LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
Kelompok 6:
1. Afiati Defita 2. Alief Azizah 3. Cici Alvita 4. Hanifatun Najibah 5. Nanda Fitri N 6. Nurfaiz Najunda Sari 7. Titis Wahyu S
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS Tahun ajaran 2018/2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini penyakit meningitis merupakan penyakit yang serius karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur atau parasit yang menyebar dalam darah dan cairan otak. Daerah “Sabuk Meningitis” di Afrika terbentang dari Senegal di barat Ethiopia di timur. Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta jiwa manusia. Pada 1996 terjadi wabah meningitis dimana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa. Meningitis bacterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di Negaranegara barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering terjadi sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bacterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100.000 orang setiap tahun. Oleh karena itu mengingat jumlah penyebaran penyakit infeksi meningitis semakin hari semakin meningkat, kami bermaksud untuk mengulas lebih lanjut mengenai penyakit Meningitis melalui makalah yang berisi laporan pendahuluan serta asuhan keperawatan teori. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana laporan pendahuluan pada penyakit meningitis? 2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan meningitis? 3. Apa saja intervensi yang diberikan pada pasien dengan meningitis? C. Tujuan 1. Mengetahui bagian-bagian pada laporan pendahuluan pada penyakit meningitis. 2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis. 3. Mengetahui intervensi yang diberikan pada pasien dengan meningitis.
BAB II PEMBAHASAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS A. PENGERTIAN Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001). Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis. Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza
dan
bahan
aseptis
(virus)
(Long,
1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). B. ETIOLOGI 1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa 2.
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita 4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan 5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. 6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan C. KLASIFIKASI Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia. 2. Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
D. PATOFISIOLOGI Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar
ke
meningen
otak
dan
medula
spinalis
bagian
atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini penghubung yang
menyokong
perkembangan
bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan
TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
E. MANIFESTASI KLINIS Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK : 1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering 2.
Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut: a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna. c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan. 4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya. 5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tandatanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. 6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal. 7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Analisis CSS dari fungsi lumbal : a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri. b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus. 2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ) 4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri ) 5. Elektrolit darah : Abnormal . 6. ESR/LED : meningkat pada meningitis 7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi 8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor 9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa): 1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah tahun. 2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun. 3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial): 1. Sefalosporin generasi ketiga 2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari 3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 57 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. 2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. 3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. 4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2. 5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena.
PENATALAKSANAAN MEDIS PENYAKIT MENINGITIS
Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat.
Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi.
Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan. Meskipun demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini.
Pembatasan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum.
Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH,
cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama.
Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan derajat tekanan perfusi otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh hipertensi intrakranium. Cara yang ada bisa termasuk hiperventilasi, pengambilan CSS melalui kateter intraventrikel, atau mungkin pemakaian obat diuretikosmotik secara hati-hati.
Pada kecurigaan meningitis, antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara menunggu hasil biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan pathogen menurut kelompok usia, pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang tidak lazim bagi pasien.
Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup pemilihan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap pathogen yang dicurigai dan yang mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi bakterisid minimal untuk organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan telah terbukti berkolerasi dengan sterilisasi CSS paling efektif.
Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis sama tetapi diberikan secara IM.
Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat.
Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H. influenzaedan pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis.
Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman.
Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom danstaphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut:
Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg BB/hr masing-masing dibagi dalam 2 dosis.
Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6 dosis,dikombinasi dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby).
Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2 hr.Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1 minggu.
Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan sedang pada neunatus pada hari ke 21. Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.
Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan pengawasan pemberian cairan yang adekuat. H. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif 2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ) 3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral) 4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ) 5. Efusi subdural 6. Kejang 7. Edema dan herniasi serebral 8. Cerebral palsy 9. Gangguan mental 10. Gangguan belajar 11. Attention deficit disorder
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS
A. Pengkajian 1. Biodata klien 2. Riwayat kesehatan yang lalu a. Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ? b. Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ? c. Pernahkah operasi daerah kepala ? 3. Data bio-psiko-sosial a. Aktivitas Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter. b. Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia. c. Eliminasi Tanda : Inkontinensi dan atau retensi. d. Makan Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering. e. Higiene Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri. f. Neurosensori Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki. g. Nyeri/keamanan Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis. h. Pernafasan Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
B. Pola fungsional 1. Pola persepsi kesehatan/ penanganan kesehatan Orang tua klien mengatan, apabila klien sakit maka langsung di bawa ke bidan desa terdekat dan berdo'a semoga di beri kesembuhan oleh Allah. 2. Pola Nutrisi
Saat dirumah : klien makan 3x sehari bubur cereal. Anak suka makan bubur yang encer dan anak tidak suka apabila di buatkan bubur cereal mengandung sayuran. Anak minum 5x/sehari diselingi susu 2-3 gelas Saat dirumah sakit : klien makan bubue 2x sehati. Klien makan tidak habis. Klien lebih sering minum susu 3. Pola eliminasi Saat dirumah : klien BAK 4x/hari dengan warna kuninh kecoklatan,bau khas, tidak terdapat darah dan tidak di sertai nyeri saat BAK. Klien BAB 1x/sehari berwarna kuning kecoklatan, bau khas, tidak terdapay darah, tidak berlendir saat BAB tidak merasakan nyeri Saat di RS : klien BAK 3x/hari denagn warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak terdapat darah dan tidak di sertai nyeri saat BAK. klien BAB 1x/hari berwarna kuning kecoklatan,bau khas, tidak terdapat darah dan tidak ada rasa nyeri 4. Pola Aktivitas Saat dirumah : klien hanya bermain dengan teman sebaya, anak berkumpul dengan keluarga sehati 2-3jam pebuh Saat di RS : klien hanya bermaindengan ibunya, klien tidak dapat berkumpul dengan keluarganya 5. Pola tidur/ istirahat Saat di Rumah : klien tidur malam 9 jam tidur siang 2 jam sehari Saat di RS : klien tidur malam 7jam sering terbangun dan tidur siang 1 jam sehari 6. Pola persepsi kognitif Saat dirumah : ibu kurang mtngetai tentang penyakit tang di deritanya Saat di RS : ibu menanyakan penyebab penyakit anaknya kepada anaknya 7. Pola konsep diri Saat di rumah : citra tubuh, ibuklien mengatakan anggota tubuh anakbya adalah yang terbaik untuk anaknya dan durinya sendiri. Saat di RS : citra tubuh, klien mengatakan anggota tubuh anaknya adalah yang terbaik untuk anaknua dan dirinya sendiri 8. Pola peran/ hubungan Klien tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga kakek neneknya. Sehari-hati klien diasuh ibu kandungnya. 9. Pola seksualitas Saat di rumah : klien merupakan anak laki-laki Saat di RS : klien merupakan anak laki-laki
10. Pola koping Saat dirumah : keluarga dalam menghadapi sakit ananya selalu memeriksakan ke bidan desa dan berdo'a kepada Allah supaya masalah ini cepet selesai Saat di RS : Apabila klirn demam ibu memanggil peraway yang jaga san berdo'a kepada Allah 11. Pola nilai kepercayaan Keluarga dan anakbya tetep melakaukan ibadah walaupun sedang sakit C. Diagnosa keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata hematogen dari pathogen 2. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral, hipovolemia. 3. Risiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo. 4. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi. 5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan 6. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
D. Intervensi keperawatan 4. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata hematogen dari patogen. Mandiri a. Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan b. Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat. c. Pantau suhu secara teratur d. Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus e. Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam f. Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau ) Kolaborasi a. Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
2. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri a. Tirah baring dengan posisi kepala datar. b. Pantau status neurologis. c. Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang d. Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran. e. Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan. Kolaborasi. a. Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat. b. Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ). c. Pantau BGA. d. Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen
3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo. Mandiri a. Pantau adanya kejang b. Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan c. Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
4. Nyeri (akut ) berhubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi. Mandiri. a. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher. b. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi) c. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif. d. Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul Kolaborasi a. Berikan anal getik, asetaminofen, codein 5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. a. Kaji derajat imobilisasi pasien.
b. Bantu latihan rentang gerak. c. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab. d. Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional. e. Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi. 6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis a. Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir. b. Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin. c. Observasi respons perilaku. d. Hilangkan suara bising yang berlebihan. e. Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. f. Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas. g. Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif. 7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian. a. Kaji status mental dan tingkat ansietasnya. b. Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur. c. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan. d. Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong. 4. Evaluasi Hasil yang diharapkan a. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain. b. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil. c. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain. d. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. e. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan. f. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi. g. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Dari uraian singkat tentang meningitis diatas dapat diperoleh beberapa poin antara lain : 1.
Menurut Smeltzer (2001), Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.
2.
Penyebab dari penyakit meningitis antara lain Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Haemophilus
Streptococus influenzae,
haemolyticuss,
Escherichia
coli,
Staphylococcus Klebsiella
aureus,
pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia 3.
Faktor predisposisi yang berperan antara lain jenis kelamin laki laki lebih sering dibandingkan dengan wanita. Faktor maternal anatar lain ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. Sedangkan faktor
imunologinya
adalah
defisiensi
mekanisme
imun,
defisiensi
imunoglobulin. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. 4.
Meningitis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu Meningitis serosa dan Meningitis purulenta.
5.
Intervensi yang dapat diberikan kepada pasien dengan meningitis antara lain: a. beri tindakan isolasi sebagai pencegahan Tirah baring dengan posisi kepala datar. b. Pantau adanya kejang c. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher. d. Kaji derajat imobilisasi pasien. e. Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
f. Kaji status mental dan tingkat ansietasnya
B. SARAN Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang penyakit meningitis dan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
2. Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
3. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
4. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.
5. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.
6. Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.