Pasien Laki.docx

  • Uploaded by: Archita Wicesa Wasono
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pasien Laki.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 650
  • Pages: 2
Pasien laki-laki berusia 37 tahun datang dengan keluhan utama kedua mata perih sejak lima jam lalu. Keluhan timbul setelah pasien terkena air baterai. Cuka para adalah istilah daerah yang sering digunakan untuk cairan korosif, dipakai dalam pengolahan getah karet. Senyawa kimia cuka para mungkin berupa asam formiat, tetapi trauma kimia yang terjadi pada paparan terhadap cuka para merupakan trauma kimia basa. Basa kuat meningkatkan pH jaringan, menyebabkan saponifikasi asam lemak membran sel dan akhirnya kerusakan sel. Setelah epitel permukaan rusak, larutan basa dapat menembus stroma kornea dimana senyawa basa secara cepat menghancurkan proteoglycan ground substance dan serabut kolagen pada matriks stroma. Larutan basa kuat juga dapat menembus ke bilik mata depan, menyebabkan kerusakan jaringan dan inflamasi berat. Keluhan pasien disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada kornea dan inflamasi yang terjadi pada struktur-struktur sekitar. Kerusakan epitel kornea menyebabkan penglihatan kabur. Inflamasi pada palpebra, kornea, konjungtiva, dan sistem nasolakrimal menyebabkan mata perih, berair, terasa mengganjal, dan sulit membuka kelopak mata. Segera setelah terpapar cuka para pasien mandi dan menyiram mata dengan air sebanyak empat gayung. Tindakan pasien merupakan tatalaksana awal di lokasi cedera yang tepat. Pasien kemudian dibawa ke IGD RS A.K. Gani dan dirujuk ke IGD RSUP Dr. Mohammad Hoesin. Anamnesis dan pemeriksaan fisik singkat dilakukan di IGD. Pada pemeriksaan ditemukan visus mata kiri menurun menjadi 6/60 pinhole negatif, visus mata kanan normal. Tidak ada peningkatan tekanan intraokular. Tekanan intraokular penting diperiksa karena trauma basa mennyebabkan kontraksi sklera dan kerusakan trabecular meshwork, sehingga tekanan intraokular meningkat. Peningkatan tekanan sekunder dapat terjadi 2-4 jam kemudian akibat pelepasan prostaglandin. Kedudukan dan gerakan bola mata normal. Palpebra kiri edema, kanan normal. Konjungtiva kiri tampak mixed injection dan kemosis menandakan inflamasi pada kornea dan konjungtiva, sementara konjungtiva kanan normal. Tidak terlihat iskemia limbus. Kornea kiri tampak keruh, kornea kanan tampak normal. Bilik mata depan, iris, dan pupil tampak normal. Lensa kiri sulit dinilai, lensa kanan normal. Refleks fundus kiri sulit dinilai, kanan normal. Papil, makula, dan retina kiri sulit dinilai, kanan normal. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan pH mata kiri 9, kanan normal. Pemeriksaan pH dilakukan dengan meletakkan kertas indikator di forniks. Pemeriksaan fluorescein test mata kiri tampak hijau di keseluruhan kornea. Pasien didiagnosis dengan trauma kimia basa grade I oculi sinistra. Derajat trauma kimia basa ditentukan menurut klasifikasi Hughes, yaitu berdasarkan defek epitel kornea dan keberadaan iskemia limbus. Trauma kimia basa digolongkan grade I apabila terdapat defek

epitel kornea tanpa iskemia limbus. Pada limbus terdapat sel punca epitel kornea; kerusakan limbus dapat menyebabkan gangguan repopulasi epitel kornea. Kerusakan limbus dinilai sebagai blanching limbus akibat gangguan suplai vaskular. Gangguan reepitelisasi kornea menyebabkan konjungtivalisasi kornea, yang dihubungkan dengan vaskularisasi, kebedasaan sel goblet di kornea, adhesi epitel buruk, dan risiko inflamasi kronik. Penatalaksanaan gawat darurat mata kiri pasien dilakukan dengan irigasi menggunakan larutan RL sebanyak 4 kolf, kemudian dicek pH ulang. Sebelum irigasi mata kiri diteteskan pantokain sebagai analgesik dan anestetik topikal. Target pH setelah irigasi terletak antara 7,3 dan 7,7. Setelah irigasi dilakukan pemberian salep antibiotik dan bebat tekan. Setelah penatalaksanaan gawat darurat, penatalaksanaan lanjutan pasien mencakup tatalaksana farmakologis dan non farmakologis. Tatalaksana non farmakologis mencakup istirahat total dan edukasi pasien. Tatalaksana farmakologis mencakup maintenance cairan, pemberian tetes mata cendo xitrol, EDTA, Protagenta, sulfas atropin, dan tetrasiklin, serta doksisiklin dan vitamin C oral. Cendo xitrol berisi deksametason, neomisin, dan polimiksin sulfat. Steroid topikal berfungsi menghambat fungsi sel PMN, sekretor enzim proteotilik yang mampu melarutkan substansi dasar dan kolagen stroma kornea. Penggunaan steroid topikal hanya dianjurkan pada 10-14 hari pertama karena setelahnya justru mengganggu reepitelisasi, menyebabkan perlunakan kornea dan risiko perforasi akibat berlanjutnya aktivitas kolagenase. Protagenta berisi polivinylpyrrolidone yang berfungsi sebagai lubrikan untuk mengurangi trauma gesek. Sulfas atropin merupakan siklopegik yang berfungsi menurunkan reaksi inflamasi bilik mata depan. Tetrasiklin topikal berfungsi sebagai antiinfeksi dan juga dipakai untuk efek kelasi kalsium ekstrasel. Defisiensi kalsium di membran plasma PMN menghambat kemampuan PMN berdegranulasi. Vitamin C dosis tinggi diberikan untuk mendukung sistesis kolagen karena asam askorbat merupakan kofaktor sintesis kolagen.

Related Documents

Identitas Pasien
May 2020 19
Pasien Ny
August 2019 27
Identitas Pasien
May 2020 15
Pasien Ny.docx
August 2019 21
Status Pasien
October 2019 30
Pasien Laki.docx
June 2020 9

More Documents from "Archita Wicesa Wasono"