RUMAH SAKIT UMUM
SEBENING KASIH JL. Raya Tayu - Pati KM.3 No.99A Pakis Tayu Telp : (0295) 4150645, Fax : (0295) 4540612 e-mail :
[email protected]
PERATURAN DIREKTUR RSU SEBENING KASIH NOMOR : TENTANG
PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT UMUM SEBENING KASIH
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SEBENING KASIH
Menimbang
:
a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan komunikasi efektif di Rumah Sakit Umum Sebening Kasih, maka perlu adanya suatu panduan komunikasi efektif. b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perlu ditetapkan Pemberlakuan Panduan Komunikasi Efektif di Rumah Sakit Umum Sebening Kasih; c. bahwa penetapan Pemberlakuan Panduan Komunikasi Efektif
di
Rumah
Sakit
Umum
Sebening
Kasih
sebagaimana tersebut pada huruf b, perlu ditetapkan dan Mengingat
:
diatur dengan Keputusan Direktur. 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
153,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 5072); 3. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999b tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit; 4. Keputusan
Menteri
129/Menkes/SK/II/2008
Kesehatan tentang
Standar
Nomor Minimal
Rumah Sakit. 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit; 4
6. Undang – undang Nomor 36 TAHUN 2014 tentang tenaga kesehatan; MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Sebening Kasih
KESATU
tentang Panduan Komunikasi Efektif pada Pasien Bersalin : Memberlakukan Buku Panduan Komunikasi Efektif Rumah Sakit Umum Sebening Kasih dalam lampiran surat keputusan
KEDUA
:
KETIGA
:
ini; Lampiran surat keputusan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan dengan surat keputusan ini Keputusan ini berlaku sejak di tetapkan dan bila mana di kemudian hari
ternyata
ada
kekeliruan
akan
diadakan
perbaikan
sebagaimana mestinya;
Ditetapkan di : Pati Pada tanggal : 08/01/2018 DIREKTUR RSU SEBENING KASIH dr. INDAH RESTIYANTI
BAB I PENDAHULUAN A. DEFINISI 1. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikirian-pikiran atau informasi. 5
2. Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerimaan pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar 1.
Gambar 2.
3. Komponen komunikasi pokok adalah : a. Pengirim (komunikator), yaitu orang yang mengkomunikasikan atau menghubungkan suatu pesan kepada orang lain (dokter, perawat, petugas admission, dan lainnya). Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan). b. Penerima (komunikan), yaitu orang yang menerima pesan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, petugas admission, dan lainnya). c. Media, yaitu sarana komunikasi yang berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. d. Berita dapat berupa lisan, tertulis atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang 6
mungkin
terjadi
berupa
perubahan
sikap.
Media
yang
dapat
digunakan melalui telepon, lembar lipat, buklet, video, peraga. e. Pesan, yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah dituangkan dalam suatu bentuk, dan melalui lembaga komunikasi diteruskan kepada orang lain atau komunikan. f. Feed back (umpan balik), yaitu respon dari penerima terhadap pesan yang diterimanya. Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut : 1) Cara
berbicara
(talking),
termasuk
cara
bertanya
(kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan klarifikasi, parapharase, intonasi. 2) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat. 3) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata / kalimatnya, gerak tubuh). 4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh)
agar
tidak
mengganggu
komunikasi,
misalnya
karena
komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator. Di samping komponen-komponon pokok tersebut dapat ditambahkan komponen lainnya seperti : 1) Sumber, asal suatu gagasan atau pendapat yang menjadi suatu pesan. Sumber bisa berupa lembaga, kejadian, atau diri kita sendiri. 2) Media komunikasi, yang merupakan sarana atau alat-alat atau saluran-saluran yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang akan dikomunikasikan. 3) Kegiatan encoding, artinya menuangkan gagasan atau pendapat dalam suatu bentuk pesan yang dinyatakan oleh komunikator kepada komunikan. 4) Kegiatan decoding, artinya kegiatan untuk memahami suatu pesan yang diterima oleh komunikan dari komunikator. 5) Tujuan yang berupa komunikan, bisa merupakan hadirin, massa, atau kelompok, atau pula perseorangan. 4. Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman). 7
5. Komunikasi efektif via telepon adalah komunikasi melalui telepon yang dilakukan tepat waktu, secara akurat , lengkap ,jelas, dimengerti ,tidak duplikasi ,dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien. 6. Pelaporan nilai kritis hasil laboratorium adalah cara melaporkan hasil laboratorium yang nilainya memiliki resiko besar akan menimbulkan masalah dan harus segera dilaporkan. B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI Beberapa factor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang obyektif dalam organisasi, menurut pendapat Barnard (1968,175-181) adalah : 1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti 2. Harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi 3. Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin 4. Garis informasi formal hendaknya dipergunakan secara normal 5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang-orang yang berkemampuan cakap 6. Setiap komunikasi haruslah disahkan 7. Situasi/suasana Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisingan akan mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. 8. Kejelasan pesan. Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas. Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur pokok dalam proses komunkasi. Komunikasi sendiri merupakan usaha untuk mengubah perilaku.
8
BAB II RUANG LINGKUP Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan professional kesehatan. Tanpa adanya komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda dengan yang seharusnya. Apalagi orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai pengetahuan dan pemahaman serta prior knowledge yang tidak sama dengan tenaga kesehatan. A. Komunikasi efektif di lingkungan Rumah Sakit Komunikasi yang sering digunakan di rumah sakit adalah komunikasi verbal. Komunikasi yang efektif kepada pasien harus disampaikan dengan bahasa yang sesederhana mungkin, mudah dipahami, tidak menggunakan istilah medis yang tidak dipahami oleh pasien dan disampaikan secara langsung. Akan tetapi, bukan berarti komunikasi non verbal dikesampingkan karena justru penggunaan komunikasi non verbal sangat berperan penting. Isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal yang disampaikan oleh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasiennya. Komunikasi yang efektif di dalam rumah sakit adalah merupakan suatu issue/persoalan kepemimpinan. Jadi, pimpinan rumah sakit memahami dinamika komunikasi antar anggota kelompok profesional, dan antara kelompok profesi, unit stuktural; antara kelompok profesional dan non profesional; anatara kelompok profesional kesehatan dengan manajemen; antara profesional kesehatan keluarga; serta dengan pihak luar rumah sakit, sebagai contoh. Pimpinan rumah sakit bukan hanya menyusun parameter dari komunikasi efektif, tetapi juga berperan sebagai panutan (role model) dengan mengkomunikasikan secara efektif misi, strategi, rencana dan informasi lain yang relevan. Pimpinan memberi perhatian terhadap akurasi dan ketepatan waktu informasi dalam rumah sakit. Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami
oleh
resipien/penerima,
akan
mengurangi
kesalahan,
dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan atau tertulis.Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera / cito.
9
Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup untuk
berkomunikasi
meminimalkan
dengan
terjadinya
keluarga
miskomunikasi
pasien. akibat
Hal dari
tersebut
dapat
mispersepsi
yang
berdampak terhadap pelayanan rumah sakit. Dampak tersebut tidak hanya dari segi material tapi juga citra pelayanan rumah sakit semakin menurun. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter pasien adalah pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerjasama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non verbal akan menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternative untuk mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006). Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien termasuk hak menerima informasi secara jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa
puas
terhadap
pelayanan
yang
diberikan.
Pasien
yang
puas
merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien
yang
lebih
banyak
dan
kemampuan
untuk
mempertahankan
pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya sehingga keluhan negative terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan. Bentuk-bentuk komunikasi berdasarkan sifatnya dapat dibedakan sebagai berikut: A) Komunikasi dapat bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi). Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit adalah : 1. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, 2. 3.
public area, leaflet, lisan oleh frontliner. Pelayanan yang tersedia. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas
4.
front office, IGD, semua titik-titik unit frontliner. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit. 10
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission, website. B) Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit dan masyarakat adalah: 1. Edukasi tentang obat. 2. Edukasi tentang penyakit. 3. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari. 4. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit. 5. Edukasi tentang gizi. Menurut
Konsil
Kedokteran
Indonesia
(2006),
keterampilan
berkomunikasi berlandaskan empat unsur yang merupakan intikomunikasi: 1. Sumber (yang menyampaikan informasi). Siapa dia? Seberapa luas/dalam
pengetahuannya tentang informasi yang disampaikannya? 2. Isi pesan (apa yang disampaikan). Panjang pendeknya, kelengkapannya
perlu
disesuaikan
dengan
tujuan
komunikasi,
media
penyampaian,
penerimanya. 3. Media yang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan
dilakukan secara tatap muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, vcd, peraga. 4. Penerima
(yang
diberi
informasi).
Bagaimana
karakternya?
Apa
kepentingannya? (langsung, tidak langsung). Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter sebagai sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa yang dimengerti pasien?). Sejalan
dengan
keterampilan
yang
termuat
dalam
empat
unsur
ditambah umpan balik tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut: 1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, parafrase,intonasi. 2. Mendengar, termasuk memotong kalimat. 3. Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh). 4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar
tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak tubuh, raut muka dan sikap dokter. Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan kesehatan di RS. Sebening Kasih meliputi : 11
1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien 2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien 3. Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan lainnya) 4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi B. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT 1. Populasi masyarakat Untuk daerah sasaran
rumah sakit populasi yang ada meliputi
masyarakat umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta
Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial
Kesehatan
(BPJS
Kesehatan yaitu peserta ex. Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri), pasien kecelakaan dengan menggunakan asuransi Jasa Raharja, dan pasien peserta Asuransi Kesehatan lain seperti Garda Medika Asuransi, Asuransi Sinarmas dll serta perusahaan-perusahaan swasta yang bekerjasama (PKS) dalam pelayanan kesehatan bagi karyawan. 2. Strategi Komunikasi dilakukan melaui radio, banner, spanduk dan komunikasi langsung ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan. 3. Isi informasi Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di rumah sakit, jam pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat
ke
rumah
sakit
termasuk
diberikan.
12
kualitas
pelayanan
yang
BAB III TATA LAKSANA A. Pelaksanaan Komunikasi Efektif 1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga
medis
sebagai
pengirim
pesan,
berperan
pada
saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak, dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.
Sebagai
penerima
pesan,
dokter
perlu
berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat
pertanyaan
atau
pernyataan
klarifikasi.
Mengingat
kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benarbenar memahami pesan yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien. “Kalau dia panas, berikan obatnya” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk memastikan siibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat
yaitu
termometer.
Dokter
mengajarkan
cara
menggunakan
termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si Ibu diminta memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas” Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang berbeda menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosis maupun jenis obat yang harus 13
diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi. Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi
baru
dapat
dikatakan
lengkap
ketika
pembicara
mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkan) Disease
Centered
Communication
Style
adalah
komunikasi
berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala. Ilness
Centered
Communication
Style
adalah
komunikasi
berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pegalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya apa, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998). Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patient relationship), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien. Di Dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.
a.
Kotak 1
: Pasien memimpin pembicaraan melalui
pertanyaan terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by b.
doctor) Kotak 2 pertanyaan
: Dokter memimpin pembicaraan melalui tertutup/terstruktur
yang
telah
disusunnya sendiri (Doctor takes the lead through closed question by the order) 14
c.
Kotak 3
: Kesepakatan apa yang harus dan akan
dilakukan berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both) Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
keyamanan
dan
kepuasan
bagi
kedua
belah
pihak,
khusunya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills and training skills yang dapat diraih melalui latihan. Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut: a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empati kepada pasien. 2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien Dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan,
komunikasi
merupakan salah satu faktor penting dimana terjadi proses pertukaran informasi secara verbal dalam pertemuan tatap muka antara perawat dengan
pasien.
Kemampuan
dalam
melakukan
komunikasi
interpersonal yang efektif akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatan perawat selalu menggunakan komunikasi verbal, oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal. Tahapan
komunikasi
dalam
keperawatan
meliputi
tahap
pengkajian, perumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. a. Tahap Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan oleh petugas admisi/registrasi dan perawat untuk mengumpulkan
data
pasien
yang
diperlukan
sebagai
pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari : 1) Wawancara ▪ Wawancara Admisi 15
dasar
Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dengan tujuan mendapatkan data umum dan data pasien ▪ Wawancara riwayat hidup Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi tentang
keluhan
dan
riwayat
kesehatan
pasien
serta
perjalanan penyakitnya. Tujuan melakukan wawancara ini adalah untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan. ▪ Wawancara terapetik Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan
hubungan
sehat
yang
bertujuan
untuk
membantu pasien mengidentifikasi masalahnya.Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui masa lalunya. Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater. 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan diagnostik 4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien Kemampuan
berkomunikasi
juga
sangat
berpengaruh
pada
kelengkapan data pasien, oleh karena itu peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapat perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien. Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala antara lain: ▪ Kemampuan bahasa Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi
berpengaruh
terhadap
karena persepsi
penguasaan dan
bahasa
penafsiran
pasien
sangat dalam
menerima informasi yang sesuai ▪ Ketajaman panca indera Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi dengan baik. 16
Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal. ▪ Kelemahan fungsi kognitif Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan. ▪ Gangguan struktural Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi. b. Tahap Perumusan Diagnosis Diagnosis
dirumuskan
atas
dasar
data
yang
diperoleh
dari
tahap
pengkajian. Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien. c. Tahap Perencanaan Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan, misalnya sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi
antar
tenaga
kesehatan
yang
berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratir dan efektif. d. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien. Pada sat menghadapi pasien perawat perlu:
17
1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi 2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat 3) Fokus pada pasien 4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang dilakukan 5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi
banyakmendengarkan
dari
daripada
pasien. berbicara.
Perawat
lebih
Hal
akan
ini
menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat. 6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan 7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien 8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien 9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien. Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan Catat, baca kembali dan konfirmasi ulang (CABAK) yaitu: ▪ Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan padat. ▪ Penerima pesan mencatat isi pesan (CATAT) Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas. ▪ Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan (BACA) Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik. ▪ Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan (KONFIRMASI) Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.
Sistem CABAK dapat diilustrasikan dengan skema sebagai berikut: 18
3. Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya) Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati antar pemberi layanan komunikasi yang terjadi menggunakan teknik SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam
melakukan
identifikasi
terhadap
pasien
sehingga
mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SBAR terdiri dari unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Empat (4) Unsur SBAR 1. Situation Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien 2. Background Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini 3. Assessment Hasil pengkajian kondisi pasien terkini 4. Recommendation Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR 19
(Haig, K.M, dkk, 2006) ● Sebutkan nama anda dan unit ● Sebutkan identitas pasien dan nomor
Situation (S)
kamar pasien ● Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas, nyeri dada, dll) ● Sebutkan diagnosis dan data klinis
Background (B)
pasien sesuai kebutuhan ● Status kardiovaskuler (Nyeri
dada,
tekanan darah,EKG, dsb) ● Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2, analisa gas darah, dsb) ● Status gastrointestinal (Nyeri perut, perdarahan,dsb) ● Neurologis (GCS, Pupil) ● Hasil laboratorium/pemeriksaan Assessment Recommendation
penunjang lainnya ● Sebutkan problem pasien tersebut ● Problem kardiologi ● Problem gastro-intestinal Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) ● Saya meminta dokter untuk : ✓ Memindahkan pasien ke ICU ✓ Segera datang melihat pasien ✓ Mewakilkan dokter lain untuk datang ✓ Konsultasi ke dokter lain ● Pemeriksaan atau terapi apa
yang
diperlukan : ✓ Foto rontgen ✓ Pemeriksaan analisa gas darah ✓ Pemeriksaan EKG ✓ Pemberian oksigenasi ✓ Beta 2 agonis nebulizer
4. Komunikasi dengan masyarakat 1. Komunikasi dengan menggunakan media a. Spanduk 1) Spanduk
himbauan
kesehatan
yang
berkaitan
dengan
peringatan hari-hari besar nasional dan internasional, seperti : Peringatan hari kesehata, hari anak nasional, HIV AIDS sedunia dll 2) Spanduk pelayanan rumah sakit 3) Spanduk kegiatan – kegiatan social b. Standing Bunner 20
Bunner himbauan kesehatan c. Baliho Baliho tentang pelayanan rumah sakit d. Sign Box dan Neon Box 1) Pelayanan UGD 24 Jam 2) Jadwal Poli Spesialis 3) Neon Box Pelayanan Rumah Sakit e. Iklan di Radio mengenai pelayanan rumah sakit f. Brosur dan flayer 1) Brosur tentang pelayanan rumah sakit 2) Flayer Gizi 3) Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit 2. Komunikasi langsung a. Talkshow dokter umum di Radio b. Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke masyarakat sekitar/perusahaan c. Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia d. Seminar kesehatan 3. Komunikasi Asuhan dan Edukasi Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu: a. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan b. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien a. Komunikasi Informasi Asuhan Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasanya dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi: 1) 2) 3) 4)
Jam pelayanan Pelayanan yang tersedia Cara mendapatkan pelayanan Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima pasien: ● Berdiri ketika pasien datang ● Mengucapkan salam dan
memperkenalkan
diri
pagi/siang/sore/malam, saya…(nama)) ● Mempersilahkan pasien duduk ● Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?) 21
(“selamat
● Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu….(nama)) ● Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah) ● Menilai suasana lawan bicara ● Memperlihatkan sikap non
verbal
(raut
wajah,
mimik,
gerak/bahasa tubuh dari pasien) ● Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan
makna
menunjukkan
perhatian
dan
mendengarkan ● Memberikan informasi yang diperlukan pasien ● Memberikan informasi jadwal praktek/paket
kesungguhan
dan
langsung
tanyakan apakah mau dibantu untuk dibuatkan perjanjian ● Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu ● Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan ● Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang ● Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa kami bantu bpk/ibu?) ● Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu. Apa bila adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh cinta kasih) ● Berdiri ketika pasien pulang b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa
memahami
tindakan,
gizi,
pentingnya rehabilitasi
mengikuti medik,
proses
manajemen
pengobatan, nyeri
dan
manajemen jatuh yang telah ditetapkan. Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi 1) Tahap asesmen pasien Sebelum
melakukan
edukasi,
pertama-tama
petugas
menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan pasien Hal-hal yang perlu diperhatikan: ● Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga ● Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan 22
● Hambatan emosional dan motivasi ● Keterbatasan fisik dan kognitif ● Ketersediaan pasien untuk menerima informasi 2) Tahap penyampaian informasi Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil asesmen pasien, yaitu : ● Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan
kepada
pasien
sesuai
dengan
kebutuhan
edukasinya ● Jika pasien memiliki ambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara)
maka
proses
komunikasi
edukasinya
dapat
disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur
yang
diberikan
kepada
pasien
dan
keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka. ● Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka proses komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya. 3) Tahap Verifikasi Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan pemahaman edukasi yang diberikan: ● Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan ● Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi dapat
dilakukan
dengan
cara
menanyakan
kepada
keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah Bpk/Ibu
bisa
memahami
materi
edukasi
yang
kami
berikan?” ● Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah, depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang Dengan
diberikannya
informasi
dan
edukasi
pasien
diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh 23
pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien. B. PELAKSANAAN KOMUNIKASI EFEKTIF 1. Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien melalui 2 (dua) cara, yaitu : a. Melalui telepon Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar pasien diminta menyebutkan namadokter yang dituju, nama pasien dan nomor rekam medis oleh petugas operator. Petugas operator akan mengkonfirmasi apa yang didengarnya untuk input pendaftaran. Dalam
melakukan
kesulitan
konfirmasi,
menuliskan
komunikan
sesuatu
terkadang
informasi
menghadapi
sehingga
harus
menjabarkan hurufnya satu per satu dengan menggunakan alfabeth, sebagai berikut : Kode Alfabet Internasional (Sumber : Wikipedia)
b. Datang langsung
24
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut dengan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan yang dituju. 2. Komunikasi Efektif Rawat Jalan
Saat pasien berada di Instalas Rawat Jalan pasien harus melakukan timbang, tensi, atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat akan melakukan komunikasi dengan melakukan 5S (senyum, sambut, sapa, salam
,
santun
)
dan
mengarahkan
pasien
sesuai
dengan
dokter/keperluan yang dituju. Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi dilayani oleh dokter spesialis, dokter umum, bidan dan konselor. Konsultasi dapat dilakukan secara individual dan berkelompok. Konsultasi secara
berkelompok
contohnya
kursus
pra
persalinan,
kursus
perawatan bayi dan senam hamil. Ruang konsultasi dilengkapi dengan media komunikasi seperti laptop, LCD dan gambar-gambar. Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setiap poliklinik, khususnya ruang tunggu, dipasang posterposter, disediakan selebaran (leaflet), dipasang televisi dan VCD/DVD player
yang
dirancang
untuk
menayangkan
informasi
tentang
kesehatan. Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap profesional, menurut
Konsil Kedokteran Indonesia
(2006), sikap
profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin
25
terus-menerus
sejak
awal
konsultasi,
selama
proses
konsultasi
berlangsung, dan di akhir konsultasi. 3. Komunikasi Efektif Rawat Inap
Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat ingin mengetahui
seluk-beluk
penyakitnya.
Sementara
pasien
dengan
penyakit kronis dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda seperti apatis, agresif atau menarik diri. Hal ini disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta dampak sosial kepada penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari petugas
rumah
sakit
sangat
diharapkan,
khususnya
dalam
pelaksanaan komunikasi pemberdayaan. Beberapa cara komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui konseling sebagai berikut : a. Konseling di Tempat Tidur Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien rawat inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan harus terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi setiap pasien, duduk di samping tempat tidur pasien tersebut dan melakukan pelayanan konseling. Dalam melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan bila memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang penyakit pasien tersebut. b. Konseling Berkelompok Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat dilakukan konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul. Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah
sikap
dan
perilaku
pasien,
juga
sebagai
sarana
komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien. Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk menayangkan gambar atau film. Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati konseling berkelompok dilakukan melalui senam hamil, kursus prapersalinan dan kursus perawatan bayi. Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para penjenguk (pembesuk). 26
Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang menayangakan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya. C. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien Proses komunikasi saat memberikan edukasi terkait kondisi kesehatan pasien sebagai berikut: 1.
Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM): a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga. b. Kemampuan
membaca,
tingkat
pendidikan
dan
bahasa
yang
digunakan. c. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah) d. Keterbatasan fisik dan kognitif. e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. 2.
Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap asesmen pasien, di temukan : a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasinya mudah disampaikan. b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka. c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
3.
Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan:
27
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali eduksi yang telah diberikan. Pertanyaannya
adalah:
“
Dari
materi
edukasi
yang
telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang
materi
edukasi
yang
diberikan
dan
pahami.
Proses
pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan
diberikannya
informasi
dan
edukasi
pasien,
diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien. Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
28
BAB IV DOKUMENTASI Komunikasi via telephone atau lisan didokumentasikan pada formulir catatan
terintegrasi
dokumentasikan
rawat
pada
inap,
formulir
edukasi
identifikasi
yang
sudah
kebutuhan
dilakukan
pendidikan
di dan
pemberian edukasi didokumentasikan pada format edukasi. Hasil kegiatan yang terkait dengan komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan dengan kegiatan pendidikan pasien dan keluarga serta assesment pasien. Penjelasan dalam buku ini terbatas pada pengertian umum tentang komunikasi efektif. Tentunya masih diperlukan cara lain agar dokter dan staf di rumah sakit benar-benar dapatmelakukan komunikasi efektif dalam menjalankan profesinya. Keterampilan berkomunikasi hanya bisa diperoleh dari praktik. Makin banyak pengalaman seseorang melakukan komunikasi efektif
ketika
berhadapan
dengan
pasien
maupun
pengunjung,
maka
keterampilannya akan semakin terasah. Tentunya akan sangat membantu kalau seseorang juga menambah pengetahuan dan wawasannya. Mengikuti pelatihan khusus, selain sebagai penyegaran tapi juga bisa menambah kemampuan, adalah cara lain yang dianjurkan agar mampu melakukan komunikasi efektif dengan pasien maupun pengunjung di rumah sakit. Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti lembar balik (flipchart), lembar lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan media elektronik (vcd) akan sangat membantu efektivitas komunikasi. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien
yang
lebih
banyak
dan
kemampuan
untuk
mempertahankan
pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya sehingga keluhan negatif terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan. Selain itu, apabila setiap profesi kesehatan memegang teguh kode etik profesi
yang
telah
dirumuskan
oleh
masing-masing
profesi
dan
menerapkannya di dalam pemberian pelayanan kepada pasien maka komplain tidak
akan
terjadi.
Disamping
itu,
setiap
profesi
kesehatan
harus
meningkatkan motivasi internalnya untuk menolong sesama manusia. Tidak
29
sekedar motivasi material tapi juga keikhlasan berbuat menolong sesama manusia dalam rangka beribadah kepada-Nya.
30