MAJELIS DAERAH AGAMA HINDU KAHARINGAN KABUPATEN MURUNG RAYA OM SWASTYATSU TABE SALAMAT LINGU NALATAI, SALAM SUJUD KARENDEM MALEMPANG HOTAMANG PUNGKANG JALIN TINGANG, TOKUJAN LAIN KALAH BULOU Yang kami sucikan dan kami muliakan para Basir atau rohaniawan yang ada hadir dalam kesempatan ini, serta umat Hindu Kaharingan yang berbahagia. Puji dan syukur patut kita haturkan ke hadapan Ranying Hatalla / Mohotara Lobata, Dilang Songumang Komeluh Mangut, karena kita telah diberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita bisa berkumpul di tempat keluarga besar Bapak MUMPUNG ini untuk melaksanakan persembahyangan Basarah dalam rangka Upacara Ritual Totoh Dalo yang diselenggarakan oleh Bapak MUMPUNG sekeluarga ini. Bapak/Ibu, Saudara/Saudari umat Hindu Kaharingan yang berbahagia dan dikasihi oleh Tuhan Ranying Hatalla Langit. Sebagaimana yang telah kita dengarkan bersama tadi yang dibacakan oleh Mantir Basarah bahwa yang menjadi bahan renungan kita dalam kesempatan persembahyangan Basarah kali ini diambil dari Kitab Suci Panaturan Pasal 33 Pelaksanaan Tiwah Suntu; Ayat 1 s/d 6. Pasal 33 Pelaksanaan Tiwah Suntu dalam Kitab Suci Panaturan yang menjadi bahan renungan kita bersama dalam kesempatan ini tentu ada kaitannya dengan pelaksanaan upacara ritual agama Hindu Kaharingan yang dilaksanakan oleh Bapak MUMPUNG sekeluarga yang kita saksikan bersama saat ini. Pertama yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan ini adalah bahwa Tiwah atau Totoh Dalo bukan upacara adat. Tiwah atau Totoh Dalo adalah upacara ritual keagamaan Hindu Kaharingan yang di dalamnya terdapat unsur adat istiadat dan juga budaya setempat. Mengapa saya menyampaikan hal ini, karena masih banyak dari kita yang keliru dan beranggapan bahwa upacara ini adalah upacara adat. Kalau dikatakan upacara adat berarti semua agama bisa melaksanakannya. Dasarnya apa sehingga saya berani mengatakan bahwa Tiwah/Totoh Dalo adalah upacara ritual keagamaan Hindu Kaharingan? Dasarnya jelas yaitu ajaran Ranying Hatalla / Mohotara yang tertuang dalam Kitab Suci Agama Hindu Kaharingan (Kitab Suci Panaturan) terutama pada Pasal 33 Malalus Tiwah Suntu yang menjadi bahan renungan kita pada kesempatan ini. Bapak/Ibu, Saudara/Saudari umat Hindu Kaharingan yang berbahagia Saya bacakan kembali yang menjadi bahan renungan kita yaitu dalam Kitab Suci Panaturan Pasal 33 Pelaksanaan Tiwah Suntu;
Ayat 1 : Setelah Ranying Hatalla berfirman tentang tatacara Upacara Tiwah, di hadapan semua anak-cucu Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut; Ranying Hatalla menyuruh mereka melaksanakan Tiwah Suntu Raja Tantaulang Bulau, Hiang Tantuenyet Nyaring. Ayat 2 : Mereka semua di Lewu Bukit Batu Nindan Tarung, langsung mempersiapkan alat-alat upacara Tiwah selengkapnya sehingga tidak ada satupun yang tertinggal, sesuai dengan apa yang telah difirmankan Ranying Hatalla kepada mereka. Dari ayat 1 dan 2 ini kita sudah jelas mendengarkan bahwa Tiwah/Totoh Dalo itu adalah ajaran Ranying Hatalla / Mohotara yang menjadi suatu kewajiban bagi umat Hindu Kaharingan untuk melaksanakannya. Tujuannya untuk apa? Mengapa kita umat Hindu Kaharingan wajib untuk melaksanakan Tiwah atau Totoh Dalo? Tiwah atau Totoh Dalo adalah upacara ritual keagamaan untuk mensucikan dan mengantarkan roh orang yang ditiwahkan ke Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Isen Kamalesu Uhat atau dalam bahasa kita yaitu Batang Tala Bulan atau sorga. Kalau menggunakan istilah kita disini yaitu Pokitah Lio hia Batang Tala Bulan. Selain untuk mensucikan roh yang ditiwahkan, Tiwah atau Totoh Dalo juga bertujuan untuk melepaskan sial pantangan hidup dari kematian bagi keluarga yang masih hidup. Ayat 3 : Peralatan Upacara Tiwah itu sudah lengkap semua, mulailah mereka mendirikan Balai Nyahu, mendirikan Sangkairaya, mendirikan Pantar Sangalang, Tetat Manamun, mendirikan Pandung Nyahu dan beberapa peralatan Upacara lainnya. Dalam ayat ini disebutkan beberapa sarana dan prasarana upacara ritual yang juga pada hari ini bisa kita saksikan di tempat pelaksanaan upacara ritual Totoh Dalo keluarga besar Bapak MUMPUNG ini ada sarana dan prasarana yang disebutkan tadi, diantaranya ada Pandung Nyahu (Pandung), Pantar Sangalang (Torah) dan banyak lagi yang lainnya. Sarana dan prasarana upacara ini memiliki kisah atau asal usul masing-masing yang tentunya tidak dapat kita uraikan dalam waktu yang singkat. Saya hanya ingin sampaikan bahwa semua sarana dan prasarana upacara yang terlihat dalam sebuah pelaksanaan upacara ritual keagamaan Hindu Kaharingan adalah simbol-simbol dan sekaligus persembahan kepada Tuhan beserta manifestasi-Nya. Bapak/Ibu, Saudara/Saudari umat Hindu Kaharingan yang berbahagia dan dikasihi oleh Tuhan Ranying Hatalla Langit. Tidak lengkap rasanya kalau tadi hanya kita dengar sampai ayat 6, maka oleh karena itu saya ingin bacakan ayat 11 sebagai berikut: Ayat 11 : Setelah Upacara Tiwah Suntu sudah selesai, mereka melakukan pantangan; Tidak boleh memakan makanan sebagaimana yang sudah difirmankan Ranying Hatalla kepada mereka, agar berkat limpah kasih sayang Ranying Hatalla semuanya terjadi di dalam kehdidupan mereka. Mengapa saya perlu bacakan ayat 11, karena ini merupakan salah satu bagian penting dari pelaksanaan upacara ritual Tiwah atau Totoh Dalo. Setelah seluruh rangkaian upacara ritual Totoh Dalo ini selesai dilaksanakan nanti pasti ada pali/pantangan yang dijalankan. Biasanya ada pali/pantangan makanan yang tidak boleh kita makan selama
beberapa hari. Hal ini sesuai dengan ayat 11 tujuannya untuk mendapatkan limpahan kasih sayang dan berkat dari Ranying Hatalla dalam kehidupan kita. Kalau dilanggar adakah akibatnya? Tentu saja ada. Tapi kadang-kadang disadari setelah terjadi baru dikatakan akibat melanggar pali/pantangan. Dalam kesempatan yang baik ini, kita doakan semoga keluarga besar Bapak MUMPUNG setelah melaksanakan upacara ritual Totoh Dalo ini diberikan rejeki yang berlimpah oleh Ranying Hatalla serta kehidupan yang aman, tentram dan bahagia selama-lamanya. Bapak/Ibu, Saudara/Saudari umat Hindu Kaharingan yang berbahagia dan dikasihi oleh Tuhan Ranying Hatalla Langit. Saya ingin menekankan beberapa hal terkait dengan Pasal 33 Kitab Suci Panaturan yang kita jadikan sebagai bahan renungan bersama pada kesempatan ini. Tiwah atau Totoh Dalo adalah upacara ritual kematian tingkat akhir yang wajib dilaksanakan oleh kita umat Hindu Kaharingan untuk mengantarkan roh / nucu lio ke Lewu Tatau / Batang Tala Bulan. Kalau tidak mampu melaksanakan seorang diri, bisa dilaksanakan gabungan beberapa keluarga (massal). Dalam melaksanakan upacara ritual keagamaan terutama Tiwah atau Totoh Dalo, laksanakan semua tahapan-tahapannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku turun temurun dan laksanakan dengan niat yang tulus ikhlas. Mentaati pali/pantangan yang diwajibkan baik selama pelaksanaan ritual maupun setelah pelaksanaan ritual selesai. Kalau dilanggar bisa berakibat fatal, ada istilah kita bisa “Tonosah Pali”. Demikian yang bisa saya sampaikan, saya menyadari bahwa apa yang saya sampaikan penuh dengan kekurangan bahkan mungkin kesalahan, untuk itu saya mohon maaf. Semoga kita semua yang hadir dan juga saudara-saudari kita yang belum sempat hadir dalam persembahyangan Basarah ini senantiasa mendapatkan berkat dan perlindungan dari Ranying Hatalla Langit / Mohotara. OM SANTI, SANTI, SANTI, OM SAHIY Disajikan oleh; MAJELIS DAERAH AGAMA HINDU KAHARINGAN KABUPATEN MURUNG RAYA
SUKAYA KETUA