PROFIL ASRUN
Nama lengkap : Asrun Profesi : birokrat Tempat / Tgl Lahir : Kendari, 24 April 1961 PENDIDIKAN S1, Teknik Sipil, Universitas Hassanudin (1980) S2, Teknik Struktur, UNSW Sydney Australia (1985) S3, Ilmu Manajemen, Universitas Brawijaya (2012) KARIER Pegawai harian di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sultra PNS (1987) Kasubdin Bina Marga Ketua DPD-HPJI (2000-2007) Walikota Kendari, Sulawesi Tenggara (2007-2012, 2012-2017) KELUARGA Orangtua : Mahmud dan Siti Djaurah Istri : Sri Yastin Anak : Asrizal Pratama Putra dan Adriatma Dwi Putra
PROFIL ADRIATMA
Adriatma Dwi Putra, Calon Walikota Kendari 2017 - 2022 Tempat tanggal lahir : Kendari, 28 Mei 1989 Umur : 27 Tahun Alamat Tempat Tinggal : Jalan Syech Yusuf II Nomor 5, RT 16, RW 06, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari Email :
[email protected] Hobi : Olahraga dan Membaca Motto Hidup : Kerja Keras dan Bersyukur Keluarga Bapak : Asrun, Walikota Kendari Sekarang Ibu : Sri Yastin Istri : Siska Karina Imran
Riwayat Pendidikan
SD Kuncup Pertiwi, Tahun 1995 – 2001 SMP Negeri 5 BANDUNG, Tahun 2001 – 2004 SMA Negeri 1 Kendari, Tahun 2004 – 2005 SMA Negeri 3 Bandung, Tahun 2005 – 2007 Universitas Katolik Parahyangan, 2007 - 2013
Pengalaman Organisasi
Sekertaris PERBASASI Sulawesi Tenggara, Tahun 2014 – Sekarang Bendahara LPM Sulawesi Tenggara, Tahun 2012 – Sekarang Wakil Bendahara Umum DPP Barisan Muda PAN, Tahun 2011 – 2012 Wakil Ketua KNPI Sulawesi Tenggaara, Tahun 2012 – 2015
Ketua Barisan Muda PAN Sulawesi Tenggara, Tahun 2012 – 2017 Sekertaris Umum PAN Sulawesi Tenggara, Tahun 2015 – 2020
KRONOLOGI KASUS Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun yang merupakan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, sebagai tersangka. Anak dan ayah itu diduga menerima suap dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Kendari tahun 2017-2018. Selain keduanya, KPK juga menetapkan pengusaha atau Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari, Fatmawati Faqih sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan kasus suap ini dapat terungkap berkat informasi masyarakat dan ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Kasus ini bermula pada Senin (26/2/2018) saat tim KPK mengetahui bahwa telah terjadi penarikan uang Rp 1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh staf PT Sarana Bangun Nusantara. KPK kemudian mengidentifikasi bahwa penarikan uang itu untuk pihak yang berhubungan dengan Wali Kota Kendari. "Penarikan ini dilakukan karena adanya permintaan dari ADR (Adriatma) kepada HAS (Hasmun), pengusaha tadi," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018). Setelah memastikan ada indikasi kuat transaksi itu telah terjadi, pada Selasa (27/2/2018) sekitar pukul 20.00 WITA, KPK mengamankan dua pegawai PT SBN yaitu H dan R di kediaman masingmasing. Dari situ KPK menemukan buku rekening tabungan dan bukti penarikan uang Rp 1,5 miliar. Menurut Basaria, penarikan uang oleh H dan R itu atas perintah Hasmun. "Selanjutnya tim membawa HAS dari rumahnya sekitar pukul 20.40 WITA," ujar Basaria. Keesokan harinya, Rabu (28/2/2018) pukul 01.00 WITA, KPK mengamankan Wali Kota Kendari dari rumah jabatannya. Rabu sekitar pukul 04.00 WITA, KPK menangkap Asrun di rumah pribadinya. Sementara Fatmawati ditangkap pukul 05.45 WITA di kediaman yang bersangkutan. Enam orang yang diamankan KPK sempat diperiksa di kantor Polda Sultra. Setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam dan gelar perkara, KPK meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dan menetapkan empat orang tersangka. Dari enam orang tadi, KPK menetapkan empat orang yakni Adriatma, Asrun, Fatmawati dan Hasmun. KPK menduga, Adriatma melalui perantaranya menerima suap dari Hasmun, untuk kebutuhan biaya politik ayahnya, Asrun, yang maju sebagai cagub di Pilkada Sultra 2018. Orang Kepercayaan Asrun Fatmawati, menurut Basaria, merupakan orang kepercayaan Asrun. Fatmawati menjadi orang kepercayaan sejak Asrun menjadi Wali Kota Kendari. Asrun merupakan Wali Kota Kendari dua periode sejak 2007-2017 sebelum digantikan anaknya Adriatma. Fatmawati, lanjut Basaria, menjadi penghubung dengan Hasmun selaku pengusaha. "Lalu dia (Asrun) membutuhkan uang ini meminta salah satu dari HAS ini melalui FF ini. Jadi dia melalui FF ini, menghubungkan melalui PT SBN ini, memintakan dana kampanye," ujar Basaria. Basaria mengatakan, total suap untuk Adriatma senilai Rp 2,8 miliar. Uang Rp 1,3 miliar di antaranya merupakan kas PT SBN. Dalam suap ini terungkap pelaku menggunakan sandi atau kode untuk jumlah uang suap. Sandi suap yang digunakan yakni "koli kalender". "Teridentifikasi, sandi yang digunakan adalah 'koli kalender' yang diduga mengacu pada arti uang satu miliar," kata Basaria
Kasus tersebut merupakan salah satu jenis korupsi yaitu suap menyuap, karena sesuai pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap : - Pasal 2 "memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum" - Pasal 3 "menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum""
Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah : penyuap Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari, Fatmawati Faqih : penghubung antara Hasmun dan Asrun Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra : perantaranya menerima suap Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun : penerima suap staf PT Sarana Bangun Nusantara “H” dan “R” : penarik uang 1,5 M di bank mega kendari