NYERI DAN MANAJEMEN NYERI A. Defenisi Nyeri adalah mekanisme perlindungan,yang menyebabkan seseorang menarik diri dari atau menghindari sumber nyeri dan mencari bantuan atau terapi (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2011).
International Society for the Study of Pain mendefenisikan nyeri sebagai “suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau digambarkan sebagai kerusakan sendiri.
B. Faktor yang berperan pada nyeri dan ketidaknyamanan pada pasien kritis 1. Fisik o Gejala sakit kritis (mis : angina,iskemia,dispnea) o Luka : pascatrauma,pascaoperatif,atau pascaprosedur o Gangguan dan deprivasi tidur o Imobilisasi,ketidakmampuan untuk berpindah ke posisi yang nyaman Karena terpasang slang,monitor atau retrain o Suhu ysng ekstrem terkait dengan sakit kritis dan lingkungan :demam,hipotermia 2. Psikososial o Kecemasan dan depresi o Hambatan komunikasi ,ketidakmampuan untuk melaporkan dan mengambarkan nyeri o Takut akan nyeri,ketidakmampuan,atau kematian o Perpisahan dari keluarga atau orang terdekat lainnya
o Kebosanan atau kurangnya distraksi yang menyenangkan 3. Lingkungan atau rutinitas Unit Perawatan Intensif o Kebisingan terus-menerus dari peralatan dan staf o Pola cahaya yang teru-menerus dan tidak alami o Terjaga dan manipulasi fisik setiap 1-2 jam untuk pengukuran tanda-tanda vital atau pengaturan posisi o Prosedur yang invasive dan menimbulkan nyeri yang dilakukan terus-menerus atau sering o Kompetisi prioritas perawatan (TTV tidak stabil,perdarahan,disritmia,ventilasi buruk ) dapat lebih dahulu ditangani daripada penatalaksanaan nyeri C. Manfaat Peredaan Nyeri yang Efektif 1. Kardiovaskuler Penurunan nadi,tekanan darah dan beban miokardium 2. Paru Peningkatan pernafasan dan oksigenasi ,penurunan insiden komplikasi paru 3. Saraf Penurunan kecemasan dan konfusi mental,peningkatan tidur 4. Gastrointestinal / nutrisi Peningkatan pengosongan lambung,peningkatan kesimbangan Nitrogen positif 5. Muskuloskletal Ambulasi dini,penurunan komplikasi imobilitas 6. Ekonomi
Pengurangan masa rawat inap,penurunan biaya,peningkatan kepuasan terhadap perawatan D. Penilaian Nyeri pada Pasien Kritis Karena nyeri bersifat subjektif,penilaian baku intesitas nyeri didasarkan atas pernyataan penderita yang bersangkutan (self-reported).Ketika pasien kritis tidak mampu memberitahu intensitas nyeri mereka,penilaian terhadap nyeri yang komperhensif membutuhkan
evaluasi
objektif
melalui
observasi
beberapa
indikator
nyeri.Bagaimanapun,tidak ada alat yang sempurna untuk mengevaluasi suatu rasa nyeri.Perubahan
variable
fisiolpgik
(sebagai
contoh
:denyut
jantung,tekanan
darah,kecepatan respirasi,keringat,ukuran pupil) sebagai respon terhadap aksi nosiseptif tidak spesifik di ICU dan dapat dipengaruhi secara luas obat-obatan.Karena itu telah dikembangkan skala nyeri non verbal untuk penderita penyakit kritis (Rakhman, 2016) 1.
The Behavioural Pain Scale (BPS) Skala ini menilai nyeri dari 3 komponen perilaku yaitu ekspresi wajah ,gerakan lengan atas dan kepatuhan terhadap ventilator.Setiap subskala di skoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4 (respon penuh).Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12
(nyeri maksimal).Skor
BPS sama dengan 6 atau lebih
dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain). Tabel 1. Behavioural Pain Scale (BPS) KATEGORI Ekspresi Wajah
DESKRIPSI
SKOR
Relaksasi,tenang
1
Sedikit mengerut (mengeryitkan kening)
2
Mengerut penuh (contoh :kelopak mata menutup)
3
Meringis / menyeringai
4
Ekstremitas Atas
2.
Tidak ada pergerakan
1
Sedikit menekuk
2
Menekuk penuh dengan fleksi pada jari
3
Retraksi permanen
4
Kompensasi dengan
Menurut ventilator
1
ventilator
Menurut ventilator,sekali-kali batuk
2
Melawan ventilator
3
Tidak dapat mengontrol ventilator
4
Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) memiliki 4 komponen :ekspresi wajah,pergerakan badan,tegangan otot,dan kepatuhan terhadap ventilator pada pasien yang diintubasi atau penilaian suara pada pasien yang terekstubasi. Tabel.2 Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) Indikator Ekspresi wajah
Kondisi
Skor
Keterangan
Rileks
0
Tidak ada ketegangan otot
Kaku
1
Mengerutkan
kening,mengangkat
alis, orbit menegang (misalnya membuka
mata
atau
menangis
selama prosedur nosiseptif) Meringis
2
Semua gerakan wajah sebelumnya ditambah kelopak mata tertutup rapat (pasien dapat
mengalami
mulut terbuka ,mengigit selang ETT) Gerakan tubuh
Tidak ada gerakan abnormal
0
Tidak bergerak (tidak kesakitan )atau posisi normal (tidak ada
gerakan lokalisasi nyeri) Lokalisasi nyeri
1
Gerakan
hati-hati
,menyentuh
lokasi nyeri ,mencari perhatian melalui gerakan Gelisah
2
Mencabut ETT ,mencoba untuk duduk
,tidak
perintah,mencoba
mengikuti keluar
dari
tempat tidur. Aktivitas alarm
Pasien kooperatif
ventilator mekanik
terhadap kerja
(pasien diintubasi)
ventilator mekanik Alarm aktif tapi mati
0
Alarm tidak berbunyi
1
Batuk,alarm berbunyi tapi berhenti
sendiri
secara spontan
Alarm selalu aktif
2
Alarm sering berbunyi
Berbicara jika
Berbicara dalam nada
0
Bicara dengan nada pelan
pasien diekstubasi
normal atau tidak ada suara
Ketegangan otot
Mendesah,mengerang 1
Mendesah,mengerang
Menangis
2
Menangis,berteriak
Tidak ada ketegangan
0
Tidak ada ketegangan otot
Tegang,kaku
1
Gerakan otot pasif
Sangat tegang atau
2
Gerakan sangat kuat
otot
kaku
Keterangan : 1. Skor 0
: tidak nyeri
2. Skor 1-2 : nyeri ringan 3. Skor 3-4 : nyeri sedang
4. Skor 5-6 : nyeri berat 5. Skor 7-8 : nyeri sangat berat
E. Pengkajian Nyeri Pengkajian nyeri sama pentingnya dengan metode terapi.Nyeri pasien harus dikaji pada interval teratur untuk menentukan keefektifan terapi,munculnya efek samping,kebutuhan penyesuaian dosis,atau kebutuhan akan dosis tambahan guna mengatasi nyeri akibat prosedur. F. Diagnosis Keperawatan Contoh diagnosis keperawatan yang yang ditegakan pada pasien kritis yang mengalami nyeri adalah : 1. Nyeri akut 2. Nyeri kronis 3. Ansietas 4. Ketidakberdayaan 5. Ketidakefektifen koping individu 6. Hambatan mobilitas fisik G. Intervensi keperawatan untuk nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri yang sistematik pada semua pasien yang sakit kritis 2. Kaji ulang akan dosis aman analgesik 3. Apabila pasien mengalami kondisi atau prosedur yang diperkirakan menimbulkan nyeri,dan laporan pasien tidak bisa diperoleh ,anggap nyeri itu ada dan atasi nyeri tersebut
4. Ingatlah bahwa pasien sakit kritis yang tidak sadar di bawah pengaruh obat bius,atau mendapatkan blokade neuromuskular sangat berisiko mengalami nyeri yang penanganannya tidak adekuat 5. Cegah nyeri dengan mengatasi terlebih dahulu 6. Apabila pasien sering atau mengalami nyeri yang kontinu,berikan analgesik melalui infus intravena (IV) kontinu atau 24 jam ,bukan sesuai kebutuhan (prn) 7. Intervensi Nonfarmakologis Kombinasi intervensi nonfarmakologis dan farmakologis terbukti mengendalikan nyeri dengan lebih baik.Pendekatan nonfarmakologis iyang mencakup intervensi seperti
modifikasi
lingkungan,distraksi,relaksasi,musik,sentuhan
terapeutik,dan
masase merupakan tantangan untuk dapat diberikan pada pasien kritis. 8. Intervensi Farmakologis Secara umum,metode analgesia yang ideal harus memungkinkankadar obat yang adekuat dalam serum tercapai dan dipertahankan dengan cepat dan mudah.Obatobatan harus dititrasi dengan berdasarkan respon pasien ,dan obat tersebut harus dieliminasi dengan cepat apabila analgesia tidak lagi dibutuhkan.Obat-obatan nyeri harus dititrasi sesuai dengan tujuan berikut :
Nilai nyeri yang dilaporkan pasien kurang dari tujuan penatalaksanaan nyeri yang telah ditentukan oleh pasien (mis,3 dari skala 1 sampai 10)
Respirasi yang adekuat dapat dipertahankan
1) Analgesik Nonopioid Pada
banyak
populasi
pasien,obat
anti
inflamasi
nonsteroid
(NSAIDs,nonsteroidal anti-inflamatory drugs) merupakan obat pilihan untuk
komponen nonopioid pada terapi analgesik : NSAIDs mengurangi nyeri dengan menghambat
sintesa
mediator
inflamatorik
(prostaglandin,histamin,dan
bradikinin) pada tempat cedera dan secara efektif meredakan nyeri tanpa menyebabkan sedasi,depresi pernafasan,atau masalah fungsi usus atau kandung kemih.Walaupun demikian,terdapat kontroversi apakah penggunaan obat-obat AINS
diinginkan pada populasi kritis seperti banyak AINS disuplai dalam
bentuk oral,yang tidak memadai untuk pasien sakit kritis yang asupan oralnya terbatas.Ketorolac tersedia dalam bentuk parenteral ,tapi dapat menyebabkan kerusakan ginjal apabila diberikan lebih dari 5 hari;oleh karena itu harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang menderita insufisiensi ginjal atau pasien yang sedang menjalani dialsis. Berikut ini adalah analgesik nonopioid yang biasa digunakan dalam perawatan kritis dan dosis yang dianjurkan Tabel.3 Obat-obatan Analgesik Nonopioid Obat Asetaminofen
Dosis Dewasa 325-650 mg setiap 4 jam
Dosis Pediatrik Umum 10-15 mg/kg setiap 4 jam
Keterangan Tersedia dalam bentuk cair,kerja anti inflamasinya kecil
Aspirin
325-650 mg setiap 4 jam
10-15 mg/kg setiap 4 jam Dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal atau perdarahan pascaoperatif
Selekoksib (Celebrex)
100-400 mg dua kali sehari
Ibuprofen (Motrin)
200-400 mg setiap 4-6 jam
Efek merugikannya lebih kecil dibandingkan dengan AINS lain,lebih mahal harganya 10 mg/kg setiap 6-8 jam Tersedia dalam bentuk cair
Indometasin (Indocin)
Ketorolac (Toradol)
25 mg setiap 8-12 jam
Tersedia dalam bentuk rektal dan IV ,tetapi insiden efek sampingnya tinggi
Permulaan: 30-60 mg Im atau 15-30 mg IV Kemudian:15-30 mg IM atau IV setiap 6 jam Ruamatan: 10 mg PO setiap 4-6 jam
Tersedia dalam bentuk parenteral ,batasi pemakaian sampai 5 hari,dikontraindikasikan pada insufisiensi ginjal
Naproksen (Naprosyn) 500 mg pada awalnya,kemudian 250 mg setiap 6-8 jam
5 mg/kg setiap 12 jam
Tersedia dalam bentuk cair
Semua dosis adalah dosis oral ,kecuali ada catatan lain
2) Analgesik Opioid Opioid meredakan nyeri karena berikatan dengan berbagai tempat reseptor dalam medulla spinalis,sistem saraf pusat (SSP),dan sistem saraf perifer (peripheral nervous system,PNS),sehingga merubah persepsi nyeri.
Efek samping Opoid menyebabkan efek sampimg yang tidak diharapkan seperti konstipasi,retensi urin,sedasi,depresi pernafasan,dan mual.Efek samping terkait opoid paling baik ditangani dengan cara berikut: -
Mengurangi dosis opoid Ini adalah strategi yang paling efektif karena ditujukan pada penyebab efek samping tersebut.Efek samping biasanya terlihat pada kadar obat dalam serum yang sangat tinggi.Penurunan dosis opioid dapat meredakan efek samping dengan tetap memberikan pereda nyeri yang efektif.
-
Menghindari pemberian dosis prn
Ketika opioid diberikan berdasarkan kebutuhan,terjadi fluktuasi kadar obat dalam serum,yang menyebabkan kecendrungan terjadinya sedasi dan depresi pernapasan yang lebih besar.Pemberian analgetik 24 jam,termasuk opioid,dianjurkan -
Menambahkan AINS ke dalam rencana penatalaksanaan nyeri Penggunaan AINS sebagai tambahan opioid dapat mengurangi kebutuhan opioid ,tetap memberikan pereda nyeri yang efektif ,dan mengurangi efek samping terkait opioid.
Antagonis Opioid Apabila terjadi depresi pernapasan serius ,Nalokson (Narcan),suatu antagonis opioid murnii yang membalik efek opioid ,dapat diberikan. Dosis Nalokson dititrasi hingga mencapai efeknya ;yang berarti membalik sedasi berlebihan dan depresi pernafasan ,bukan membalik analgesia. Nalokson harus diencerkan (0,4 mg dalam 10 ml salin)dan diberikan melalui IV secara perlahan. Tabel 4.Obat Analgesik Opoid Dosis Ekuianalgesik (mg)
Obat Morfin
Fentanil
Oral 30
IM/IV 10
0,1
Keterangan Dianggap standar emas perbandingan opioid.Tersedia dalam bentuk oral lepas-lama,sekali sehari,dan rektal
Peringatan Gunakan dengan hatihati pada kerusakan ventilasi.Tidak dianjurkan pada ketidakstabilan hemodinamik atau insufiensi ginjal.
Obat pilihan untuk awitan cepat analgesia pada pasien yang mengalami distress akut.Tersedia bentuk rektal dan transdermal
Pada bentuk transdermal-tertunda 12 sampai 24 jam untuk mencapai efek
puncak,dan demam meningkatkan dosis dan laju penyerapan Hidromorfon (Dilaudid)
7,5
1,5
Lebih paten dan durasinya sedikit lebih singkat dibandingkan morfin.Tersedia dalam bentuk rektal.
Meperidin (Demerol)
300
7,5
Tidak dianjurkan.Kerjanya sedikit lebih singkat dibandingkan morfin
Metabolit toksik terakumulasi ,yang menyebabkan eksitasi SPP
Metadon (Dolophine)
20
10
Potensi oral baik,waktu paruh panjang (24-36 jam)
Terakumulasi dengan dosis ulang ,yang menyebabkan sedasi berlebihan
Oksikodon
20-30
Digunakan untuk nyeri sedang apabila dikombinasikan dengan agens nonopioid (mis,Percocet).Sebagai entitas tunggal –bermanfaat untuk nyeri hebat
Pemberian dosis harus disesuaikan dengan pasien karena tingginya variabilitas farmokokinetik.
DAFTAR PUSTAKA Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. ., & Gallo, B. . (2011). Keperawatan Kritis :Pendekatan Asuhan Holistik.Vol1. (F. Ariani, Ed.) (8th ed.). jakarta: EGC. Rakhman, A. K. (2016). Studi Observasional Indikasi dan Tingkat Sedasi Pasien di Ruang Perawatan Intensif RSUD dr.Soetomo dengan menggunakan RASS Score.