Bab 1 Lapkas.docx

  • Uploaded by: Afrina Fazira
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Lapkas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 661
  • Pages: 4
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit yang paling banyak di derita lansia adalah infeksi akut paru-paru (pneumonia) dan kardiovaskular. Pneumonia saat ini menjadi ancaman bagi lansia dan berdampak pada morbiditas serta mortalitas 1. Pneumonia tidak terjadi pada orang normal yang sehat karena adanya mekanisme pertahanan seperti refleks glotis dan batuk, lapisan mukus dan gerakan silia yang mengeluarkan organisme yang melekat pada lapisan mukus tersebut, dan sekresi humoral setempat. Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. 2 Pneumonia komunitas merupakan penyakit yang serius dan merupakan penyebab kematian nomor tiga secara global dan merupakan penyebab kematian dan disabilitas terbesar diantara penyakit pada sistem pernapasan lainnya (WHO, 2016). Insidensi Community Acquired Pneumonia (CAP) di Amerika Serikat diperkirakan 1.600 kasus per 100.000 populasi, tidak jauh berbeda dengan Eropa yaitu 1.100-1.600 kasus per 100.000 populasi. Angka CAP yang harus dirawat inap diperkirakan 250 kasus per 100.000. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi saluran napas bawah2 Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi saluran napas bawah adalah : 1.

Mekanisme pertahanan paru

1

2

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Mekanisme ini antara lain adalah bentuk anatomis saluran napas, refleks batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memfagosit pertikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik maka bahan yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari slauran napas, sehingga pada orang sehat tidak akan teradi infeksi serius. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik. 2.

Kolonisasi bakteri di saluran napas

Di dalam saluran napas atas banyak bakteri yang bersifat komensal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru. Akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran napas akan ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses menempelnya mikroorganisme pada permukaan mukosa saluran napas tergantung dari sistem pengenalan mikroorganisme tersebut oleh sel epitel. 3.

Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius Saluran napas bawah dan paru berulangkali

dimasuki oleh berbagai

mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini

3

menunjukkan terdapatnya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius berupa refleks batuk, penyempitan saluran napas dengan konstraksi otot polos bronkus pada awal proses peradangan dan juga dibantu oleh responss imunitas humoral. Salah satu faktor predisposisi peneumonia adalah usia tua. Pada pasien usia ≥65 tahun yang dirawat di rumah sakit, pneumonia merupakan diagnosis terbanyak ketiga. Angka ini menjadi semakin penting mengingat bahwa diperkirakan sebanyak 20% dari penduduk dunia akan berusia lebih dari 65 tahun di tahun 2050 (Joseph dan Hillary, 2006). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, period prevalence atau prevalensi periode seluruh pneumonia di Indonesia secara nasional adalah 1,8% dimana prevalensi tahun 2013 adalah 4,5%. Prevalensi periode paling tinggi pada kelompok usia 1-4 tahun dan meningkat pada kelompok usia 45-54 tahun dan kelompok umur yang lebih tua. Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, foto thoraks dan laboratorium. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. 5 Menegakkan diagnosis pneumonia pada pasien usia lanjut masih merupakan tantangan bagi pra klinisi mengingat tampilan klinis yang tidak lengkap dan tidak spesifik. Manifestasi yang tidak khas seperti hilangnya nafsu makan, penurunan

4

status fungsional, inkontinensia urin dan jatuh bisa muncul sebagai penanda pneumonia pada pasien usia lanjut. Adanya komorbiditas dapat merancukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda utama pneumonia seringkali tidak muncul, seperti demam, batuk produktif, dan tanda-tanda konsolidasi paru. Gambaran klinis yang menyimpang seperti yang telah disebutkan penting untuk diwaspadai dalam diagnosis pneumonia pasien usia lanjut untuk menghindari kesalahan dan keterlambatan diagnosis dengan segala konsekuensinya. 7

Related Documents

Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45
Bab 1
June 2020 31

More Documents from ""

Doc3.docx
December 2019 19
Bab 1 Lapkas.docx
November 2019 24
Bab 3 Tinjauan Pustaka.docx
November 2019 23
Malaysia.docx
November 2019 13