Opini-memberdayakan Komite Sekolah

  • Uploaded by: Ani Christina
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Opini-memberdayakan Komite Sekolah as PDF for free.

More details

  • Words: 979
  • Pages: 3
Memberdayakan Komite Sekolah Oleh : Ani Christina Guru SMA Al Hikmah Surabaya Surabaya, 25 Desember 2006 Tulisan ‘Guru, Sahabat Menghidupkan Akhlak Siswa’ yang dimuat Metropolis pada tanggal 14 Desember 2006 begitu menarik perhatian penulis. Opini yang ditulis oleh saudara Hamdiyatur Rohmah tersebut menceritakan tentang bagaimana seorang guru memiliki peran dalam membangun karakter siswa melalui interaksi mereka, terutama di luar kelas. Beliau juga menyampaikan tentang kerja sama untuk mengikuti perkembangan anak harus berjalan dari tiga arah, yakni guru, anak, dan orang tua. Guru berperan sebagai pemerhati di sekolah, anak menjadi seseorang yang dipercaya, dan orang tua menjadi tempat curahan hati di rumah. Tulisan ini berusaha menyambung pimikiran beliau dengan menambahkan sisi lain pendidikan, selain kekuatan guru dalam membangun akhlak, yaitu beberapa pengalaman di sekolah kami tentang kerja sama sekolah dengan orangtua. Kita harus mengakui bahwa poros pendidikan, terutama penanaman sikap atau akhlak yang dahulu terpusat di keluarga atau lingkungan rumah telah bergeser ke sekolah sebagai institusi formal pendidikan yang sangat diakui. Ketika orangtua mengambil keputusan untuk menyekolahkan anaknya, saat itulah orangtua memberikan kepercayaan kepada sekolah untuk mendidik anaknya. Apalagi, saat ini banyak sekolah yang tidak hanya menjanjikan pendidikan agar anak memiliki prestasi akademis yang baik tetapi juga ‘berani’ menawarkan pendidikan akhlak. Maka orangtua semakin merasa aman dan nyaman untuk menyerahkan segala urursan pendidikan anak kepada sekolah. Sebuah tulisan dari Agus Wahyudi, seorang guru SMAN 1 Purwokerto (2006) pernah menyatakan bahwa situasi persekolahan seperti sekarang ini kiranya telah begeser dari khitahnya. Menurut sejarah, sekolah berasal dari bahasa Latin skole, scola, atau scolae, yang berarti ‘waktu luang’ atau ‘waktu senggang’. Artinya sekolah adalah ‘waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar’. Saat ini, sekolah yang diharapkan menjadi tempat sosialisasi dan perangkat kurikulum yang diharapkan menjadi sarana anak-anak untuk mempelajari nilai-nilai kehidupan justru membelenggu dan mencabut dunia anak-anak karena begitu padatnya kurikulum pendidikan. Kita semua mengenal keluarga sebagai masyarakat terkecil di dunia ini, di mana setiap manusia belajar segala sesuatu untuk pertama kalinya. Sesungguhnya, pendidik pertama dan paling utama bagi anakanak, khususnya masalah sikap dan akhlak adalah orangtua mereka.

Sekolah sebagai institusi formal boleh saja mencoba untuk memfasilitasi pembelajaran akhlak tetapi kunci ketercapaian pendidikan akhlak tetap berada di dalam keluarga. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan berbeda antara di rumah dan di sekolah akan menjadi anak yang bingung, misalnya sekolah mewajibkan pemakaian kerudung sedangkan orangtua tidak melakukan hal yang sama, maka anak menjadi kebingungan akan nilai menutup aurat. Anak yang mendapat pendidikan akhlak di sekolah tetapi kurang mendapatkan perhatian di rumah juga akan cenderung menjadi pribadi yang labil. Oleh karena itu, sekolah yang menawarkan pendidikan akhlak mesti merancang kerja sama dengan orangtua sedemikian rupa agar program sekolah dapat berjalan beriringan dengan peran orangtua di rumah. Kerjasama sekolah dan orangtua bisa diwujudkan dalam rung lingkup yang luas. Pada umumnya, orangtua atau wali murid tergabung dalam wadah Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan yang sekarang dikenal dengan istilah Komite Sekolah. Komite Sekolah ini diharapkan memberikan peran yang berarti bagi sekolah. Sejauh ini, Komite Sekolah kami telah menyelenggarakan kegiatan seperti sarasehan pendidikan, kajian tematik, kajian agama, dan bahkan memprakarsai wisata ruhani dan pelatihan bagi siswa dan guru. Inilah kemungkinan bentuk pertama kerja sama orangtua dan sekolah dalam mendukung sistem pendidikan. Bentuk kedua yang mungkin bisa dilakukan adalah sistem komunikasi terbuka antara orangtua dan sekolah. Sekolah pernah kebingungan dalam menghadapi permasalahan anak dan kesulitan menghubungi orangtua karena kesibukan mereka. Kadangkala orangtua kurang memiliki perhatian untuk membangun komunikasi dengan sekolah, seperti tampak dalam ketidakhadiran dalam pertemuan wali murid. Padahal dengan pertemuan ini, sekolah berusaha melakukan sosialisasi sistem pendidikan dan berbagai macam kebijakan sekolah agar dipahami orangtua dan menggali masukan dari mereka. Beberapa orangtua masih merasa risih atau enggan diundang ke sekolah secara pribadi karena mempersepsikan undangan sebagai konsekuensi anaknya bermasalah atau melakukan pelanggaran aturan sekolah, padahal belum tentu seperti itu. Komunikasi yang efektif bisa dilakukan jika sekolah memberikan kesempatan komunikasi dan pelayanan diskusi yang nyaman dan orangtua memiliki persepsi positif serta keterbukaan berdiskusi dengan sekolah. Undangan sekolah akan lebih baik dipersepsikan sebagai bentuk layanan komunikasi dan kesempatan berdiskusi tentang langkah terbaik dalam mandampingi proses tumbuh kembang anak.

Kegiatan berikutnya yang akan sangat membantu kerja sama orangtua dan sekolah adalah kunjungan rumah. Sekolah kami secara bergiliran mengirimkan perwakilan guru untuk mengunjungi rumah wali murid. Penulis mengamati, saat ini sudah banyak sekolah yang melakukannya. Kegiatan ini pada dasarnya adalah silaturahmi untuk membangun kehangatan hubungan antara kedua pihak, ternyata proses ini mendatangkan manfaat yang lebih luas. Selama proses perbincangan di rumah wali murid, sekolah bisa mendapatkan gambaran pendidikan orangtua di rumah, meluruskan perbedaanperbedaan persepsi antara kedua pihak, menemukan data-data yang sangat berguna untuk mengembangkan program sekolah, sekaligus membangun komitmen tentang tindak lanjut kegiatan ke depan baik oleh orangua di rumah maupun oleh guru di sekolah agar anak-anak berkembang lebih baik. Program lain yang baru-baru ini diselenggarakan sekolah adalah Parenting Skill Class. Dalam program ini, semua orangtua diundang ke sekolah secara bergiliran untuk mendapatkan pembelajaran tentang penerapan pola asuh orangtua pada anak-anaknya. Program ini bertujuan agar visi sekolah dan orangtua dalam mendidik anak sama. Parenting Skill Class merupakan layanan sekolah untuk wali murid yang diharapkan bisa memberi bekal dalam mendampingi tumbuh kembang anak dengan baik. Acara ini dipandu oleh instruktur berpengalaman dengan kemasan yang menarik, mulai dari ceramah, diskusi, berbagai pengalaman, permainan, nonton film, dan kisah-kisah kontemplatif. Wali murid merasakan banyak manfaat dari kegiatan ini. Beberapa program yang penulis sampaikan tentunya masih perlu dikembangkan terus. Namun sebagai catatan, sekolah harus merancang program-program ini dengan terencana, terkoordinasi, dan terevaluasi dengan baik serta melaksanakannya secara berkelanjutan. Seberapa pun baiknya program yang dirancang sekolah, kekuatan motivasi dari wali murid tetap menjadi kunci utama suksesnya kerja sama antara sekolah dan orangtua. Orangtua yang memiliki komitmen kuat atas kerja sama ini dan memiliki komunikasi yang baik dengan sekolah, insya Allah akan mendapati anak-anaknya tumbuh dengan baik dan mencapai prestasi yang diharapkan. Orangtua yang kurang peduli akan kerja sama ini dan menyerahkan seluruh tanggung jawab pendidikan pada sekolah, perlu merenung tentang kemungkinan mereka akan mendapati anak-anaknya tumbuh tidak sesuai dengan harapan mereka.

Related Documents

Komite Sekolah
June 2020 23
Komite
April 2020 36
Komite Etik.docx
April 2020 30
Sekolah
May 2020 39

More Documents from ""