METODOLOGI TAFSIR MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah : Ilmu Tafsir Dosen Pembimbing : H. M. Mustahal,Lc,MIS.
oleh Fatihatul Hasna Ulinuha Lina Listiana
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH(MUAMALAH0 JURUSAN SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI PURWOREJO 2019
A. PENDAHULUAN Studi tentang metodologi tafsir masih terbilang baru dalam khazanah intelektual umat Islam. Ia baru dijadikan sebagai objek kajian tersendiri jauh setelah tafsir berkembang pesat. Pilihan metode tergantung kepada kecenderungan dan sudut pandang mufasir, serta latarbelakang keilmuan dan aspek-aspek lainnya. Metodologi tafsir dapat diartikan sebagai pengetahuan mengenai cara yang ditempuh dalam menelaah, membahas dan merefleksikan kandungan al-quran secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu karya tafsir yang reperesentetif. Metodologi tafsir merupakan alat dalam upaya menggali pesan-pesan yang terkandung dalam kitab suci umat Islam. Hasil dari upaya keras dengan menggunakan alat dimaksud terwujud sebagai tafsir. Konsekuensinya, kualitas setiap karya tafsir sangat tergantung kepada metodologi yang digunakan dalam melahirkan karya tafsir.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja metodologi tafsir yang digunakan oleh mufasir? 2. Apa saja masodir( sumber) metodologi tafsir?
1
C. PEMBAHASAN Beberapa Corak dan Metode Tafsir 1. Metode Tahlili Tahlili adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Seorang penafsir yang mengkiutui metode ini menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara runtut dari awal hingga akhirnya, dan surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf “ Ustmani”. Untuk itu juga menguraikan kosa kata dan lafal, menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsur-unsur I’jaz dan balaghah. Serta kandungannya berbagai aspek pengetahuan dan hukum. Penafsiran denagn metode tahlili juga tidak mengabaikan aspek asbab al nuzul dan munasabah. sedangkan definisi penafsiran tahlili adalah metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul, nasikh mansukh, yang berkenan dengan ayat yang ditafsirkan. Sistematika metode analitis biasanya diawali dengan mengemukakan korelasi (munasabah) baik antar ayat maupun surat, menjelaskan latar belakang turunnya surah (asbabun nuzul), menganalisis kosa kata dan lafadz dalam konteks bahasa Arab, menyajikan kandungan ayat secara global, menjelaskan hukum yang dapat dipetik dari ayat, lalu menerangkan ma’na dan tujuan syara’ yang terkandung dalam ayat. Untuk corak tafsir ilmu dan social kemasyarakatan, biasanya penulis memperkuat argumentasinya dengan mengutip pendapat para ilmuwan dan teori ilmiah kontemporer. Dalam pembahasannya penafsir biasanya merujuk riwayat-riwayat terdahulu baik yang diterima Nabi, sahabat maupun ungkapan-ungkapan arab Raislam dan kisah Isroilliyat. 2
berupa: al-tafsir bi al-ma’tsur, al-tafsir bi al-ra’y, al-tafsir al-shufi, altafsir alfiqhi, al-tafsir al-falsafi, al-tafsir al’ilmi dan al-tafsir al-adabi al-ijtima’i.1 a. Tafsir bil al-ma’tsur Merupakan salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali dalam sejarah khazanah intelektual Islam. Praktik penafsirannya adalah ayat-ayat Qur’an yang ditafsirkan dengan ayat-ayat yang lainnya, atau dengan riwayat dari Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan juga dari tabi’in. Diantara kitab-kitab tafsir yang mengunakan metode ini dengan bentuk ma’tsur adalaah jami’ al-bayan fi Tafsir al-quran karya Ibn jarir al-thabari dan tafsir al-quran al‘zim oleh Ibn katsir. b. Tafsir bi al-ra’y Adalah penafsiran al-quran dengan ijtihad dan penalaran. Tafsir ini muncul sebagai sebuah metedologi pada periode akhir pertumbuhan tafsir al-ma’tsur, meskipun telah terdapat upaya sebagian kaum muslimin yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan penafsiran dengan ijtihad, khususnya zaman sahabat senagai sebagai tonggak munculnya ijtihad dan istinbath dan periode tabi’in. tidak tertutup kemungkinan jika sejak nabi Muhammad benih-benih tafsir bi al-ra’y tekah tumbuh dikalangan umat Islam.2 Diantara kitab-kitab tersebut adalah mafatih al-ghaib karya fahruddin al-Razi dan anwar al-tanzil waasror al-Ta’wil karya alBaidhowi. c. Tafsir al- sufi identik dengan tafsir al-isyari, yaitu suatu metode penafsiran al-quran yang lebih menitik beratkan kajiannya pada makna batin dan bersifat alegoris diantaranya adalah Tafsir al-Qur’an al-karim oleh al-Tusturi dan haqaaiq al-Tafsiir karya al-Salami
Abd. Mu’in Salim, Metodologi Ilmu Tafsir ( Yogyakarta, Teras, 2010) hal. 41 Ibid., hal 42-43
1 2
3
d. Tafsir al-fiqhi yakni salah satu corak tafsir yang pembahasannya berorientasikan pada persolan-persolan hukum Islam. Tafsir jenis ini, banyak sekali terdapat dalam sejarah Islam terutama setelah masa fiqh berkembang pesat. Sebagian diantaranya, memang disusun untuk membela suatu mazhab fiqh tertentu. Dantara kitab tafsirnya adalah Ahkam al-Qur’an oleh al-Jashasa al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Qurthubi. e. Tafsir al-falsafi tafsir yang mengikuti corak ini tidak begitu banyak. Bahkan, bisa dikatakan tidak ada karya tafsir falsafi yang lengkap. f. Tafsir al-‘Ilmi berkaitan dengan ayat-ayat kauniyyah yang terdapat daam al-Qur’an. Tafsir jenis ini berkembang peesat setelah kemajun peradaban di dunia Islam. Meskipun demikian, jumlah kitab tafsir yang mengikuti metode ini tidaklah begitu banyak. Mafaatih alGhaib karya al-Razi ada yang menggolongkannya ke dalam tafsir jenis ini. g. Tafsir al-Adab al-Ijtima’I adalah salah satu corak penfsiran al-Qur’an yang cenderung
kepada
persoalan
sosial
kemasyarakatan
dan
mengutamakan keindahan gaya bahasa. Tafsir ini, lebih banyak mengungkapakan
hal-hal
yang
ada
kaitannyadengan
perkembangan kebudayaan yang sedang berlangsung. Tafsir alManar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dapat digolongkan mengikuti corak al-adab al-ijtima’i ini. 2.
Metode Ijmali3 Metode Ijmali adalah metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini, penafsiran
3
Ibid.,. hal. 45-48
4
menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Penafsirsn dengan metode ini, dalam penyampaiannya, menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan bahasa al-Qur’an. Sehingga dengan demikian, dapatlah diperoleh pengetehauan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah kepada tujuannya dengan cara yang mudah serata uraian yang singkat dan bagus. Kitab-kitab tafsir yang mengikuti metode ini, diantaranya Tafsir jalalain karya Jalal alDin as-Suyuti dan Jalal al-Din al-Mahali, tafsir al-Qur,an al-‘Azhim oleh Muhammad Farid Waddi dan tafsir al-Wasith karya komite ulama’ al-Azhar Mesir. 3. Metode Muqaran Metode muqarrin yaitu, metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsure yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan unsure-unsur yang berbeda. Tafsir muqarrin dilakukan dengan membandingkan ayat satu dengan yang lain, yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbedaatau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama, atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadist yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-qur’qn. Jadi dilihat dari pengertian tersebut dapat dikelompokkan 3 objek kajian tafsir, yaitu membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain, membandingkan ayat dengan hadist Nabi SAW (yang terkesan bertentangan), dan membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir (baik ulama salaf maupun ulama khalaf). Metode tafsir ini, menekankan kajiannya pada aspek perbandingan (Komparasi) tafsir alQur’an. Penafsiran yang menggunakan metode ini, pertama menghimpun sejumlah ayat-ayat alQur’an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat-ayyat tersebut. Salah satu karya tafsir yang lahir di zaman modern ini, yang menggunakan metode komparasi adalah Qur’an and Its Intrepreters sebuah karya Prof. Mahmud Ayyub. 5
Metode muqaran muga digunakan dalam membahasa ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan redaksi namun berbicara tentang topik yang berbeda. 4. Metode Maudhu’i Yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan topic tersebut, lalu dicarilah kaitan antara berbagi ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait. Metode ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Syekh Mahmud Syaltut (1960 M) ketika menyusun tafsirnya, Tafsir Al-Qur’an Karim. Sebagai penerapan ide yang dikemukakan oleh asy-Syatibi, ia berpendapat bahwa setiap dalam surat walaupun masalah yang dikemukakan berbeda-beda namun ada satu tema yang sentral yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda. Ide ini dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumi. Ketua jurusan Tafsir fakultas Usuluddin Universitas AL-Azhar sampai tahun 1981. Berikutnya Prof. Dr. Al-Farmawi menyusun sebuah buku yang memuat langkah-langkah tafsir maudu’I yang diberi judul al-bidayah wan nihayah fi tafsir al-maudu’i. Metode tafsir Maudhu’i juga disebut dengan metode tematik karena pembasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-Qur’an. Ada dua cara dalam tata kerja metode tafsir maudhu’i : Pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah (Maudhu’ atau tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam pelbagian surah al-Qur’an. Kedua, penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat alQur’an. Al-Farmawi mengemukakan enam langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin menggunakan metode maudhu’i langkah-angkah yang dimaksud adalah 1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara maudhu’i 2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan , ayat makkiyah dan madaniyyah
6
3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya atau sabab al-nuzul 4. Mengetahui hubungan (munasabah) ayata ayat tersebut dalam masing-masing suratnya 5. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna, daan sistematis. 6. Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila diandang perlu, sehingga pembahasan smakin sempurna dan jelas Metodologi yang Wajib Dimiliki oleh Mufassir Seorang Mufassir yang akan menafsirkan pertama pastim akan melihat Kitabullah, Jika tidak ditemukan di al-Qur’an, maka mencarinya dalam Sunnah (hadis), jika ditemukannya dalam sunnah, maka kembali ke perkataan sahabat dan perkataan tabi’in, karena mereka lebih mengetahui tentang kitabullah. Dan jika tidak ditemukan dari semua itu, maka ditemukanlah dalam bekerja, berpkir serta berusaha mencarinya sesuai yang dikehendaki oleh Allah swt. Dan inilah metodologinya :4 Pertama, Penyesuaian tafsir untuk Mufassir dengan tanpa mengurangi makna yang dinutuhkan dari penjelasan makn, dan juga tidak menambahnya, tidak melenceng dari tujuan. Kedua, Meperhatikan makna hjaqiqi dan makna majazi Ketiga, Memperhatikan karangan antara makna tujuan. Keempat, Memperhatikan keterkaitan (munasabah) diantara ayat-ayat, maka menjelaskan titik kesesuaian dan keterkaitan anatara ayat yang pertama dan terdahulu dari al-Qur’an. Kelima, Memperhatikan asababun nuzul Keenam, Sesudah selesai menyebutkan munasabah dan asbabun nuzul, Memulai dengan [erkara yang berhubungan dengan lafal mufradat dari segi bahasa, shotof, dan balaghoh, kemudian disesuaikan dengan susunan (tarkib), kemudian dijelaskan dengan makna yang diharapkan, kemudian disimpulkan. Ketujuh, Mufassir menjauhi sifat kebohongan atau kepura-puraan dalam mengulang al-Qur’an Kedelapan, Jika sudah melakukan kesemuanya, maka akan mengerti tarjih (penguatan) sehingga jika ditemukan ayat ayat yang muhtamilah, setelah itu bias menjadi rajih.
4
Syekh Kholid Abdurrahman, Ushulu tafsir wa qowa’iduhu hal. 81
7
Pengertian Tafsir bil ma’tsur5 Tafsir bil ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan al-Qur’an atau riwayat yang shahih yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat), al-Qur’an dengan Sunnah, perkataan sahabat karena merekalah yang lebih mengetahui Kitabullah, atau dengan pendapat tokoh-tokoh tabi’in. Tafsir Riwayat (ma’tsur) ialah rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan as-Sunnah Nabawiyyah. Dengan demikian maka tafsir ma’tsur adalahtafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan Sunnahatau penafsiran al-Qur’an menurut atsar yang timbul dari kalangan Sahabat. Tafsir bir ra’y adalah tafsir yang menjelaskan maknanya atau maksudnya, mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri, pengambilan kesimpulan (isthinbath) pun didasarkan pada logikanya semata. Menurut ulama tafsir, tafsir dirayah disebut juga tafsir ra’yu atau tafsir dengan akal karena penafsiran kitab Allah bertitik tolak dari pendapatnya dan ijtihadnya, tidak berdasarkan pada apa yang dinukilkan dari sahabat atau tabi’in. Yang dimaksud dengan tafsir bi al-Ra’yi, menurut ahli tafsir adalah “ijtihad”yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, bias diikuti serta sewajarnya digunakan oleh orang yang hendak mendalami al-Qur’an atau mendalami pengertiannya. Tafsir bil Ra’y terbagi dalam dua bagian yaitu ; a. Tafsir Mahmud Tafsir Mahmud adalah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’, dauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks al-Qur’an. Barangsiapa menafsirkan al-Qur’an menurut ra’yunya dengan memperhatiamn ketentuan-ketentuan tersebut dengan berpegang teguh pada makna-makna al-
5
Muhammad Al ghazali, Berdialog dengan al-Qur’an (Bandung:Mizan 1997) hal 99
8
Qur’an maka, penafsirannya dapat diambil serta patut dinamai tafsir Mahmud atau tafsir masyru’ (berdasarkan syari’at). b. Tafsir Madzmum Tafsiy Mazmum yaitu apabila al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau menurut sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar dasar bahasa dan syari’at, atau Kalam Allah ditafsirkan menurut pendapatyang salah dan sesat. Ash Shabuni mengatakan, Apabila seseorang tidak memahami kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya, ia akan berjalan sebagaimana unta buta yang otaknya miring dan pemahamannya picik. Sesunngguhnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar hendaknya suka merenungkan al-Qur’an. Sebagaimana hal itu termaktub dalam firmanNya : Artinya : “(Inilah) Kitab yang kami turunkan kepada engkau lagi diberkati, supaya mereka memperhatikan ayat ayat dan supaya mendapat peringatan orang-orang yang berakal” (QS.Shaad:29) Dan dalam firmanNya : Artinya :”Tidakkah mereka memperhatikan al-Qur’an? Bahkan adakah kunci atas hati mereka(QS. Muhammad:24)
9
SIMPULAN Metodologi tafsir ada empat macam, tahlili, ijmali, muqarran, dan maudhu’I masing masing metode tersebut memiliki kriteria tersendiri. Tafsir bil ma’tsur (al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan as-Sunnah) tidak dapat diragukan lagi kebenarannya dan tidak dapat diperselisihkan karena keduanya sudah benar. Tafsir bir ra’y adalah tafsir yang menjelaskan maknanya atau maksudnya, mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri, pengambilan kesimpulan (isthinbath) pun didasarkan pada logikanya semata.
10
DAFTAR PUSTAKA Al-Ghazali, Muhammad.1997.Berdialog dengan al-Qur’an.Bandung:MIZAN Abdurrahman, Kholid. Ushulut Tafsir waQowaiduhu Mu’in Salim, Abd. Metodologi Ilmu Tafsir .Yogyakarta:Teras
11