Mixing Kelp 9.doc

  • Uploaded by: merienza varolia
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mixing Kelp 9.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,886
  • Pages: 24
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Unit Operasi. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, mulai dari Dosen Unit Operasi Ibu Budhi Primasari serta segala pihak yang turut bepartisipasi. Kami berharap sebagai penulis makalah ini bisa kami jadikan sebagai sarana untuk kami menambah wawasan dan tentunya kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Padang, 13 September 2017

Penulis

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................. 1 DAFTAR ISI................................................................................................. 2 BAB I PENDAHULUAN.........................................................................

3

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 3 1.2 Tujuan........................................................................................... 3 1.3 Rumusan Masalah ........................................................................ 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5 2.1 Umum........................................................................................... 5 2.2 Proses yang Terjadi Saat Pengadukan dalam Pengolahan Air Minum.......................................................................................... 5 2.3 Pengadukan Hidrolis..................................................................... 7 2.4 Pengadukan Mekanis.................................................................... 9 2.5 Pengadukan Pneumatis................................................................. 18 BAB III PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Contoh dan Pembahasan............................................................... 19 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan................................................................................... 23 4.2 Saran............................................................................................. 23 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 24

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unit operasi merupakan tahapan dasar dalam suatu proses. Unit operasi tidak hanya mengubah suatu zat seperti reaksi di dalam reaktor kimia namun juga terjadi perubahan fisik maupun fasa seperti pemisahan, kristalisasi, penguapan, filtrasi dan beberapa contoh lainnya. Salah satu unit proses dalam pengolahan air minum adalah proses mixing. Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Pada media fase cair, pengadukan ditujukan untuk memperoleh keadaan yang turbulen (bergolak). Pengadukan dapat diaplikasikan pada bidang teknologi lingkungan untuk proses fisika seperti pelarutan bahan kimia dan proses pengentalan (thickening), proses kimiawi seperti koagulasi-flokulasi dan disinfeksi, proses biologis untuk mencampur bakteri dan air limbah. Mixing mempunyai aplikasi yang luas di dalam proses pengolahan di bidang teknologi lingkungan seperti dalam proses fisika yaitu untuk pelarutan bahan kimia dan proses pengentalan (thickening), dalam proses kimia yaitu koagulasi–flokulasi dan desinfeksi, proses biologis untuk mencampur bakteri dan air limbah. Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dan partikel dalam air dengan menggunakan bahan kimia (disebut koagulan) yang menyebabkan pembentukan inti gumpalan (presipitat). Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran lebih besar. Proses koagulasi & flokulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: 1. 2. 3. 4.

Memenuhi tugas mata kuliah Unit Operasi; Mengetahui hakikat dari mixing; Mengetahui proses yang terjadi dalam pengadukan (mixing); Mengetahui jenis-jenis dari alat pengaduk.

1.3 Rumusan Masalah 3

Rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan proses mixing? 2. Bagaimana proses yang terjadi dalam mixing? 3. Apa saja alat-alat yang digunakan dalam proses pengadukan?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1

Umum

Pengadukan atau mixing sangat penting dalam proses pengolahan air minum maupun air buangan, karena menyangkut pada perataan konsentrasi kandungan dalam air olahan dan percepatan kontak antar zat yang dimaksudkan untuk membentuk reaksi kimia maupun biokimia. Pencampuran dibedakan atas dua: mixing, merupakan suatu operasi yang dimaksudkan untuk mencampur dua atau lebih materi hingga mencapai tingkat keseragaman yang diinginkan biasanya digunakan untuk proses koagulasi. Sedangkan agitasi dimaksudkan untuk memperoleh turbulensi didalam cairan. Agitasi ditujukan untuk pertumbuhan flok yang biasa disebut flokulasi. Pengadukan dapat dilakukan dengan tiga cara: pertama, memanfaatkan pengadukan alami dengan terjunan air, putaran aliran melewati baffle vertikal maupun horizontal. Hal ini dikenal dengan pengadukan hidrolis. Kedua dengan cara mekanis, menggunakan alat-alat pembantu berupa pedal yang digerakan dengan motor. Ketiga dengan pneumatis, meniupkan gelembung udara ke dalam cairan hingga akan menyebabkan turbulensi aliran (Abuzar,2005). Pengadukan dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan metoda pengadukan.

Berdasarkan

kecepatannya,

pengadukan

dibedakan

menjadi

pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Berdasarkan metodanya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis, pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis (Kurniawan,2011). 2.2 Proses yang Terjadi Saat Pengadukan dalam Pengolahan Air Minum Pengadukan bertujuan untuk memberikan kesempatan kontak antara zat penggumpal/koagulan (biasanya digunakan Aluminium Sulfat, Al2(SO4)3) dengan partikel yang bersifat koloid atau flokulen yang tersuspensi dalam air olahan, Proses ini disebut dengan koagulasi. Kontak tersebut diharapkan akan membentuk flok yang akan mengendap akibat gaya beratnya sendiri, proses ini dikenal dengan flokulasi. Kecepatan suatu partikel berbentuk sferik atau mendekati sferik akan meningkat sejalan dengan peningkatan ukuran partikel. Karenanya stabilitas suspensi yang menyebabkan tumbukan antara partikel tersuspensi yang terjadi akan menghasilkan sedimentasi. Pada gambar 2.1 terlihat bahwa dengan 5

menganggap partikel-partikel berukuran DP1 dan DP2, tersuspensi di dalam suatu cairan dengan kondisi aliran adalah viskos (Rich,1961).

Gambar 2.1 Sketsa Definisi dari Kemungkinan Kontak dalam Flokulasi Agar terjadi kontak, titik tengah kedua partikel harus ada dalam jarak ½ (D P1 + DP2) antara satu sama lainnya. Konsekuensinya, jumlah partikel berdiameter DP2 yang akan kontak dengan partikel berdiameter DP1 per satuan waktu adalah sama dengan jumlah parttikel kedua N2 per satuan volume cairan yang mengalir melalui radius sferik ½ (DP1 + DP2) dalam satuan waktu. Untuk suatu gradien kecepatan ttitik du/dy, volume cairan yang mengalir secara laminer melalui ketebalan dx dalam satuan waktu adalah :



 du  0, 5  2 r 2  x 2  dx dq   x  dy 

 .................................................................(2.1)

aliran total melalui sferik akan : r

q  2 0

q



du 2 r 2  x2 dy



0 ,5

xdx

1 du  D P1  D P 2  3 ..........................................................................(2.2) 6 dy

Dengan demikian jumlah kontak yang dibuat oleh partikel-partikel N 2 berdiameter DP2 dengan partikel-partikel berdiameter DP1 adalah: N' 

1 du N2  D P1  D P 2  3 ...................................................................(2.3) 6 dy

Untuk partikel-partikel N1 persatuan volume diameter DP1, jumlah total persatuan waktu adalah : 6

N " 

1 6

N

1

du dy



D

...............................................................................................................(2.4) Dan dalam sistem keseluruhan: N " 

1 6

N

1

N

du dy

2

...............................................................................................................(2.5) dengan: du/dy = G = gradien kecepatan rata-rata di dalam sistem. Menurut persamaan (2.5), laju flokulasi berbanding langsung terhadap gradien kecepatan rata-rata yang terjadi di dalam sistem. Laju mencapai nilai tertinggi untuk konsentrasi tinggi dan partikel-partikel berukuran besar. 2.3 Pengadukan Hidrolis Pengadukan alami lebih mudah dalam hal operasional dan biaya, namun biasanya membutuhkan lahan lebih luas. Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan 3 cara: 2.3.1 Terjunan Air

h Gambar 2.2 Profil Hidrolis Terjunan Air

7

2.3.2

Aliran dalam pipa

d

v

Q L Gambar 2.3 Profil Aliran Dalam Pipa h f

2.3.3

L.v 2 D.2 g

..........................................................................................(2.6)

Saluran terbuka berbentuk baffle

VL l VB

Gambar 2.4 Profil Aliran Dalam Saluran Terbuka Berbentuk Baffle 2

hn

2

2

2

n .v .L. vL v  (n  1) B  m 4 L 3 .....................................................(2.6) 2g 2g R

Dimana : L

= Panjang saluran total = Σ l

nm

= koefisien manning

N

= Jumlah saluran

R

= Jari-jari Hidrolis

VL

= Kecepatan saluran lurus

VB

= Kecepatan slauran belok

Sedangkan power yang dihasilkan akibat gerakan aliran tersebut : P   .h..Q ..........................................................................................(2.7)

8

Sehingga gradien kecepatan pengadukannya: G

P .   .V

Dimana : ρ

 .h.Q .   .V

 .h. ...................................................(2.8) .  .t d

= Berat jenis air

μ

= Viskositas absolut air

V

= Volume bak atau kapasitas air yang diolah

Q

= Debit aliran air olahan

td

= Waktu detensi

Gradien kecepatan untuk koagulasi (pengadukan cepat) berkisar antara 2001200/dt dan waktu detensinya 90-120 dt, sedangkan untuk proses flokulasi (pengadukan lambat) berkisar antara 10-900/dt dan waktu detensinya 600-1200 dt. 2.4 2.4.1

Pengadukan Mekanis Tipe Mekanis yang digunakan

Pemilihan pengaduk yang tepat menjadi salah satu faktor penting dalam menghasilkan proses dan pencampuran yang efektif. Pengaduk jenis baling-baling (propeller) dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin dengan aliran radial menjadi pilihan yang lazim dalam pengadukan dan pencampuran. Banyak type mekanis yang dapat digunakan dalam operasi mixing dan agitasi ini, diantaranya (Reynold,1982): 1. Paddle Impeller paddle bervariasi dalam desain. Dari paddle tunggal dan datar pada shaft vertikal sampai flokulator banyak blade yang dipasang pada shaft horizontal yang panjang seperti terlihat pada gambar 2.5 berikut ini.

9

Gambar 2.5 Impeller Paddle Shaft Horizontal Paddle dapat berjalan pada kecepatan rendah sampai sedang (2 sampai 150 rpm) dan terutama digunakan sebagai agitator untuk melarutkan suspensi atau sebagai pencampur pada aplikasi viskositas tinggi. Arus utama yang diperoleh merupakan radial dan tangensial terhadap rotating paddle. 2. Turbine Turbine impeller merupakan istilah yang digunakan untuk berbagai macam bentuk impeller. Yang banyak digunakan adalah turbine impeller jenis yang terlihat pada gambar 2.6. Jenis ini terdiri dari beberapa blade lurus yang terpasang vertikal pada suatu piringan datar. Rotasi berlangsung pada kecepatan sedang dan aliran fluida terbentuk pada arah radial dan tangensial.

Gambar 2.6.1. Pengaduk Turbin pada bagian variasi.

10

Gambar 2.6.2 Turbine Impeller 3. Propeller Impeler tipe marine propeller merupakan yang berukuran kecil namun berkecepatan tinggi (400 rpm untuk propeller beerdiameter besar sampai 175 rpm untuk yang berdiameter kecil) dan digunakan secara luas dalam aplikasi viskositas rendah. Impeller ini mempunyai laju pemindahan aliran tinggi dan menghasilkan arus kuat pada arah aksial.

Gambar 2.7 Propeller 4.PengadukHelical-Ribbon Jenis pengaduk ini digunakan pada larutan pada kekentalan yang tinggi dan beroperasi pada rpm yang rendah pada bagian laminer. Ribbon (bentuk seperti pita) dibentuk dalam sebuah bagian helical (bentuknya seperti baling-balling 11

helicopter dan ditempelkan ke pusat sumbu pengaduk). Cairan bergerak dalam sebuah bagian aliran berliku-liku pada bagiam bawah dan naik ke bagian atas pengaduk .

Gambar 2.8. Pengaduk Jenis (a), (b) & (c) Hellical-Ribbon, (d) Semi-Spiral Dalam operasi pengadukan dengan mekanis beberapa hal yang perlu diperhitungkan diantaranya (Reynold,1982): 1. Baffling Komponen aliran tangensial yang diinduksi oleh rotating impeller memberikan pergerakan rotasi yang lebih dikenal dengan vorteks disekitar tiang impeller. Vorteks menghalangi operasi pengadukan dengan cara mengurangi kecepatan impeller relatif terhadap cairan. Sehingga lebih lanjutnya konsumsi daya yang dibutuhkan menjadi lebih sulit dihitung. Karenanya vorteks dapat dikurangi dengan baffling yang tepat. Pembatas vertikal ditempatkan sepanjang dinding tangki untuk memecah pergerakan rotasi dengan mengalihkan cairan kembali terhadap tiang impeller. Untuk operasi turbin impeller, kelebaran baffle harus lebih kecil 1/10 sampai 1/12 diameter tangki.sedangkan pada operasi propeller, lebar yang lebih kecil dapat digunakan. 2. Fluid Regime Rotating impeller terjadi di dalam suatu pola aliran massa fluida yang terbentuk tidak hanya akibat bentuk, ukuran dan kecepatan impeller tetapi juga karena karakteristik kontainer fluida dan adanya baffling. Jika aliran bersifat viskos, tidak ada mixing yang terjadi di dalam akibat difusi. Namun jika aliran turbulen, partikel fluid bergerak dalam semua arah dan pengadukan terjadi terutama akibat dari penempatan konveksi. Transfer moment yang berhubungan dengan penempatan ini menghasilkan tegangan geser yang kuat di dalam fluida. Biasanya aliran massa dan turbulensi atau hasilnya berupa tegangan fluida penting dalam 12

operasi pengadukan. Kebanyakan turbulensi dihasilkan dari adanya kontak antara aliran fluida berkecepatan tinggi dengan yang berkecepatan rendah. Aliran sepanjang sisi kontainer, blade impeller dan sepanjang baffle memberikan turbulensi dalam tingkat yang lebih rendah. 3. Kurva Daya Fluida regime yang terjadi akibat rotating impeller, sehingga gaya-gaya mayor yang terjadi dalam fluida adalah: 

Gaya inersia yang ditandai dengan Power Number NP 



 .n 3 .D 5

..................................................................................(2.12)

Gaya viskos yang digambarkan dalam Bilangan Reynold N Re 



P.g c

n.D 2 .



..................................................................................(2.13)

Gaya gravitasi yang dideskripsikan dengan Bilangan Froude N Fr 

D.n 2 g

Dimana:

......................................................................................(2.14) gc

=

faktor

konversi

hukum

newton,

32,17

ft.lb

massa/dt2.lb.massa Hubungan yang dapat disimpulkan dari ketiga gaya tersebut adalah : p

q

N P  K .N Re .N Fr ...................................................................................(2.15) Dimana: K p, q

= konstanta = Eksponen

nilai K,p dan q tergantung situasi pengadukan. Gaya gravitasi yang digambarkan dalam bilangan Froude menjadi efektif hanya jika aliran turbulen dan oleh karenanya jika vorteks terbentuk disekitar impeller. Plotting logaritmik persamaan (2.15) untuk impeller tertentu diperlihatkan pada gambar 2.8 berikut. Disini bilangan Reynold diplotkan terhadap fungsi daya:

13

Gambar 2.8 Karakteristik Daya Mixing Impeller Untuk kontainer baffle tanpa vorteks:   NP 

P.g c

 .n 3 .D 5

.....................................................................................(2.16)

Kurva ABCD menggambarkan hubungan fungsi daya dan bilangan Reynold Jika vorteks tidak terbentuk. Dan jika vorteks terbentuk:



NP N Fr

q

P.g c   .n 3 .D 5

 D.n 2   g

  

q

..................................................................(2.17)

Kurva ABE memberikan hubungan jika terjadi vorteks. Pada bilangan reynold rendah, kedua kurva bertemu, menunjukkan eksponen q sama dengan nol dan : p

  N P  K .N Re .......................................................................................(2.18) Berlaku untuk kedua kurva diatas. Sampai pada bilangan reynold 10, kemiringan kurva daya mendekati sama dengan –1. Substitusi nilai ini untuk p pada persamaan (2.18) NP 

P.g c     ..................................................................(2.19)  K  2 3 5  .n .D  D. .n. 

14

P

K . .n 2 .D 3 ........................................................................................(2.20) gc

Jika kondisi turbulen sepenuhnya terjadi di dalam kontainer dimana vorteks dihilangkan (dari C ke D pada kurva ABCD) nilai eksponen p adalah nol.   N P  K .................................................................................................(2.21) P

K . .n 3 .D 5 ........................................................................................(2.22) gc

Dalam sistem diatas, turbulensi terjadi pada bilangan reynold = 100.000. Bagian kurva ABE yang terjadi pada daerah aliran turbulen adalah irregular. Konsekuensinya, tidak ada persamaan yang dapat dibuat untuk input daya jika aliran turbulen dan adanya pembentukkan vorteks. Nilai konstanta K tergantung pada bentuk, ukuran impeller serta jumlah baffle dan variabel lainnya yang tidak termasuk dalam persamaan daya. Kecepatan impeller adalah sebesar: v i  2 .r.n ................................................................................................(2.9)

Sedangkan kecepatan relatif yang terjadi akibat pergerakan impeller dan perlawanan air (va) adalah : v  v i  v a ...................................................................................................(2.9)

Sehingga gaya yang dibutuhkan untuk pengadukan adalah sebesar: FD 

1 . .C D . A.v 2 ..................................................................................(2.10) 2

Power yang dibutuhkan dalam mendesain mekanis sebagaimana disebutkan diatas adalah sebesar: P = FD . v.....................................................................................................(2.11) 4. Scale up Hanya sedikit informasi yang ada hubungannya dengan operasi pengadukan pada kinerja proses. Maka konsekuensinya, identifikasi fluid regime optimum untuk mencapai hasil proses yang diinginkan. Sehingga harus didapatkan informasi berdasarkan percobaan laboratorium atau pilot-plant. Jika fluid regime optimum 15

teridentifikasi, metode scaling up untuk operasi skala kecil dapat digunakan untuk mendesain operasi dengan ukuran yang diinginkan yang memiliki dinamika yang sama. Dua sistem yang sama secara geometrik jika rasio dimensi dalam satu sistem sama dengan rasio pada sistem yang lainnya kesamaan kinematik tercapai jika gerakan fluida sama pada kedua sistem yang secara geometrik sama. Sistemsistem akan memiliki kesamaan dinamik jika selain sama secara geometrik dan dinamik, juga mempunyai rasio-rasio gaya yang sama pada titik tertentu di dalam sistem. Jadi sejauh ini scale up akan tepat tercapai hanya di dalam sistem yang secara dinamik sama. Untuk pemakaian daya tertentu, rasio aliran massa-intensitas geser dapat divariasikan dengan menggunakan impeller dengan ukuran berbeda dan secara geometrik sama. Sehingga pada tingkat pilot plant, pertimbangkan dengan baik rasio diameter impeller-tangki yang memberikan hasil proses optimum. Pengaruh ukuran impeller terhadap laju reaksi pada dua jenis proses dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 2.9 Grafik Pengaruh Ukuran Impeller terhadap Laju Reaksi pada Input Daya yang Sama Karena rasio aliran massa terhadap intesitas geser dapat divariasikan pada input daya sama dengan menggunakan impeller berbeda ukuran yang secara geometrik sama, hanya sedikit justifikasi yang diperoleh dengan berbagai variasi bentuk impeller. Seperti telah disinggung sebelumnya, bilangan Reynold berhubungan dengan intensitas geser yang terjadi pada fluida turbulen. Jadi, data laju reaksi yang tergantung pada ketebalan film cairan dapat dikorelasikan dengan bilangan Reynold. Korelasi ini didemonstrasikan oleh Ruhton. Jika impeller dirotasikan 16

pada kecepatan berbeda dalam kisaran aliran yang sepenuhnya turbulen (dari C ke D gambar 2.5), data yang diperoleh akan memberikan hubungan seperti pada gambar 2.10 berikut:

Gambar 2.10 Korelasi Koefisien Laju, Sifat Fluida dan Gerakan Fluida Bilangan Reynold diplot terhadap ψ: h.D  c P .     k  k 

w

....................................................................................(2.23) h = koefisien Transfer panas (BTU)/(ft2)(jam)(oF)

Dimana :

K= kondukrivita termal (BTU)(ft)/(ft2)(jam)(oF) cp= panas spesifik pada tekanan konstan (BTU)/(lb)(oF) w= eksponen Dalam bentuk persamaan hubungannya adalah:  D 2 .n. h.D  K '  k  

m

w

  c P .     ..................................................................(2.24)   k 

Dimana : m = kemiringan kurva korelasi Untuk menghasilkan nilai tertentu dari koefisien transfer h dalam sistem secara geometris sama untuk ukuran berbeda, hubungan scale up dapat diperoleh dengan membagi

hubungan pada persamaan

(2.24) yang diekspresikan dalam

perbandingan ukuran yang satu terhadap yang lain, jika fluida tidak berubah: n 2  D1  n1  D 2

  

 2 m 1) / m 

......................................................................................(2.25)

Dimana : 1 dan 2 merujuk pada ukuran yang berbeda.

17

kebutuhan daya yang harus dipenuhi pada scale up ditentukan dari hubungan yang dikembangkan dengan mengkombinasikan persamaan (2.22) dan (2.25): P2  D2    P1  D2 

 3 m  / m

........................................................................................(2.26)

nilai m tergantung pada geometrik khas tangki serta bentuk, ukuran dan lokasi impeller serta kelengkapan lain di dalam tangki. Plot eksponen ini terhadap rasio daya input persatuan volume di dalam sistem yang secara geometris sama sebagai fungsi ukuran tangki dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.11 Hubungan Daya –Volume Terhadap Skala Eksponen Terlihat dari kurva bahwa secara umum input daya persatuan volume bervariasi dengan scale up. Selain itu, rasio bervariasi terhadap nilai m. 2.5

Pengadukan Pneumatis

Pengadukan dengan memanfaatkan pergerakan naiknya gelembung udara yang menghasilkan fluid regime dilakukan menggunakan injeksi udara (gambar 2.12).

18

Gambar 2.12 Pneumatic Mixing Keuntungan lebih yang didapatkan bila dibanding dua cara sebelumnya: 

Pengadukan lebih besar (G dari pneumatis tinggi);



Penambahan oksigen terlarut ke dalam air olahan.

Hanya saja karena gelembung udara sangat berpengaruh terhadap G. Padahal diameter gelembung udara yang akan dimanfaatkan harus lebih kecil dari 2 mm, sedangkan gelembung udara normal berkisar antara 3-8 mm sehingga cara ini jarang dipakai. Power yang dibutuhkan untuk menghasilkan pengadukan dengan pneumatis ini adalah sebesar:  h  34  p  8,15.Qu .Log   34 

Dimana :

(2.27)

Qu

= Debit alir udara

H

= Kedalaman diffuser.

19

BAB III CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN 1.

Pada sebuah proses pengadukan, air olahan disalurkan pada baffle channel (45 ft x 2,5 ft x 8 ft) dengan kecepatan 0,5 fps dan kecepatan aliran pada belokan 2 fps. Jumlah belokan dalam bak 19 buah. Tentukan (a) headloss dengan mengabaikan faktor gesekan saluran, (b) power, (c) gradien kecepatan (G) dan nilai Gtd dengan debit 6,46 mgd (10 cfs), dengan waktu detensi 30 m, temperatur 500F, μ = 2,74 x 10-5 lb. Force. sec/ ft2, (d) beban saluran (Q/V)!

Penyelesaian : (a)

HL = 20 x (0,5)2/2.g + 19 x (0,5 + 1,5)2/2.g = 1,26 ft

(b)

P = 10 x 62,4 x 1,26 = 790 ft.lb / sec

(c) G =

790 /( 2,74 x10 5 x (10 x30 x60))  40 / sec

Gtd = 40 x (30 x 60) = 7,2 x 104. d) Q/V = 6,46 x 106/ (10x30x60) = 360 gpd/ft3. 2. Tentukan power dan luas paddle yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai G= 50/dt dalam sebuah tangki bervolume 2500 m3. temperatur 150C, koefisien drug 1,8 dan kecepatan paddle 0,6 m/dt, sedangkan kecepatan relatif 0,75 kali kecepatan paddle! Penyelesaian: G

P

 .V

.

P = G2.μ..V

(μ = 1,1447 x 10-3 N dt/m2 pada T=50oC)

P

= (50/dt)2.(1,1447 x 10-3 N dt/m2).(2500 m3)

P

= 7154,375 N m/dt.

P

=

A

2.P  .C D .v 3

A

FD.v

=

1 . .C D . A.v 3 2

(ρ = 999,1 Kg/m3 pada T=50oC)

2. 7154,375

 0,9991.1,8. [0,75 x0,6

3

 87,314m 2 20

3. Sebuah flokulator direncanakan untuk mengolah air dengan debit 20 MGD. Panjang flokulator tersebut 100 ft, lebar 40 ft dan dalamnya 15 ft. Flokulator menggunakan paddle yang berjumlah 4 unit. Paddle tersebut berukuran 40 ft. Dengan lebar 1 ft dan jari-jari 6 ft dari shaft yang terletak ditengah-tengah kedalaman tangki. Setiap paddle memiliki 2 blade yang diputar dengan kecepatan 2,5 rpm. Jika kecepatan air yang timbul adalah ¼ dari kecepatan paddle dan koefisien drugnya 1,8, temperatur air 500F, Viskositas absolut air 2,74 x 10-5 lb force/ft2. tentukan: a. Kecepatan relatif b. Power yang dibutuhkan c. Waktu detensi d. Gradien kecepatan e. Flokulator loading Penyelesaian: a.

v = vi – va = vi – 0,25.vi v = 0,75.(2.π.6 ft.2,5 /menit) v = 70,65 ft/menit = 1,18 ft/dt

b. P = FD.v =

1 . .C D . A.v 3 2

1  62,4  . lb / ft 3 .(1,8).(40 x1x 4 x 2) ft 2 .(1,18 ft / dt ) 3 2  32,2 

P=

P = 916,996 lb ft2/dt3 c.

td = V/Q td =

(100 x 40 x15) ft 3 (20mgd  30,95 ft 3 / dt )

td = 1938,611 dt.

d.

G

P .  .V

= G

916,996lb. ft 2 / dt 3 . (2,74.10 5 lb. force / ft 2 .60.000 ft 3

G = 23,617 /dt e.

Floading = Q/V = 30,95 ft3/dt : 60.000 ft3

21

Floading = 5,15x10-4 /dt 4.

Pada sebuah bak koagulasi dasar berbentuk bujursangkar, dengan rasio kedalaman air terhadap lebar bak = 1,25, debit olahan 2 mgd, gradien kecepatan 790 /dt. Waktu detensi 40 dt, temperatur air 50 0F μ = 2,74 x 10-5 lb. force. sec/ ft2 dan letak diffuser 0,5 ft diatas dasar bak. Tentukan (a) dimensi bak, (b) power yang dibutuhkan, (c) debit udara yang dibutuhkan!

Penyelesaian : a.

b. c. 5.

V

= (2 x 106 ) x 40 / (86400 x 7,48) = 123,79 ft3.

V

= 123,79 ft3 = P x L x T = L x L x 1,25 L

L

= 4,63 ft maka P = 4,63 ft dan T = 5,94 ft

P

= (790)2 x 2,74 x 10-5 x 123,79 ft = 2116,85 ft.lb/dt

Ga 

2116,85 / 81.5  5,94  34 371,43 ft3/min log .( ) 34

Operasi mixing dilakukan pada tanki yang dilengkapi dengan turbine impeller 2 ft dengan 6 plat yang secara geometri sama dengan data pada tabel 2.1. Temperatur cairan sekitar 60 F (μ= 8.04 x 10-4 lbmass/(sec)(ft)). Vortex telah dihilangkan dengan baffle. a. Tentukan kecepatan rotasi (rps) impeller sehingga terjadi turbulensi. b. Hitung konsumsi power (ft.lbf/sec)

Penyelesaian : a. Turbulensi terjadi pada NRe = 100000,

b. Power

pada 0.324 rps

22

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah: 1. Pengadukan/mixing merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen; 2. tujuan pengadukan adalah memberikan kesempatan kontak antara zat penggumpal/koagulan (biasanya digunakan Aluminium Sulfat, Al2(SO4)3) dengan partikel yang bersifat koloid atau flokulen yang tersuspensi dalam air olahan; 3. pengadukan dapat dilakukan dengan tiga cara: pertama, memanfaatkan pengadukan alami dengan terjunan air, putaran aliran melewati baffle vertikal maupun horizontal, yang dikenal dengan pengadukan hidrolis. Kedua dengan cara mekanis, menggunakan alat-alat pembantu berupa pedal yang digerakan dengan motor. Ketiga dengan pneumatis, meniupkan gelembung udara ke dalam cairan hingga akan menyebabkan turbulensi aliran. 4.2 Saran Adapun saran dari makalah ini adalah: 1. Diharapkan agar pemerintah maupun pihak-pihak terkait berkontribusi dalam memperhatikan proses pengadukan/mixing dalam prakteknya agar tercapai 2.

proses pengolahan air yang baik; Sebagai seorang sarjana Teknik Lingkungan hendaknya bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang proses pengolahan air minum.

DAFTAR PUSTAKA S. Abuzar, Suarni. Diktat Mata Kuliah Satuan Operasi (TLI 311). Teknik Lingkungan Unand. Padang. 2005 23

Reynold, Tom D. Unit Operation and Processes In Environmental Engineering. Brooks/Cole engineering division, Monterey, California. 1982 Rich, Linvil. G. Unit Operation of Sanitary Engineering. John Wiley & Sons. Clemson, South California. 1961. Kurniawan, Rahmat. 2011. Pengadukan dan Pencampuran. http://tekimku. blogspot. com/2011/08/pengadukan-dan-pencampuran.html. Tanggal akses: 06 September 2017

24

Related Documents

Mixing Kelp 9.doc
December 2019 15
Mixing
May 2020 17
Suse 9doc
November 2019 18
Mixing Thing1
April 2020 18
Concrete Mixing
November 2019 27
Ga Mixing
October 2019 16

More Documents from ""

Mixing Kelp 9.doc
December 2019 15
Tugas 2 Konserling.docx
December 2019 9
Prposal.docx
December 2019 9