Narasi Gebyak Bantengan Nuswantara Ii

  • Uploaded by: ANak WARung
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Narasi Gebyak Bantengan Nuswantara Ii as PDF for free.

More details

  • Words: 520
  • Pages: 2
NARASI GEBYAK BANTENGAN NUSWANTARA II – 2009

JAMAN FAJAR KEBUDAYAAN Jauh sebelum mengenal peradaban kebudayaan yang menyatakan tanda mapan, nenek moyang kita apabila hendak berburu binatang bantheng, melakukan upacara untuk mendapatkan kesaktian si Bantheng. Kemudian menuliskan gambar-ganbar binatang di gua-gua dan batu-batu sebagai tanda adanya “Fajar Kebudayaan”. Dikala upacara, diucapkanlah secara lisan mantra-mantra. Mantra-mantra tersebut adalah merupakan embrio karya sastra ritual, sehingga timbullah tradisi untuk memperoleh kekuatan ghaib yang digali dan dikembangkan secara alami. Dari budaya ini lahirlah karya sastra Mitos. Mitos adalah cerita-cerita kuno yang dituturkan dengan bahasa indah. Isinya dianggap bertuah, berguna bagi kehidupan lahir dan bathin. Ceritanya tentang kepahlawanan nenek moyang yang digelar secara simbolis. Mitos ini diikuti dan dilestarikan oleh pendukungnya pada generasi berikutnya. Karya Mitos misalnya : Wayang, Tari Srimpi Lima.

JAMAN KERAJAAN SINGHASARI Para Empu Relief candi jaman Singhasari menggambarkan cerita Tantri (kehidupan binatang), tentang kisah “sang ajak” (srigala) yang mengadu domba banthengan dan harimau. Hal inilah yang meng-ilhami para seniman membuat replica seni banthengan dan macanan. Ketika ilmu pengetahuan (khususnya dalam bidang kesusasteraan) semakin maju, jadilah karya sastra Fabel dan Tantri yang mengisahkan kehidupan binatang.

CERITA ASAL-USUL KEKUATAN DAN KESAKTIAN BANTHENGAN Dalam buku Serat Pustakaraja Purwa jilid I, karya R.Ng. Ranggawarsita ; hal. 111 menceritakan : Di masa Srawana tahun Chandra Sengkala 202, di Kerajaan Medhang Gora-Bali, ada anak bantheng yang dimakan harimau. Bantheng sakit hati dan datang menghadap pada Sri Maharaja Margapati yakni Sang Hyang Bayu untuk minta keadilan. Sri Maharaja berkata : “Jika anakmu dimakan harimau, kamu membalaslah makan anak harimau”. Sang bantheng menjawab bahwa dia tidak mau makan anak harimau, karena dia tidak memakan daging.

Sri Maharaja berkata lagi : “Ya sudah, kalau begiru kamu menerima saja, karena kamu tidak mau memakan anak harimau”. Lalu bantheng pergi dengan perasaan kecewa dan sakit hati. Suatu hari bantheng pergi ke Medhang Siwanda di Gunung Mahendra unntuk mengadu kepada Maharala Balya, beliau seorang Brahmana Raja Bahlika. Disitu bantheng mendapat kekuatan yang terletak pada tanduknya. Sejak saat itu bantheng merasa ada keberanian, masuk ke hutan untuk menghadang harimau. Setiap bertemu dengan harimau “di sundhang” dengan tanduknya. Dan sejak saat itu pula harimau takut melawan bantheng.

CERITA WAYANG MALANGAN tentang ASAL-USUL BANTHENG Dalam lakon Dewi Sri, symbol Kumalane Rejeki, menjadi perebutan antara Celeng Srenggi, Kala Gumarang dan Bambang Badhuk Basu, yaitu seorang perawakan raksasa yang bertapa bergelimangan dengan air tanah (ledhok). Tiada berhenti bertapa, apabila belum mendapatkan raja rejeki yang bernama Dewi Sri. Ketika pemburuan Dewi Sri oleh Kala Gumarang dan Celeng Srenggi mengalami jalan buntu, Dewi Sri menyelamatkan diri masuk gua dimana tempat Bambang Badhuk Basu bertapa. Seperti pucuk dipinta ulampun tiba, keinginan Badhuk Basu untuk berdekatan dengan Dewi Sri terlaksana, namun rasa cintanya ditolak oleh Dewi Sri. Dewi Sri berlari keluar gua, Badhuk Basu mengejarnya. Jeritan Dewi Sri terdengar oleh Jaka Sedhana, suaminya. Dengan panah wuluh gading, akhirnya Badhuk basu jatuh roboh, disitu keajaiban terjadi. Badhuk Basu berubah menjadi Bantheng. Cerita Dewi Sri ini memberikan kontribusi untuk mitos kesuburan tanah. Terutama untuk keselamatan tanaman padi agar terhindar dari serangan hama. Maka dengan gelar “GEBYAK BANTHENG NUSWANTARA 2009” ini, diharapkan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, terutama di bidang rejeki. Batu, 8 Maret 2009

Related Documents

Narasi
July 2020 16
Narasi Pengkajian.docx
June 2020 22
Paragraf Narasi
May 2020 30
Narasi Case.docx
April 2020 26

More Documents from "All Jue In"