BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat kolonial Belanda menjajah bumi nusantara, Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud “pondok pesantren”, dimana islam diajarkan di musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem sorongan, bandongan, dan wetonan.Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan adalah sang kyai membaca, mengartikan dan, menjelaskan maksud teks dari kitab tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai. Sistem pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadits, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga awal abad ke-20, sudah barang tentu di sekolah Belanda para murod tidak diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam. Melihat kenyataan ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi umat Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik.Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia yang berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan, cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan modern terutama sistem/model pembelajaran yang diterapkan selama pelaksanaan pendidikan
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang melatarbelakangi Muhammadiyah di bidang pendidikan ? 2. Apa saja cita – cita pendidikan Muhammadiyah ? 3. Bagaimana bentuk dan model pendidikan Muhammadiyah ? 4. Apa saja tantangan dan revitalisasi pendidikan Muhammadiyah ? 5. Bagaimana pemikiran dan praktis pendidikan Muhammadiyah ?
C. TUJUAN 1. Memahami apa yang melatarbelakangi Muhammadiyah di bidang pendidikan 2. Memahami apa saja cita – cita pendidikan Muhammadiyah 3. Memahami bagaimana bentuk dan model pendidikan Muhammadiyah 4. Memahami
apa
saja
tantangan
dan
revitalisasi
pendidikan
praktis
pendidikan
Muhammadiyah 5. Memahami
bagaimana
Muhammadiyah
pemikiran
dan
BAB II PEMBAHASAN A. Faktor yang Melatarbelakangi Muhammadiyah di Bidang Pendidikan 1. Faktor Internal a) Sikap Beragama Umat Islam Kelemahan praktek ajaran dalam agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk : a. Tradisionalisme Pemahaman dan praktek islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan – pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar ( barat ). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk – bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini. b. Sinkretisme Pertemuan islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format – format sinkretik. Percampura adukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang – kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animastik tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh – roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu,
Budha, dan animisme hadir secara bersama – sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah islam banyak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara Tauhid.
b) Kelemahan lembaga Pendidikan Islam : Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai – nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader – kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadits, Ilmu Kalam, Tasawuf dan Ilmu Falak. Pesantren tidak mengajarkan materi – materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
2. Faktor Eksternal a. Kristenisasi Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah Kristenisasi, yakni kegiatan – kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini
mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan – kegiatan Kristenisasi ini didukung dan dibantu dana – dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi inilah yang terutama menggugah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dan pemurtadan. b. Kolonialisme Belanda Penjajahan belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di Wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan. c.
Gerakan Pembaharuan Timur Tengah Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin al – Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan – tulisan Jamaluddin al- Afgani yang dimuat dalam majalah al – Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan – tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH.
Ahmad
Dahlan,
dan
merealisasikan
gagasan
–
gagasan
pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga. Dalam melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat
dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam berijtihad. Prinsip – prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada Al – Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memiliki karakter dinamis dan terus berubah – ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka ( misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan – yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu ).
B. Cita – cita Pendidikan Muhammadiyah Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan melalui jalur pendidikan. Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK di semua lembaga pendidikan ( formal ) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah semata – mata untuk berbakti kepada –Nya. Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi rahmatan lil –‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap manusia jika disampaikan dengan cara modern. Muhammadiyah konsekuen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur pendidikan. Ada beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah : 1. Tipe Muallimin / Muamalat Yogyakarta ( pondok pesantren ) 2. Tipe madrasah / Depag : Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah 3. Tipe sekolah / Diknas : TK, SD, SMP, SMA / SMK, Universitas / ST / Politeknik / Akademi 4. Madrasah Diniyah, dan lain – lain
Orientasi pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik / lulusan sekolah Muhammadiyah, sebagai berikut : 1. Memiliki jiwa Tauhid yang murni 2. Beribadah hanya kepada Allah SWT 3. Berbakti kepada kedua orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat 4. Memiliki akhlak yang mulia 5. Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan 6. Berguna bagi masyarakat, bangsa, dan agama Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap lembaga pendidikkan Muhammadiyah diwajibkan memasukkan mata pelajaran Al – Islam / Kemuhamamdiyahan ( AIK ) sebagai bagian integral dari kurikulum dengan harapan dapat mempengaruhi karakter para peserta didik baik selama proses pendidikan berlangsung terlebih setelah mereka lulus. Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan : 1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama Islam dan mempunyai alam fikiran modern / tajdid / dinamis 2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan 3. Perlunya etika / akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah C. Bentuk – bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah Menurut
KH.
Ahmad
Dahlan,
upaya
strategis
untuk
menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada
pemikiran
yang
dinamis
adalah
melalui
pendidikan.
Memang,
Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan tampak dari ucapan KH. Ahmad Dahlan : “ Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah “. Bahkan hal tersebut sangat bertentangan dengan Islam, sebab dapat mendorong timbulnya kepercayaan syirik dan merusak aqidah Islam. Inti gerakan pemurnian ajaran Islam seperti pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab cukup bergema. KH. Ahmad Dahlan dan pengikutnya teguh pendirian dalam upaya menegakkan ajaran Islam yang murni sesuai Al – Quran dan Hadits, mengagungkan ijtihad intelektual bila sumber – sumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa digunakan, termasuk juga menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi munkar. Dahlan merasa tidak puas dengan sistem dan praktik pendidikan yang ada di Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain :
1. Pendidikan Integralistik KH. Ahmad Dahlan ( 1868 – 1923 ) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelurusi bagaimana orientasi filosofis pendidikan Bekiau mesti lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir beliau menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen beliau terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika.
Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu : 1) Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuam hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akal dengan di dasari hati yang suci 2) Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia 3) Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt 2. Pendidikan Agama a) Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah – Madrasah Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut KH. Ahmad Dahlan adalah : a. Baik budi, alim dalam agama b. Luas pandangan, alim dalam ilmu – ilmu dunia ( umum ) c. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya b) Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah – Sekolah Umum Modern Belanda Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda dengan sekolah – sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan sistem pendidikan baru yang diberikannya. KH. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharapkan lahirlah kader – kader Muslim
sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi – misi dan melanjutkannya di masa depan. D. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah 1. Masalah Kualitas Pendidikan Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi, serta kurang memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif bagi pengembangan kemajuan umat dan bangsa. Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua masalah sekaligus, yaitu : 1) Terlambatnya
pertumbuhan
kualitas
dibandingkan
dengan
penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersaing dengan pihak lain. 2) Tidak merambatnya pengembangan mutu lembaga pendidikan Dalam sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal usaha khususnya di bidang pendidikan yang kurang mampu menunjukkan daya saing
di
tingkat
nasional
apalagi
internasional.
Amal
usaha
Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata dan signifikan, sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya mulai bangkit mengembangkan ide – ide dan metode baru dalam peningkatan kualitas dan keberadaan amal usaha Muhammadiyah. Ke depan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.
Dewasa
ini
globalisasi
sudah
mulai
menjadi
permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang
pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif kepada keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetatif bertumpu pad pemilikan sumber daya manusia ( SDM ) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak – anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah – sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah – sekolah di dalam negeri secara kompetitif under quality ( berkualitas rendah ). Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan. 2. Permasalahan Profesionalitas Guru Salah satu komponen penting dalam kegiatan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan teknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan. Menurut Suyanto, “ Guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “ Guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa ditiru”.
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter ( usaha objekan ). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih – lebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalaui sistem seleksi profesi. Singkatnya, di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesional. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “ pekerjaan rumah “ bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini. 3. Masalah Kebudayaan ( Alkulturasi ) Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental spritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayaan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan – pendidikan islam yaitu dengan adanya akulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya – budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya barat. 4. Permasalahan Strategi Pembelajaran Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis faktual atau pengetahuan. 5. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sebagaimana telah kita sadari bahwa dampak positif daripada kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif ( memudahkan ). Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semakin beragam. Dampak negatif dari teknologi modern telah mulai menampakkan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan gaya mental / spritual / jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. 6. Tantangan
Era
Globalisasi
Terhadap
Pendidikan
Agama
Islam
diantaranya, Krisis Moral Melalui tayangan acara – acara di media elektronik dan media masa lainnya yang menyuguhkan pergaulan bebas, seks bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain – lain. Hal ini akan berimbas pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas, dan krisis akhlak lainnya. 7. Dampak Negatif dari Era Globalisasi adalah Krisis Kepribadian Di era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah perubahan yang besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi seperti televisi, komputer, internet, media cetak, dan elektronik mengakibatkan bangsa Indonesia dapat dengan mudah mengakses informasi baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Selain itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan kemerosotan norma – norma dalam kehidupan bermasyarakat,
kebobrokan
akhlak
(
perilaku
),
serta
bentuk
penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat Indonesia khususnya generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih mementingkan urusan duniawi daripada urusan akhirat. Dari semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat serius untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui pendidikan, dalam hal ini pendidikan Kemuhammadiyahan. Dengan kemuhammadiyahan dampak – dampak buruk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa di minimalisir. Jadi ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat telah memberikan dampak – dampak bagi kehidupan kita, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut
menyebabkan
bangsa
Indonesia
melakukan
banyak
penyimpangan. Di dalam pendidikan, kemuhammadiyahan adalah salah satu upaya yang diperlukan. Kemuhamadiyahan berperan aktif untuk mengelola dan memanage dampak – dampak buruk yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sedikit. 8. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah Kata dasar dari revitalisasi yaitu “vital” artinya penting. Kata “re” sebelum kata “vital” bisa diartikan sebagai proses pengulangan,dan atau sikap sadar untuk melakukan upaya atau usaha. Jadi kata revitalisasi itu berarti upaya untuk melakukan perbaikan (pementingan) dari beberapa kekurangan yang ada dan diketahui sebelumnya. Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Menjawab tantangan yang dihadapi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan seperti yang disebutkan di atas, Achmad Charis Zubai
Sekretaris II Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah periode 1995 – 2000 mengemukakan bahwa kendatipun jumlah umat islam mayoritas ( 88, 2 % ) di Indonesia namun kualitasnya cukup memprihatinkan dibanding umat lain. Karena beberapa faktor seperti
tidak
mencerminkan
homogenitas
dalam
kualitas
tetapi
heterogenitas baik dalam kualitas, intensitas, maupun paham – paham dan persepsi keagamaannya. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya umat islam juga melatarbelakangi mengapa umat islam tidak memiliki peran yang setara dengan kuantitasnya. Menjawab tantangan yang dihadapi Muhammadiyah bahwa kualitas lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah belum setara dengan kuantitasnya yang senantiasa mengalami perkembangan yang spektakuler, Muhammadiyah perlu melakukan upaya pengesahan dan penghidupan kembali Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan dan gerakan
pengembangan
dan
pengelolaan.
Dalam
aspek
filosofi,
Muhammadiyah perlu merumuskan kembali ide dasar pendididkan Muhammadiyah sebagai matra keimanan dan ketaqwaan yang tercermin dalam religiusitas serta akhlak manusianya. E. Pemikiran dan Praktis Pendidikan Muhammadiyah Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan islam yang memelopori pendidikan
islam
modern.
Salah
satu
latar
belakang
berdirinya
Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu penjajahan Belanda,sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan melakukan reformasi ajaran dan pendidikan islam. Kini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan segala kesuksesannya,tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat. Dalam sejumlah hal bahkan dikritik kalah bersaing dengan pendidikan lain yang unggul.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Muhammadiyah adalah salah satu gerakan dakwah islam yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan di indonesia.salah sattu buktinya muhammadiyah membangn pondok pesantren dengan sistem pembelajaran yang modern. Muhammdiyah sampai saat ini tetap konsekuen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur pendidikan. Tantangan yang dihadapi muhammdiyah diantaranya adalah masalah kualitas pendidikan , permasalahan professionalisme guru , masalah kebudayaan (alkulturasi), permasalahan strategi pembelajaran,masalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama islam diantaranya krisis moral,dampak negatif dari era globalisasi adalah krisi kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA Nashir,Haedar. 2018.Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah