PAPER KIMIA ANALITIK 1B FORMALIN PADA BUAH-BUAHAN
Disusun Oleh: 1. Vanda Graveolita Sulistyanto (652017007) 2. Rinaldi Putra Tambunan (652017026)
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA 2019
PENDAHULUAN Bahan pangan menurut masyarakat sendiri merupakan salah satu kebutuhan primer manusia agar dapat menghasilkan energi. Karbohidrat, lemak, dan protein yang terkandung dalam bahan pangan tersebutlah yang dibutuhkan manusia untuk mendukung proses metabolisme tubuh. Selain itu, manusia juga membutuhkan vitamin dan mineral.Vitamin dan mineral dapat diperoleh dengan mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Buah segar merupakan makanan yang sehat dan bergizi serta dapat menunjang kesehatan. Buah segar sebagai pelengkap makanan lainnya memiliki manfaat yang sangat besar, baik sebagai sumber gizi maupun penambah selera makan. Buah segar mutlak dibutuhkan oleh setiap orang. Pola hidup sehat yang memanfaatkan bahan-bahan segar alami mendorong konsumen untuk meningkatkan konsumsi buah segar. Buah segar adalah salah satu jenis makanan yang aman dikonsumsi setiap hari, jika dibandingkan dengan suplemen obatobatan kimia. Buah segar jauh lebih aman tanpa efek samping yang berbahaya dan jauh lebih aman dari suplemen-suplemen kimia. Buah-buahan yang beredar di Indonesia berasal dari buah lokal maupun impor. Buahbuahan impor banyak beredar di pasar tradisional maupun pasar modern. Adanya buah impor di Indonesia dikarenakan kebutuhan masyarakat akan buah sangat tinggi. Selain itu, juga dikarenakan ada beberapa jenis buah yang tidak dapat dibudidayakan di Indonesia karena iklimnya yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman-tanaman buah tersebut. Buah-buahan impor sampai ke Indonesia membutuhkan waktu lama. Agar buah-buahan tetap segar, beberapa buah diberi pengawet yaitu salah satunya formalin. Menurut (Riaz et al., 2011) formalin umumnya digunakan sebagai bahan tambahan untuk memperpanjang massa simpan. Formalin (formaldehid) adalah salah satu zat yang dilarang penggunaannya pada bahan pangan. Formalin memiliki gugus aldehid, dan umumnya merupakan senyawa formaldehida dengan kandungan sebesar 37%, methanol 15%, dan sisanya merupakan air (Internasional Agency for Research on Cancer โ IARC, 2004) Formalin biasanya digunakan sebagai zat pengawet mayat.Formalin bersifat bakterisidal sehingga mampu membunuh semua mikrobia penyebab busuk.Oleh karena itu, formalin dapat menjaga keawetan bahan yang menggunakannya. (Muchtadi,2011). Formalin dalam jumlah kecil jika dikonsumsi secara terus menerus terutama pada anak-anak dapat menyebabkan kematian (United Nations, 2012). Menurut Pemenkes RI No.033 tahun 2012, tentang Bahan Tambahan Pangan, pada lampiran II tentang bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP, bahwa formalin dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan.
Dalam hal ini, kami sebagai mahasiswa kimia melakukan studi kasus yang berkaitan dengan adanya formalin yang terdapat dalam buah. Pada studi kasus ini, kami melakukan survey pada beberapa masyarakat yaitu pada pedagang buah, penjual jus buah, masyarakat biasa dan mahasiswa. Dari hasil survey yang dilakukan, beberapa masyarakat mengetahui adanya kasus formalin pada buah tetapi terdapat pula masyakarat yang tidak mengetahui kasus tesebut. Sehingga dalam hal ini ,membuat kami meneliti lebih lanjut kasus tersebut untuk mendeteksi adanya formalin dalam buah-buahan terutama dalam sudut pandang ilmu kimia dengan beberapa metode.
ISI Menurut afrianti (2010) formalin sering digunakan dalam proses pengawetan produk makanan, padahal formaln biasanya digunakan sebagai pembunuh hama, pengawet mayat, bahan desinfekan pada industri plastik, busa, dan resin untuk kertas. Menurut Mommies (2006) dalam Tjiptaningdyah (2010) menyatakan bahwa
Programme on Chemical Safety
memberikan batas toleransi formalin yang dapat diterima oleh tubuh orang dewasa dalam 1 hari adalah 1,5-14 mg. Maka nilai tersebut dapat dikonversikan ke dalam satuan ppm. 1000 ppm setara dengan 1 mg/L. kadar formalin terkecil dalam sampel adalah 0,0007 ppm. Berdasarkan batas toleransi formalin yang dapat diterima oleh tubuh dalam 1 hari, maka tubuh masih dapat menerima jika kita memakan buah yang mengandung formalin sebanyak 2 kg. Secara visual buah-buahan yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri tampak lebih menarik, keras ketika di pegang, bagian kulit terlihat kencang dan segar atau kulit luarnya tampak mengkilap meskipun sudah berbulan-bulan, namun baunya kan berbeda dengan bau asli buah sertaz buah yang berfomalin tidak dihinggapi oleh serangga (Arisman, 2009). Untuk mengetahui apakah di dalam buah tersebut mengandung formalin atau tidak dapat dilakukan dengan cara analisa formalin yang dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif formalin biasanya didasarkan pada reaksi warna seperti tes Fehling, tes Tollens, tes asam kromatoprat, pereaksi Schryver, tes kit, dan lainya. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti titrasi volumetrik, spektrofotometri, kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Souse, 2009; Khanmohammadi, M, 2012; Wahed, 2016). Pada paper ini akan dijelaskan metode analisis formalin dengan metode formalin main reagent, HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan spektrofotometri UV-Vis.
1. Uji kandungan formalin menggunakan metode FMR (Formalin Main Reagent)
Beberapa metode analisa kimia yang sudah ada, untuk penetapan kandungan formalin, borak, dan zat pewarna berbahaya salah satunya dapat dilakukan dengan metode spot test. Yaitu metode analisa kimia dengan menggunakan reagent kit (kit tester). Metode ini mempunyai keistimewaan antara lain cepat, murah, pasti dan tidak memerlukan peralatan yang rumit dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Namun reagen ini juga memiliki kekurangan yaitu kurang stabil atau memiliki kestabilan yang rendah sehingga ekstraksi ayng dilakukan kurang sempurna dan sering menunjukkan hasil yang negatif. Prinsip kerjanya adalah dengan menambahkan cairan (reagent) pada bahan makanan yang diduga menggunakan bahan yang diselidiki, dengan hasil akhir terjadinya perubahan warna khas. FMR (formalin main reagent) merupakan salah satu jenis kit tester kandungan formalin. Kit tester tersebut merupakan salah satu penemuan dari dosen FMIPA UB Malang. Produk kit FMR tersebut ditunjukan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Reagen kit FMR (Shofi A, 2008). Kemudian untuk membaca hasil warna, digunakan sensor TCS3200 (Hariyadi Singgih,2013). Sensor TCS3200 berfungsi mengubah warna ke dalam bentuk arus dan dikonversikan menjadi sinyal frekuensi. Nilai frekuensi yang diperoleh dari pembacaan sensor
warna diproses pada mikrokontroller ATMega8 menggunakan bahasa C. Data ditampilkan pada LCD(Liquid Crystal Display) berupa komposisi nilai RGB dan nilai kandungan formalin. Sensor warna merupakan sebuah modul sensor warna yang berbasis Sensor TAOS TCS3200 yang digunakan melakukan pengukuran warna RGB(Read, Green, Bue) dari sebuah objek. Modul sensor ini memiliki fasilitas untuk merekam hingga 25 data warna yang akan disimpan dalam EEPROM. Modul sensor ini dilengkapi dengan antar muka UART TTL dan I2C. TCS3200 merupakan IC yang dapat adiprogram yang berguna untuk mengkonversi warna cahaya ke frekuensi dengan output berbentuk sinyal kotak.Ada dua komponen utama pembentuk alat ini pada dasarnya Sensor Warna TCS3200 merupakan sensor cahaya yang dilengkapi dengan filter cahaya untuk warna dasar RGB (Red-Green-Blue).Photodiode dalam Sensor Warna TCS3200 disusun secara array 8X8 dengan konfigurasi internal sensor photodiode. 16 photodiode untuk sensor cahaya dengan filter cahaya warna merah. 16 photodiode untuk sensor cahaya dengan filter cahaya warna hijau. 16 photodiode untuk sensor cahaya dengan filter cahaya warna biru. Dan 16 photodiode untuk sensor cahaya tanpa filter warna. Bentuk fisik dari sensor warna ditunjukan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Modul Sensor Warna TCS 3200 (Noor, 2010) Untuk mengubah bentuk nilai display RGB ke konsentrasi maka dipakai display R, dengan menggunakan rumus persamaan : ๐ฅ= Keterangan
:
X = konsentrasi (ppm) Y= nilai display (R) A dan b = konstanta
๐ฆโ๐ ๐
Kemudian utuk mendapatkan nilai RGB dari suatu objek, sensor yang digunakan harus dikalibrasi dengan warna putih sebagai referensinya. Digunakan persamaan sebagai berikut : ๐
๐๐ =
๐น๐๐๐๐ 255
๐๐๐๐๐ = Keterangan
:
Ref = Nilai referensi (Hz/bit) F maks = F maks pada setiap filter F= frekuensi sekarang (Hz) Nilai = Nilai RGB
๐ ๐
๐๐
2. Uji kandungan formalin dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Prinsip kerja utama dari HPLC yaitu pemisahan. Keuntungan dari isntrumen ini yaitu memiliki daya ketelitian yang lebih tinggi dan juga merupakan metode analisis yang cepat, peka, akurat, tepat dan preparatif. Namun kekurangan dari instrumen ini yaitu hanya dapat digunakan untuk asam organik dan juga harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradient elusi.
BAHAN YANG DIAJUKAN 1. DNPH (dinitrofenilhidrazin) 2. Asetonitril pro analisa 3. Asam fosfat 85% 4. Bass schiff 5. Methanol 6. Akuades METODE YANG DIAJUKAN Hal pertama yang dilakukan adalah rekristalisasi 2,4-dinitrofenilhidrazin dengan cara melarutkan 10 gram 2,4 DNPH dalam 100mL asetonitril pro analisa dan didiamkan pada suhu 4โฐC dalam botol coklat semalaman. Hasil rekristalisasi disaring menggunakan vakum Buchner. Kristal yang didapat diambil 150 mg dan dilarutkan dalam 49.5mL asetonitril pro analisa dan dicampurkan dengan 0.5mL asam fosfat 85%. Metode selanjutnya yang dilakukan adalah derivatization kinetics modifikasi (Claeys et al., 2009).
Sampel dihaluskan dalam formaldehida konsentrasi 10 (ppm). Untuk aliquots, setiap 5 g sampel ditambahkan 5mL asetonitril. Larutan di vortex dan disonikasi selama 30 menit. Sampel disentifus pada 5000 rpm selama 5 menit. Larutan disaring menggunakan inject yang telah dipasangi filter 90 mm diameter Whatmanยฎ. 2,5 mL 2,4 DNSA ditambahkan pada larutan yang telah disaring, diaduk hingga rata. Larutan yang sudah diperoleh diinkubasi pada suhu 40โฐC pada range waktu 30, 60, 90 dan 120 menit dalam shaking water bath. Selagi menunggu, formalin dikonversikan menjadi basa Schiff selama 60 menit. Dalam eksperimen, derivatization kinetics dilakukan selama 60 menit. Setelah inkubasi, diambil lapisan asetonitril, membrane difilter (0.45 ฮผm) dan di-inject pada HPLC. Analisis dilakukan menggunakan kolom C18 Luna (25 cm x 4.6 mm id., 5 ยตm ukuran partikel). Panjang gelombang diatur pada panjang gelombang 355 nm dengan suhu konstan 30โฐC. pemisahan dilakukan dengan isokratik dengan fase gerak dari campuran air:methanol sebesar (35:65 v/v). diatur flow rate 1.0 mL/min dengan volume injeksi sebesar 20 ยตL. dilakukan dengan runtime selama 12 menit..
3. Uji kandungan formalin dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis
Menurut Khopkar (1990) spektrofotometer memiliki ketelitian pengukuran yang lebih baik salah satu keuntungan dari instrumen ini yaitu dapat menganalisa larutan dengan konsentrasi yang sangat kecil. Dengan demikian, kadar formalin yang sangat sedikit pun akan dapat terdeteksi. Namun kekurangan dari instrumen ini yaitu kebersihan kuvet sangat mempengaruhi dalam pembacaan absorbansi dikarenakan absorbansi dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan zat penganggu. Terdapat beberapa pereaksi yang digunakan untuk menguji formalin yaitu menggunakan Pereaksi Fehling, KMnO4, Nashโs, Schiffโs, dan lain-lainnya. Pada jurnal โUji kandungan Formalin pada Buah pepaya (Carica papaya L.) dan Buah Nanas (Ananas comosus L.) yang Dijual Dilingkungan UIN Raden Fatah Palembang dengan Metode Spektrofotometriโ digunakan pereaksi schiff. Menurut Widyaningsih dan Erni (2006), pereaksi schiff digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari sampel, formalin juga bereaksi dengan pereaksi schiff menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Semakin intensif warna yang tampak, dapat menggambarkan bahwa formalin yang terkandung dalam sampel semakin banyak. (Kusumawati dan trisharyanti, 2004). BAHAN YANG DIAJUKAN 1. Sampel 2. H2SO4 96% 3. Formaldehida 35% 4. Methanol 5. Reagen Schiffโs
METODE YANG DIAJUKAN Metode yang dilakukan yaitu dengan mengambil 5,0 ml hasil destilat kemudian ditambah dengan H2SO4 96% lewat dinding, kemudian ditambahkan 1,0 ml pereaksi schiff. Yang kemudian dibaca dengan spektrofotometri UV-Vis. Menurut Mommies (2006) dalam Tjiptaningdyah (2010) tingkatan warna larutan pengujian kandungan formalin terdapat beberapa jenis yaitu warna merah muda menyatakan perubahan warna untuk kadar formalin โค25 ppm, warna merah menyatakan perubahan warna untuk kadar formalin ยฑ 50 ppm, warna ungu menyatakan perubahan warna untuk kadar formalin ยฑ 75 ppm, warna biru menyatakan perubahan warna untuk kadar formalin โฅ 100 ppm. Pada penentuan panjang gelombang maksimum didapatkan panjang gelombang maksimum yaitu 400- 800 nm. Namun pada penelitian lain formalin dapat dianalisa pada panjang gelombang 570-580 nm (Fagnani dkk., 2003). Sehingga kemungkinan perbedaan dari panjang gelombang disebabkan karena kondisi alat yang digunakan berbeda dari spektrofotometer yang digunakan dari literatur (Manoppo dkk., 2014). Kemudian dilakukan pembuatan larutan baku formalin dengan mengambil 1 tetes formaldehida 35% yang dilarutkan pada methanol sampai garis tera labu takar. Kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum selanjutkan pembuatan kurva kalibrasi dengan beberapa konsentrasi larutan formalin yang berbeda-beda yang ditambahkan dengan pereaksi schiff kemudian dibaca dengan spektrofotometri UV. Dan hal terakhir yang dilakukan yaitu penetapan kadar formalin dengan rumus : ๐๐๐ โ ๐ ๐ Keterangan : Abs = absorbansi a = intersept b = slope
VALIDASI METODE Agar metode dapat validasi maka dilakukan validasi metode. Validasi metode yaitu suatu tindakan penilaian terhadap parmeter tetentu. Tujuan dari validasi metode yaitu untuk mengkorfirmasi bahwa metode tersebut sudah sesuai atau belum (Gandjar,2007). Selain berdasarkan jurnal, Menurut (Chan,2004) validasi metode terdapat beberapa parameter yaitu spesifitas, presisi atau ketelitian, akurasi atau ketetapan, linearitas, limit deteksi, limit kuantitas. 1. Spesifitas Spesifitas adalah suatu validasi metode yang dapat digunakan secara spesifik terhadap senyawa tertentu saja. Sehingga diharapkan senyawa pengotor atau selain analit tidak ikut terolah dalam alat spektrofotometer maupun HPLC. Spesifitas dapat dilakukan melalui perbandingan pelarut, pembuatan larutan formalin, dan pada percobaan ini salah satunya adalah penentuan panjang gelombang maksimum yang hanya ditentukan untuk menganalisis kandungan formalin saja, selain itu dapat juga dengan penambahan reagen tertentu. Semakin spesifik metode terhadap analit tertentu semakin bagus juga metode tersebut bagi analisis senyawa tertentu. 2. Akurasi dan Presisi Akurasi dan presisi merupakan ukuran kedekatan hasil analisis yang diperoleh dari serangkaian pengukuran ulang dari ukuran yang sama. Akurasi dan Presisi dihitung dengan Nilai akurasi (% recovery) dapat dihitung menggunakan persamaan kurva baku yang kemudian hasil konsentrasi yang didapatkan dibagi dengan konsentrasi sesungguhnya dan dikalikan dengan 100 % dan Nilai presisi (% RSD) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: %๐
๐๐ท =
๐๐ท ๐ฅ
x 100%
3. Linearitas Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Dalam uji spektrofotometri UV-Vis, larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda diukur absorbansinya kemudian absorbansi yang diperoleh diplotkan dengan konsentrasinya masing-masing, kemudian pada uji HPLC, hasil scanning akan memperoleh nilai luas area peak untuk masingmasing konsentrasi kemudian di plotkan dengan konsentrasi larutan standar. Dimana hasil plot berupa kurva linear dengan persamaan regresi linearitas y=ax+b dengan R2 sebagai determinan linearitas (Ermer dan Miller, 2005). Determinan linearitas ditentukan dari nilai koefisien korelasi (r) yaitu โฅ 0,99 (AOAC,2013).
4. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) LOD (Limit of Detection) menggambarkan konsentrasi analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur. Dan LOQ (Limit of Quantification) menggambarkan konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat dianalisis dengan presisi dan akurasi di bawah kondisi percobaan tertentu. Nilai LOD dan LOQ dapat dihitung dengan menghitung standar devisi terlebih dahulu : Menggunakan blanko : โ(๐ฆ โ ๐ฆ โฒ )2 ๐๐ท = โ ๐โ1 Menggunakan persamaan kurva linear โ(๐ฆ โ ๐ฆ โฒ )2 ๐๐ท = โ ๐โ2
Kemudian nilai LOD dan LOQ dapat dihitung meggunakan : Batas deteksi
๐ฟ๐๐ท =
3๐๐ท ๐ ๐๐๐๐
Batas kuantitas
๐ฟ๐๐ =
10๐๐ท ๐ ๐๐๐๐
KESIMPULAN Formalin merupakan salah satu senyawa yang berbahaya bagi kesehatan tubuh jika dikonsumsi terus-menerus. Buah merupakan salah satu bahan yang mengandung formalin. Untuk mengetahui kandungan fomalin, dapat dilakukan analisis uji formalin. Metode uji formalin yaitu formalin main reagent, HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan spektrofotometri UV-Vis dan juga dilakukan validasi metode.
DAFTAR PUSTAKA Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk/Bahan Pangan 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Departemen Pendidikan Nasional. AOAC, 2013, Official Methods of Analysis 2013, Guidelines for Standard Method Performance Recuirements, Appendix F, p.9 Arisan M. Keracunan Makanan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit EGC; 2009 Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Ed. ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Ermer, J., dan Miller, J.H.McB. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. A Giude to Best Practice. Weinheim: Wiley-VchVerlag GmbH & Co. KGaA. Halaman 253 Fagnani, E., Melios, C. B., Pezza, L., Pezza, H.R., 2003, Chromotropic Acid/Formaldehyde Reaction in Strongly Acidic Media. The Role of Dissolved Oxygen and Replacement of Concentrated Sulphuric Acid, Talanta, (Online), 60, 171-176, (http://www.elsevier.com/locate/talanta, diakses pada tanggal 4 April 2019). Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 323-346, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Khanmohammadi, M dkk. (2012). Quantitative Determination Of Formaldehyde By Spectrophotometry Utilizing Multivariate Curve Resolution Alternating Least Square. Bull. Chem. Soc. Ethiop. Vol 26, No 2, 299-304. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press Kusumawati, F dan Ika Trisharyanti D.K. 2004. Penetapan Kadar Formalin Yang Digunakan Sebagai Pengawet Dalam Bakmi Basah Di Pasar Wilayah Kota Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 5: 131-140 Mahdi, C dan Mubarrak, Shofi A. 2008. Formalin, Borak dan Pewarna Rhodamin pada Produk , Berkala Ilmiah Perikanan Vol.3, Universitas Brawijaya. Manoppo, Glenry; Jemmy abidjulu; dan Frenly Wehantouw. 2014. Jurnal analisi Formalin pada Buah Impor di Kota Manado. Vol. 3 No. 3. ISSN 2302-2493 Noor, Etty D. 2010. โPembuatan Alat Pendeteksi Kadar Bet Karoten Mengunakan Sensor Warna TCS230โ, Universitas Isalam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, skripsi Noorhamdani, A. Dkk. (2011). Analisis Kualitatif Formalin, Boraks dan Rhodamin B Pada Keamanan Pangan Kerupuk Aci, Rambak, Ikan dan Berwarna di Pasar Tradisional Mergan dan Pasar Besar Tradisional Kota Malang. Nurchayati dan Hikmah, "Pola Distribusi Buah Lokal dan Buah Import: Studi Kasus Pada Pedagang Buah Di Kota Semarang". Seminar Nasional dan Call for Paper (Sancall 2014): Research Methods and Organizational Studies.\\\m. 23278 Lembaga Analisis Kadar Formalin -Irvan Lasaiba Riaz, U., Moin, I. W., Tasbira, J., Naz, H. H., & Kumar, B. S. (2011). Detection of formalin in fish samples collected from Dhaka City, Bangladesh. Stamford Journal of Pharmaceutical Science, 4, 49โ52. Souse, Eliane dkk. 2009. A Semi-Continuous Analyzer for the Fluorimetric Determination of Atmospheric Formaldehyde. J. Braz. Chem. Soc Vol. 20, No. 2, 259-265 Tien R. Muchtadi, Sugiyono, Fitriyono Ayustaningwarno. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan (Bandung: Alfabeta, 2011), him. 234 United Nations (UN) (2012). The state of the worldโs children 2008: Child survival. In United Nations International Childrenโs Emergency Fund, December 2007 (pp. 1). Accessed march 31 Widyaningsih, T.D. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk
Pangan. Jakarta: Trubus Agrisara