah mual dan peninggian transaminase serum. Bromheksin hendaklah digunakan dengan hati-hati pada pasien tukak lambung. Dosis oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan adalah tiga kali, 4-8 mg sehari. Obat ini rasanya pahit sekali. Ambroksol Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan bromheksin. Ambroksol sedang diteliti tentang kemungkinan manfaatnya pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai perangsang produksi surfaktan pada anak lahir prematur dengan sindrom pernafasan Asetilsistein Asetilsistein (acetylcycteine) diberikan kepada penderita penyakit bronkopulmonari kronis, pneumonia, fibrosis kistik, obstruksi mukus, penyakit bronkopulmonari akut, penjagaan saluran pernafasan dan kondisi lain yang terkait dengan mukus yang pekat sebagai faktor penyulit (Estuningtyas, 2008). Ia diberikan secara semprotan (nebulization) atau obat tetes hidung. Asetilsistein menurunkan viskositas sekret paru pada pasien radang paru. Kerja utama dari asetilsistein adalah melalui pemecahan ikatan disulfida. Reaksi ini menurunkan viskositasnya dan seterusnya memudahkan penyingkiran sekret tersebut. Ia juga bisa menurunkan viskositas sputum. Efektivitas maksimal terkait dengan pH dan mempunyai aktivitas yang paling besar pada batas basa kira-kira dengan pH 7 hingga 9. Sputum akan menjadi encer dalam waktu 1 menit, dan efek maksimal akan dicapai dalam waktu 5 hingga 10 menit setelah diinhalasi. Semasa trakeotomi, obat ini juga diberikan secara langsung pada trakea. Efek samping yang mungkin timbul berupa spasme

6



 



bronkus, terutama pada pasien asma. Selain itu, terdapat juga timbul mual, muntah, stomatitis, pilek, hemoptisis, dan terbentuknya sekret berlebihan sehingga perlu disedot (suction). Maka, jika obat ini diberikan, hendaklah disediakan alat penyedot lendir nafas. Biasanya, larutan yang digunakan adalah asetilsistein 10% hingga 20%. Ammonium Klorida Menurut Estuningtyas (2008) ammonium klorida jarang digunakan sebagai terapi obat tunggal yang berperan sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Apabila digunakan dengan dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru-paru. Dosisnya, sebagai ekspektoran untuk orang dewasa ialah 300mg (5mL) tiap 2 hingga 4 jam. Obat ini hampir tidak digunakan lagi untuk pengasaman urin pada keracunan sebab berpotensi membebani fungsi ginjal dan menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit. Gliseril Guaiakolat Penggunaan gliseril guaiakolat didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter. Tidak ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah. Ia tersedia dalam bentuk sirup 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2 hingga 4 kali, 200-400 mg sehari. Dekstrometorfan Menurut Dewoto (2008) dekstrometorfan atau D-3-metoksin-N-metilmorfinan tidak berefek analgetik atau bersifat aditif. Zat ini meningkatkan nilai ambang rangsang refleks batuk secara sentral dan kekuatannya kira-kira sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan mengantuk atau gangguan saluran pencernaan. Dalam dosis terapi dekstrometorfan

7

tidak menghambat aktivitas silia bronkus dan efek antitusifnya bertahan 5-6 jam. Toksisitas zat ini rendah sekali, tetapi dosis sangat tinggi mungkin menimbulkan depresi pernafasan. Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet 10mg dan sebagai sirup dengan kadar 10 mg dan 15 mg/5mL. dosis dewasa 10-30 mg diberikan 3-4 kali sehari. Dekstrometorfan sering dipakai bersama antihistamin, dekongestan, dan ekspektoran dalam produk kombinasi  Kodein Menurut Corelli (2007) kodein bertindak secara sentral dengan meningkatkan nilai ambang batuk. Dalam dosis yang diperlukan untuk menekan batuk, efek aditif adalah rendah. Banyak kodein yang mengandung kombinasi antitusif diklasifikasikan sebagai narkotik dan jualan kodein sebagai obat bebas dilarang di beberapa negara. Bagaimanapun menurut Jusuf (1991) kodein merupakan obat batuk golongan narkotik yang paling banyak digunakan. Dosis bagi dewasa adalah 10-20 mg setiap 4-6 jam dan tidak melebihi 120 mg dalam 24 jam. Beberapa efek samping adalah mual, muntah, konstipasi, palpasi, pruritus, rasa mengantuk, hiperhidrosis, dan agitasi 2. Terapi non farmakologi Pada umunya batuk berdahak maupun tidak berdahak daat dikurangi dengan cara sebagai berikut:  Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi iritasi dan rasa gatal.  Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.  Menghindari paparan udara dingin.  Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi tenggorokan sehingga dapat memperparah batuk.  Menggunakan zat – zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau permen hisap pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk, dan mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput lendir.

8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

9

DAFTAR PUSTAKA

10

More Documents from "Anggi"

Uud
May 2020 46
3f. Diagram Swot.docx
June 2020 42
Proker Refisi-1.docx
May 2020 48
Surat Lamaran
May 2020 47
Ta
May 2020 34
Sop Baru.docx
December 2019 40