Struktur geologi Paleogen Batuan alas Cekungan Ombilin adalah batuan pra-Tersier yang telah membentuk Sumatera sejak Kapur Akhir (McCourt, et al., 1993). Periode tektonik yang membentuk cekungan Tersier di dalam pulau ini adalah periode Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal. Struktur geologi Paleogen dikontrol oleh sesar menganan Utara-Selatan. Sistim sesar ini terbentuk oleh adanya perbedaan kecepatan pemekaran dasar samudera Lempeng Samudera Hindia (Harding, 1974 dalam Harsa, 1978). Sistim sesar utara-selatan ini merupakan sesar utama dan sesar ini yang telah mengontrol terbentuknya Cekungan Ombilin. Sesar-sesar ini telah terpotong-potong oleh tektonik Neogen. Pada citra, sesarsesar tersebut dicirikan oleh kelurusan pendek, yaitu Sesar Sibarawang, Sesar Lumindal, Sesar Tumbulun, Sesar Sibakung dan Sesar Sibakur. Berdasarkan sistem Elipzoid Riedel pada sesar lainnya, sesar Paleogen terdiri atas sesar menganan utara baratlaut – selatan tenggara, sesar mengiri barat baratlaut – timur tenggara, sesar menganan utara timurlaut – selatan baratdaya, sesar mengiri timur– barat, sesar normal timurlaut– baratdaya, dan sesar naik baratlaut –tenggara.
Struktur geologi Neogen Sejak Neogen, tektonik Sumatera dikontrol oleh tumbukan Lempeng Samudera Hindia yang bergerak ke arah U 6º T, dan Lempeng Eurasia yang relatif stabil. Ada 2 tektonik periode di Pegunungan Barisan pada Neogen, yaitu Perioda Tektonik Miosen tengah, dan Perioda Tektonik Plio-Plistosen. Tektonik Miosen Tengah dicirikan oleh penurunan kecepatan pemekaran Samudera Hindia, yaitu mencapai 5 km/ tahun, sehingga tektonik ini tidak menimbulkan struktur geologi kompresi, dan Pegunungan Barisan mengalami pengangkatan yang diikuti aktifitas magmatik yang menghasilkan gunung api dan batuan terobosan, dan Cekungan Ombilin mengalami pengangkatan yang dicirikan oleh umur batuan sedimen termuda adalah Miosen Awal, dan tanpa endapan sedimen Miosen Tengah. Tektonik PlioPlistosen menghasilkan sesar menganan baratlaut-tenggara, yang disebut Sesar Sumatera (Yarmanto dan Aulia, 1989), dan selama tektonik tersebut Pegunungan Barisan secara menerus mengalami pengangkatan. Sesar utama adalah sistim sesar baratlaut–tenggara yang merupakan bagian Sesar Sumatera, sementara sesarsesar yang lain dianalisis menggunakan model elipsoid baratlaut-tenggara. (Gambar 3). Struktur geologi Neogen terdiri atas sesar dan lipatan. Sesar utama baratlaut-tenggara terdiri atas Sesar Kotatengah, Sesar Balung, sesar Pudung, Sesar Sumani, sesar Singkarak, Sesar Gurun, Sesar patitian, Sesar Tanjungbalit, Sesar Simpangtigo, Sesar Lubuksikumang, Sesar Taju, Sesar Paruh, Sesar Lusin, dan Sesar Sungaisalak.
Perkembangan cekungan Cekungan Ombilin terbentuk oleh aktivitas sesar menganan utara-selatan selama Paleogen. Bentuk asli graben tersebut sulit diidentifikasi, karena pengaruh tektonik Neogen. Pada peta anomali Bougeur, geometri cekungan ini menunjukkan asimetri, lereng bagian timur lebih curam daripada lereng di bagian barat. Pusat cekungan terletak di bagian baratlaut yang ditunjukkan oleh Sesar Melintang dan mengontrol pemunculan Gunungapi Melintang. Gunungapi Melintang kurang aktif dibandingkan dengan Gunungapi Marapi dan Gunungapi Talang. Hal ini disebabkan oleh Sesar Melintang sudah tidak aktif sejak Neogen, sedangkan Gunung api Marapi dan Talang dikontrol oleh Sesar Sumatera yang aktif sampai sekarang. Sistim sesar baratlaut tenggara (Sesar Rumben dan Sesar Sijunjung) merupakan sesar order kedua pada Paleogen, dan aktif sejak Miosen Awal yang dicirikan oleh sub-cekungan rumben diisi oleh Formasi Ombilin, dan sesar tersebut memotong Formasi Brani dan Formasi Sawahtambang. Namun Danau Singkarak diduga merupakan cekungan trantensional diisi oleh sedimen Kuarter. Hal ini menunjukkan bahwa Danau Singkarak mungkin merupakan graben yang dikontrol oleh sesar mendatar baratlaut-tenggara (Sesar Sumatera) selama Neogen. Maka struktur geologi yang terlihat pada citra secara dominan adalah sesar menganan baratlaut-tenggara yang dihasilkan oleh Tektonik Plio-Plistosen. Batuan sedimen tertua yang mengisi Cekungan Ombilin adalah Formasi Brani yang disusun oleh aliran debris berupa kipas aluvial dan atau kipas delta. Di bagian timur cekungan, sebaran Formasi Brani sejajar dengan tepi cekungan dengan arah kemiringan lapisan ke arah barat, di bagian barat bentuk sebaran Formasi Brani membentuk kipas, di bagian selatan, sebaran Formasi Brani sejajar dengan bentuk cekungan, dan di bagian utara formasi ini tersingkap di sebelah barat batuan alas. Di bagian barat cekungan, Formasi Brani berubah menjadi endapan fluvial dan rawa yang membentuk Formasi Sangkarewang. Hubungan Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang adalah menjemari, dan diduga umurnya Eosen Akhir. Selama Oligosen-Miosen cekungan mengalami fase transgresi yang ditunjukkan adanya ketidak selarasan pada Formasi sangkarewang bagian paling atas, dan di dalam cekungan diendapkan endapan sungai meandering dan sungai braided. Endapan-endapan itu sebagai Formasi Sawahlunto dan Formasi Sawahtambang. Formasi Sawahlunto ditindih oleh Formasi Sawahtambang yang singkapannya dijumpai di bagian barat dan timur tepi cekungan. Perubahan Formasi Sawahlunto menjadi Formasi Sawahtambang menunjukkan perubahan lingkungan pengendapan dari endapan sungai braided menjadi fasies distal yang dibentuk oleh endapan sungai meandering. Trangresi cekungan menerus dan diikuti endapan laut dangkal sebagai Formasi Ombilin. Pada Miosen Tengah tidak ada penegendapan di cekungan, karena pengaruh dari pengangkatan Pegunungan Barisan. Pada Deformasi PlioPlistosen, sedimen yang terakumulasi terlipat dan tersesarkan. Sesar utama adalah sesar menganan baratlauttenggara.
Cekungan Ombilin adalah cekungan pull-apart yang terjadi pada Paleogen, dan dikontrol oleh sesar transcurrent berarah utara-selatan, dan terletak di dalam Busur Gunung api Barisan. Struktur geologi yang ada dibagi dua, yaitu struktur geologi Paleogen yang terdiri atas sesar, dan struktur geologi Neogen berupa sesar, lipatan dan beberapa batuan intrusi.
STRATIGRAFI CEKUNGAN OMBILIN Stratigrafi Informasi stratigrafi untuk Cekungan Ombilin yang paling relevan dapat diambil dari data Sumur Sinamar-1 yang dibor oleh PT CPI pada tahun 1984. Secara umum urutan stratigrafi dari endapan pada Cekungan Ombilin dari umur yang lebih tua ke umur yang lebih muda adalah : Pre-Tertiary basement, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang dan Formasi Ombilin. 1. Formasi Pre-Tertiary basement ( Paleozoic-Mesozoic) a. Ciri litologi Formasi Pre-Tertiary terdiri dari batuan granit, limestone laut dalam dari Formasi Tuhur, limestone massive dan formasi Silungkang dan slate/phylites dari Formasi Kuantan. Batuan Pre-Tertiary basement dari Cekungan Ombilin ini terlihat dengan baik di sekitar batas cekungan sepanjang sisi batas sisi barat Cekungan Ombilin. Batuan Pra-Tersier tersebut dapat digolongkan sebagai sumber batuan material sedimen yang akan mengisi cekungan pada Tersier. b. Ketebalan c. Umur dan lingkugan pengendapan d. Hubungan stratigrafi 2. Formasi Brani a. Ciri litologi
Formasi Brani tersusun oleh konglomerat polimik berwarna ungu kecoklatan dengan fragmen berukuran kerikil hingga kerakal dan matriks berupa pasir lempungan. Fragmen konglomerat terdiri dari bermacam-macam litologi yaitu andesit, batugamping, batusabak, dan granit. Di dalam Formasi Brani, terdapat Anggota Selo Formasi Brani dan Anggota Kulampi Formasi Brani. Yang membedakan Anggota Selo Formasi Brani dengan Formasi Brani adalah batuan konglomeratnya tidak berwarna ungu kecoklatan. Anggota Kulampi Formasi Brani memiliki karakteristik litologi yang sama dengan Formasi Brani, hanya saja memiliki struktur perlapisan berselingan dengan batupasir pemilahan buruk (Koesoemadinata dan Matasak, 1981).
b. Ketebalan formasi tersebar secara luas di tepi cekungan ombilin dan juga inti antiklin palangki di bagian selatan cekungan. Terpapar jelas dibagian baratlaut cekungan. Ketebalan berkisar lebih dari 646m c. Umur dan lingkungan pengendapan Tidak ada fosil yang ditemukan untuk menunjukkan umur Formasi Brani. Namun menurut penelitian terdahulu batuan Formasi Brani diperkirakan berumur Paleosen akhir hingga Eosen awal.
Lingkungan pengendapan d. Hubungan stratigrafi Formasi Brani terletak di atas formasi pra-Tersier secara angular unconformity atau tidakselaras pada pra-Tersier batuan plutonik dan memiliki hubungan saling menjari dengan Formasi Sangkarewang. 3. Formasi Sangkarewang (Eocene) a. Ciri litologi Formasi Sangkarewang memprensentasikan deposisi dari danau air dalam dengan oksigen rendah. Formasi ini terdiri dari shale bersifat karbonatan dengan warna abu-abu gelap, tipis, struktur tajam dan sandstone tipis. Formasi ini terbentuk dari endapan di Danau purba Sangkarewang yang diendapi oleh serpihan-serpihan karena proses cuaca dan kegiatan tektonik. Sifat calcareous dari formasi tersebut sebagian disebabkan adanya masukan yang terus-menerus dari serpihan calcareous pre tertiary. b. Ketebalan Formasi ini hampir seluruhnya tersebar di bagian barat laut cekungan dengan ketebalan sekitar c. Umur dan lingkungan pengendapan Fosil yang ditemukan berupa fosil polen yang terdiri dari Verrucatosporites dan Monocolpites dengan jumlah yang melimpah, dan hadirnya Echitriporites trianguliforms dan Ephedripites dari jenis tanaman lain juga banyak di temukan namun
tidak tersebar merata seperti Aegialitis rotunditolia, Bauhinia purpurea, Gelba pentandra, Annona squamosa, Acacia chundra, Radermachera xylocarpa, Allanthus excelsa, Cayratiatrifolia, Sympiocos racemosa, Aspidopterys cordata. Fosil tersebut mengindikasikan umur Eosen/Pre-Eosen, sehingga batuan Formasi Sangkarewang diperkirakan berumur Paleosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Lingkungan pengendapan Formasi Sangkarewang
d. Hubungan stratigrafi Hubungan Formasi Sangkarewang dengan Formasi Brani adalah saling menjari sedangkan hubungan Formasi Sangkarewang dengan Formasi Sawahlunto adalah selaras 4. Formasi Sawahlunto (Eocene) a. Ciri litologi
Formasi Sawahlunto tediri dari shale dari zaman Eocene, siltstone, quartz, sandstone dan batubara (coal) yang ditemui di sebagian besar di wilayah tenggara dari Cekungan Ombilin. Formasi ini juga termasuk coal beds yang ditambang di daerah Sawahlunto. Lapisan-lapisan batubara tersebut tebalnya mencapai 15 meter dan bernilai ekonomi (Moss dan Howells, 1996). Formasi Sawahlunto meruncing ke arah timur dan selatan dari area Sawahlunto. b. Ketebalan Formasi Sawahlunto tersebar dibagian baratlaut dari cekungan, baratlaut dari kota Sawahlunto. Ketebalan formasi Sawahlunto ini sekitar 274m c. Umur dan lingkungan pengendapan Ditemukan fosil Proxapertites Operculatus menindikasikan formasi tersebut memiliki umur paleosen, namun umur Eosen juga sangat mungkin karena fosil mikro yang ada sangat kecil. Umur formasi Sawahlunto adalah eosen. Kehadiran serpih karbonat, batubara dan terutama batupasir mengindikasikan flood basin dengan sungai yang berkelok saat batubara diendapkan. Lingkungan pengendapan formasi tersebut ditafsirkan sebagai sistem sungai bermeander dengan sejumlah danau di sekitar alur sungai (Koesomadinata dan Matasak, 1981). d. Hubungan stratigrafi Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Sawahlunto berumur Eosen dan terendapkan secara selaras di atas Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang.
5. Formasi Sawahtambang (Oligocene) a. ciri litologi Formasi Sawahtambang dan Sawahlunto telah terbukti saling overlay atau seperti saling terkait. Keterkaitan antara dua formasi secara paleontology susah ditentukan, karena ketidakhadiran umur fosil diagenetic di antara kedua formasi. Formasi Sawahtambang terdiri dari konglomerat berumur Oligocene, sandstone dan shale yang diendapkan oleh sistem aliran sungai b. ketebalan Menurut Koesomadinata dan Matasak (1981), Formasi Sawahtambang memiliki ketebalan antara 625 meter sampai 825 meter, dan menunjukkan terjadinya penebalan dari utara ke selatan cekungan. c. umur dan lingkungan pengendapan tidak ada fosil yang ditemukan kecuali sisa tumbuhan. Analisa palinologi dilakukan di anggota Rasau yang mengindikasikan umurnya berkisar Eosen – Oligosen. d. hubungan stratigrafi
5.1 Anggota Rasau Formasi Sawahtambang a. Ciri litologi Pada bagian bawah Formasi Sawahtambang terdapat Anggota Rasau yang terdiri dari perselingan batupasir konglomerat dan batulumpur abu-abu, dan tidak mengandung batubara.
b. Ketebalan Persebaran dan Ketebalan anggota ini hanya di bagian barat daya cekungan yang mana mempunyai hubungan dengan formasi Sawahlunto. Ketebalannya pada lokalitas jenisnya adalah 600 m c. Umur dan lingkungan pengendapan
Anggota ini diinterpretasikan terendapkan di flood plain basin dengan sungai kelok yang rendah d. Hubungan stratigrafi Anggota Rasau mempunyai hubungan berupa menjari dengan formasi Sawahtambang. 5.2 Anggota Poro Formasi Sawahtambang a. Ciri litologi Formasi Sawahtambang terdapat Anggota Poro yang terdiri dari batupasir kuarsa, dengan selipan serpih abu-abu dan lurik batubara dan batulanau karbonatan (Koesoemadinata dan Matasak, 1981).
b. Ketebalan Anggota ini tersebar terutama di bagian barat cekungan, seperti yang terpapar sepanjang Jalan Raya Trans-Sumatra. Ditemukan juga di bagian timur cekungan seperti yang terpapar sepanjang Jalan tol. Mungkin meluas ke arah tenggara, tetapi tentu saja tidak menuju utara. c. Umur dan lingkungan pengendapan Tidak ada fosil yang ditemukan di anggota ini dan karena itu tidak ada penentuan umur untuk formasi. Anggota ini diendapkan di lingkungan flood plain yang terpotong oleh sungai dengan kelokan rendah d. Hubungan stratigrafi Hubungan formasi Sawahtambang dengan anggota Poro Formasi Sawah tambang adalah menjari 6. Formasi Ombilin (Early Miocene) a. Ciri litologi Formasi Ombilin terdiri dari shale abu-abu muda sampai medium, dimana sering calcareous dan biasanya mangandung limestone, sisa-sisa tumbuhan dan sel-sel moluska. Ketebalan limestone pada Formasi Ombilin terlihat sampai ketebalan 200 ft (60 m). b. Ketebalan Formasi Ombilin memiliki ketebalan mencapai 1442 m (Koesomadinata dan Matasak, 1981), sedangkan berdasarkan Koning (1985), memiliki tebal mencapai 2740 meter hal ini didasarkan atas data seismik. c. Umur dan lingkungan pengendapan Umur Formasi Ombilin adalah Miosen Awal. Dari segi lingkungan pengendapan batuan-batuan sedimen di daerah lain diendapkan dalam lingkungan fasies delta, yaitu mulai dari upper delta plain hingga delta front, lingkungan fasies transisi hingga paparan laut (marine), yaitu dari delta front hingga middle shelf dan lingkungan fasies laut dalam, yaitu dari outer shelf hingga bathyal (Koning, 1985). Lingkungan pengendapan dari Formasi Ombilin merupakan indikasi dari lingkungan marine hal ini disebakan dominannya keterdapatan dari glauconite yang menyusunnya serta keterdapatan fosil foraminifera (Koesomadinata dan Matasak, 1981). d. Hubungan stratigrafi Formasi Ombilin memiliki hubungan stratigrafi berupa selaras dengan formasi sawahtambang.
FORMASI BRANI Pernyataan Pendahuluan De Haan (1942) memperkenalkan nama Brani Konglomerat untuk urutan pewarna ungu ed breksi dan konglomerat di Mangani Area, dekat Payakumbuh, 60 km sebelah timur laut dari Sawahlunto (Ombilin basin). Tidak ada bagian tipe ditunjukkan. Kastowo dan Silitonga (1973) menggunakan istilah Brani Formation untuk hal yang sama satuan litologis yang terpapar di cekungan Ombilin dalam Quadrangle Geological Map of Solok (1 : 250.000). Nama ini diusulkan secara formal dalam makalah ini. Karakteristik Litologi Umum Formasi ini terdiri dari urutan dari pst ungu mencari msty ungu coklat ble-to cobble-konglomerat dengan lumpur matriks pasir, sangat buruk disortir, berbentuk segitiga menjadi
Subrounded, padat, sulit gembur, umumnya nonbedded untuk kadang-kadang kurang tidur. Komponen kerikil terdiri dari berbagai litologi, sangat tergantung pada batuan dasar di mana mereka disimpan, mencerminkan jarak transportasi yang pendek. Di tepi barat cekungan mereka terdiri dari gunung berapi (andesit) dan batu kapur (some¬ kali penuh dengan fusulined), papan tulis dan argillite kerikil, di kerikil granit pelek timur pra-mendominasi, meskipun kuarsit dan susu kerikil kuarsa juga terjadi. Kadang-kadang itu terjadi dari gritsand arkosik kasar, kehilangan nya warna ungu khas (Selo Member). Tempat tidur biasanya tidak ada atau berkembang dengan kasar ed. jenis Lokalitas dan Jenis bagian Meskipun lokalitas jenis aslinya adalah di Di daerah Mangani, jenis hipostrato diusulkan di sini, terletak di sepanjang Aliran Kumani, dekat desa Guguk, NE Ombilin basin. Tipe bagian (meskipun tidak lengkap di pangkalan) adalah ditunjukkan pada gbr.6 dan ketik lokalitas gbr.15). Distribusi dan Ketebalan Formasi didistribusikan secara luas bersama tepi cekungan Ombilin dan juga di inti dari antiklin Palangki di selatan bagian dari baskom. Ini terpapar dengan baik di bagian barat laut cekungan. Ketebalan berkisar lebih dari 646m di hypostrato formasi tersebar secara luas di tepi cekungan ombilin dan juga inti antiklin palangki di bagian selatan cekungan. Terpapar jelas dibagian baratlaut cekungan. Ketebalan berkisar lebih dari 646m Konten Umur dan Fosil Tidak ada fosil yang ditemukan untuk menunjukkan usia Formasi Brani. Namun, karena hubungan yang mengganggu dengan Sangka¬ rewang Formasi, Zaman Paleosen hingga Eosen disarank . STRATIGRAFI Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari: 1. Satuan batuan berumur Pra-Tersier
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kastowo dan Leo (1973) dan Silitonga dan Kastowo (1975), satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian berumur Perm-Karbon berupa Anggota Bawah Formasi Kuantan (PCkq), yang terdiri dari kuarsit, batusabak, serpih, batuan gunungapi, tufa klorit, konglomerat, dan rijang. Anggota Batugamping Formasi Kuantan (PCkl), terdiri dari batugamping, batusabak, filit, serpih terkersikkan dan kuarsit. Anggota Filit dan Serpih Formasi Kuantan (PCks), terdiri dari serpih, filit, sisipan batusabak, kuarsit, batulanau, rijang, dan aliran lava. Katili dan Kamal (1961) menyatakan bahwa di tepi danau Singkarak (sepanjang jalan raya Ombilin-Singkarak) tersingkap gneis yang menurut De Haan (1935) gneis tersebut terbentuk dari batuan granit yang telah mengalami tekanan dan berumur Paleozoikum. Menurut Katili dan Kamal (1961) batuan yang berumur Perm-Karbon hingga Perm adalah Formasi Silungkang yang terdiri dari seri vulkanik dan seri gamping. Batuan seri vulkanik terdiri dari lava andesit, lava basal, dan tufa. Pada batugamping anggota formasi Silungkang ditemukan fosil Fusulina dan Syringpora yang berumur Perm-Karbon (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut Silitonga dan Kastowo (1995) dan Kastowo dkk. (1996) Formasi Silungkang (Ps) berumur Perm dan terdiri dari andesit hornblenda, andesit augit, meta andesit dengan sisipan tipis tufa, batugamping, serpih, dan batupasir. Batugamping dipisah menjadi anggota batugamping formasi Silungkang (Psl), terdiri dari batugamping yang mengandung sisipan tipis serpih, batupasir ,dan tufa. Bagian atas Formasi Silungkang terdiri dari batugamping, batupasir, napal, dan serpih dengan interkalasi batuan andesit augit dan basal augit. Batugamping di daerah ini pada umumnya berupa batuan yang padat, berwarna kelabu, dan sebagian kristalin. Fosil-fosil yang ditemukan adalah Brachiopoda, Crinoida, dan Fusulina. Umur batugamping fusulina ini adalah Perm (Katili dan Kamal, 1961). Satuan batuan yang berumur Trias berupa Anggota Batugamping Formasi Tuhur (Trtl), yang tersusun oleh batugamping pasiran dan batugamping konglomerat. Anggota Batusabak dan Serpih Formasi Tuhur (Trts), terdiri dari batusabak, serpih, serpih napalan dengan sisipan rijang, serpih hitam terkersikkan, dan lapisan tipis grewak (graywacke) (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). Satuan batuan kuarsit dan batusabak Formasi Tuhur berhubungan saling menjari dengan batuan vulkanik Formasi Silungkang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut In (1959 dalam Katili dan Kamal, 1961) endapan-endapan Trias pada umumnya tergolong fasies batugamping, dan besar kemungkinan bahwa endapan-endapan Trias tersebut terbentuk dalam kondisi yang sama, di dalam cekungan sedimentasi yang sama. 2. Satuan Batuan Berumur Tersier Koesoemadinata dan Kastowo (1981), mengelompokkan batuan Tersier menjadi Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang, Anggota Rasau Formasi Sawahtambang, Anggota Poro Formasi Sawahtambang, dan Formasi Ombilin. Formasi Brani tersusun oleh konglomerat polimik berwarna ungu kecoklatan dengan fragmen berukuran kerikil hingga kerakal dan matriks berupa pasir lempungan. Fragmen konglomerat terdiri dari bermacam-macam litologi yaitu andesit, batugamping, batusabak, dan granit. Formasi Brani terendapkan di atas batuan Pre-Tersier secara tidak selaras dan berhubungan saling menjari dengan Formasi Sangkarewang. Batuan Formasi Brani diperkirakan berumur Paleosen hingga Eosen. Di dalam Formasi Brani, terdapat Anggota Selo Formasi Brani dan Anggota Kulampi Formasi Brani. Yang membedakan Anggota Selo Formasi Brani dengan Formasi Brani adalah batuan konglomeratnya tidak berwarna ungu kecoklatan. Anggota Kulampi Formasi Brani memiliki karakteristik litologi yang sama dengan Formasi Brani, hanya saja memiliki struktur perlapisan berselingan dengan batupasir pemilahan buruk (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Formasi Sangkarewang tersusun oleh serpih, bersifat karbonatan, dan mengandung material karbon, pirit, dan mika. Sebagian berlapis dengan perselingan batupasir. Fosil yang ditemukan berupa fosil polen yang terdiri dari Verrucatosporites dan Monocolpites dengan jumlah yang melimpah, dan hadirnya Echitriporites trianguliforms dan Ephedripites. Fosil tersebut mengindikasikan umur Eosen/Pre-Eosen, sehingga batuan Formasi Sangkarewang diperkirakan berumur Paleosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut Silitonga dan Kastowo (1995) dan Kastowo dkk. (1996), Formasi Sangkarewang (Tos), tersusun oleh serpih napalan, batupasir arkosa dan breksi andesit. Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Sawahlunto berumur Eosen dan terendapkan secara selaras di atas Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang. Formasi tersebut tersusun oleh serpih abu-abu kecoklatan, serpih lanauan, batulanau, batupasir kuarsa, dan ditandai dengan ditemukannya batubara. Di atas Formasi Sawahlunto, terendapkan Formasi Sawahtambang (berumur Oligosen) yang tersusun oleh batupasir yang sebagian besar, setempat terdapat serpih dan batulanau. Pada bagian bawah Formasi Sawahtambang terdapat Anggota
Rasau yang terdiri dari perselingan batupasir konglomerat dan batulumpur abu-abu, dan tidak mengandung batubara. Sedangkan pada bagian atas Formasi Sawahtambang terdapat Anggota Poro yang terdiri dari batupasir kuarsa, dengan selipan serpih abu-abu dan lurik batubara dan batulanau karbonatan (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), di atas Formasi Sawahtambang terendapkan Formasi Ombilin yang terdiri dari serpih karbonan dan karbonatan berwarna abu-abu gelap, pada bagian bawah terdapat lensa batugamping, sedangkan pada bagian atas terdapat sisipan batupasir tufaan berselingan dengan batulanau karbonatan yang mengandung glaukonit dan moluska. Fosil yang ditemukan berupa Globigerinoides primordius dan Globigerinoides trilobusyang mengindikasikan umur Miosen awal. 3. Satuan Batuan Gunungapi Satuan batuan gunungapi berupa Andesit-basalt (Ta), yang terdiri dari aliran lava, breksi, aglomerat, dan batuan hipabisal. Bahan volkanik tak terpisahkan (Qtau), terdiri dari lahar, fanglomerat, dan endapan kolovium lainnya. Andesit Gunung Marapi (Qama), terdiri dari breksi andesit-basalt, bongkah lava, tuf, lapilli, aglomerat, dan endapan lahar (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), satuan batuan vulkanik berupa Formasi Ranau yang berumur Plistosen. Batuan ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Ombilin dan terdiri dari tufa. 4. Satuan Batuan Intrusi Disamping satuan batuan gunungapi, terdapat pula satuan batuan intrusi yang berupa granit dan diorit kuarsa (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996). Menurut Katili dan Kamal (1961), terdapat granit Lassi yang mengintrusi batuan Pra-Tersier, dan diperkiraan berumur Trias. 5. Endapan Resen Merupakan satuan batuan termuda yang berupa endapan alluvium sungai (Qal), yang terdiri dari lempung, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah batuan beku (Silitonga dan Kastowo, 1995 dan Kastowo dkk., 1996).
Studi tentang urutan struktural sedimen dan korelasi profil vertikal membuatnya mungkin untuk merekonstruksi kependudukannya tory of the basin. Korelasi dilakukan dengan menggunakan litologi kriteria, dan sebisa mungkin menggunakan stratal kontinuitas dengan mengikuti singkapan sepanjang mogok. Dapat diduga bahwa pada awal Tersier mungkin Paleosen, blockfaulting terjadi sebagai hasil dari dimensi tekanan mengikuti oro Cretaceous Atas asal. Cekungan intramontane tipe graben adalah dikembangkan dengan curam curam curam di perusahaan sisi, tidak jauh lebih besar dari cekungan ini garis besar. Penggemar aluvial berkembang di semua sisi cekungan yang menghasilkan Formasi Brani konglomerat, dimana Anggota Selo
mewakili kepala kipas, dan Kulampi Anggota mewakili penggemar di mana distal konglomerat menunjukkan gradasi dan alas tidur (gbr. 18). Sebuah danau berkembang di tengah kota baskom, agaknya agak terpusat menuju bagian barat laut, di mana occa¬ turbidit nasional diendapkan, yaitu diwakili oleh Formasi Sangkarewang. Dalam waktu Eosen, seperti sedimentasi berlanjut, lembah surut, sementara erosi perbukitan di sekitarnya menghasilkan bantuan yang lebih sedikit dan lembah aluvial dengan sistem sungai dikembangkan di seluruh cekungan kecuali di bagian tengah dan timur laut, di mana bekas danau menjadi daerah rawa bersama pertumbuhan tanaman mewah, membentuk dataran banjir sungai yang berkelok-kelok. Sedimen disimpan di lingkungan ini terwakili dalam batubara lapisan Formasi Sawahlunto (Gbr. 9).
Tektonik cekungan ombilin Paleogen Cekungan Ombilin terbentuk sebagai lembah tergenang (drowned valley) pada pertengahan Paleogen yang dikontrol oleh peregangan serangkaian sesar geser dekstral dan menyisakan beberapa blok batuan alas sebagai tinggian (basement high), yang kelak mempengaruhi kompleksitas geometri dan distribusi fasies sedimenter selama proses pengisian cekungan. Mekanisme utamanya diduga terkait dengan tektonika sesar geser Oroklin Sunda selama Paleogen akibat adanya rotasi Paparan Sunda searah jarum jam didalam merespon kolisi India terhadap Eurasia (Husein, 2018) (Gambar 1,2). Karakter tektonik tersebut berkembang baik di bagian barat dan menghasilkan sub-Cekungan Talawi (Gambar 3). Di bagian timur, rangkaian sesar geser dekstral paralel meregang membentuk beberapa cekungan yang saling terhubung en-échelon (dog-leg interconnected graben) menjadi sebuah cekungan yang lebih besar dan dikenal sebagai sub-Cekungan Sinamar