Pcd 2_swamedikasi Diare Kasus 10 (nadya Noer K.).docx

  • Uploaded by: nadya noer karima
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pcd 2_swamedikasi Diare Kasus 10 (nadya Noer K.).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,243
  • Pages: 30
MAKALAH PRACTICS COMPOUNDING AND DISPENSING SWAMEDIKASI DIARE

Dosen Pengampu : Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt

Disusun Oleh : Nadya Noer Karima

1920374147

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat

menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan sendiri dapat menjadi masalahterkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Nur Aini, 2017). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi, et al (2014) swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter. Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi umum dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau petugas apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Zeenot, 2013). Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa presentase penduduk yang melakukan swamedikasi / pengobatan diri sendiri akibat keluhan kesehatan yang dialami sebesar 61,05%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih cukup besar. Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat yang lebih murah (16%) dan obat mudah diperoleh (9%) (Kartajaya et al., 2011). Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain- lain (Depkes RI, 2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare secara umum tterjadi karena meningkatnya sekresi dan menurunnya resorpsi. Diare dibagi menjadi 2 golongan yaitu diare non spesifik dan diare spesifik. Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare akut dapat menyebar dari satu orang ke orang lain. Sedangkan diare kronik biasanya disebabkan oleh faktor bawaan dari pasien yaitu kelainan mekanisme transport ion gastrointestinal, toxin, penyakit kronik atau pemakaian antibiotik. Diare kronik tidak dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya (Dipiro et al, 2008).

1.2. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari swamedikasi ? 2. Apa saja keuntungan dan kerugian swamedikasi ? 3. Jenis obat apa saja yang diperbolehkan untuk swamedikasi ? 4. Bagaimana syarat pelayanan swamedikasi boleh dilakukan ? 5. Apa saja masalah penggunaan obat dalam swamedikasi ? 6. Bagaimana efek samping obat dalam swamedikasi ? 7. Apa definisi dari diare ? 8. Apa saja etiologi dari diare ? 9. Bagaimana patofisiologi dari diare ? 10. Apa saja obat yang dapat memicu terjadinya diare ? 11. Apa saja tanda dan gejala diare ? 12. Bagaimana cara pencegahan diare ? 13. Apa tujuan dari terapi diare ? 14. Bagiamana prinsip terapi diare ?

1.3. Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahu definisi dari swamedikasi 2. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari swamedikasi 3. Untukmengetahui jenis obat yang diperbolehkan dalam melakukan swamedikasi 4. Untuk mengetahui syarat dilakukan pelayanan swamedikasi 5. Untuk mengetahui masalah penggunaan obat dalam swamedikasi 6. Untuk mengetahui efek samping obat dalam swamedikasi 7. Untuk mengetahui definisi dari diare 8. Untuk mengetahui etiologi diare 9. Untuk mengetahui patofisiologi dari diare 10. Untuk mengetahui obat yang dapat memicu terjadinya diare 11. Untuk mengetahui tanda dan gejala diare 12. Untuk mengetahui cara pencegahan diare 13. Untuk mengetahui tujuan dari terapi diare 14. Untuk mengetahui prinsip terapi diare

BAB II ISI 2.1. Definisi Swamedikasi Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Tjay dan Rahardja, 2010). Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat modern. Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat, indikasi, dosage, efek samping, dan kontra indikasi. Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran

yang terlalu besar. Guna mengatasi resiko tersebut,maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut (Kirana Rahardja, 1993). Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat yang tepat. Pasien dapat meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat lebih tepat. Selain apoteker, tenaga farmasi lain seperti asisten apoteker mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi obat kepada masyarakat. Seperti penyampaian informasi tentang Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan (Anief, 1997).

2.2.

Keuntungan Kerugian Swamedikasi Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya

rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggungjawab akan memberikan beberapa manfaat yaitu : membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif, menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal, meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri. Bagi paramedis kesehatan hal ini amat membantu, terutama di pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas yang jumlah dokternya terbatas. Selain itu, praktik swamedikasi meningkatkan kemampuan masyarakat luas mengenai pengobatan dari penyakit yang diderita hingga pada akhirnya, masyarakat diharapkan mampu memanajemen sakit sampai dengan keadaan kronisnya. Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri, penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bisa dari iklan obat di media, pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional, dapat

menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi (Holt et al, 1990).

2.3. Jenis Obat Pada Swamedikasi Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan lanjut usia diatas 65 tahun; pengobatan sendiri dengan obat dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap penyakitnya; dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek samping minimal dan dapat dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk pengobatan sendiri. Pada tahun 1998, WHO mensyaratkan obat yang digunakan dalam swamedikasi harus didukung dengan informasi tentang bagaimana cara penggunaan obat; efek terapi yang diharapkan dari pengobatan dan kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan; bagimana efek obat tersebut dimonitoring; interaksi yang mungkin terjadi; perhatian dan peringatan mengenai obat; lama penggunaan; dan kapan harus menemui dokter. Berdasarkan dua kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter, meliputi obat bebas, dan obat bebas terbatas. Sedangkan untuk Obat Wajib Apotek hanya dapat digunakan dibawah pengawasan Apoteker (BPOM, 2004). a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko obat dan apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi penting untuk swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya, pembelian obat sangat

disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam, yang termasuk obat golongan ini contohnya adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral (BPOM, 2004). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah: lihat tanggal kedaluwarsa obat; baca dengan baik keterangan tentang obat pada brosur; perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit; perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak; perhatikan dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat; perhatikan peringatan-peringatan khusus dalam pemakaian obat, perhatikan tentang kontraindikasi dan efek samping obat (Depkes, 2006). Logo obat bebas b. Obat Bebas Terbatas Golongan obat ini disebut juga obat W (atau Waarschuwing) yang artinya waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya. Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karena dijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Logo obat bebas terbatas

Meskipun begitu idealnya obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin yang dikelola oleh minimal asisten apoteker dan harus dijual dengan

bungkus/kemasan aslinya. Hal itu disebabkan obat ini sebenarnya masih termasuk dalam obat keras, artinya obat bebas terbatas aman hanya jika digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karenanya, obat bebas terbatas dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang mengelilingi. Contoh obat bebas terbatas: obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, obat yang mengandung antihistamin (Depkes, 2006). c. Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek. Merupakan obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo khusus pada golongan obat wajib apotek, sebab secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Sebagai gantinya, sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan No 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang DOWA 1; No 924/MenKes/PER/X/1993 tentang DOWA 2; No 1176/MenKes/SK/X/1999 tentang DOWA 3 diberikan Daftar Obat Wajib Apotek untuk mengetahui obat mana saja yang dapat digunakan untuk swamedikasi. Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal (BPOM, 2004).

2.4. Pelayanan Swamedikasi Untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar, masyarakat harus mampu menentukan jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya. Hal ini dapat disimpulkan dari beberapa hal (Depkes, 2006) : a. Gejala atau keluhan penyakitnya. b. Kondis khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan lain-lain.

c. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diingankan terhadap obat tertentu. d. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat. e. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum. f. Berkonsultasi dengan apoteker. Setelah tahap pemilihan dipastikan sesuai, langkah selanjutnya adalah (Depkes, 2008) : a. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan sakitnya. b. Menggunakan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan tahu batas kapan mereka harus menghentikan swamedikasi dan segera minta pertolongan petugas kesehatan. c. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian itu suatu penyakit baru atau efek samping obat. d. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut.

2.5. Masalah Penggunaan Obat Dalam Swamedikasi Masalah dalam penggunaan obat pada swamedikasi antara lain meliputi penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis. Masalah tersebut biasanya dikenal dengan istilah penggunaan obat yang tidak rasional. Pengobatan dikatakan tidak rasional jika (Depkes, 2010) : a. Pemilihan obat tidak tepat, maksudnya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai dan paling ekonomis. b. Penggunaan obat yang tidak tepat, yaitu tidak tepat dosis, tidak tepat cara pemberian obat, dan tidak tepat frekuensi pemberian. c. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai, kepada pasien atau keluarga.

d. Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak langsung. e. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan pemberian suatu obat.

2.7.

Efek Samping Obat Dalam Swamedikasi Efek samping obat adalah efek tidak diinginkan dari pengobatan dengan pemberian

dosis obat yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis maupun terapi. Beberapa reaksi efek samping obat dapat timbul pada semua orang, sedangkan ada beberapa obat yang efek sampingnya hanya timbul pada orang tertentu. Secara umum obat-obat yang digunakan dalam praktik swamedikasi cenderung aman, tidak berbahaya dan memiliki angka kejadian timbul efek samping yang rendah (BPOM, 2004). Pada swamedikasi, efek samping yang biasa terjadi : pada kulit, berupa rasa gatal, timbul bercak merah atau rasa panas, pada kepala, terasa pusing, pada saluran pencernaan, terasa mual, dan muntah, serta diare, pada saluran pernafasan, terjadi sesak nafas, pada jantung terasa dada berdetak kencang (berdebar-debar); urin berwarna merah sampai hitam (Depkes 2008).

2.8. Definisi Diare Diare merupakan salah satu gangguan kesehatan yang umum terjadi dilingkungan kita. Diare sering dianggap gangguan penyakit yang ringan, namun penanganan yang tidak tepat dan atau terlambat dapat dan sering kali menimbulkan kematian. Diare dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus dan bakteri. Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair setengah padat, dengan demikian kandungan air lebih banyak dari biasa. Menurut WHO diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 x sehari. Atas dasar lamanya terjadi diare dibedakan diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang awitannya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau hari, dapat

sembuh kembali dalam waktu relatif singkat atau kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu. Berdasarkan penyebabnya, diare dikelompokkan menjadi 2, yaitu diare spesifik karena infeksi dan diare non spesifik bukan karena infeksi. 2.9. Etiologi 1. Faktor Infeksi : a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare) -

Infeksi bakteri : Vibrio , E. Coli, Salmonella, Shigella dan sebagainya.

-

Infeksi Virus : Rotavirus, adenovirus.

-

Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica, giardia lambia).

b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun. 2. Faktor Malabsorpsi a.

Malabsorbsi karbohidrat -

Disakarida : interaksi laktosa, maltosa dan sukrosa

-

Monosakarida : intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa

b. Malabsorbsi lemak -

Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan Faktor makanan ini yang seringkali bisa menyebabkan terjadinya diare. Diantaranya yaitu akibat dari makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang, alergi tehadap makanan.

4. Lain – lain a. Imunodefisiensi b. Gangguan psikologis (cemas dan takut) c. Faktor-faktor langsung ; -

KKP (Kurang Kalori Protein)

-

Kesehatan pribadi dan lingkungan

-

Sosioekonomi

2.10. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbul diare: a) Diare Osmotik Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan : 1.1. Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus. 1.2. Waktu pengosongan lambung yang cepat Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal 1.3. Defisiensi enzim Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel usus halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu

lahir sampai umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua, sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu, sebaliknya orang Eropa senang minum susu. 1.4. Laksan osmotik Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa karakteristik klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut: -

Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena itu bila didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.

-

Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri.

-

Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan (intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberikan cairan intravena.

b) Diare sekretorik Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif. Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Seperti diketahui dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.

c) Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air. d) Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik) Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan

hipertiroidisme.

Sindrom

karsinoid

sebagian

juga

disebabkan

oleh

hiperperistaltik. Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan, sehingga timbul diare. e) Diare eksudatif Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mukus.

2. 11. Obat Yang Dapat Memacu Diare 1. Laksatif (karena efeknya yang berlebihan dalam merangsang peristaltik saluran percernaan) 2. Antasid yang mengandung magnesium (magnesium bersifat laksatif). 3. Antineoplastik (karena efek samping dari obat ini menyebabkan kerusakan dari sel parietal saluran pencernaan sehingga memacu peristaltik). 4. Antibiotik (karena suprainfeksi atau merubah flora normal), seperti ; klindamisin, tetrasiklin, sulfonamid, dan antimikroba berspektrum luas yang lain. 5. Antihipertensi (kemungkinan karena hambatan sistem saraf simpatik akan meningkatkan perangsangan parasimpatik yang di saluran pencernaan akan meningkatkan peristaltik. Misalnya; reserpin, guanetidin, metildopa, dan guanabenz. 6. Kolinergik (meningkatkan peristaltik saluran pencernaan), misalnya; betanikol dan neostigmin. 7. Kardiak agen yang lain seperti quinidin dan digitalis.

Lain – lain yaitu Analog prostaglandin (Misoprostol) dan kolkisin

8.

2.12. Tanda Dan Gejala 1. Timbul mual, demam, sakit kepala, muntah, sakit perut, dan malaise secara tiba-tiba 2. Buang air besar menjadi sering, selama 60-72 jam 3. Nyeri kuadran kanan bawah, kram dan terdengar suara usus, merupakan karakteristik penyakit usus halus 4. Pada diare usus besar, rasa sakit terasa mencengkram, sensasi sakit dengan telesmus tegang dan tidak efektif. Nyeri melokalisasi sebelah kanan, daerah hipogastrikus, atau sebelah kiri lebih ke bawah. 5. Pada diare kronis, ditandai juga dengan penurunan berat badan, anoreksia, dan kelemahan kronis 2.13. Pencegahan Untuk pencegahan diare akut akibat virus, dapat dicegah dengan cara menghindari lokasi wabah diare tersebut. Sedangkan untuk diare akut akibat bakteri dapat dicegah dengan penanganan bahan makanan yang baik, sanitasi air dan lingkungan.

2.14. Tujuan Terapi Mencegah gangguan keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa. Memberikan terapi simtomatik, menghilangkan penyebab diare dan mengatasi gangguan karena diare.

2.15. Prinsip Terapi 1. Terapi Non Farmakologi Diet merupakan prioritas utama dalam penanganan diare. Menghentikan konsumsi makanan padat dan susu perlu dilakukan. Rehidrasi dan maintenance air dan elektrolit merupakan terapi utama yang harus dilakukan hingga episode diare berakhir. Jika pasien kehilangan banyak cairan, rehidrasi harus ditujukan untuk menggantikan air dan elektrolit untuk komposisi tubuh normal. Sedangkan pada

pasien yang tidak mengalami deplesi volume, pemberian cairan bertujuan untuk pemeliharaan cairan dan elektrolit. Pemberian cairan parenteral perlu dilakukan untuk memasok air dan elektrolit jika pasien mengalami muntah dan dehidrasi berat, selain untuk mencegah terjadinya hipernatremia. Dosisnya ; 1 sachet ORS dilarutkan dalam 1 liter air matang. Bayi dan anak – anak dengan dehidrasi ; 10 ml/kg berat badan setiap jam sampai gejala – gejalanya lenyap (dalam waktu 6 – 3), sebaiknya dalam botol susu atau diberikan sendok demi sendok. Untuk pemeliharaan ; 10 ml/kg BB setelah setiap kali buang air. Dewasa 1,5 – 2 liter diminum sepanjang hari. Atau dapat dilihat pada tabel dibawah ini; Tabel 1. takaran pemberian oralit umur tidak ada dehidrasi

dengan dehidrasi

< 1 tahun

1-4 tahun

5-12 tahun

dewasa

setiap BAB beri oralit mencegah dehidrasi 100 ml

200 ml

300 ml

400 ml

(0,5 gelas)

(1 gelas)

(1,5 gelas)

(2 gelas)

3 jam pertama beri oralit mengatasi dehidrasi: 300 ml

600 ml

1,2 liter

2,4 liter

(1,5 gelas)

(3 gelas)

(6 gelas)

(12 gelas)

selanjutnya setiap BAB beri oralit 100 ml

200 ml

(0,5 gelas)

(1 gelas)

300 ml

400 ml

(1,5 gelas)

(2 gelas)

Tindakan lain yang dapat dilakukan bila seseorang terkena diare adalah: a. Hindari kopi dan susu. b. Cuci tangan tiap selesai BAB untuk mencegah penularan. c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

d. Memeriksa dehidrasi ringan sampai berat antara lain haus, mulut kering, lesu, pucat, mengantuk, mata cekung, elastisitas kulit menurun,dan air seni sedikit dan pekat. 2.

Terapi Farmakologi Berbagai obat yang digunakan dalam terapi diare dimasukan dalam kategori berikut: antimotilitas, adsorben, antisekretori, antibiotik, enzim dan mikroflora usus. Obat yang digunakan ini tidak menyembuhkan, namun bersifat paliatif (meringankan). a.

Opiat dan derivatnya. Opiat dan derivatnya meringankan gejala diare dengan cara menunda transit isi intraluminal atau dengan meningkatkan kapasitas usus, sehingga memperpanjang waktu kontak dan penyerapan. Enkefalin, uatu zat opiat endogen, yang mengatur gerakan fluida didalam mukosa dengan merangsang proses penyerapan. Dampak buruk penggunaan opiat adalah adanya resiko ketergantungan dan kemungkinan memperburuk diare akibat infeksi. Opiat umumnya bekerja melalui mekanisme sentral dan perifer kecuali pada loperamid. Loperamid merupakan antisekretori yang bekerja pada sistem perifer dengan menghambat pengikatan protein kalsium pada kalmodulin dan mengendalikan sekresi klorida. Loperamid tersedia dalam sediaan kapsul 2 mg atau larutan 1 mg/5 ml. Dosis lazim dewasa adalah 4 mg peroral pada awal pemakaian diikuti 2 mg setiap setelah devekasi hingga 16 mg perhari. Dephenoksilat adalah agen opiat lain yang digunakan dalam penanganan diare. Tersedia dalam sediaan tablet 2,5 mg atau larutan 2,5 mg/5 ml. Dosis pada orang dewasa 3 sampai 4 kali sehari 2,5-4 mg, dengan maksimum dosis 20 mg perhari. Selain itu defoksin, suatu turunan defenoksilat juga sering digunakan sebagai kombinasi dengan atropin. Dosis pemakaian pada dewasa adalah 2 mg pada awal pemakaian selanjutnya 1 mg setiap setelah devekasi, dosis maksimum 8 mg perhari.

b.

Adsorben. Adsorben digunakan untuk mengatasi munculnya gejala diare. Dalam kerjanya, absorben bekerja secara tidak spesisfik dengan menyerap air, nutrisi, racun, maupun obat. Pemberian adsorben bersama obat lain, akan menurunkan bioavailabilitas obat lain tersebut. Polikarbofil terbukti efektif mampu menyerap

60 kali beratnya. Dosis pada orang dewasa adalah 4 kali sehari 500 mg hingga maksimum 6 gram perhari. Adsorben lain yang dapat digunakan adalah Campuran kaolin-pektin dengan dosis 30-120 ml setiap setelah buang air besar, atau attapulgit dengan dosis 1200-1500 mg setiap setelah buang air besar. c.

Antisekretori.

Bismut

subsalisilat terbukti

memeliki

efek antisekretori,

antiinflamasi dan antibakteri. Sediaan obat ini adalah tablet kunyah 262 mg/tablet atau 262 mg/5 ml larutan. Dosis pada orang dewasa adalah 2 tablet atau 30 ml larutan setiap 30 menit untuk 1 sampai 8 dosis perhari. Oktreotide suatu analog somatostatin endogen sintesis digunakan untuk mengatasi gejala karsinoid tumor dan vasoaktif peptida yang disekresikan tumor. Dosis oktreotide bervariasi tergantung

indikasi.

Oktreotide

menghambat

banyak

aktivitas

hormon

gastrointestinal sehingga penggunaanya banyak menimbulkan efek samping. d.

Pemberian suplemen zinc (Zn). Studi menunjukkan bawwa suplemen Zn (1020mg/hari sampai diare terhenti)secara signifikan mengurangi keberbahayaan dan lama diare pada anak umur kurang dari 5 tahun.studi lain menunjukkan bahwa tambahan suplemen Zn jangka pendek 10-20mg/hari selama 10-14hari mengurangi insiden diare 2-3bulan berikutnya. Berdasarkan studi ini, sekarang direkomendasikan pemberian suplemen Zn,10-20mg/hari selama 10-14hari kepada semua anak yang diare.

e.

Produk Lain. Sediaan laktobacilus dapat menggantikan mikroflora usus, sehingga membantu mengembalikan fungsi normal usus dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Namun, diet produk yang mengandung 200-400 mg laktosa atau dekstrin sama efektifnya dengan memproduksi rekolonisasi flora normal. Selain itu antikolinergik seperti atropin juga dapat membantu memperpanjang transit usus.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Diare non spesifik dapat terjadi akibat salah makan (makanan terlalu pedas sehingga mempercepat peristaltik usus), ketidak mampuan lambung dan usus dalam memetabolisme laktosa (terdapat dalam susu hewan) disebut lactose intolerance, ketidak mamapuan memetabolisme sayuran atau buah tertentu (kubis, kembang kol, sawi, nangka, durian), juga infeksi virus-virus non invasive yang terjadi pada anak umur di bawah 2 tahun karena rotavirus. 2. Adapun tujuan terapi untuk pengobatan diare, yaitu rehidrasi untuk mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit dalam tubuh, mengobati diare dan mencegah kematian akibat diare. 3. Usaha untuk mengatasi diare yaitu dengan cara memberi minuman, larutan oralit, biasanya juga larutan larutan gula garam. Yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan dan minuman pada penderita diare adalah yang tidak memperparah kondisi diare.

KASUS Seorang Bapak bernama Bapak Marlino datang di apotek dengan keluhan sering buang air besar tetapi sedikit-sedikit dan sering. Dengan keluhan lainnya perut melilit dan pusing. Sehingga bapak tersebut menginginkan pengobatan diarenya bisa dilayani tanpa resep dokter. Penyelesaian Metode WHAM W (Who’s the patient and what are the symptoms ?)

Bp. sering

Marlino BAB

mengeluhkan tetapi

sedikit-

sedikit merasa pusing dan perut melilit H (How long have the symptomps?)

-

A (Action taken?)

Belum

M (Medication being taken?)

Belum

Metode ASMETTHOD A (Age/Appearance)

Bp. Marlino (45 Tahun)

S (Self or Someone Else)

Untuk dirinya sendiri

M (Medication)

-

E (Extra Medicines)

-

T (Time Persisting)

-

T (Taken anything for it or seen the doctor) H (History)

Belum pernah mengalami penyakit ini, tidak memiliki penyakit lain dan tidak memiliki alergi

O (Other)

Mengeluhkan sering BAB tetapi sedikitsedikit merasa pusing dan perut melilit

D (Danger Symptom)

-

DRP

: Tidak Ada

Pilihan terapi 1. Molagit 

Golongan : Obat Bebas



Komposisi: Tiap kemasan obat molagit mengandung zat aktif attapulgite 700 mg dan pectin 50 mg



Indikasi

: kegunaan molagit adalah untuk mengobati gejala diare non spesifik

( diare yang belum diketahui penyebabnya) 

Dosis

: Dosis dewasa 2 tablet setelah sesudah diare atau setelah buang air

besar dengan dosis 12 tablet dalam 24 jam 

Kontraindikasi: Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap obat ini, kontraindikasi untuk penderita gagal ginjal atau hati parah, dan kontraindikasi untuk penderita lesi stenotik gastrointestinal, konstipasi, dan obstruksi usus.



Efek samping: Efek samping gastrointestinal termasuk konstipasi, atau impaksi feses (dosis besar), dyspepsia, perut kembung, dan mual



Interaksi obat : Mengurangi efek ipecacuanha dan obat golongan emetic lainnya, hipoglikemia

oral,

antikoagulan,

antihistamin,

antidepresan,

antagonis

antipsikotik,

vitamin

K,

antiparkinson,

antikolinergik produk

yang

mengandung alumunium, kalsium, besi, magnesium dan atau mineral. 

Harga : Rp.5.800

2. Neo Entrostop 

Golongan : Obat Bebas



Komposisi : Attapulgite 650 mg dan pectin 50 mg



Indikasi : kegunaan molagit adalah untuk mengobati gejala diare non spesifik (diare yang belum diketahui penyebabnya)



Dosis : Dosis dewasa 2 tablet setelah sesudah diare atau setelah buang air besar dengan dosis 12 tablet dalam 24 jam



Kontraindikasi : Penderita konstipasi, mual, perut kembung, dan impaksi feses (dosis besar)



Efek samping : konstipasi, perut kembung, sakit maag, mual, dan kram perut.



Interaksi obat : new entrostop dapat mengurangi penyerapan obat trihexyphenidyl, eltrombopag, digoxin, dan lovastatin. Entrostop juga dapat memperberat efek konstipasi dari obat pereda nyeri golongan opioid dan obat batuk yang mengandung codein.



3.

Harga : Rp. 6.800

Neo Diastop 

Golongan : Obat bebas



Komposisi : Attapulgite 600 mg dan pectin 50 mg



Indikasi : kegunaan molagit adalah untuk mengobati gejala diare non spesifik (diare yang belum diketahui penyebabnya)



Dosis : Dosis dewasa 2 kaplet setelah sesudah diare atau setelah buang air besar dengan dosis 12 kaplet dalam 24 jam



Kontraindikasi : pasien dengan riwayat alergi terhadap komposisi obat, penderita gagal ginjal, gangguan hati parah, lesi stenotik gastrointestinal, konstipasi, dan obstruksi usus.



Efek samping : konstipasi, stenosis saluran cerna, perut kembung, sakit maag, mual, dan kram perut.



Interaksi obat : Mengurangi efek ipecacuanha dan obat golongan emetic lainnya, hipoglikemia oral, antikoagulan, antagonis vitamin K, antikolinergik antihistamin,

antidepresan,

antipsikotik,

antiparkinson,

produk

mengandung alumunium, kalsium, besi, magnesium dan atau mineral. 

Harga :Rp. 4.000

yang

4. Diapet 

Golongan : Jamu



Komposisi : Psidii Guajava Folium 240 mg, Curcumae Domestica Rhizoma 204 mg, Terminlia Cherbulae 64 mg, Punicae Granati Pericarpium 72 mg.



Indikasi : Membantu mengurangi frekuensi buang air besar



Dosis : 2 Kapsul 2 kali sehari



Efek samping : sembelit, kembung, sakit perut, dan mual.



Kontraindikasi :Hipersensitifitas



Interaksi obat : Antibiotik tetrasiklin



Harga : Rp. 2.500

Terapi Non Farmakologi a. Berikan Oralit b. Hindari kopi dan susu. c. Cuci tangan tiap selesai BAB untuk mencegah penularan d. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan. e. Hindari makan makanan pedas dan tidak bersih

Dialog Pada suatu hari datang seorang Bapak ke apotek. Bapak tersebut datang untuk membeli obat diare yang dialaminya. A

: Selamat siang Bapak

P

: Siang Mba

A

:Perkenalkan Bapak, Nama Saya Nadya Karima. Saya Apoteker di Apotek ini, Bapak ada yang bisa saya bantu ?

P

: Iya, begini mba saya mau beli obat diare

A

: Baik Bapak, maaf sebelumnya Bapak boleh saya minta waktu Bapak sebentar ? saya ingin berdiskusi dengan bapak sebentar dan memberikan informasi terkait obat yang akan saya berikan nanti

P

: Oh iya mbak, boleh

(Pasien dan Apoteker memasuki ruang khusus untuk konseling yang disedikan di Apotek) A

: Baik Bapak, silakan masuk, silakan duduk.

P

:Terimakasih Mbak

A

: Bapak, sebelumnya boleh saya tahu nama dan alamat rumah bapak ?

P

: Oh iya mbak, nama saya Marlino. Alamat rumah saya di jalan sidomulyo nomor 61, Sukoharjo.

A

: Baik Bapak, kalau usia bapak ? boleh saya tau ?

P

: Boleh mbak, saya 45 tahun

A

: Baik, terimakasih bapak. Apa keluhan bapak sampai bapak datang kemari untuk membeli obat ?

P

: Begini mbak, saya sering buang air besar tetapi sedikit-sedikit dan sering. Perut melilit seperti mulas dan saya merasa pusing.

A

: Sebelumnya Bapak sudah pergi kedokter ? atau sudah meminum obat ?

P

: Belum mbak sama sekali

A

: Sudah berapa hari bapak mengalami BAB sedikit tapi sering ?

P

: Sudah dari kemarin malam mbak, saya baru sempat ke apotek siang ini

A

: Kalau boleh tau sudah berapa kali dalam semalam bapak bolak-balik ke kamar mandi ?

P

: Wah saya lupa mbak, tidak menghitung

A

: Sudah 3 kali atau lebih dari 3 kali ?

P

:Wah sudah lebih dari 3 kali mbak

A

: Begitu…, bapak kalau boleh tau fesesnya cair atau lembek begitu pak ?

P

: Fesesnya lembek mbak

A

:Ada lendir atau darahnya tidak Pak ?

P

:Tidak mbak hanya feses biasa tapi lembek

A

: Bapak sebelumnya mungkin bapak makan makanan pedas atau bagaimana pak kemarin malam ?

P

: Iya mbak kemarin sore saya makan ayam geprek yang pedes sekali

A

: Bapak, apakah bapak ada alergi terhadap obat ?

P

: Setau saya, tidak ada alergi mbak

A

: Baik, Bapak boleh saya minta bapak tunggu sebentar ? saya akan ambilkan obatnya..

P

: Iya mbak

(Pasien menunggu apoteker mengambil obat ) A

: Maaf Bapak menunggu, Bapak ini saya punya 4 obat. Bapak bisa pilih salah satu obatnya. Ini ada Molagit, Neo Entrostop, Neo Diastop kemudian ini ada obat jamu Diapet.

P

: Waduh, saya bingung mbak harus pilih yang mana. Memang bedanya apa ya mbak?

A

: Obat ini sama-sama untuk diare yang membedakan harganya pak kalau yang molagit ini harganya Rp. 5.800, kalau Neo Entrostop Rp. 6.800, kalau Neo Diastop Rp. 4.000, dan diapet harganya Rp. 2.500

P

: Kalau saran mbaknya yang mana ya ? saya nurut saja yang penting saya sembuh.

A

: Baik Bapak, kalau saya rekomendasikan Molagit pak

P

: Yasudah saya beli molagit.

A

: Baik pak, sebelumnya saya jelaskan dulu cara penggunaan obatnya yaa pak. Pak obat ini diminum 2 tablet setelah bapak BAB, dalam sehari bapak boleh minum obat ini maksimal 12 tablet pak tidak boleh lebih. Begitu pak, kemudian, obat ini ada efek sampingnya konstipasi,

atau impaksi feses (dosis besar), dyspepsia, perut kembung, dan mual. Jadi nanti kalau salah satu gejala yang saya sebutkan itu muncul bapak harus segera konsultasi ke dokter P

: Apa efek sampingnya selalu muncul mbak ?

A

: efek sampingnya tidak muncul kalau penggunaan obatnya sesuai dengan yang saya katakan tadi pak, oh iya bapak. Kalau boleh tau apakah bapak sedang mengkonsumsi obat lain ?

P

: Tidak mbak saya tidak mengkonsumsi obat selain nanti obat ini

A

: Maaf bapak sebelumnya, kalau boleh saya tahu apa bapak merokok ?

P

: Tidak mbak saya sudah tidak merokok 2 tahun yang lalu karena tidak boleh oleh istri saya.

A

: Baik kalau begitu pak, nanti obatnya bisa diminum ya pak. Nanti obatnya disimpan ditempat yang kering, jauh dari sinar matahari dan jangkauan anak-anak, atau disimpan di kotak obat. Bapak selain obat tadi saya juga ada oralit. Ini digunakan apabila bapak merasa mulutnya kering dan haus atau dehidrasi. Bapak bisa membeli oralit ini atau membuatnya sendiri dengan larutan gula dan garam pak. Bapak pilih yang mana ?

P

: Saya buat sendiri aja deh mbak

A

: Baik Pak, jadi nanti caranya masukkan ½ sdt garam dan 8 sdt gula pasir dan diberikan air hangat sebanyak 200 ml pak, diminum sekali sehari saja setelah bapak BAB.

P

: Oh iya mba…

A

: Kemudian kalau misalnya setelah 2 hari minum obat bapak belum sembuh, bapak harus konsultasi kedokter ya pak

P

: Iya mbak

A

: Baik kalau begitu pak, boleh saya minta waktu bapak sebentar untuk mengulangi apa yang sudah saya sampaikan ?

P

: Iya mbak obatnya diminum 2 tablet setelah BAB, sehari maksimal 12 tablet. Disimpan ditempat kering. Efek sampingnya konstipasi, atau impaksi feses (dosis besar), dyspepsia, perut kembung, dan mual. Kalau buat larutan oralitnya masukkan ½ sdt garam dan 8 sdt gula pasir dan diberikan air hangat sebanyak 200 ml.

A

: Baik pak, saya anggap bapak sudah paham pak. Selama bapak diare tolong bapak banyak minum air putih jangan minum kopi atau susu dulu pak, cuci tangan setelah keluar dari kamar mandi, jangan makan makanan pedas dulu ya pak

P

:Iya mbak, ini obatnya saya tebus dikasir depan ya ?

A

: iya pak

P

:Terimakasih Mbak

A

: Terimakasih kembali pak, semoga lekas sembuh.

Dokumentasi Swamedikasi Nama Pasien

Bp. Marlino

Jenis Kelamin

Laki-laki

Usia

45 tahun

Alamat

Jl. Sisomulyo nomor 61, sukoharjo

Tanggal pasien datang

19 maret 2019

Keluhan pasien

BAB sedikit tapi sering, perut melilit dan pusing

Riwayatalergi

Tidak ada

Pasien

pernah

datang Ya/tidak*)

*coret salah satu

sebelumnya : Obat yang diberikan : Nama Obat

Dosis

Molagit

2

Cara pemakaian

tablet Oral

saat diare

No Batch

Tanggal ED

5343F

25 mei 2021

DAFTAR PUSTAKA Anief, M.,. 1997. Apa yang Perlu Diketahui Tetang Obat.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Anonim. 2007 .Swamedikasi. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp. Diakses pada 14 Maret 2019 Badan Pengawasan obat dan makanan republic Indonesia (BPOM).Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.Jakarta : BPOM Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam MedisRumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2008. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, 3-13, 31, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2010. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth edition. USA: Mcgraw Hill Education. Ganiswarna SG, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit edisi lima. Jakarta: EGC. Holt,G.A.,and Hall,E.L., 1990. The Self Care Movement In Feldmann,E.G., (Ed), Handbook Of Non Prescription Drug. 9 Th ed, 1-10.APHA.New York Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011. SelfMedication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight, Indonesia. Kirana Rahardja, 1993. Swamedikasi. PT. Elex Media. Komputindo. Jakarta. Nur Aini Harahap, Khairunnisa, Juanita Tanuwijaya, 2017, Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Penyambungan, Jurnal Sains dan Klinis. Ikatan Apoteker Indonesia. Sumatera Barat. Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat penting:Khasiat, penggunaandan efek-efek samingnya. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Gramedia Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2003. Obat-obat pentingi. Jakarta: Penerbit Alex Media Komputindo Tan, H. T. dan K. Rahardja. 2010. Obat-obatan Sederhana Untuk Gangguan Sehari-hari. Jakarta: Penerbit Gramedia

Related Documents

Noer
November 2019 2
Pcd
November 2019 22
Diare
June 2020 22

More Documents from "Andrean Mukti Beladexsa"