MENEROPONG PERMASALAHAN UKM Selayang Pandang Usaha Mikro Kecil, & Menengah (UMKM) Dalam dunia kedokteran apabila kita ingin melihat sesuatu yang kecil atau mikro sudah tentu terbayang dalam benak kita penggunaan sebuah alat yang dinamakan dengan Mikroskop. Tentu saja sangat berbeda apabila kita mendengar istilah kecil & mikro tersebut dalam dunia perbankan, namun terdapat kesamaan dari analogi tersebut. Persamaan tersebut adalah dalam perlakuannya sama-sama membutuhkan keahlian & investasi yang lebih besar dibandingkan dengan melihat sesuatu yang kasat mata. Sebagai contoh dalam dunia kedokteran, para dokter harus mengeluarkan kocek yang lebih untuk membeli alat yang bernama Mikroskop guna melihat sesuatu yang mikro & kecil tersebut. Begitu pula dalam dunia perbankan, salah satu tindakannya bank harus merekrut sumberdaya yang lebih besar apabila ingin berhasil dibisnis yang bersekala mikro & kecil. Dari 18 kementerian dan 60 lembaga pemerintahan yang turut mengurusi perkembangan UKM, sebagian besar memiliki kriteria yang berbeda-beda (Hashim, 2000), namun menurut definisi pada ketentuan internal salah satu Bank Umum Syariah, didefinisikan sebagai berikut :
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 100 juta dengan maksimum pembiayaan Rp. 50.000.000,- (PBI No. 5/18/PBI/2003).
2. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yaitu : a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). c. Milik Warga Negara Indonesia. d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
e. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum termasuk koperasi. Bisnis UMKM Berpotensi & Menarik Selain mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional berupa pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM telah terbukti ketangguhannya dalam menghadapi krisis yang terjadi dinegara kita dalam kurun waktu sepuluh tahun yang lalu. Disela ambruknya pilar ekonomi nasional yang ditandai dengan banyaknya usaha bersekala besar yang stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, usaha mikro & kecil menunjukkan perkembangan dari tahun ke tahunnya. Bahkan tumbuh pada tahun disaat krisis melanda yang dapat dilihat dari tabel sbb : Tabel1. Perbandingan Komposisi PDB Menurut Kelompok Usaha pada Tahun 1997 dan 2003. No 1
Sekala Usaha Mikro & Kecil
1997 171.048
2003 183.125
Pertumbuhan + 7,06 %
2
Menengah
(40,45%) 78.542
(41,11%) 75.975
- 3,25 %
3
Besar
(17,41%) 183.673
(16,61%) 185.352
+ 0,91 %
(42,17%) Total 433.245
(45,28%) 444.453
+ 2,59 %
(100 %)
(100 %)
Sumber : BPS & Kementrian Koperasi & UKM (diolah oleh Dr.Ir.M.Jafar Hafsah)
Dari data tersebut di atas sudah saatnya dunia perbankan mulai mengalihkan perhatian dan keberpihakannya pada dunia UMKM sebab disamping menjanjikan profit yang bagus, risikonya pun lebih kecil dibanding bisnis sekala usaha besar. Keuntungan yang dapat diraih oleh dunia perbankan yang bermain dalam sekala UMKM adalah sebagai berikut :
1. Profit yang tinggi, hal ini sejalan dengan karakteristik usaha dimana semakin kecil jenis usahanya maka margin keuntungan yang ditetapkan umumnya relatif lebih besar, sehingga Bank dapat menetapkan margin yang lebih tinggi untuk usaha UMKM.
2.
Risiko lebih kecil, sesuai dengan plafond pinjaman yang lebih kecil dan lebih terdistribusi melalui usaha retail, selain itu para pebisnis retail umumnya cenderung lebih taat akan aturan perbankan dan lebih takut apabila berhubungan dengan pihak yang berwenang apabila nantinya wan prestasi kepada pihak perbankan.
3. Turut serta dalam pembangunan ekonomi bangsa, sesuai dengan perannya yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional dimana UMKM dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Menilik Hambatan Sektor UMKM Selain keuntungan yang dijanjikan oleh sektor UMKM seperti tersebut di atas, ternyata pelaku UMKM sering kali menemui hambatan didalam mengelola usahanya. Hambatan tersebut dibagi kedalam 2 (dua) jenis tinjauan atau sudut pandang yang berbeda yakni dari sisi pelaku UMKM dan juga Perbankan, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Hambatan dari sisi pelaku UMKM, dapat dibagi menjadi 2 (dua) katagori yakni : A. Hambatan Internal Berupa hambatan yang lebih didominasi oleh pengelolaan internal organisasi yang meliputi :
1) Terbatasnya permodalan dari pemilik usaha. 2) Kapasitas sumberdaya manusia yang kurang memadai baik skill maupun kompetensi terhadap usaha yang dijalankan.
3) Lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar.
B. Hambatan Eksternal Berupa hambatan yang lebih diakibatkan oleh keadaan luar biasa dari kajian ekonomi makro maupun kebijakan pemerintah yang meliputi :
1) Iklim Usaha Yang Belum Kondusif Terkait dengan kebijakan kemudahan perijinan, keringanan pajak, kenaikan BBM dan TDL Listrik. 2) Implikasi Otonomi Daerah Terkait dengan masuknya bisnis pengusaha besar ke daerah-daerah.
3) Implikasi Perdagangan Bebas Banjirnya hasil industri UKM impor dari negara lain.
2. Hambatan dari sisi Perbankan, dapat dibagi menjadi 2 (dua) katagori yakni : A. Hambatan Internal Berupa tingkat kesulitan internal bank dalam mengelola bisnis UMKM yang meliputi : 1) Keanekaragaman potensi daerah Potensi daerah dimasing-masing Unit Pelayanan Bank sangat bervariasi dan tentunya orientasi bisnis penentuan porto folio pembiayaan dari tiap-tiap Cabang akan berbeda pula. 2) Sumberdaya yang terbatas Sumberdaya yang meliputi Jaringan Cabang BANK dalam satu daerah dan jumlah pegawai yang menangani pembiayaan. Rata-rata jumlah pegawai yang menangani pembiayaan disetiap Cabang BANK umumnya berjumlah 3 orang sehingga bisa dikatakan kurang memadai untuk masuk kedalam sektor UKM yang mana pelaku usaha ini secara psikologis membutuhkan perhatian yang lebih intensif. 3) Perangkat analisa yang belum memadai Belum adanya rumusan teknis analisa khusus usaha mikro & kecil, sehingga menjadi kesulitan bagi pelaku usaha mikro & kecil apabila harus di analisa menggunakan teknis analisa bagi usaha menengah & besar.
B. Hambatan Eksternal Berupa hambatan yang didasarkan pada kemampuan pelaku bisnis UMKM didalam memenuhi kajian analisa kelayakan dari Bank.
1) Kondisi UMKM itu sendiri a. Dilihat dari sisi bentuk •
Berdiri sendiri Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM) yang umumnya merupakan perusahaan keluarga yang berdiri secara individual dan tidak terkait dengan industri lainnya, sebagai contoh adalah ; usaha warung makan, toko kelontongan dan lain sebagainya yang bersifat kepemilikan individu.
•
Terorganisir Pada umumnya merupakan UMKM yang pada awalnya berdiri sendiri namun dalam perjalanannya masuk dalam anggota atau membentuk suatu wadah yang biasanya disebut asosiasi, yang merupakan kumpulan usaha dengan bisnis sejenis.
•
Binaan Perusahaan Besar Pada umumnya dapat berupa UMKM yang berdiri sendiri atau asosiasi yang mendapatkan pengayoman dari perusahaan lain yang lebih besar. Kaitan yang biasa terjadi adalah hubungan pemenuhan kebutuhan barang bagi perusahaan besar tersebut. Sebagai contoh adalah PT. Unilever Tbk yang mempunyai UMKM binaan yakni petani gula kelapa di wilayah Kabupaten Sukabumi.
b. Dilihat dari sisi produk yang dihasilkan •
Produk yang mempunyai daya tahan yang lama seperti ; produk-produk kerajinan, pakaian dan lain sebagainya yang tidak mudah rusak dalam jangka waktu yang lama.
•
Produk dengan daya tahan yang pendek seperti ; produk makanan, pengolahan susu dan lain sebagainya yang mudah rusak dalam waktu yang relatif singkat.
c. Dilihat dari sisi pangsa pasar •
Mempunyai pasar terbuka
Sifat pasar yang mengambang dimana pembelian terhadap produk yang dihasilkan sangat tergantung dari kebutuhan masyarakat secara individual. •
Mempunyai pasar tertutup Sifat pasar yang spesifik dengan orientasi pemasaran yang sudah jelas berdasarkan purchase order ataupun kontrak dengan perusahaan lain yang membutuhkan produk yang dihasilkan.
•
Mempunyai pasar terbuka tertutup Dengan orientasi pasar yang merupakan gabungan dari pasar terbuka dan pasar tertutup.
d. Dilihat dari persaingan •
Rentan terhadap pesaing Titik berat pengamatan didasarkan pada gabungan antara unsur produk yang dihasilkan dan kejelasan pangsa pasar, dimana UMKM yang rentan terhadap pesaing merupakan UMKM yang memiliki sifat pasar terbuka dan produk yang mempunyai daya tahan yang rendah.
•
Tidak berpengaruh terhadap pesaingan Merupakan UMKM yang sudah memiliki pangsa pasar yang jelas dengan sifat pasar tertutup dan terbuka tertutup didukung oleh produk yang mempunyai daya tahan relatif lama.
2) Agunan Hampir 90 % pelaku UMKM yang mengajukan pembiayaan mempunyai kesulitan didalam pemenuhan agunan yang dipersyaratkan oleh Bank. Tingkat kesulitan yang sering dijumpai dapat dibagi kedalam beberapa kelompok, meliputi : a. Terdapat agunan dengan nilai yang tidak mencukupi. Biasanya dijumpai pada usaha yang sudah menanjak kelevel kecil dan menengah dengan batas plafond sebesar Rp.50 – 500 juta rupiah . Terdapat agunan dengan syarat agunan yang tidak sesuai ketentuan bank.
Biasanya dijumpai pada usaha Mikro, Kecil & Menengah, dengan agunan tanah & bangunan yang biasanya masih berupa Girik/Leter C/Petok D. Namun untuk usaha level Kecil & Menengah dengan plafond > Rp.100 jt biasanya tidak berkeberatan apabila surat tanah tersebut ditingkatkan menjadi sertifikat, sebaliknya untuk level pembiayaan Mikro, peningkatan surat tanah yang mengakibatkan biaya tinggi dirasakan tidak sepadan dengan pinjaman yang diajukannya. b. Tidak memiliki agunan Lebih sering dijumpai pada level usaha Mikro. 3) Kesinambungan program pemerintah Program pemerintah yang ditujukan untuk sektor UMKM seperti pola pembiayaan SP3 Deptan, Kredit Usaha Rakyat, SUP005, DNS-LH dan lain sebagainya, merupakan salah satu faktor utama yang dapat mengakomodir kendala-kendala yang dihadapi oleh pelaku sektor UMKM dalam berhubungan dengan Bank. Dengan titik berat bantuan berupa Program Penjaminan oleh Pemerintah, menjadikan kendala utama pelaku sektor UMKM khususnya didalam pemenuhan agunan dapat diatasi disisi lain lebih menggairahkan perbankan didalam menangani pembiayaan pada sektor UMKM. Menyimpulkan Titik Temu Pemberdayaan Sektor UMKM Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, pelaku usaha dan perbankan. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, maka perlu disimpulkan hal-hal yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak untuk dilaksanakan sebagai berikut : 1. Tanggung jawab Pemerintah a. Penciptaan Iklim Usaha Yang Kondusif Pemerintah selaku penentu kebijakan publik diharapkan mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku UMKM, sehingga mampu membentuk suasana usaha yang tenteram dan aman dalam berusaha. Hal konkrit yang mungkin dapat dilakukan
pemerintah
sebagai
contoh
penyederhanaan
perijinan
usaha,
keringanan pajak bagi UMKM, subsidi atas bahan bakar minyak, dan lain-lain yang berpihak pada sektor UMKM.
b. Kesinambungan Program Permodalan Program-program yang telah digulirkan pemerintah seperti SUP005, DNS-LH, KUR, SP3-Deptan, perlu untuk dilanjutkan secara konsisten dengan terus menerus dilakukan penyempurnaan dan kajian secara lebih komprehensif. Sehingga perlu diupayakan suatu unit khusus yang dibentuk oleh pemerintah untuk mencatat database UMKM yang telah diberikan fasilitas permodalan oleh perbankan dengan pencatatan tingkat keberhasilan dari masing-masing UMKM tersebut. c. Penciptaan Undang-undang Proteksi Dimaksudkan agar usaha yang besar tidak membunuh usaha yang kecil. Mungkin terlepas dari pengamatan kita bahwa seringkali pendirian waralaba pada suatu daerah terkesan amat rapat bahkan hampir disetiap nama suatu jalan disatu daerah telah berdiri suatu grup waralaba tertentu. Hal ini tentunya telah membuat rontok banyak usaha yang telah dirintis oleh pengusaha kecil, keberadaan suatu bisnis yang menjual kebutuhan yang sama dengan usaha mereka sudah tentu menjadi ancaman yang besar, terlebih lagi dari sisi harga tidak kompetitif apabila berhadapan dengan usaha yang lebih besar. d. Pengembangan Kemitraan Pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang dapat mengawinkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar baik didalam maupun diluar negeri. Dengan menekan kebijakan impor untuk dialihkan kepada pengusaha lokal diharapkan peluang berusaha semakin besar. 2. Tanggung jawab Pelaku UMKM a. Menciptakan atau Mengikuti Pelatihan Terkait dengan permasalahan mendasar UMKM yakni sumberdaya manusia perlu kiranya pelaku usaha mengikuti secara aktif program pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta atau dengan cara menciptakan pelatihanpelatihan dengan mengundang petugas dari dinas pemerintah terkait seperti Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian & Perdagangan dan lain-lain. Sehingga berbagai macam kesulitan semacam; bagaimana mengelola finansial berikut
pencatatannya, teknis-teknis yang berhubungan dengan usaha, dan lain-lainnya dapat diatasi. b. Membentuk/memperkuat Asosiasi Kumpulan pengusaha kecil sejenis yang membentuk asosiasi diharapkan mampu saling membina, menghindarkan dari persaingan yang tidak sehat serta mempunyai bargain position yang kuat terhadap usahanya.
3. Tanggung jawab Perbankan a. Membuat Prosedur Khusus Disamping bersifat retail dengan plafond pinjaman yang kecil, pembiayaan sektor UMKM masih dirasa merepotkan apabila belum dibuat suatu penyederhanaan prosedur yang meliputi :
•
Pembuatan scoring system (Lampiran 1.contoh scoring) sebagai pengganti nota analisa (NAP) Teknik analisa sederhana sebagai upaya mempermudah memotret wajah sektor UMKM menjadi lebih sederhana, yang merangkum seluruh aspek kelayakan UMKM.
•
Penentuan jenis agunan yang dipersyaratkan untuk tiap level pembiayaan UMKM mulai dari Mikro, Kecil & Menengah berikut tatacata pengikatannya.
b. Meningkatkan Jaringan Pelayanan & SDM •
Menempatkan pegawai yang khusus menangani sektor UMKM dengan status pegawai Kantor Pusat, sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh Cabang untuk beralih ke portofolio pembiayaan lainnya.
•
Dalam rangka memperluas jaringan pelayanan BANK bagi UMKM maka perlu dibuat suatu bentuk kerjasama antara BANK dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti BMT, dengan terlebih dahulu dibuatkan aturan mainnya meliputi : o
Standard Operational Procedure yang mensinergiskan fungsi kerja BANK dan LKM
o
Penentuan batas maksimum pemberian pembiayaan oleh BMT
o
Menentukan aturan main mengenai pembagian keuntungan, penetapan margin.
Apapun hasil pemikiran yang dituangkan dengan cita-cita untuk memajukan sektor UMKM di Indonesia, tentunya tidak terlepas dari kesadaran, kerja keras dan upaya yang serius dari 4 komponen penggerak pemberdayaan UMKM yakni pemerintah, perbankan, pelaku usaha dan seluruh masyarakat (Ilustrasi lihat bagan 1). Bagan 1.
PEMERINTAH
Membuat kebijakan ekonomi baik dalam & luar negeri yang berpihak pada UMKM
Membentuk lembaga pembina khusus yang bila perlu menjangkau hingga kecamatan
PERBANKAN
4 KOMPONEN PEMBERDAYA UMKM
Membuat penyederhanaan prosedur
Menciptakan jaringan pelayanan yang luas
Menyiapkan sumberdaya insani yang khusus kepada pelayanan sektor UMKM
PELAKU USAHA
Mempunyai niat yang bersih dan kuat untuk maju
Bersedia berubah untuk yang lebih baik (mengikuti pelatihan-pelatihan)
Membentuk asosiasi yang kuat
MASYARAKAT
Mencintai Produksi Dalam Negeri
Dengan tegaknya sektor UMKM maka kesulitan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat akan teratasi dengan sendirinya sehingga perlu bagi kita untuk membenahi penanganan UKM dengan serius, agar supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Pangabean, Riana. 2004. Membangun Paradigma Baru Dalam Mengembangkan UKM. Iwantono, Sutrisno. 2004. Pemikiran Tentang Arah Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Taufiq, Muhammad. 2004. Strategi Pengembangan UKM Pada Era Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas. Adiningsih, Sri. DR. 2004. Regulasi Dalam Revitalisasi Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia. Jafar Hafsah, Muhammad. Dr.Ir. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah.