Panduan Praktikum Mikro

  • Uploaded by: Robby
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Praktikum Mikro as PDF for free.

More details

  • Words: 5,102
  • Pages: 43
BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI & PARASITOLOGI

Disusun Oleh dr. Budy Nugraha

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MITRA KENCANA TASIKMALAYA

KATA PENGANTAR Penyakit akibat infeksi masih cukup tinggi prevalensinya di Indonesia dan masih menjadi permasalahan kesehatan prioritas. Sering kali penyakit akibat infeksi bersifat asimptomatik atau memiliki gejala yang tidak khas. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan dalam menegakkan diagnosis apabila tidak cermat untuk menyikapinya. Oleh karena itu selain mengetahui gejala dan tanda penyakit, diperlukan juga pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Untuk memastikan agen penyebab penyakit. Agar mahasiswa dapat memahami, khususnya mengenai agen-agen penyebab penyakit infeksi, maka sebagai pedoman disusunlah buku ini. Mudahmudahan dapat bermanfaat.

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... ..........1 DAFTAR ISI...................................................................................................... ................2 I. DIAGNOSTIK LABORATORIUM BEBERAPA PENYAKIT PARASIT USUS.........3 A. Pendahuluan......................................................................................................... ..3 B. Penggunaan Mikroskop..................................................................................... ....4 II.

CARA MENGGUNAKAN MIKROSKOP...................................... ..........................8

III. CARA PENGAMBILAN SAMPEL......................................................... ................11 A. Pemeriksaan Sampel Tanah Terhadap Adanya Kontaminasi Telur Cacing Parasit Usus................................................................................ .........................11 B. Pemeriksaan Sampel Sayuran Terhadap Kontaminasi Telur Cacing Parasit Usus.................................................................................... .....................12 IV. TEKNIK-TEKNIK PEMERIKSAAN LABORATORIS BEBERAPA PENYAKIT PARASIT...................................................................... .......................13 A. Teknik Pemeriksaan Telur Cacing Parasit........................................... .................13 B. Pemeriksaan Cacing Parasit............................................................ .....................28 C. Teknik Pemeriksaan Protozoa Parasit............................................................... ....31 IV. TEKNIK-TEKNIK PEMERIKSAAN LABORATORIS BAKTERI M. tuberculosis....................................................................................... ..................35 GAMBAR BEBERAPA TELUR CACING DAN PROTOZOA USUS...........................36

3

I. DIAGNOSTIK LABORATORIUM BEBERAPA PENYAKIT PARASIT USUS A. PENDAHULUAN Perlu kita ketahui bahwa penduduk di daerah tropic, mungkin tidak hanya menderita penyakit parasit melainkan juga menderita salah satu diantara sekian banyak penyakit tropis. Banyak infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu, diagnosis yang didasarkan hanya gejala klinik saja, kurang dapat dipastikan, sehingga harus dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Sebagai contoh, seseorang kelihatannya stabil tanpa menunjukkan gejala penyakit, tetapi pada pemeriksaan tinja didapatkan telur-telur cacing. Demikian pula ada kasus infeksi berat dengan Strongiloides yang berakhir dengan fatal, pernah dilaporkan. Penderita tersebut dengan keluhan utama terdiri atas diare dan sakit perut. Beberapa kali masuk rumah sakit dan dilakukan beberapa kali pembedahan, akan tetapi tinjanya tidak diperiksa untuk mencari telur atau parasit, sehingga penanganannya tidak tepat dan mengakibatkan fatal pada penderitanya. Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam hal membedakan sifat berbagai spesies parasit, kista, telur, larva dan juga pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah dipulas. Sebagai contoh, untuk pemeriksaan trofozoit dari amoeba maka diperlukan tinja yang segar. Bahan yang diperiksa tergantung dari jenis parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan diperiksa adalah tinja, sedang parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit dan sebagainya secara imunologis. Di dalam buku ini hanya dijelaskan beberapa cara/teknik sederhana yang sangat praktis dan dapat dipergunakan secara umum.

4

B. PENGGUNAAN MIKROSKOP Untuk mempelajari Parasitologi

diperlukan

pemahaman

penggunaan mikroskop dengan baik. Pelajari baik-baik bagian-bagian mikroskop sebelum menggunakannya. Yakinkan bahwa lensa okuler, obyektif, kondensor dan kaca sudah bersih. Setiap kotoran pada bendabenda tersebut dapat mengganggu lapangan pandangan dan menimbulkan salah tafsir. Apabila benda-benda tersebut kotor karena debu, bersihkanlah dengan kertas lensa. Kadang-kadang lensa okuler agak berminyak atau berlemak karena bulu mata Anda. Lemak ini dapat dihapus dengan kertas lensa yang sedikit dilembabi dengan xylol. Jangan sekali-kali seluruh lensa direndam dengan xylol. Untuk menentukan apakah kotoran menempel pada lensa okuler, cobalah lensa ini diputar pada kedudukannya. Jika kotoran itu ikut berputar, jelaslah bahwa kotoran tersebut terdapat pada lensa okuler. KOMPONEN MIKROSKOP 1.1 STATIF Bagian ini terdiri dari : a. Cermin Bagian ini merupakan penangkap sinar utama. Cermin ini dilengkapi dengan dua dataran. * Datar : digunakan kalau dipakai sinar alami cukup terang dan kalau kondensor digunakan. * Cekung

: titik apinya diatur serupa itu, hingga

sinar-sinar sejajar yang jatuh disitu akan dipantulkan kekaca sediaan. Dataran cekung digunakan kalau dipakai sinar buatan atau jika sumber cahaya kurang kuat atau kondensor tidak digunakan. Untuk mengatur cahaya sesuai dengan keperluan, cermin dapat diputar-putar pada kedua sumbunya yang saling tegak lurus. b. Meja Sediaan Berupa meja datar dilengkapi dengan lubang yang dapat dilintasi sinar yang dipantulkan oleh cermin dan alat

5

penjepit sediaan yang diletakkan pada meja ini. Kadang-kadang

untuk

meletakkan

dan

dapat

memindahkan kaca sediaan dengan lebih cepat, meja dilengkapi dengan alat lain, yang dilengkapi dengan dua jenis sekrup pemutar. Sekrup ini mampu mendorong kaca sediaan baik kemuka maupun ke kanan atau ke kiri. Umumnya alat ini dilengkapi dengan skala milimeter serta nonius, sehingga dapat diketahui letak titik bayangan terhadap meja sediaan. Letak meja horisontal atau mendatar, dapat diatur dengan mengatur kedudukan-kedudukan tabung pada statif. c. Tabung atau Tubus Ini terdiri atas 2 bagian : •

Bagian atas : Lebih ramping dan pendek. Ujungnya dilengkapi dengan lensa okuler.



Bagian bawah : Lebih gemuk dan panjang. Di ujung bawahnya terdapat lempeng bulat disebut revelver. Ini ditempati deretan lensa obyektif berbagai ukuran, dan dapat diputar untuk menempatkan lensa pada kedudukannya sesuai keperluan. Ukuran panjang tubus

berbeda-beda

menurut

pabrik

pembuat

mikroskop. Statif pada ujung atasnya dilengkapi dengan alat pemutar, sepasang, masing-masing di kanan dan kiri. •

Sekrup makrometer besar. Pemutaran sekrup ini membantu kita menaikturunkan tabung terhadap meja sediaan dan statif. Ini diperlukan waktu kita berusaha mempertajam penglihatan kita terhadap bayangan sediaan.

6



Sekrup makrometer kecil. Kegunaanya serupa dengan sekrup manometer, hanya gerakannya lebih halus. Ini baru digunakan kalau lensa obyektif sudah sangat dekat pada kaca sediaan sehingga bayangan kabur sediaan sudah dapat terlihat pada lensa okuler. Kedua sekrup tersebut dilengkapi dengan skala untuk secara kasar dapat dipakai untuk mengukur tebal sediaan.

1.2 KOMPONEN OPTIK Ini tersusun oleh : a. Kondensor Daya urai mikroskop diantaranya diatur oleh sudut pembuka obyektif. Untuk memperoleh hasil optimal, sinar yang menembus sediaan harus jatuh dengan sudut pembukaan obyektif. Kondensor digunakan untuk mencapai hasil ini. Kita mengenal berbagai kondensor. Nilai kondensor ditentukan oleh ``Numerical Aperture`` atau NA dan koreksi optiknya. Kondensor yang dipaki di sini mempunyai NA sebesar 1,2. Di bawah kondensor ada diafragma. Ini dipaki untuk mengatur intensitas cahaya yang datang dari bawah. Di bawah diafragma ada cincin berupa cahaya kuat dari sumber buatan. b. Lensa Obyektif Lensa ini tersusun oleh berbagai macam lensa dengan berbagai macam kekuatan, disesuaikan dengan panjang tubus dan tebal kaca sediaan. Lensa obyektif sebagai komponen revolver merupakan lensa pertama yang memperbesar gambar sediaan. Bayangan yang telah diperbesar dan ``jatuh dalam tabung`` akan diperbesar lagi kelak oleh lensa okuler. c. Lensa Okuler

7

Lensa ini ditempatkan pada ujung atas tabung. Lensa ini juga berbagai jenis. Tugasnya ialah memperbesar bayangan yang telah diperbesar oleh lensa obyektif. Lensa okuler sederhana ialah lensa Huygens, terdiri atas lensa plankonveks. Lensa di bawah dinamakan lensa kolektif dan lensa dekat mata disenut lensa mata. Diantaranya ada diafragma yang dapat dilengkapi dengan petunjuk.

II. CARA MENGGUNAKAN MIKROSKOP Setelah Anda mencari tempat kerja dan duduk sesuai :

8

1. Periksa atau sediakan sumber cahaya yang baik. Jika sumber cahaya bukan matahari gunakan filter biru. 1

2

3

4

5

1

7 8 9

6

1

KETERANGAN : 1. OKULER LENS

6. PENGATUR DIAFRAGMA

9

2. TUBUS

7. PENGGESER SEDIAAN

3. OBJEKTIF LENS

8. SEKRUP MAKROMETER

4. MEJA SEDIAAN

9. SEKRUP MIKROMETER

5. SAKLAR

10. LAMP 11. SEKRUP PENGGESER DIAFRAGM

2. Kedudukan mikroskop •

Tempatkan di tempat yang cukup dapat menangkap sinar



Sesuaikan kedudukan mikroskop dengan prasarat : -

Anda supaya dapat bekerja dengan enak, tidak lekas capai

-

Meja sediaan dan tabung tidak boleh condong jika Anda memeriksa sediaan basah atau memakai minyak emersi.

3. Pengaturan sinar -

Lensa okuler dilepas dari tempat kedudukannya.

-

Atur kedudukan cermin dengan memutar pada sumbunya dan pilihlah jenis

permukaan cermin, datar atau cekung sesuai dengan jenis

sumber cahaya yang dipakai. -

Perhatikan apakah ada kotoran yang mengganggu.

-

Usaha baru dihentikan kalau lapangan pandangan sudah tampak terang merata.

4. Memasang kaca sediaan Letakkan kaca sediaan pada meja sediaan sehingga : a. Kaca penutup sediaan terletak disebelah atas b. Letak sediaan di atas lubang meja sediaan c. Kaca sediaan dijepit. 5. Ketajaman bayangan : ``Mulailah dengan pembesaran lemah`` a. Pasanglah lensa okuler b. Dengan memutar sekrup makrometer pada statif serta mengamati berhati-hati dari samping, usahakanlah lensa obyektif mendekat kaca sediaan sedekat-dekatnya dan jangan sampai lensa obyektif menekan kaca penutup sediaan.

10

c. Sambil melihat melalui lensa okuler dan memutar sekrup mikrometer, usahakanlah supaya bayangan sediaan yang telah tampak kabur menjadi tajam. 6. Pemakaian kondensor dan diafragma a. Kondensor digunakan kalau dipakai sinar buatan dan pada pembesaran kuat, kondensor dapat dinaikkan atau diturunkan sehingga ukuran luas lapangan penglihatan dapat diatur. b. Diafragma

digunakan

untuk

mengatur

intensitas

sinar,

pada

pembesaran lemah diafragma dikecilkan dan kondensor diturunkan. 7. Setelah latihan selesai a. Pada pemakaian minyak emersi, bersihkanlah dengan kertas halus yang dilembabi dengan xylol. b. Kembalikan dan atur kaca sediaan pada tempat semula setelah diteliti apakah ada yang rusak atau pecah. c. Kembalikan mikroskop pada kedudukan semula dan periksalah apakah ada kerusakan. d. Laporkan pada staf pembimbing yang sedang bertugas dalam laboratorium dengan rasa tanggung jawab semestinya.

III. CARA PENGAMBILAN SAMPEL

11

A. PEMERIKSAAN SAMPEL TANAH TERHADAP ADANYA KONTAMINASI TELUR CACING PARASIT USUS TEKNIK

PENGAPUNGAN

METODE

COLDWELL

DAN

CADWELL MODIFIKASI MISBAR DAN PURNOMO (Rampen, 1986) Dasar teorinya : NaOH 0,4% untuk pengendapan NaCl jenuh untuk pengapungan Aquadest untuk pencucian Cara Kerja a) Mengambil tanah (+/- 5 gr) kemudian dimasukkan ke dalam tabung piala (Erlenmeyer) b) Menambahkan NaOH 0,4% 40 cc c) Mengocok larutan dengan kuat d) Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit e) Cairan supernatan dibuang dan menyisakan endapannya f) Mencuci endapan dengan 40 cc aquadest sebanyak 2 kali dan didiamkan selama 15 menit.Pencucian 2 kali ini bertujuan untuk menghilangkan NaOHnya g) Setelah pencucian tersebut, kemudian menambahkan larutan NaCl jenuh 50 cc ke dalam endapan yang ada h) Larutan tersebut dikocok-kocok kemudian dituangkan ke dalam 3 tabung reaksi pendek hingga penuh dan didiamkan selama 15 menit i) Kaca penutup ditempelkan diatasnya dan dikatupkan di atas kaca benda (seperti metode apung) j) Memeriksa

dibawah

mikroskop

cahaya

dimulai

dengan

pembesaran lemah terlebih dahulu

12

B. PEMERIKSAAN

SAMPEL

SAYURAN

TERHADAP

KONTAMINASI TELUR CACING PARASIT USUS a) Merendam sayuran ke dalam cairan NaOH 0,2% sebanyak satu liter dalam beker glass 1000 mL selama 30 menit b) Sayuran dikeluarkan lembar demi lembar dari dalam larutan c) Menyaring air rendaman kemudian dimasukkan ke dalam beker glass lain dan didiamkan selama kurang lebih satu jam d) Air yang ada dipermukaan beker glass dibuang , air bagian bawah beker glass beserta endapannya diambil dengan volume 10-15 mL menggunakan pipet,dimasukkan ke dalam tabung ependorf e) Air endapan disentriguasi dengan kecepatan 1500 putaran per menit selama 5 menit f) Air pada bagian atas ependorf dibuang, endapan diambil menggunkan pipet Pasteur dan teteskan diatas kaca benda yang sebelumnya telah diberi lugol g) kaca benda ditutup dengan kaca penutup kemudian diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x h) Sisa endapan dapat ditambahkan NaCl jenuh hingga penuh ke dalam sisa endapan, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 15 menit •

Pada prinsipnya metode pemeriksaan sayuran dengan pencucian NaOH 0,4% seperti metode pemeriksaan tanah juga 

Dapat hanya sampai pencucian dengan NaOH 0,4% yang kemudian disentrifugasi dan supernatan dibuang

untuk

diperiksa endapannya 

Dapat juga endapan yang ada dilanjutkan dicuci dengan aquadest kemudian diapung dengan NaCl jenuh seperti pada pemeriksaan tanah berikut.

13

IV. TEKNIK-TEKNIK

PEMERIKSAAN

LABORATORIS

BEBERAPA PENYAKIT PARASIT A. TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING PARASIT Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja, ada dua macam cara pemeriksaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. A.1.PEMERIKSAAN KUALITATIF a. Pemeriksaan secara natif ( direct slide ) Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi yang berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaan eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran-kotoran di sekitarnya. Cara Kerja : 1. Pada gelas objek yang bersih diteteskan 1-2 tetes NaCl fisiologis atau eosin 2%. 2. Dengan sebuah lidi, diambil sedikit tinja dan ditaruh pada larutan tersebut. 3. Dengan lidi tadi, kita ratakan/larutkan, kemudiaan ditutup dengan gelas benda/cover glass. ( Gambar 1)

14

MIKROSKOPIK KUALITATIF METODA LANGSUNG (DIRECT SLIDE) Taruh tinja pada larutan di atas gelas objek

Ratakan dengan lidi

1-2 tetes NaCl 0,9% atau eosin 2%

LIHAT DI BAWAH MIKROSKOP

Tutup dengan cover glass

Gambar 1 b. Pemeriksaan dengan metode apung ( Flotation Methode ) Pada metode ini dipakai larutan NaCl jenuh atau larutan gula jenuh dan terutama dipakai untuk pemeriksaan faeces yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis (BJ) telur uyang lebih ringan daripada BJ larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung di permukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistosoma, Dibothriocephalus, telur yang

berpori-pori

dari

famili

Tainidae,

telur-telur

Acanthocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.

15

b.1. Tanpa disentrifugasi 10 gram tinja dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%), kemudian diaduk sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa disaring terlebih dahulu dengan penyaring teh. Selanjutnya ada 2 cara : * Didiamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan ose diambil larutan permukaan dan ditaruh di atas gelas objek. Kemudian ditutup dengan gelas penutup/cover glass. Periksa di bawah mikroskop. ( Gambar 2 ) * Tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan tabung. Diamkan selama 5-10 menit. Letakkan/tutupkan gelas objek dan segera angkat. Selanjutnya letakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara gelas preparat dan gelas penutup. Kemudian diperuiksa di bawah mikroskop. Gambar 2

MIKROSKOPIK KUALITATIF

METODA APUNG (FLOATATION METHOD) TANPA DISENTRIFUSI Ose

Tutup cover glass Gelas pengaduk 20 menit

Ambil dengan ose taruh di atas objek glas

NaCl jenuh/ gula jenuh

Tinja

10 gr. tinja + 200 cc NaCl jenuh

16

b.2. Dengan disentrifugasi -

Campurkan tinja dan NaCl jenuh seperti di atas kemudian disaring dengan penyaring teh dan dituangkan dalam tabung sentrifugasi.

-

Tabung tersebut diputar pada alat sentrifugasi selama 5 menit dengan putaran 100 x per menit.

-

Dengan ose atau cover glass, diambil larutan bagian permukaan dan ditaruh pada gelas objek, ditutup dengan gelas penutup, kemudian diperiksa di bawah mikroskop. ( Gambar 3 )

MIKROSKOPIK KUALITATIF

METODA APUNG (FLOATATION METHOD) DENGAN DISENTRIFUSI

Gelas pengaduk

Saring Sentrifusi 100 x/mnt 5 menit

Tinja

NaCl jenuh/ gula jenuh 10 gr. tinja + 200 cc NaCl jenuh

17

Gambar 3 c. Metode selotip ( Cellotape Methode ) Metode ini dilakukan untuk pemeriksaan telur E. vermicularis. Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari sebelum anak kontak dengan air, anak yang diperiksa berumur 1 – 10 tahun. Cara melakukan pemeriksaan dengan menggunakan plester plastik yang tipis dan bening, dipotong dengan ukuran 2 x 1,5 cm. Plester tersebut ditempelkan pada permukaan lubang anus lalu ditekan dengan ujung jari. Kemudian plester dilepas perlahan-lahan dan langsung ditempelkan pada permukaan objek gelas untuk kemudian dilihat ada atau tidak adanya telur yang melekat pada plester tersebut dan dilihat di bawah mikroskop. Jika tidak terlihat telur berarti negatif, sedangkan yang ditemukan telurnya dikelompokkan kedalam 4 kelompok yaitu positif 1 sampai dengan positif 4. Pengelompokkan tersebut berdasarkan jumlah telur yang terlihat dalam satu lapang pandangan dalam mikroskop yaitu : * Terdapat 1 – 5 telur berarti

+

* Terdapat 6 – 10 telur berarti

++

* Terdapat 11 – 20 telur berarti

+++

* Terdapat > 20 telur berarti

++++

Setelah diketahui jumlah sampel dan jumlah yang positif, kemudian dapat dihitung prosentase anak yang terinfeksi E. vermicularis. Preparat yang positif dikumpulkan, untuk kemudian dibuat suatu preparat permanen, dengan cara plester yang terdapat telur digunting kemudian diberi glycerin jelly 1 tetes, ditempelkan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass, didiamkan beberapa hari sampai kering, setelah kering di atas cover glass diberi

18

Canada balsem, ditutup kembali dengan coverglass yang kebih besar kemudian didiamkan kembali sampai kering, sehingga diperoleh suetu preparat permanen. ( Gambar 4 )

MIKROSKOPIK KUALITATIF

METODA SELOTIP (CELLOTAPE METHOD)

Gambar 4 d. Metode Konsentrasi ( Gambar 5 ) Metode ini praktis dan sederhana untuk pemeriksaan telur pada tinja, dengan cara sebagai berikut : 1. Kira-kira 1 gr tinja dimasukkan kedalam tabung reaksi, diberi akuadest diaduk sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi dan disentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. 2. Larutan dibuang, sedimennya diambil dengan pipet Pasteur, diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dengan cover glass dan lihat di bawah mikroskop.

19

3. Kalau ingin mendapat hasil yang baik, setelah disentrifusi sedimennya ditambah lagi akuadest, disaring disentrifusi lagi. Hal ini dapat dilakukan 2 sampai 3 kali.

MIKROSKOPIK KUALITATIF

METODA KONSENTRASI

Batang pengaduk

Larutan tinja dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi

Sentrifusi 3.000 x/mnt, 1 menit

Aquades

1 gr tinja Aduk sampai homogen

20

Gambar 5 e. Metode Sediaan Tebal (Cellophane Covered thick Smear Technic/Teknik Kato). Sebagai pegganti kaca tutup pada teknik a, digunakan sepotong selofan. Dengan teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan juga untuk pemeriksaan tinja secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup

jelas untuk

membuat diagnosis.

Bahan yang

diperlukan adalah : 1. Selophane sebesar 2,5 – 3 cm 2. Larutan untuk membuat selophane terdiri atas : a. 100 bagian akuades (atau 6% fenol) b. 100 bagian gliserin c. 1 bagian larutan hijau malachite 3% 3. Rendam selofan dalam larutan tersebut di atas sebelum dipakai selama > 24 jam. Teknik : 1. Ambil 20 – 50 mg tinja (sebesar kacang merah ) 2. Letakkan di atas kaca benda (kaca objek), diratakan 3. Tutup dengan selofan 4. Tekan selofan dengan kaca objek atau tutup botol karet supaya tinja menjadi rata sampai menyebar di bawah selofan. 5. Keringkan larutan yang berlebihan dengan kertas saring. 6. Biarkan sediaan yang sudah selesai dibuat selama 2030 menit 7. Periksa di bawah mokroskop. ( Gambar 6 )

21

MIKROSKOPIK KUALITATIF

TEKNIK SEDIAAN TEBAL (METODA KATO) Dimasukkan (direndam) Rendam > 24 jam 100 bag. Aquades/fenol 6% 100 bag. Glycerin 1 bag. Lar. Hijau malachit

Selofan dipotong 2,5 x 3 cm Selofan yang sudah direndam

Tinja 20-50 gr tinja

Gambar 6 f. Metode Sedimentasi Formol Ether ( RITCHIE ) Metode Formol Ether yang merupakan metode cukup baik bagi tinja yang diambil beberapa hari yang lalu, misalnya kiriman dari daerah yang jauh dari laboratorium. (Gambar 7) Alat-alat : 1. Pot plastik tempat tinja

22

2. Tabung sentrifusi 3. Tutup tabung sentrifusi 4. Pipet Pasteur panjang 5. Objek glass 6. Cover glass Tata cara : 1. Ambil tinja 0,5 ml dicampur 1-2 akuadest, kocok, tambahkan lagi 10 – 12 ml akuadest, kocok. 2. Saring dengan kain kasa, cairan filtrasi ditampung dalam tabung sentrifusi 15 ml. 3. Seimbangkan, putar selama 1 menit dengan putaran 1000 putaran permenit, kemudian cairan di atasnya dibuang. 4. Tambahkan pada endapan 1 ml formalin 1 % kocok, tambahkan lagi 8 ml formalin 10% biarkan selama 10 menit. 5. Tambahkan 3 ml ether, tabung ditutup kemudian dikocok sampai aduk betul (10-20 detik). 6. Putar selama 1-2 menit dengan putaran 2000 putaran permenit. 7. Hati-hati, ambil dengan pipet sampai perbatasan ether dengan formalin, kemudian buang cairan sisa. 8. Pindahkan 1 tetes sedimen pada kaca benda yang sebelumnya telah ditetesi 1 tetes larutan Iodin.

23

9. Kemudian tutup dengan kaca tutup, lihat di bawah mikroskop.

MIKROSKOPIK KUALITATIF

METODA SEDIMENTASI FORMOL ETHER

1 ml. Formalin 10% + Formalin 10% sampai volume 8 ml

3 ml. ether

0,5 ml. tinja

DIAMKAN (10 menit)

1-2 ml. aquades

(RITCHIE)

10-12 ml. KOCOK (15-20 detik) aquades SENTRIFUSI

2.000 rpm, 1-2 menit

KOCOK

KOCOK

SARING

SENTRIFUSI

1.000 rpm, 1 menit

Gambar 7 A.2. PEMERIKSAAN KUANTITATIF a. Metode Kato Katz ( Gambar 8 ) Alat dan bahan yang diperlukan : 1. Gelas benda 2. Selotip dengan tebal 40 µm ukuran 3 x 3 cm. 3. Kawat kasa dengan ukuran lubang tertentu dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm, 4. Karton yang tebal diberi lubang dengan volume tertentu, sehingga tinja yang dicetak dengan karton tersebut dapat diketahui beratnya (misalnya 30 mg). 5. Lidi dan kertas minyak.

24

6. Larutan Malachite green yang terdiri dari : 100 ml glycerin ditambah 100 ml akuadest ditambah 1 ml Malachite-green 3%. Cara kerja : 1. Sebelum pemakaian, pita selophane dimasukkan ke dalam larutan malachite green selama + 24 jam. 2. Di atas kertas minyak, ditaruh tinja sebesar sebutir kacang, selanjutnya di atas tinja tersebut ditumpangi dengan kawat saringan dan ditekan sehingga didapatkan material/tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas kawat penyaring. 3. Dengan ludi, ambil tinja yang sudah halus tersebut di atas kawat penyaring + 30 mg, dengan memakai cetakan karton yang berlubang, taruh di atas gelas preparat yang bersih. 4. Kemudian

ditutup

dengan

pita

selofan

dengan

meratakan tinja di seluruh permukaan pita selofan sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain. 5. Biarkan dalam temperatur kamar selama 30 – 60 menit supaya menjadi transparan. 6. Periksa seluruh permukaan dengan menghitung jumlah semua telur yang ditemukan dengan pembesaran lemah. Cara menghitung telur cacing secara kuantitatif Parasit A. lumbricoides T. trichiura Cacing tambang

Jumlah telur IIII IIII dst IIIIII......30

N

Rumus : Jumlah telur tiap gram tinja = 1000 x N = 1000 x 30 = 1000 telur/gr tinja 30 30

25

Anak-anak mengeluarkan tinja + 100 gram /hari, dewasa mengeluarkan tinja + 150

gram/hari.

Jadi,

misalnya, dalam 1 gram tinja mengandung 1000 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur. Untuk mengetahui berat/ringannya infeksi : Misal : N. Americanus betina tiap hari mengeluarkan telur 10.000 butir. Jadi, kalau didapat 150.000 telur, maka

jumlah

cacing

betina

dapat

diketahui

:

150.000/10.000 = 15 cacing betina Ada empat kriteria ( arwin Karyadi ) : 1. Infeksi sangat ringan

: 1- 9

(15-149 butir

telur) 2. Infeksi ringan

: 10-24

(150-375

butir

telur) 3. Infeksi sedang

: 25-49

(376-749 butir

: > 50

( > 750 butir

telur) 4. Infeksi berat telur )

MIKROSKOPIK KUANTITATIF

METODA KATO-KATZ MENYARING TINJA

MENCETAK TINJA Karton berlubang

TEKAN

MEMBUAT PREPARAT Gelas Tinja yang objek dicetak

Kawat kasa Kaca objek

Tinja (5 gr)

Selotip yang telah direndam

Tinja yang telah disaring TEKAN

Kawat kasa Tinja (5 gr)

Kertas minyak

Dicetak

DARI SAMPING

26

Gambar 8 b. Metode Stoll ( Gambar 9 ) Metode ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai pelarut tinja. Cara ini sangat baik dipergunakan untuk infeksi berat dan sedang, akan tetapi untuk infeksi ringan kurang baik.

MIKROSKOPIK KUANTITATIF

METODA STOLL

Tinja

!

6 0 m l 5 6 m l

6 0 m l 5 6 m l

6 0 m l 5 6 m l

B u tir G e la s

Larutan NaOH 0,1N

KOCOK

Diamkan 1 malam ATAU cukup 3-4 jam tapi dikocok lebih lama

METODA STOLL

Kocok dan ambil 0,15 ml 6 0 m l 5 6 m l

27

MIKROSKOPIK KUANTITATIF

METODA STOLL PENGHITUNGAN ❐ NaOH = 56 ml, tinja 4 ml ~ 4gr ❐ 4 gr tinja dalam 60 ml ❐ Atau 1 gr tinja dalam 15 ml ❐ Volume larutan tinja 0,15 ml ditemukan y telur ❐ Maka volume 15 ml ditemukan y x 100 (~ 1 gr tinja) ❐ RUMUS : Jumlah telur dalam 1 gram tinja = Jumlah telur yang terlihat (miroskopik) x 100

MIKROSKOPIK KUANTITATIF

METODA STOLL TINGKAT INFEKSI MENURUT JUMLAH TELUR DALAM TIAP GRAM TINJA DAN JUMLAH CACING INFEKSI OLEH

TINGKAT INFEKSI

JUMLAH TELUR PER-GRAM TINJA

JUMLAH CACING

A. lumbricoides

❐ RINGAN ❐ SEDANG ❐ BERAT

➙ Kurang 7.000 ➙ 7.000-35.000 ➙ lebih 35.000

➙ 5/kurang ➙ 6-25 ➙ lebih 25

A. duodenale

❐ RINGAN ❐ SEDANG ❐ BERAT

➙ Kurang 3.000 ➙ 3.000-10.000 ➙ lebih 10.000

➙ 20/kurang ➙ 21-100 ➙ lebih 100

N. americanus

❐ RINGAN ❐ SEDANG ❐ BERAT

➙ Kurang 2.000 ➙ 2.000-7.000 ➙ lebih 7.000

➙ 50/kurang ➙ 51-200 ➙ lebih 200

28

B. PEMERIKSAAN LARVA CACING PARASIT 2.1. Metode pembiakan larva menurut Baermann. Metode ini selain digunakan untuk mendiagnosis adanya infeksi cacing tambang juga untuk mengetahui adanya kontaminasi telur cacing tambang dalam tanah, yaitu dengan membiakan larva dari faeces penderita maupun larva-larva cacing tambang dalam tanah seperti A. duodenale dan N. americanus. Alat yang digunakan terdiri dari corong gelas, saringan kawat, selang karet dan klem yang disusun seperti gambar 10. Cara kerja : a. Tinja dikompulkan dan dicampur dengan pasir steril, dimasukkan ke dalam cawan petri dengan alas dari kain, kemudian diberi air sedikit dan ditaruh di dalam suatu ruangan beberapa hari sampai telur menetas ( untruk Ancylostoma dan Necator + 5-7 hari ). b. Kemudian campurkan tinja dan pasir steril tersebut dengan alasnya dari kain ditaryh ke dalam corong gelas yang di atasnya sudah diberi saringan kawat. c. Pasir disaring untuk mengeluarkan larva dari telur dengan dituangi air hangat sampai bagian bawah tinja dan pasir steril tersebut bersentuhan dengan permukaan air. d. Setelah 1-2 jam, klem dibuka dengan hati-hati, satu atau dua tetes airnya ditaruh pada gelas objek (atau cawan petri) untuk diperiksa di bawah mekroskop. Untuk meyakinkan hasilnya, diambil lagi tetes kedua dan diperiksa lagi. Selama pemeriksaan ini, kita harus berhati-hati jangan sampai tetesen tadi mengenai kulit kita. 2.2. Modifikasi Harada Mori (Gambar 11) Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing A. duodenale, N. americanus, Strongiloides stercoralis dan Trichostrongylus yang didapatkan dari faeces yang diperiksa.

29

Dengan teknik ini, telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama + 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan di dalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik. Alat dan bahan yang diperlukan 1. Tabung reaksi ukuran 18 x 180 mm atau 20 x 200 mm atau kantong plastik ukuran 30 x 200 mm. 2. Kertas saring ukuran 3 x 15 cm ( dapat juga memakai kertas koran ) 3. Lidi bambu 4. Akuadest steril 5. Rak tabung reaksi/tempat menggantung plastik 6. Pensil berwarna/spidol Cara kerja : 1. Tabung reaksi/plastik diisi akuadest steril + 5 ml 2. Dengan lidi bamb, tinja dioleskan pada kertas saring sampai mengisi sepertiga bagian tengahnya. 3. Kemudian

kertas

saringnya

dimasukkan

dalam

tabung

reaksi/plastik tersebut di atas. Cara memasukkan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan akuadest dan tinja jangan sampai tercelup akuadest. 4. Tulis nama penderita, tanggal penamaan, tempat penderita dan nama mahasiswa. Tabung ditutup plastik/dijepret. 5. Simpan pada suhu kamar selama + 3-7 hari.

30

Alas dari kain Saringan dari kawat Bahan tinja dan pasir Permukaan air Corong gelas Air hangat Standard Klem

Cawan petri Gambar 10 ( METODE BAERMANN )

Akuades Tinja Kertas saring Kantong plastik Dilipat

Gambar 11 ( MODIFIKASI HARADA MORI )

31

Cara menulis hasil pemeriksaan tinja terhadap adanya infeksi cacing parasit usus Metode

Kualitatif Natif Eosin

NaCl 0,9%

Kuntitatif Apung

Harada Mori

Kato Katz

Lugol

A. limbricoides T. trichiura E. vermicularis C. tambang

C. TEKNIK PEMERIKSAAN PROTOZOA PARASIT METODE PEMERIKSAAN PROTOZOA USUS 1. Pemeriksaan secara natif Metode ini dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan secara cepat. Untuk bentuk trofozoit dari amoeba dipergunakanlarutan eosin 2%, sedangkan untuk inti dan bentuk kista amoeba denganlarutan lugol (2% larutan iodium + 3% larutan iodkali ). Cara kerja : 1. Dengan sebuah lidi, kita ambil faeces sebesar biji kacanag polong, yang ditarus di atas objek glass yang bersih. 2. Bubuhi larutan NaCl fisiologis atau larutan eosin 2% tau lugol di atasnya. 3. Dengan lidi tadi, kita ratakan dahulu sebelum diberi gelas penutup. 4. Periksa di bawah mikroskop.

32

METODA PEMERIKSAAN PROTOZOA USUS Pemeriksaan secara natif Cara membuat preparat : 



◗ ◗

Dengan sebuah lidi, ambil tinja sebesar biji kacang polong, taruh di atas gelas obyek Bubuhi larutan NaCl physiologis/lugol/ larutan eosin 2% di atasnya

Dengan lidi tadi, ratakan dahulu sebelum diberi gelas penutup Periksa di bawah mikroskop Gambar 12

2. Modifikasi Metoda Mertiolat-Iod-Formalin (MIF) Zat yang dipergunakan : Larutan dasar (1) : –250 ml aquadest –200 ml tinctur of merthiolate –25 ml formaldehyde Larutan dasar (2) : –lugol 5 % (tidak boleh disimpan > 3 minggu) Kedua larutan disimpan dalam botol berwarna coklat

Kegunaan : Baik untuk diagnosa Ameba dan Giardia dalam tinja

33

Cara membuat preparat MIF larutan tinja

5 gr tinja

disaring

0,5 ml Larutan Dasar (2) tutup

Tabung setrifuge

ditutup + 7 ml eter+ kocok 40 C

dibuka Disetrifusi 1menit

5 ml Larutan Dasar (1)

Gambar 13 Ciri-ciri dari tinja yang mengandung amoeba ; a. Makroskopis -

Asam

-

Bau yang busuk ( foul smelling)

-

Lendir (mucus) lebih sedikit daripada disentri basiler dan tidak begitu lengket.

-

Darah mungkin didapat bersamaan dengan tinja yang padat.

-

Pada beberapa kasus terdapat pengusapan mukosa usus.

b. Mikroskopis -

Terdapat bakteri yang cukup banyak

-

E. Histolytica yang mengandung butir-butir darah merah yang terdapat dalam bentuk (susunan) rouleaux.

-

Kristal-kristal charcot leyden (kristal ini tidak spesifik untuk amoeba disentri karena terlihat pula pada parasitparasit lain, misalnya S. Stercoralis.

-

Nanah lebih sedikit daripada dalam disentri basiler tanpa adanya infeksi sekunder (makrofag dalam disentri basiler

34

menyerupai

E.

Histolytica

tetapi

nucleus

dan

pseudopodinya berbeda ) -

Kista-kista dalam carrier dan kasus-kasus yang ringan.

Tinja penderita disentri ameba, longgar, berisi lendir dan darah bercampur tinja, harus dibedakan dengan tinja disentri basiler

Gambar 14

Sumber : Color Atlas of Medicine and Parasitology. 1977. W. Peters & H.M. Gillers

35

V. TEKNIK PEMERIKSAAN BAKTERI M. tuberculosis  Cara Ziehl-Neelsen Larutan – larutan 1. Carbon-fucshin. Fuchsin basa 1 g; fenol kristal 5 g; alkohol 95% 10 ml; aquades ad 100 ml. fuchsin digerus dlm mortir dg alkohol; tambah fenol, kemudian tambah air sedikit-sedikit dg terus mengaduk, pindahkan cairan kedalam botol, biarkan 24 jam, saring 2. Alkohol asam. Asam hidrochlorida pekat 3 ml; alkohol 95% ad 100 ml 3. Metilen biru menurut Loeffler. Metilen biru 0,3 g; alkohol 95% 30 ml; larutan KOH 10% 0,1 ml; aquades 100 ml. metilen birus digerus dlm mortir dg alkool, pindahkan ke dlm sebuah botol, tambahkan larutan KOH kpd isi botol itu, kemudian pakailah isi botol untuk berkali-kali mencuci mortir, yg dimasukkan kembali ke dlm botol, biarkan 24 jam lalu saring Cara Kerja : 1. Buat preparat ulas sputum Objek glass dibersihkan dengan alcohol sampai tidak ada kotoran, kemudian dipanaskan di atas api Bunsen, oleskan sputum pada objek glass secara melingkar 2. Fiksasi preparat di atas api Bunsen 3. Teteskan karbol fuchsin pada preparat tadi dan kurang lebih selama 5 menit (jangan sampai cairan mendidih) 4. Cuci dengan air mengalir, dikeringanginkan 5. Genangi preparat dengan alcohol asam sampai warna merah hilang 6. Cuci dengan air mengalir, dikeringanginkan 7. Genangi dengan metilen biru, diamkan selama 10-30 detik 8. Cuci dengan air mengalir, dikeringanginkan 9. Preparat diamati di bawah mikroskop

36

GAMBAR BEBERAPA TELUR CACING DAN PROTOZOA USUS

Telur Enterobius vermicularis

Telur Ascaris lumbricoides

37

Telur cacing tambang

Albuminoid

Kitin

Vitellin

Telur A. lumbricoides fertil

38

Telur A. lumbricoides (infertil)

Telur A.lumbricoides

(decorticated)

Telur A.lumbricoides berembrio

Sumber : Atlas of Medical Parasitology. E. vermicularis PrayongTelur Radomyos, dkk.

(infektif)

39

Enterobius vermicularis

Telur Trichuris trichiura

40

Telur matang Telur Trichuris trichiura

vitelline Telur cacing tambang

E. histolytica yang diberi makan in vitro (kultur) dengan eritrosit, parasit telah menelan sejumlah besar eritrosit

Sumber : Atlas Parasitologi Kedokteran, Zaman P.. Alih Bahasa : Anwar C.; Mursal Y.

41

Trofozoit Entamoeba histolyitca

Sumber : Atlas of Medical Parasitology.Prayong Radomyos, dkk.

Inti

Vakuola glikogen Benda kromatoid

Prekista E.histolytica

42

BATANG KROMATOID

INTI

Kista Entamoeba histolyitca dengan pewarnaan iodine Sumber : Atlas of Medical Parasitology. Prayong Radomyos, dkk.

Kista inti-2, pewarnaan hematoksilin besi

Kista matang (inti-4), pewarnaan jodium

43

Related Documents


More Documents from ""