E
B
A H A N
T
B
A C A A N
A Z K I R A H
M enja ga Konsistensi Nilai Puasa PADA sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk melakukan iktikaf. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, maka iktikaf itu dilakukan di masjid. Dengan berdiam diri di masjid, seseorang diharapkan dapat lebih berkonsentrasi untuk melakukan amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah dapat melalui amalan yang langsung berhubungan dengan Allah, di antaranya melalui zikir, tadarus dan salat sunat. Melalui amalan tersebut diharapkan keimanan terhadap Allah semakin tebal. Sebab, dalam zikir seseorang tidak sekadar menyebut asma Allah dengan segala keagungan-Nya, tetapi perlu diresapkan dalam hati sehingga tidak ada keraguan sedikit pun terhadap takdir, perintah ataupun larangan-Nya. Sering ditemukan adanya kontradiksi antara pengakuan terhadap sifat Allah dengan sikap hidup sehari-hari. Sewaktu mengalami kegagalan, orang sering meragukan kasih sayang Tuhan terhadap dirinya. Namun setelah diketahui kegagalan itu justru membawa hikmah bagi dirinya, barulah dia dapat menangkap kasih sayang Tuhan tersebut. Untuk menemukan rahasia kekuasaan Tuhan yang terdapat dalam kehidupan tiaptiap manusia itu, diperlukan perenungan untuk melihat kembali perjalanan hidup yang telah dilalui selama ini, salah satu caranya adalah dengan melakukan iktikaf. Dalam iktikaf, seseorang perlu menelusuri pula kesalahan yang telah diperbuat terhadap sesama manusia, di samping dosanya terhadap Tuhan. Kesadaran akan kesalahannya pada masa lalu itu sangat bermanfaat bagi perbaikan dirinya pada masa mendatang. Dengan demikian puasa yang dilakukan dalam bulan Ramadan, akan dapat membawa pada kehidupan yang lebih baik. Seperti ini kiranya gambaran orang yang mendapat berkah lailatulkadar. Evaluasi Diri Selama iktikaf, seseorang dianjurkan melakukan perenungan untuk mawas diri. Siapa sesungguhnya dirinya, apa tujuan hidupnya di dunia, dan ke mana atau apa tujuan akhir yang ingin diraihnya.
Menjaga Konsistensi Nilai Puasa________________________________________ Perenungan terhadap jati diri manusia dapat diawali dari pemikiran tentang kejadian manusia yang tercipta dari "setetes air yang hina/sperma'' (Alquran 32:7). Kesadaran ini akan menghilangkan sifat sombong, karena kelebihan yang dimiliki manusia seperti kekayaan, kecantikan, jabatan, dan sebagainya hanya merupakan atribut yang tidak dapat mengubah hakikat manusia yang tercipta dari sesuatu yang sering dipandang kotor. Salah satu jalan yang ditunjukkan Islam untuk mendapatkan status yang mulia adalah memiliki iman dan diwujudkan dalam perilaku yang mencerminkan ketakwaan kepada Allah. Karena itu, perenungan tentang tingkat ketakwaannya perlu dilakukan pula. Apakah keimanan yang dimiliki telah direfleksikan dalam kehidupan sehari-harinya, ataukah masih terbatas pada pengakuan saja? Pertanyaan semacam itu membutuhkan jawaban jujur dengan memutar kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi selama ini. Ada beberapa orang yang membagi tahapan hidupnya, mulai dari masa remaja, dewasa, hingga masa tua untuk lebih mudah mengingat kesalahan yang pernah dilakukan pada tiap-tiap periode tersebut. Namun ada pula yang mengingat lintasan jalan hidup itu hanya yang terjadi tahun lalu, karena sebelumnya telah melakukan evaluasi diri. Beberapa pertanyaan berikutnya dapat dimunculkan untuk mendapat jawaban jujur dari hati nuraninya. Misalnya tentang waktu hidupnya selama ini digunakan untuk apa? Apakah untuk berbuat amal kebaikan atau sebaliknya, justru bergelimang dosa. Andaikata dibuat persentase antara amal kebaikan dan dosanya, lebih besar yang mana? Dari hasil jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dilakukan evaluasi selanjutnya, dengan mengemukakan pertanyaan: sudah siapkah dirinya, jika sewaktu-waktu harus menghadapi kematian, dalam kondisi penuh dosa? Kesadaran akan dosa dan kematian akan mendorong seseorang untuk bertobat dan mengubah cara hidupnya ke arah yang diridai Allah. Beberapa pengalaman telah diungkapkan para selebritas seperti yang dimuat di harian ini, yang menunjukkan adanya perubahan perilaku setelah melakukan perenungan terhadap jati dirinya sebagai hamba Allah yang sewaktu-waktu dapat mati. Hati nurani mereka selalu mende- ngungkan pertanyaan, bekal apa yang akan dibawa untuk menghadap ke hadirat Allah? Ini merupakan awal yang baik, untuk melangkah pada tahapan perencanaan program tentang bentuk kehidupan yang akan datang. Neraca Untung Rugi Ibarat suatu badan usaha yang setiap bulan membuat neraca, ibadah puasa dalam bulan Ramadan diakhiri pula dengan iktikaf yang dapat digunakan sebagai jalan untuk menghitung dosa dan amal kebaikan yang telah dilakukan.
Menjaga Konsistensi Nilai Puasa________________________________________ Tidak ada seorang pun yang menginginkan kerugian dalam usahanya, apalagi rugi dalam menggunakan sisa hidupnya. Untuk itu, menghitung amal perbuatan sendiri, sangat bermanfaat untuk mengetahui seberapa jauh seseorang mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematiannya, yang mau tidak mau pasti akan dijalaninya. Mengingat mati merupakan pendorong untuk segera melakukan tobat dan memperbanyak amal saleh, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak mengingat mati. Karena kedatangan ajal itu sendiri tidak dapat diduga. Neraca amal akan memberikan gambaran pula tentang perkembangan atau kemunduran amal seseorang. Karena itu, dapat dibuat perbandingan dengan masa sebelumnya. Apakah dengan bertambahnya usia, semakin bertambah amal salehnya, ataukah yang bertambah justru dosanya. Grafik amal sangat bermanfaat untuk mencari sebab terjadi penurunan amal saleh dan peningkatan dosa. Dengan mengetahui faktor pendorong atau penyebabnya, akan dapat diperbaiki agar grafik itu meningkat, tidak mengalami kemandekan atau penurunan. Di Rumah Pertanyaan yang sering muncul berkaitan dengan iktikaf adalah mengenai boleh atau tidaknya melakukan iktikaf di rumah. Pertanyaan semacam ini sering dilontarkan muslimah atau orang-orang yang memiliki kesibukan di rumah yang menghalanginya untuk tinggal/berdiam di masjid. Mengingat tujuan iktikaf adalah pendekatan diri kepada Allah, yang di antaranya untuk mukhasabah (menghitung-hitung amal) yang membutuhkan konsentrasi, masjid memang merupakan tempat yang tepat untuk melakukan hal tersebut. Dengan berdiam di masjid, diharapkan konsentrasi tidak terganggu oleh pikiran atau kesibukan lain, sehingga membuahkan hasil terbukanya kesadaran akan jati diri, yang berimplikasi pada peningkatan ketakwaannya kepada Allah. Mengingat besar manfaat perenungan diri bagi pembinaan ketakwaan seseorang, kiranya tidak ada salahnya jika yang berhalangan iktikaf di masjid dapat melakukan perenungan itu di rumah. Agar konsentrasi dapat terlaksana dengan baik, bagi muslim atau muslimah yang ingin melakukan perlu mencari waktu yang tepat, agar konsentrasi terlaksana dengan baik. Dengan demikian pada sepuluh hari terakhir bulan Puasa, banyak yang berpeluang mempertinggi tingkat ketakwaan masing-masing, sebagaimana tujuan diperintahkannya berpuasa.
Menjaga Konsistensi Nilai Puasa________________________________________ Jika setiap muslim dapat melaksanakan mawas diri itu minimal sekali dalam setahun, seperti dalam bulan puasa ini, maka usaha memperbaiki masyarakat yang dilanda krisis moral akan dapat terwujud. Karena individu-individu yang menjadi anggotanya dapat menghentikan atau minimal mengurangi perilaku yang merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Kemauan yang didukung oleh kesadaran pribadi sebagai hasil dari perenungan tersebut akan lebih kuat tertanam dalam jiwanya, sehingga tidak mudah hilang dengan bergantinya bulan Ramadan ke bulan Syawal yang bagi sebagian orang sering menjadi alasan pudarnya pengendalian diri yang sudah dilatih selama sebulan. Tidak jarang kita saksikan kesalehan dalam bulan Ramadan tidak membekas sama sekali, bahkan tidak jarang yang kembali pada kubangan dosa.