Meninjau Penanganan Sampah Di Malaysia.docx

  • Uploaded by: Afrina Fazira
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Meninjau Penanganan Sampah Di Malaysia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,018
  • Pages: 3
MENINJAU PENANGANAN SAMPAH DI MALAYSIA Persoalan sampah merupakan persoalan klasik yang dialami oleh hampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan di negara-negara berkembang lainnya. Dalam kurun waktu dua puluh tahun, limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan domestik dan komersial ini sudah memusingkan hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia . DKI Jakarta misalnya, dengan penduduknya yang berjumlah sekitar 8,5 juta jiwa, hingga saat ini masih harus bergelut menghadapi tekanan produksi sampah yang mencapai ± 8000 ton/hari. Berbagai upaya penanganan telah dilakukan, namun belum dapat menyelesaikan persoalan yang kian mendesak, bahkan cenderung menimbulkan persoalan baru bagi daerah pinggiran kota yang dipilih sebagai lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Masih segar dalam ingatan kita akan kasus Bojong, yang direncanakan sebagai Tempat Pembuangan Sampah Terpadu oleh pemerintah DKI Jakarta, tapi kemudian menuai konflik yang berkepanjangan dengan masyarakat sekitar. Permasalahan serupa juga sebelumnya muncul di TPA Bantar Gebang yang mengundang protes karena sistem sanitary landfill tidak dilaksanakan sesuai aturan sehingga menimbulkan dampak lingkungan yang cukup serius bagi warga yang tinggal disekitarnya. Ribuan warga yang bermukim di sekitar kawasan TPA seluas 108 hektare itu terjangkit penyakit sampah antara lain, diare, gatal, radang tenggorokan, batuk dan infeksi saluran pernafasan atas (ispa) sehingga diperlukan penanganan serius oleh puskesmas setempat. Secara teknis, penanganan sampah mulai dari tahap segregasi di tingkat rumah tangga atau tempat usaha, hingga tahap pembuangan akhir tidak dapat lagi dilakukan secara parsial, melainkan harus terintegrasi. Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatifalternatif

pengelolaan.

Alternatif-alternatif

tersebut

harus

bisa

menangani

permasalahan

pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Privatisasi Pengelolaan Sampah Di Malaysia Sebagaimana negara berkembang lainnya, Malaysia juga dihadapkan pada masalah bertambahnya produksi sampah dan upaya pembuangannya. Dengan jumlah penduduk sebesar 24 juta jiwa, Malaysia menghasilkan sampah domestik sekitar 16.000 ton per hari. Permasalahan umum yang terjadi adalah: pelayanan pengumpulan sampah sangat tidak efisien, tidak memiliki sistem pengendalian lingkungan, pelaksanaan teknis operasional yang buruk, masih menerapkan pembakaran sampah secara terbuka (open burning dumping), menjamurnya tempat-tempat pembuangan sampah illegal, serta tingkat kesadaran masyarakat yang rendah dalam penanganan sampah. Pada lingkup internal pemerintah, masalah koordinasi antar instansi sangat lemah, ketidakjelasan fungsi masing-masing sektor dan beban pengalokasian biaya bagi pelayanan dan pengolahan sampah yang mencapai hampir 50% dari anggaran operasional pemerintah daerah.. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pemerintah Malaysia kemudian menyerahkan tugas pengelolaan sampah kepada pihak-pihak swasta.

Pada tahun 1993, pemerintah Malaysia menggagas program privatisasi pengelolaan sampah, yang dimulai dengan menyiapkan sebuah rencana privatisasi pengelolaan sampah untuk tiap tahap kegiatan, mencakup : pengumpulan, pemungutan, pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah. .. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai upaya menciptakan suatu sistem pengelolaan sampah secara terpadu, terencana, terkelola dengan baik, efisien dan efektif, dengan memanfaatkan teknologi tinggi yang menitikberatkan pada pengurangan sampah dan penggunaan teknologi untuk proses daur ulang dan composting, sehingga dapat meminimalkan kebutuhan akan tempat pembuangan akhir. Sejalan dengan kebijakan privatisasi, pemerintah Malaysia mulai melakukan penyesuaian hukum dan peraturan pada setiap level untuk mendukung kebijakan tersebut, termasuk mengeluarkan kewajiban pemisahan sampah yang dapat didaur ulang mulai dari tingkat rumah tangga. Peran pemerintah selanjutnya adalah melakukan pengawasan ketat agar perusahaan swasta yang ditunjuk tetap memenuhi kualitas, standar, dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Program privatisasi secara nasional dilakukan dengan memberi kontrak konsesi selama 20 tahun kepada 4 perusahaan swasta lokal yang ditunjuk mengelola sampah pada 4 wilayah, yaitu : Alam Flora Sdn Bhd yang bertanggung jawab untuk wilayah bagian tengah dan timur - termasuk Kuala Lumpur, Northern Waste Industries Sdn Bhd yang bertanggung jawab untuk wilayah bagian utara, Southern Waste Management Sdn Bhd yang mengelola wilayah bagian selatan dan Eastern Waste Management Sdn Bhd untuk wilayah bagian timur. Lingkup program privatisasi ini meliputi seluruh aspek pengelolaan sampah, yaitu mulai dari pengumpulan, pengangkutan, pemilahan, pembangunan transfer station, proses daur ulang hingga pembuangan akhir. Sementara untuk limbah beracun dan berbahaya (hazardous waste), pengelolaan diserahkan kepada konsorsium swasta yang bertugas mengoperasikan sebuah pusat fasilitas pengolahan limbah beracun terpadu yang berlokasi di Bukit Nanas, Negeri Sembilan. Seluruh peraturan dan pengawasan limbah beracun berada di bawah wewenang dan diawasi secara ketat oleh Departemen Lingkungan Hidup, baik pada tingkat pusat maupun wilayah. Sebagai upaya pengurangan produksi limbah industri, pemerintah Malaysia mengeluarkan keringanan pajak bagi industri-industri yang menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta melakukan promosi agar industri mengolah dan memanfaatkan kembali produk-produk dan kemasannya. Oleh media setempat, program privatisasi di Malaysia dinilai telah mampu menciptakan suatu sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien ditinjau dari aspek operasional. Namun bukan berarti masalah pengelolaan sampah di negara itu sudah teratasi seluruhnya. Alternatif pengolahan sampah akhir masih menjadi salah satu masalah yang belum terpecahkan. Penerapan system land fill sudah mulai banyak ditentang. Beberapa negara bagian bahkan melarang wilayahnya untuk dijadikan lokasi pembuangan akhir karena alasan gangguan lingkungan. Pembakaran sampah dengan incinerator juga sudah banyak ditentang oleh berbagai kalangan karena menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Perusahaan-perusahaan swasta yang telah ditunjuk untuk menangani sampah dituntut untuk mampu menjawab tantangan tersebut. Salah satu upaya terobosannya adalah system pengolahan

sampah akhir yang menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pada skala lingkungan melalui program waste to energy, seperti yang sudah diterapkan di Johor. Pada tingkat masyarakat, pelaksanan program pemisahan jenis sampah masih terbentur kendala sosial dan budaya, sehingga terus dilakukan sosialisasi oleh pemerintah dan swasta sebagai bagian dari program public awareness. Dalam hal ini, perusahaan swasta yang telah mendapat konsesi bersama dengan Kementrian Perumahan dan Pemerintah Daerah secara aktif memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang daur ulang sampah, antara lain dengan mendirikan Recycling Centres di kawasan-kawasan permukiman dimana warga bisa menjual barang-barang bekas yang masih dapat didaur ulang dengan harga yang cukup menarik, mengadakan seminar dan kampanye ke sekolahsekolah, industri dan institusi komersial, serta memobilisasi kios-kios daur ulang yang secara teratur mengunjungi sekolah dan tempat-tempat umum. Untuk meningkatkan minat dan apresiasi pelajar, seringkali diselenggarakan berbagai acara seperti kompetisi, pameran, lomba mewarnai dan penulisan essay yang menonjolkan tema daur ulang. Tulisan ini belum secara lengkap menjabarkan kekurangan dan kelebihan pelaksanaannya, sehingga masih terlalu dini untuk menilai kebehasilan program privatisasi pengelolaan sampah yang dilakukan di Malaysia. Namun demikian setidaknya ada yang dapat dipelajari dari cuplikan pengalaman di atas untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah Jakarta agar tidak lagi menjadi beban baru bagi wilayah periurban.

Related Documents


More Documents from "Andre Suito"

Doc3.docx
December 2019 19
Bab 1 Lapkas.docx
November 2019 24
Bab 3 Tinjauan Pustaka.docx
November 2019 23
Malaysia.docx
November 2019 13