TUGAS MAKALAH GEOLOGI KELAUTAN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA
DISUSUN OLEH : JONATHAN GILBERT S. MOCHAMAD YANUAR FIRDAUS FIRMAN NUR HASAN ARDIN EKA YULIANTO YUSRIL IHZA WIJAYA ADITYA WILIAMSYAH P. SUTO WIJOYO
(113170076) (113170078) (113170092) (113170101) (113170104) (113170108) (113170110)
JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2018
I.
GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Cekungan Jawa Barat Utara adalah salah satu cekungan yang menghasilkan banyak akumulasi hidrokarbon di Indonesia. Pada periode tahun 1967-1977 Pertamina melakukan pemboran sebanyak dua puluh sumur di daerah prospek Cekungan Jawa Barat Utara. Sebanyak lima lapangan eksplorasi hidrokarbon ditemukan dan tujuh lapangan lainnya merupakan hasil dari sumur pengembangan (Sujanto, 1982). Cekungan ini terletak di antara paparan Sunda di utara, jalur perlipatan – Bogor di selatan, daerah pengangkatan Karimun Jawa di timur dan paparan Pulau Seribu di barat. Secara regional Cekungan Jawa Barat Utara merupakan sistem busur belakang (back arc system) yang terletak di antara lempeng mikro Sunda dan tunjaman lempeng Hindia-Australia seperti yang ditunjukkan oleh gambar I. 1.
Gambar I. 1 Penampang Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara (Saidi dkk, 2000) Cekungan ini dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah utara-selatan. Sistem patahan yang berarah utara selatan ini membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi graben atau beberapa subCekungan dari barat ke timur yaitu sub-Cekungan Ciputat, sub-Cekungan Pasir Putih, dan sub-Cekungan Jatibarang. Masing-masing sub-Cekungan dipisahkan oleh tinggian. Tinggian Rengasdengklok memisahkan subCekungan
Ciputat dengan
sub-Cekungan
Pasir
Putih,
Tinggian
Pamanukan dan Tinggian Kadanghaur memisahkan sub-Cekungan Pasir
Putih dengan sub-Cekungan Jatibarang seperti yang ditunjukan oleh gambar I.2
Gambar I. 2 Geologi Regional dan Penampang Cekungan Jawa Barat Utara (Harreira, 1991)
II.
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Menurut Remington C.H dan Nasir.H (1986), stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara dari tua ke muda meliputi : a. Batuan Dasar Yang paling tua adalah batuan dasar (basement) yang terdiri dari batuan beku (granit) dan batuan metamorf (marmer dan batu sabak). Batuan dasar ini berumur dari Trias Bawah sampai Kapur Atas.
b. Formasi Jatibarang Formasi Jatibarang di beberapa tempat bertindak sebagai batuan reservoir yang potensial (struktur Jatibarang, Cemara, Cemara blok turun). Terdapat dua tipe batuan reservoir dari formasi ini, yaitu : tipe “massif” yang porositas dan permeabilitasnya dibentuk oleh rekahanrekahan (fracture porosity). Tipe pertama ini terdapat di lapangan minyak Jatibarang. Tipe kedua berupa satuan tuffa yang bersisipan dengan serpih dan konglomerat yang berkembang di lapangan minyak Cemara, dimana konglomerat bertindak sebagai batuan reservoir yang potensial. Umur dari formasi ini Eosen Tengah–Oligosen (early synrift). c.
Formasi Talang Akar Formasi Talang Akar bagian bawah terdiri dari batupasir berbutir kasar dan sedang, batulempung, paleosol, dan tuff jatuhan. Batuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang, menandai sistem half graben yang aktif. Pada Awalnya berfasies fluvio-deltaic sampai fasies marine. Litologi formasi ini diawali oleh perselingan antara batugamping, serpih, dan batupasir dalam fasies marine. Pada akhir sedimentasi, Formasi Ekuivalen Talangakar ditandai dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan berkembang cukup
baik
di
daerah
Sukamandi
dan
sekitarnya.
Adapun
terendapkannya formasi ini terjadi dari Kala Oligosen sampai dengan Miosen Awal. d. Formasi Baturaja Litologi Formasi Baturaja didominasi oleh batugamping. Selain itu, batulempung glaukonitik, napal dan dolomit juga ditemukan di bagian bawah. Kehadiran foraminifera besar seperti Spiroclycpeus sp. dan batugamping
yang melimpah mengindikasikan lingkungan
pengendapan adalah laut dangkal dengan kedalaman sekitar 65 m. Formasi ini terbentuk pada Kala Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Lingkungan pembentukan formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal.
e.
Formasi Cibulakan Atas Formasi Cibulakan Atas terdiri dari lapisan batupasir yang tebal yang diselingi oleh batulempung dan batugamping. Adanya penaikan secara tiba-tiba kuantitas sedimen klastik setelah pengendapan interval batugamping
Formasi
Baturaja,
diperkirakan
akibat
terjadinya
pengangkatan dan erosi yang kuat di daerah asal sedimen yang bersamaan dengan penurunan secara perlahan daerah pengendapan akibat ketidakstabilan tektonik Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi tiga anggota, yaitu:
Massive Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Ekuivalen Formasi Baturaja. Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir dari halus hingga sedang. Pada massive ini dijumpai kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus, foraminifera bentonik seperti Amphistegine.
Main Anggota main terendapkan secara selaras diatas anggota massive. Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir halus hingga sedang. Pada awal pembentukannya, berkembang batugamping dan juga blangket-blangket pasir, dimana pada bagian ini dibedakan dengan anggota Main itu sendiri yang disebut Mid Main Carbonate.
Pre Parigi Anggota Pre Parigi terendapkan secara selaras diatas Anggota Main. Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan batulanau. Anggota ini terbentuk pada kala Miosen Tengah- Miosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah- Neritik
Dalam, dengan dijumpainya fauna-fauna laut dangkal dan juga kandungan batupasir glaukonitan. Anggota Cibulakan Bawah dibedakan menjadi dua bagian yaitu Formasi Talangakar dan Formasi Baturaja (di ekuivalenkan) hal ini sesuai dengan korelasi yang dilakukan terhadap Cekungan Sumatra Selatan. Formasi ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Akhir. f. Formasi Parigi Litologi Formasi Parigi didominasi oleh batugamping dengan sisipan dolomit, batugamping pasiran, dan batulempung gampingan. Formasi Parigi diendapkan di lingkungan laut dangkal (inner-middle neritic)Formasi ini diendapkan di atas Formasi Cibulakan secara selaras dan terdiri dari batugamping yang merupakan zona penghasil hidrokarbon, dengan ciri umum berupa batugamping terumbu. Di beberapa tempat dijumpai batugamping dolomitan. Ketebalan formasi ini kurang lebih 27–450 meter dengan umur Miosen Tengah–Miosen Akhir (N9 – N18). g.
Formasi Cisubuh Litologi Formasi Cisubuh terdiri dari batulempung dengan kekerasan yang buruk dan kadang-kadang disisipi oleh batupasir dan batugamping. Di atas Formasi Parigi diendapkan secara selaras Formasi Cisubuh yang terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir tipis di bagian bawah dan batulempung massif di bagian atasnya. Batuan utamanya terdiri dari selang-seling serpih dan lempung dengan sisipan batupasir dan batubara. Formasi ini berumur Miosen Akhir (N18).
Gambar II. 1 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Pertamina DOH JBB, 2000).
III.
PETROLEUM SYSTEM CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Hampir seluruh formasi di Cekungan Jawa Barat Utara dapat menghasilkan hidrokarbon yang mempunyai sifat berbeda, baik dari lingkungan pengendapan maupun porositas batuannya.
a. Tipe Cebakan (Trap) Tipe cebakan di semua sistem petroleum Jawa Barat Utara hampir sama, hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan
sedimen sepanjang batas selatan dari Kraton Sunda, tipe struktur geologi dan mekanisme cebakan yang hampir sama. Bentuk utama struktur geologi adalah dome anticlinal yang lebar dan cebakan dari blok sesar yang miring. Pada beberapa daerah reservoar reefal built-up, perangkap stratigrafi juga berperan. Perangkap stratigrafi yang berkembang umumnya dikarenakan terbatasnya penyebaran batugamping dan perbedaan fasies. b. Batuan Reservoir Semua formasi dari Formasi Jatibarang sampai Formasi Parigi merupakan interval dengan sifat fisik reservoir yang baik. Minyak diproduksi dari rekahan volcanoclastic dari Formasi Jatibarang (Amril, et all, 1991). Pada daerah dimana batugamping Formasi Baturaja mempunyai porositas yang baik kemungkinan menghasilkan akumulasi endapan yang agak besar. Timbunan pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasikan dari clinoforms yang menunjukkan adanya progradasi. Pemasukan sedimen ini disebabkan oleh pembauran ketidakstabilan tektonik yang merupakan akibat dari subsidence yang terus menerus pada daerah foreland dari Lempeng Sunda (Hamilton, 1979). Pertambahan yang cepat dalam sedimen klastik dan laju subsidence pada Miosen Awal diinterpretasikan sebagai akibat dari perhentian deposisi Batugamping Baturaja. Ketebalan seluruh sedimen bertambah dari 400 feet pada daerah yang berdekatan dengan paleoshoreline menjadi lebih dari 5000 feet pada subcekungan Ardjuna (Noble, dkk, 1997). c. Lapisan Penutup (Seal) Lapisan penutup atau lapisan tudung merupakan lapisan impermeabel yang dapat menghambat atau menutup jalannya hidrokarbon. Lapisan ini juga biasa disetarakan dengan lapisan overburden. Litologi yang sangat baik adalah batulempung dan batuan evaporit. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, hampir setiap formasi memiliki lapisan penutup yang efektif. Namun formasi yang bertindak
sebagai lapisan pentup utama adalah Formasi Cisubuh, karena formasi ini memiliki litologi yang baik atau impermeabel. d. Batuan Induk (Source Rock) Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk, yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales (oil dan gas prone) dan marine claystone (bacterial gas) (Noble, dkk, 1997). Studi geokimia dari minyak mentah yang ditemukan di Pulau Jawa dan lapangan lepas Pantai Ardjuna menunjukkan bahwa fluvio deltaic coals dan serpih dari Formasi Talang Akar bagian atas berperan dalam pembentukan batuan induk yang utama. Beberapa peran serta dari lacustrine shales juga ada terutama pada Subcekungan Jatibarang. Kematangan batuan induk di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh analisa batas kedalaman minyak dan kematangan batuan induk pada Puncak Gunung Jatibarang atau dasar / puncak dari Formasi Talang Akar atau bagian bawah Formasi Baturaja.
.Lacustrin Shale
Lacustrin Shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan berkembang dalam dua macam fasies yang kaya material organik. Fasies pertama adalah fasies yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan vulkanik klastik (Noble, et all, 1997). Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen Formasi Talang Akar Pada formasi ini batuan induk dicirikan oleh klastika non marin berukuran kasar dan interbedded antara batupasir dengan lacustrine shale. Fluvio Deltaic Coal & Shale Batuan induk ini dihasilkan oleh ekuivalen Formasi Talang Akar yang diendapkan selama post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing sediment yang terbentuk pada sistem fluvial pada
Oligosen Akhir. Batuan induk tipe ini menghasilkan minyak dan gas (Noble, et all, 1991). Marine Lacustrine Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada cekungan laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria yang menyebabkan degradasi material organik pada lingkungan laut. e. Jalur Migrasi Migrasi hidrokarbon terbagi menjadi tiga, yaitu migrasi primer, sekunder dan tersier. Migrasi primer adalah perpindahan minyak bumi dari batuan induk dan masuk ke dalam reservoir melalui lapisan penyalur (Koesoemadinata, 1978). Migrasi sekunder dapat dianggap sebagai pergerakan fluida dalam batuan penyalur menuju trap. Migrasi tersier adalah pergerakan minyak dan gas bumi setelah pembentukan akumulasi yang nyata. Jalur untuk perpindahan hidrokarbon mungkin terjadi dari jalur keluar yang lateral dan atau vertikal dari cekungan awal. Migrasi lateral mengambil tempat di dalam unit-unit lapisan dengan permeabilitas horizontal yang baik, sedangkan migrasi vertikal terjadi ketika migrasi yang utama dan langsung yang tegak menuju lateral. Jalur migrasi lateral berciri tetap dari unit-unit permeabel. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral lebih banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari Anggota Main maupun Massive (Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertikal dengan transportasi yang cepat dari cairan yang bersamaan dengan waktu periode tektonik aktif dan pergerakan sesar (Noble, dkk, 1997).
Gambar III. 1 Hydrocarbon Play Cekungan Jawa Barat Utara