Bab 3 Tinjauan Pustaka.docx

  • Uploaded by: Afrina Fazira
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 3 Tinjauan Pustaka.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,653
  • Pages: 34
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA A. PNEUMONIA 1. Definisi Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), tidak termasuk Mycobacterium tuberculosis.7 Pneumonia pada orang lanjut usia (lansia) lebih dari 65 tahun memiliki risiko lebih besar untuk menderita pneumonia karena telah dijumpai penurunan fungsi organ termasuk fungsi imunitas, dan disertai adanya komorbiditas lain. 8 2. Epidemiologi Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit lainnya. Pneumonia termasuk dalam lima besar penyebab kematian terkait infeksi pada populasi geriatri Amerika. 9 Angka kejadian pneumonia geriatrik diperkirakan mencapai 25-44 kasus per 1000 penduduk. Angka rawat inap pasien geriatri mencapai hampir lima kali lebih besar dari pada pasien dewasa muda . Insidensi Pneumonia komunitas yang dirawat inap adalah sebesar 18,3 per 1.000 penduduk usia 65-69 tahun, yang meningkat menjadi 52,3 per 1.000 penduduk usia ≥85 tahun, terutama pada wanita. Angka kematian meningkat sesuai meningkatnya umur, atau disertai adanya komorbiditas dan komplikasi 7,8,9 Pneumonia Komunitas pada lansia terutama terjadi pada 2 kelompok yaitu lansia yang hidup di rumah dan yang hidup di rumah perawatan. Kelompok kedua ini bila ditinjau dari jenis flora orofaring dan besarnya kontak dengan antibiotika dapat dianggap berada diantara pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. 5,6 3.

Etiologi Peneumonia dapat disebabkan oleh virus dan bakteri, atau pneumonia virus

yang dilanjutkan oleh pneumonia bakteri. Infeksi dapat terjadi di panti wreda atau di rumah sakit, dengan pathogen tersering adalah S. pneumonia (30-60%), H. Influenza (20%), dan M. catarhalis. Pneumonia aspirasi dapat terjadi oleh campuran kuman aerob dan anaerob dari faring akibat gangguan refleks menelan atau gangguan saraf

12

13

motorik faring. Pada lansia di panti wreda, pasca rawat inap di rumah sakit dengan pemberian antibiotika dijumpai peningkatan kolonisasi kuman Gram negatif. Bila terjadi aspirasi maka akan dijumpai pneumonia oleh patogen K. pneumonia, E. coli, Enterobacteriacea lain dan P. aeruginosa. Pada lansia dari panti wreda pneumonia disebabkan oleh kuman Gram negatif (20-40%), S. aureus (10%), dan M. pneumonia menjadi penyebab pneumonia pada 9% kasus. Bakteri atipikal jarang menyebabkan pneumonia pada lansia. 4

4.

Patogenesis Proses pathogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan

(imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteriksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien 3,4 terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. auruginosa

dan

Enterobacter.

Pada

masa

kini

terlihat

perubahan

pola

mikrooragnisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan paisen seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang meimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenitas/jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh S.aureus, B.catarrhalis. H.influenzae dan Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enterik gram negative.4 Pada lansia terdapat penurunan fungsi organ paru termasuk sistem imun dan adanya komorbiditas, hingga flu atau infeksi saluran nafas atas yang ringan dapat berlanjut menjadi pneumonia. Pneumonia pada lansia kemudian dapat menyebabkan penyakit yang lebih berat dan komplikasi seperti gagal respirasi sepsis dan syok.2 Faktor resiko terjadinya pneumonia adalah:

14

1.

Penyakit, berbagai jenis komorbid yang menurut kekerapannya: 

Penyakit respirasi kronik



Penyakit kronik dari jantung, paru, ginjal, dan limpa



Penyakit gangguan sistem imun



Diabetes



Penyakit higienis gigi dan periodontis



Fibrosis kistis



Penyakit Alzheimer

2.

Alkoholik

3.

Merokok

4.

Gangguan menelan, atau penurunan kemampuan batuk

5.

Riwayat pneumonia sebelumnya

6.

Perawatan RS

5.

Diagnosis Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, foto thoraks

dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto thoraks terdapat infiltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini: 

Batuk



Perubahan karakteristik sputum/purulen



Suhu tubuh ≥38ᴼC (aksila)/ riwayat demam



Nyeri dada



Sesak



Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronchial dan ronki



Leukosit ≥10.000 atu <4500

15

Pemeriksaan biakan diperlukan untuk menentukan kuman penyebab menggunakan bahan sputum, darah, atau aspirat endotrakeal, aspirat jaringan paru dan bilasan bronkus. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan pada pneumonia berat dan pneumonia yang tidak respons dengan pemberian antibiotic.10 Gambaran klinik yang dijumpai pada lansia sering dengan onset yang insidious, sedikit batuk dan demam yang ringan, disertai dengan gangguan status mental atau bingung, dan lemah umumnya berbe da daripada gambaran klinis pada usia lebih muda. kelainan fisik paru ringan, tidak sering disertai nyeri dada, sputum yang purulen, demam tinggi ataupun sesak nafas. Lansia yang mengalami hal tersebut perlu dicurigai dan diteliti lebih lanjut kemungkinannya menderita pneumonia.3 Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gamabaran diagnosis dapat berupa infiltrate sampai konsolidasi dengan “air broncogram”, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambara kaviti. Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering idsebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrate bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela Pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.11

16

Gambar 1. Foto thoraks pneumonia

Pemeriksaan labolatorium sering didapatkan peningkatan leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul, kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Penentuan diagnosis etiologi dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.10 6.

Penatalaksanaan

Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan beberapa faktor, termasuk: 

Jenis kuman yang kemungkinan besar sebagai penyebab berdasarkan pola kuman setempat



Telah terbukti dalam penelitian sebelumnya bahwa obat tersebut efektif



Faktor

risiko

resisten

antibiotik.

Pemilihan

antibiotik

harus

mempertimbangkan kemungkinan resisten terhadap Streptococcus pneumonia

17

yang merupakan penyebab utama pada pneumonia komunitas yang memerlukan perawatan. 

Faktor komorbid dapat mempengaruhi kecenderungan terhadap jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan. a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin 

Umur lebih dari 65 tahun



Memakai obat-obat golongan ß laktam selama tiga bulan terakhir



Pecandu alcohol



Penyakit gangguan kekebalan



Penyakit penyerta yang multiple

b. Bakteri enterik Gram negatif 

Penghuni rumah jompo



Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung dan paru



Mempunyai kelainan penyakit yang multiple



Riwayat pengobatan antibiotic

c. Pseudomonas aureginosa 

Bronkiektasis



Pengobatan kortikosteroid >10 mg/hari



Pengobatan antibiotic spectrum luas >7hari pada bulan terakhir



Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumonia komunitas dibagi menjadi: a. Pasien rawat jalan 



Pengobatan suportif/simptomatik -

Istirahat di tempat tidur

-

Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

-

Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

-

Bila perlu dapat iberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antibiotic harus diberikan sesegera mungkin

18

b. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa 

Pengobatan suportif/simptomatik -

Pemberian terapi oksigen

-

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit



Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin

c. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif 

Pengobatan suportif/simptomatik -

Pemberian terapi oksigen

-

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit



Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin



Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis

Pemberian antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama: 

Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan



Jika perburukan maka antibiotik harus diganti sesuai hasil biakan atau pedoman empiris

Pasien pneumonia berat yang datang ke IGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka pasien dirawat inap di ruang rawat biasa bila terjadi respiratory distress maka pasien dirawat inap di ruang rawat biasa bila terjadi respiratory distress maka pasien dirawat di ruang rawat intensif. Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara IV dan antibiotik IV yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah.

19

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke-4 diganti obat oral dan pasien dapat berobat jalan. Pada pasien yang dirawat di ruangan pemberian intavena dapat di sulih terapi ke oral setelah 3 hari dan pasien di ICU dapat diberikan sulih terapi ke oral setelah 7 hari. Lama pengobatan antibiotik (iv/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan sebagai berikut: 

Tidak memrlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya)



Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti: -

Frekuensi nadi >100x/menit

-

Frekuensi napas >24x/menit

-

Tekanan darah sitolik ≤90 mmHg

Lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada pasien yang menunjukkan respons dalam 72 jam pertama. Lama pemberian antibiotic dapat diperpanjang bila: 

Terapi awal tidak efektif terhadap kuman penyebab



Terdapat infeksi ekstraparu (meningitis atau endokarditis)



Kuman penyebab adalah P. aeruginosa, S.aureus, Legionella spp atau disebabkan kuman yang tidak umum.

20

Gambar 2. Pilihan antibiotik untuk alih terapi pada pneumonia komuniti

7.

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi adalah bakteremia, pleuritis atau empiema,

abses paru, gagal napas atau ARDS

21

8.

Pencegahan Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada pneumonia

komunitas adalah sebagai berikut : 

Vaksinasi pneumokokus atau influenza



Berhenti merokok



Mencegah tidak selalu berbaring di tempat tidur, tidur dalam posisi duduk.



Incantive spirometer, bila terkena pneumonia



Cuci tangan



Kebiasaan hidup sehat



Menghindrari paparan oleh influenza atau infeksi pernapasan



Higieni gigi geligi

 9.

Prognosis Tidak baik, semakin usia tua semakin tinggi mortalitas. Predictor mortalitas dari pneumonia komunitas pada lansia adalah seperti yang terlihat di tabel 11

Prediktor mortalitas pneumonia komunitas Terbaring di tempat tidur sebelum terkena pneumonia Suhu<37C Gangguan menelan Respirasi >30x/menit Kadar kreatinin >1,14 mg% Foto thoraks menunjukkan infiltrate pada >3lobus; perluasan infiltrate secara cepat Penggunaan imunosupresi Gagal ginjal kronik APACHE (Acute physiology and cronic health evaluatin) ll>22

22

B. PNEUMONIA KOMUNITI Pneumonia komuniti merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia. Di Amerika pneumonia masih merupakan bahaya potensial yang mengancam kehidupan dan merupakan penyebab kematian ke 6 dari semua penyebab kematian serta peringkat pertama sebagai penyebab kematian penyakit infeksi. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun1992 yang dilakukan DepKes, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut saluran napas, merupakan penyakit terbanyak yang dijumpai dan sebagai penyebab kematian urutan ke tiga.5 Definisi Adalah pneumonia yang didapat di masyarakat, yaitu terjadi infeksinya di luar rumah sakit. Etiologi Untuk mendapatkan penyebab pneumonia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :6 a.

Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari darah, cairan pleura, transtrakeal aspirasi atau transtorakal aspirasi, kecuali ditemukan kuman yang bukan koloni di saluran napas atas seperti M.tuberculosis, Legionella, P.carinii

b.

Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : sputum, bahan yang didapatkan melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll). Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. IDSA menganjurkan pemeriksaan rutin kultur sputum dan kultur darah. Pemeriksaan gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Kriteria sputum bila ditemukan PMN > 25/LPB dan sel epitel < 10/LPB Penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan kuman gram positif dan

dapat pula kuman atipik. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di Bagian

23

Pulmonologi RSUP Persahabatan dengan berbagai cara , kuman yang ditemukan antara lain: S. viridans , S. pneumoniae, S . aureus, K. pneumoniae, P. aeruginosa. Gambaran klinis (15) Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen kadang-kadang berdarah. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas dengan suara napas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Gambaran radiologik Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan “air bronchogram” (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan kuman klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang-kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa bercak-bercak dan kaviti. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (“bulging”) fisura

24

interlobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia. Diagnosis Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pneumonia komuniti ditegakkan jika ditemukan pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini : 

Batuk-batuk bertambah



Perubahan karakteristik dahak/purulen



Suhu tubuh > 37,50C(oral)/riwayat demam



Pemeriksaan fisis : ada ronki atau konsolidasi atau napas bronkial Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penatalaksanaan3,16 Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. 1.

2.

Penderita yang tidak dirawat a.

Istirahat di tempat tidur, bila panas tinggi dikompres

b.

Minum banyak

c.

Obat-obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran

d.

Antibiotika

Perawatan di Rumah Sakit Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita sangat muda atau tua, keadaan klinis berat (misalnya sesak napas, kesadaran menurun. gambaran kelainan foto toraks cukup luas), ada penyakit lain yang mendasari (seperti bronkiektasis, bronkitis kronik), ada komplikasi dan tidak ada respons terhadap pengobatan yang diberikan atau sesuai sistim skor yang dapat dilihat paa tabel 2. Pada penderita yang dirawat penatalaksanaan dibagi atas : penatalaksanaan umum dan pengobatan kausal.

25

a.

Penatalaksanaan umum



pemberian oksigen



pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit



mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan napas



obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi atau terjadi kelainan jantung



bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri



obat-obat khusus pada keadaan tertentu b.

Pengobatan kausal Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data MO (mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan : 1.

penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi

2.

kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan pada semua sediaan yang dicurigai sebagai sumber infeksi dan sebagai petunjuk pilihan pada pengobatan pendahuluan

3.

perlu diketahui riwayat pemberian antibiotika sebelumnya pada penderita.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka pemberian antibiotika untuk pneumonia diberikan secara empirik. Untuk mengetahui dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

derajat risiko penderita pneumonia

26

Tabel 1. Sistim skor pada pneumonia komuniti Karakteristik penderita

Jumlah poin

Faktor demografi  Usia : laki-laki perempuan  Perawatan di rumah

Umur (tahun) Umur (tahun) – 10 + 10

 Penyakit penyerta Keganasan

+ 30

Penyakit hati

+ 20

Gagal jantung kongestif

+ 10

Penyakit cerebrovaskular

+ 10

Penyakit ginjal

+ 10

Pemeriksaan fisik  Perubahan status mental

+ 20

 Pernapasan > 30 kali/menit

+ 20

 Tekanan darah sitolik < 90 mmHg

+ 20

 Suhu tubuh < 350C atau > 400C

+ 15

 Nadi > 125 kali/menit

+ 10

Hasil laboratorium/Radiologik  Analisis gas darah arteri : pH 7,35

+ 30

 BUN > 30 mg/dL

+ 20

 Natrium < 130 mEq/liter

+ 20

 Glukosa > 250 mg/dL  Hematokrit < 30%  PO2 < 60 mmHg  Efusi pleura

+ 10 + 10 + 10 + 10 Dikutip Dari (6)

27

Tabel 2. Derajat skor risiko Risiko

Kelas risiko

Total skor

Perawatan

Rendah

I

Tidak diprediksi

Rawat jalan

II

< 70

Rawat jalan

III

71 – 90

Rawat inap/rawat jalan

Sedang

IV

91 – 130

Rawat inap

Berat

V

> 130

Rawat inap Dikutip Dari (6)

Pneumonia komuniti yang berat dapat diartikan sebagai pneumonia yang perlu perawatan di ICU, karena pneumonia berat dapat mengancam kehidupan. Berdasarkan modifikasi kriteria pneumonia berat menurut ATS dibagi menjadi :17 a.

Kriteria minor (data dasar ketika penderita datang) : 1. Frekuensi napas > 30/menit 2. PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg 3. Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral 4. Gambaran rontgen paru melibatkan > 2 lobus 5. Tekanan sistolik < 90 mmHg 6. Tekanan diastolik < 60 mmHg

b.

Kriteria mayor (data yang ditemukan pada waktu masuk atau pada pengamatan selanjutnya) 1. Membutuhkan ventilasi mekanik 2. Infiltrat bertambah > 50% 3. Membutuhkan vasopressor > 4 jam (septik shok) 4. Serum kreatin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah : 1. Skor PORT lebih dari 70

28

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. • Frekuensi napas > 30/menit • Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg • Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral • Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus, Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg 3. Pneumonia pada pengguna NAPZA Kriteria perawatan intensif Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif. Pneumonia atipik Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae,

Chlamydia

pneumoniae,

Legionella

spp.

Penyebab

lain

Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus. Penderita yang memerlukan perawatan ICU adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 2 dari 3 gejala minor atau 1dari 2 gejala mayor. Pada pengobatan pneumonia perlu ditentukan apakah penderita perlu dirawat atau berobat jalan. Jika perlu dirawat maka masa perawatan dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk megurangi biaya perawatan, mencegah infeksi nosokomial. Pada waktu perubahan obat suntik ke oral

29

harus diperhatikan kemanjurannya, keamanan, waktu yang tepat dan biaya. Terdapat berbagai pendapat mengenai lama pemberian obat suntik yaitu 2-3 hari. Paling aman 3 hari, kemudian setelah hari ke 4 penderita dapat berobat jalan. Diagnosis pneumonia atipik a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik. b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi. c. Gambaran radiologis infiltrat interstitial. d. Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan dahak atau darah tidak ditemukan bakteri. e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik. • Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah • Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA) • Polymerase Chain Reaction (PCR) • Uji serologi • Cold agglutinin • Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae • Micro immunofluorescence (MIF). Standard serologi untuk C.pneumoniae • Antigen dari urin untuk Legionella untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan tipik dapat dilihat pada tabel berikut, walaupun tidak selalu dijumpai gejala-gejala tersebut.

30

Penatalaksanaan 3. Penatalaksanaan Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumonia, yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam factor modifikasis adalah: (ATS 2001) a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin • Umur lebih dari 65 tahun • Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir • Pecandu alkohol • Penyakit gangguan kekebalan • Penyakit penyerta yang multipel b. Bakteri enterik Gram negatif • Penghuni rumah jompo • Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru • Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

31

• Riwayat pengobatan antibiotik c. Pseudomonas aeruginosa • Bronkiektasis • Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari • Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir • Gizi kurang Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi: a. Penderita rawat jalan • Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas - Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif • Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik • Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam • Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya,

32

bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.

33

Pengobatan pneumonia atipik Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik.

Antibiotik

terpilih

pada

pneumonia

atipik

yang

disebabkan

oleh

M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan : 

Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)



Fluorokuinolon respiness



Doksisiklin

Terapi Sulih (switch therapy) Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). • Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

34

• Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral • Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral. Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti : • Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi • Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna • Penderita sudah tidak panas ± 8 jam • Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk) • Leukosit menuju normal/normal Antibiotika masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik walaupun salah satu penyebabnya visru, namun karena infeksi virus dianggap “selflimiting”, perhatian ditujukan pada kuman penyebab. Antibiotika terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan : Tetrasiklin : tetrasiklin : 4 x 500 mg Doksisiklin: 2 x 100 mg makroli

:eritromisin : 4 x 500 mg

spiramisin

: 2 x 1 gram

kuinolon

Lama pengobatan antara 10-14 hari kadang-kadang hingga 3-4 minggu. Makrolid generasi baru roksitromisin, klaritromisin dan azithromisin efektif untuk penyakit ini.

Komplikasi Pneumonia Abses paru Empiema Perikarditis

35

Meningitis

Prognosis Secara umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5 % pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20 % . Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) Angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1 % dan kelas II 0,6 % dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8 % , kelas IV 8,2 % dan kelas V 29, 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian

penderita pneumonia

komuniti dengan peningkatan risiko kelas..

Pencegahan 1.

Pola hidup sehat

2.

Vaksinasi untuk yang mempunyai faktor risiko

C. PNEUMONIA NOSOKOMIAL Definisi Pneumonia nosokomial adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru dan terjadi setelah 48 jam masa perawatan di rumah sakit. 22,25 Klasifikasi Pneumonia Nosokomial Berdasarkan American Thoracic Society (ATS) pneumonia nosokomial dibagi menjadi 3 grup, yaitu : 22,25 1.

Beratnya penyakit pneumonia : ringan-sedang, berat

2.

Faktor risiko

36

3.

Onset dari penyakit pneumonia : onset dini (< 5 hari), onset lanjut (> 5 hari)

Kriteria kelompok tersebut : Kelompok I : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak ada faktor Risiko atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada faktor risiko Kelompok II : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan onset setiap waktu Kelompok III : Pneumonia berat, onset setiap waktu dengan faktor risiko spesifik dan atau pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor risiko Kriteria pneumonia berat : 22  Dirawat di IPI karena pneumonia atau gagal napas  Gagal napas yang memerlukan alat Bantu napas mekanik atau membutuhkan O2 > 35% untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%  Perubahan radiologik secara progresif, pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru  Terdapat sepsis dengan hipotensi dan atau disfungsi organ termasuk : -

Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolic < 60 mmHg)

-

Memerlukan vasopresor > 4 jam

-

Jumlah urin < 20 mm/jam atau jumlah urin 80 ml/4 jam

-

Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis

Faktor risiko pada pneumonia nosokomial Risiko faktor pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian : 25 1.

Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh Penyakit kronik : (Penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkolisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok homograph, infeksi di luar paru dan “acute lung injury”

2.

Faktor yang berhubungan dengan potensial tercemar bakteri dalam jumlah banyak -

Koma dan pemakaian obat tidur, petugas rumah sakit yang tidak

37

mencuci tangan dengan baik, pemakaian alat-alat pernapasan, pemakaian antasid,  blokers, pemakaian selang untuk makan ke lambung

Faktor risiko kematian : Umur > 60 tahun, koma waktu masuk, pindahan dari ruang rawat ke IPI, syok, pemakaian alat Bantu napas yang lama, pada radiology terlihat gambaran abnormal bilateral, kreatinin < 1,5, penyakit yang mendasarinya berat, pengobatan awal yang tidak tepat, infeksi yang disebabkan kuman yang resisten seperti P.aeruginosa, S.malthophilia, Acinetobacter spp atau MRSA, infeksi onset lanjut dengan risiko patogen yang tinggi, gagal multi organ dan pencegahan perdarahan usus dengan menggunakan obat yang meningkatkan pH.

dikutip dari (25)

38

Diagnosis Pneumonia Nosokomial Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : 22,25 -

Rontgen dada, adanya infiltrat baru atau progresif pada paru

-

Ditambah 2 diantara berikut ini : - suhu tubuh > 38,3oC, sekret purulen, lekositosis

Diagnosis pneumonia nosokomial mempunyai 3 tujuan : 

Untuk menentukan, ada pneumonia nosokomial bila pada penderita pneumonia ditemukan kumpulan tandan dan gejala baru

39



Identifikasi kuman patogen penyebab



Untuk menentukan derajat beratnya penyakit

Pemeriksaan tambahan/penunjang Jika memungkinkan pemeriksaan tambahan ini dikerjakan untuk membantu diagnosis dan klasifikasi beratnya pneumonia nosokomial. Beberapa pemeriksaan tambahan ini memerlukan fasilitas speasialitik dan mahal harganya Pemeriksaan tambahan tersebut adalah : 

Kultur semi kuantitatif atau tidak kuantitatif. Hasil dari kesepakatan lokakarya di Bangkok 1998 kultur semi kuantitatif dipandang sudah cukup



Dua set kultur darah dari tempat yang berbeda, kultur darah dapat mengisolasi kuman patogen pada > 20% penderita. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada lokakarya di Bangkok 1998 disepakati semua penderita pneumonia nosokomial dilakukan pemeriksaan kultur darah, jika dipandang harganya mahal maka hanya dilakukan untuk kasus berat atau tidak ada respons pada pengobatan



Analisis gas darah untuk membantu menentukan beratnya penyakit



Analisis kimia darah (darah lengkap, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal, fungsi hati) dapat menjadi data terdapatnya disfungsi multi organ

 Aspirasi endotrakeal dengan pewarnaan Gram bukan merupakan standar tetapi merupakan cara yang mudah dan tidak membutuhkan tenaga professional. Komplikasi yang terjadi hanya penurunan saturasi oksigen selama berlangsungnya aspirasi  Pewarnaan Gram dan kultur tidak dari dahak yang dibatukkan pada penderita

40

yang tidak memakai selang endotrakeal. Jika sulit mengeluarkan dahak dapat dilakukan dengan induksi dahak  Bahan kultur juga dapat berasal dari sikatan bronkus kateter ganda melalui bronkoskop, BAL, bilasan bronkus tetapi cara ini sangat mahal dan memerlukan tenaga professional. Cara ini tidak rutin dikerjakan hanya pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita yang tidak respons pada pengobatan awal.  Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal. Pengobatan pneumonia nosokomial Beberapa faktor yang menentukan kemungkinan terdapatnya infeksi patogen. Tempat terjadinya pneumonia (di rumah sakit atau di masyarakat) : 22 -

Umur penderita

-

Terdapat penyakit penyerta atau Immunosupresi

-

Kemungkinan terdapat pajanan, patogen yang potensial (lama rawat di rumah sakit)

-

Secara klinik terlihat pneumonia yang berat

Pengobatan pneumonia nosokomial berdasarkan klasifikasi pneumonia nosokomial menurut ATS : 22 Kelompok I : Kuman penyebab : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp, S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA) Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, betalaktam + inhibitor

betalaktamase. Jika alergi penisilin dapat diberikan

41

fluorokuinolon atau klindamisin + aztreonom Kelompok II : Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E.coli,Klebsiella spp, Proteus spp, S.marcescens, H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (Hati-hati kemungkinan ada MRSA) Kuman penyebab tambahan : anaerob, MRSA, legionella spp, P.aeruginosa Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, batalaktam + Inhibitor betalaktamase. Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin + aztreonam. Jika anaerob diberikan klindamisin atau metronidazol atau betalaktam + inhibitor betalaktamase Legionella spp : makroli atau fluoro kuinolon MRSA diberikan : vancomycin P.aerugiona diberikan sesuai dengan kelompok II Kelompok III : Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp, S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA) Kuman penyebab tambahan : P.aeruginosa, acinetobacter Spp, S.maltophilia, MRSA Obat pilihan : amino glukosida dikombinasi dengan salah satu dibawah ini : -

penisilin anti pseudomonas

-

piperacillin + tazoba actam

-

ceftazidime atau cefoperazone

-

imipenem

-

meropenem

-

cefepime

Harus

dipikirkan

kemungkinan

terdapat

infeksi

P.aeruginosa

atau

acinetobacter atau MRSA. Pada keadaan ini diperlukan agresif pengobatan

42

antibiotika kombinasi. Jika terdapat S.maltophilia dapat diberikan kotrimotsasol atau sefalosporin generasi IV.

43

Lama pengobatan Dalam penelitian prospektif tidak ada catatan mengenai lamanya pemberian antibiotika pada penderita pneumonia nosokomial. Lama pemberian antibiotika sangat individual yaitu tergantung beratnya penyakit, cepat atau lambatnya respons pengobatan dan adanya kuman penyebab yang patogen. Jika disebabkan P.aeruginosa atau acinetobacter spp kemungkinan terjadinya gagal pengobatan, relaps dan kematian akan tinggi. Terdapat gambaran foto toraks yang multilobar, kavitas, penyakit berat dan adanya nekroting kuman gram negatif pneumonia, maka respons pengobatan akan lambat dan penyembuhannya tidak sempurna. Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa angka kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila disebabkan metisilin sensitif Staphyloccocus aureus atau H.influenzae, untuk kuman-kuman tersebut dibutuhkan pengobatan antibiotika 7-10 hari. 22 Respons terhadap pengobatan Setelah pengobatan secara empirik kemungkinan diberikan modifikasi antibiotika berdasarkan hasil kultur/resistensi darah atau bahan dari saluran napas bawah. Hal ini diperlukan karena kemungkinan terdapat resistensi atau terdapat kuman patogen seperti P.aeruginosa, acinetobacter spp, yang belum tercakup pada pengobatan awal. Respons klinik hampir selalu berhubungan dengan keadaan penderita misalnya umur, penyakit penyerta, kuman penyebab dan hal-hal lain yang mungkin terjadi selama terjadinya pneumonia nosokomial. 22 Responss pengobatan dapat dilihat dari gejala klinik (suhu tubuh, jumlah dahak, oksigenasi), leukositosis, perubahan radiologik serta perbaikan organ yang mengalami kegagalan. Responss klinik ini belum dapat terlihat sebelum 24-72 jam setelah pemberian antibiotika. 22 Respons bakteriologik dapat terlihat pada serial kultur apakah terdapat eradikasi, superinfeksi, persistent atau infeksi berulang. Responss radiologik pada penderita pneumonia berat, sangat sedikit. Perburukan radiologik sering terjadi pada penderita bakterimia atau pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman yang sangat

44

virulent. Penyembuhan radiologik seringkali lebih lambat dari gejala klinik terutama pada penderita umur tua, PPOK dll.22 Penyebab terjadinya perburukan atau tidak terdapatnya perbaikan Perburukan penyakit terjadi bila : 22 1.

Diagnosis bukan pneumonia Kesalahan diagnosis misalnya, atelektasis, gagal jantung, emboli paru, kontusio paru, ARDS, pneumonia aspirasi

2.

Faktor penderitanya -

Pemakaian alat bantu napas yang terlalu lama

-

Gagal napas

-

Penyakit dasar yang fatal

-

Umur > 60 tahun

-

Gambaran radiologik terlihat infiltrat bilateral

-

Penyakit paru kronik

3.

Faktor bakteri -

Bakterinya resisten terhadap antibiotika yang diberikan

-

Kuman penyebabnya Pseudomonas aeruginosa tetapi diberikan antibiotika tunggal

-

Kuman penyebab lainnya misal : jamur, TB dan virus atau bakteri patogen yang tidak tercakup oleh antibiotika awal

4.

Komplikasi selama pengobatan -

Suhu tubuh meningkat disebabkan infeksi ditempat lain mis : sinusitis infeksi saluran kemih, dll

-

Komplikasi dari pneumonianya mis : abses, empiema

-

Keadaan lain : panas yang tetap meninggi, sepsis, kegagalan multi organ

Evaluasi penderita yang tidak responss pada pengobatan Penderita yang mengalami perburukan dengan cepat atau tidak responss pada pengobatan awal, mungkin perlu antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil

45

kultur. Evaluasi secara agresif diperlukan tergantung individu, dimulai dengan diagnosis banding dan mengulang kultur serta resistensi dari bahan sekresi saluran napas bawah. Jika hasil kultur resisten atau terdapat kuman patogen yang tidak umum maka pengobatan dapat dimodifikasi. Jika hasil kultur sensitif dan kuman tidak patogen, harus dipikirkan adanya proses non infeksi atau terjadi komplikasi. Pemeriksaan radiologik khusus kadang-kadang diperlukan untuk melihat komplikasi atau diagnosis banding misalnya lateral dekubitus, CT Scan, USG, dll. 22 Jika evaluasi bakteriologik dan radiologik negatif, diputuskan pengamatan penderita sambil meneruskan pengobatan empirik atau mengubah antibiotika atau biopsi paru. Mengenai biopsi paru masih diperdebatkan. Jika penderita mengalami perburukan yang cepat yaitu < 24-72 jam setelah pengobatan atau perbaikan kemudian perburukan maka dapat ditambahkan antibiotika sambil melakukan tindakan evaluasi agresif radiologi, mikrobiologi. 22 Pencegahan : a.

b.

Nonfarmakologi 1.

Cuci tangan menggunakan sarung tangan

2.

Posisi setengah duduk untuk mencegah aspirasi

3.

Mencegah isi lambung yang berlebihan

4.

Perubahan posisi untuk memperbaiki drainage sekresi paru

Farmakologi 1.

Pemilihan obat pencegah stress ulkus yang tepat

2.

Mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu

3.

Profilactic treatment pada penderita neutropenia

4.

Vaksinasi

Related Documents


More Documents from "Ima Fatmawati"

Doc3.docx
December 2019 19
Bab 1 Lapkas.docx
November 2019 24
Bab 3 Tinjauan Pustaka.docx
November 2019 23
Malaysia.docx
November 2019 13