Marine Polipeptides Anticoagulant.docx

  • Uploaded by: galih
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Marine Polipeptides Anticoagulant.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,146
  • Pages: 9
Tugas Makalah Kimia Bahan Alam Laut

TINJAUAN SINGKAT POLIPEPTIDA LAUT DENGAN PROPERTI ANTIKOAGULAN

oleh: Galih Widi Sudiro

1806241955

dosen pembimbing :

Dr.rer.nat. Yasman, S.Si., M.Sc.

PROGRAM MAGISTER KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2018

1. Pendahuluan Mekanisme pembekuan darah/penggumpalan darah terjadi melalui tahapan-tahapan bertingkat aktivasi berbagai faktor pembekuan darah. Terdapat dua jalur utama mekanisme pembekuan darah yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik (gambar 1). Kedua jalur teraktivasi secara independen namun akan berujung pada satu mekanisme aksi final yang sama, yaitu perubahan fibrinogen menjadi gumpalan fibrin oleh trombin. Trombin juga berperan dalam mekanisme agregasi trombosit. Fibrin dan trombosit adalah dua komponen utama yang membentuk bekuan/gumpalan darah. Tubuh membentuk gumpalan darah dengan tujuan untuk menutup luka, mengontrol homeostasis, perbaikan jaringan pembuluh darah yang rusak dan sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh. Namun dalam beberapa kasus, seperti kegagalan mekanisme fibrinolisis untuk mengurai bekuan darah atau proses inflamasi kronis yang menyebabkan pembekuan darah berulang dapat menimbulkan efek yang merugikan karena semakin lama akan menyempitkan/menutup lumen pembuluh darah.

Gambar 1. Kaskade mekanisme pembentukan gumpalan darah (blood clot/fibrin clot)

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia. Salah satu faktor penyebab penyakit jantung koroner dikarenakan oleh terjadinya trombosis. Trombosis adalah terbentuknya gumpalan darah yang bersama plak lemak dapat menyumbat aliran darah dalam pembuluh koroner jantung yang selanjutnya dapat mengakibatkan iskemia (kekurangan oksigen) hingga infark (kematian sel otot jantung). Selain penyakit jantung koroner, trombosis juga merupakan penyebab dari penyakit gangguan hemodinamik dan penyumbatan pembuluh darah lainnya seperti stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pemberian obat-obatan antikoagulan (anti pembekuan darah) merupakan terapi standar untuk mencegah dan mengontrol trombosis. Obat-obatan antikoagulan konvensional bekerja dengan mengintervensi mekanisme kaskade penggumpalan darah pada tahap yang berbeda-beda dan bekerja secara antagonis terhadap membran integrin trombosit sehingga menghalangi agregasi trombosit. Obat antikoagulan konvensional yang banyak dipakai seperti heparin, bekerja dengan menghambat faktor Xa dan IIa. Obat antikoagulan konvensional lainnya, warfarin bekerja dengan secara antagonis vitamin K yang merupakan unsur yang dibutuhkan dalam pembekuan darah. Mekanisme obat-obatan antikoagulan konvensional pada umumnya mengintervensi mekanisme pembekuan darah pada tahapan akhir kaskade (faktor X dan setelahnya) yang melibatkan komponen-komponen besar seperti fibrinogen dan trombosit karena itu banyak obat-obatan konvensional ini memiliki efek samping yang sulit dikontrol seperti pendarahan berlebihan, defisiensi vitamin K, dan trombositopenia. Peptida pada umumnya memiliki karakteristik spektrum bioaktivitas yang luas (meliputi antibiotik, anti-kanker, anti oksidan, analgesik, imunomodulator, neuroprotektan, anti-obesitas, anti hipertensi, anti arterosklerosis dan termasuk juga sebagai antikoagulan). Selain itu, peptida secara umum juga memiliki stabilitas molekul yang baik serta mekanisme kerja yang spesifik sehingga cocok untuk penggunaan yang lebih terarah dalam intervensi mekanisme kaskade pembekuan darah. Selain mekanisme intervensi yang lebih spesifik, diharapkan dengan sifat alaminya, peptida diharapkan memiliki efek samping yang lebih aman dibandingkan obat-obatan konvensional kimiawi. Organisme laut sebagai sumber peptida masih belum dimanfaatkan secara maksimal meskipun banyak ditemukan zat/senyawa dengan performa bioaktif yang menjanjikan. Kendala seperti sulitnya pengumpulan sampel di laut dalam, jumlah biomassa yang sedikit hingga kesulitan dalam budidaya mengakibatkan produksi obat-obatan yang bersumber dari organisme laut kurang menguntungkan secara ekonomis. Meskipun demkian, penemuan antikoagulan baru dengan mekanisme kerja yang lebih spesifik--terutama dari sumber organisme laut seperti kerang, spons, cacing, alga, dan lain-lain yang belum banyak dieksplorasi--diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai cara kerja sistem pembekuan darah yang kompleks dan membuka jalan untuk obat-obatan baru dengan efektifitas tinggi namun dengan efek samping yang minimal.

2. Pembahasan 2.1 Metode yang digunakan secara umum Peptida yang akan diujikan diekstrak dari organisme laut kemudian dilakukan uji bioaktivitas awal untuk kepentingan penapisan. Ekstrak selanjutnya dipisah berdasarkan polaritasnya dan masing-masing diisolasi lebih jauh dengan kromatografi untuk mendapatkan senyawa tunggal peptida. Tes bioaktif lanjutan diantara proses isolasi menyempitkan dan menyeleksi senyawa peptida yang paling aktif dan paling berpotensi untuk diteliti lebih jauh. Darah disampel dari donor yang dinyatakan sehat sebelumnya, kemudian dilakukan pemeriksaan waktu pembekuan darah normal. Untuk kontrol, obat-obatan antikoagulan konvensional seperti heparin dan warfarin diujikan ke sampel darah sebagai tolok ukur efektifitas anti pembekuan zat yang akan diperiksa. Pemeriksaan waktu pembekuan darah menggunakan metode waktu protrombin (prothrombin time/PT), waktu tromboplastin teraktivasi sebagian (activated partial thromboplastin time / APTT), dan waktu trombin (thrombin time/TT) dan/atau). PT menailai kinerja jalur ekstrinsik, APTT menilai kinerja jalur intrinsik, dan TT menilai kinerja pembekuan darah tahap akhir yaitu konversi fibrinogen menjadi fibrin oleh trombin (termasuk menilai kenormalan fungsi dan jumlah fibrin dalam darah). Pemeriksaan waktu pembekuan darah dilakukan dalah tiga pengujian; waktu pembekuan darah normal, waktu pembekuan darah setelah pemberian heparin/warfarin sebagai referensi/kontrol, dan waktu pembekuan darah setelah pemberian zat ekstrak peptida laut yang hendak diteliti. Nilai normal PT, APTT, dan TT masing-masing adalah 10-15 detik, 30-40 detik, dan 14-20 detik. Pemberian obat-obatan antikoagulan seperti heparin dan warfarin dapat memperpanjang nilai-nilai tersebut hingga beberapa menit (2 menit – di atas 10 menit) tergantung dosis. Jika waktu pembekuan darah menjadi semakin lama (mendekati nilai waktu pembekuan oleh obat-obatan kontrol), peptida laut tersebut dianggap memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat-obatan antikoagulan baru. Pemeriksaan lanjutan untuk mengatahui mekanisme kerja peptida dalam intervensi kaskade pembekuan darah dilakukan dengan pemeriksaan derajat inhibisi dan derajat afinitas terhadap faktor-faktor pembekuan tertentu. Pemeriksaan surface plasmon resonance (SPR) sensorgraphy juga dapat dilakukan untuk melihat potensi interaksi molekul peptida dengan faktor-faktor pembekuan darah. Selain itu, untuk pengujian terhadap efek samping dan toksisitas, dilakukan pula uji sitotoksisitas untuk peptida yang akan diteliti,

2.2 Beberapa senyawa peptida laut dengan efek antikoagulan Senyawa oligopeptida dari kerang biru Mytilus edulis diketahui memiliki efek antikoagulan yang bekerja secara spesifik dalam jalur intrinsik, menghambat aktivasi faktor IX dan X, serta menghambat produksi faktor IIa (trombin). Tes APTT dan TT memanjang masing-masing hingga 5 menit dan 1.5 menit dengan dosis konsentrasi 13.6-42,9 μg/ml (Cheung et al, 2015 & Syed et al 2018). Peptida yang berasal dari alga laut diketahui banyak memiliki bioaktivitas sebagai antikoagulan yang bekerja pada tahapan akhir proses pembekuan darah mirip obat-obatan konvensional. Alga hijau Codium sp memiliki peptida yang bekerja secara enzimatik sebagai pemecah fibrin (fibrinolitik). Alga hijau lainnya dari spesies Anadyomene stellata, dan Caulerpa cupressiodes ; Alga coklat Lobophora variegata ; serta alga merah Liagora farinosa diketahui memiliki efek antikogulan yang setara heparin dalam memperpanjang waktu pembekuan dalam tes TT dan PT (>10 menit) dengan menghambat konversi protrombin menjadi trombin dan konversi fibrinogen menjadi fibrin (De Lara-Isassi et al, 2004). Alga merah Porphyra yezoensis, atau yang lebih dikenal dengan sebutan nori, sangat populer dalam kuliner Jepang, diketahui juga memiliki properti antikoagulan yang bekerja dalam jalur intrinsik (pemanjangan hingga 5 menit dalam tes APTT), namun mekanisme kerja secara lebih spesifik belum diketahui (Syed et al, 2018). Bivalvia Tegillarca granosa menghasilkan protein antikoagulan yang menghambat faktor Va yang pada tahapan selanjutnya akan menghambat pembentukan trombin (faktor IIa) dengan kadar konsentrasi 5.7mg/ml (memperpanjang TT hingga 40 detik). Meskipun bekerja pada tahapan akhir kaskade pembekuan darah mirip seperti obat-obatan konvensional, antikoagulan dari T. granosa tidak memiliki efek samping seperti trombositopenia dan gangguan homeostasis. Bivalvia lainnya Scapharca broughtonii diketahui juga memiliki peptida dengan efek antikoagulan yang bekerja dalam jalur intrinsik pembekuan darah (memperpanjang APTT hingga 6 menit) dalam dosis 100mg/ml (Jung et al, 2007). Protein antitrombin yang diekstrak dari ikan salmon Atlantik (Salmo salar) dan ikan trout pelangi (Oncorhynchus mykiss) secara efektif menghalangi pembentukan trombin dengan dengan konsentrasi 1,5-6 U/ml. Dapat diberikan sebagai obat antikoagulan pengganti protein antitrombin manusia dengan keuntungan dapat bekerja dalam temperatur yang rendah—hingga 3°C (Khora, 2013). Spons Lamellodysidea chlorea menghasilkan peptida antikoagulan yang diberi nama Dysinosin C bekerja menghambat faktor VIIa dalam kaskade pembekuan darah (Mayer et al, 2007). Barettin, peptida yang diekstrak dari spons Geodia baretti dengan konsentrasi 5-20 μg/ml bekerja secara spesifik pada jalur ekstrinsik pembekuan darah dengan menghambat aktivitas tissue factor pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya menghalangi pembentukan trombin. Karena bekerja menghambat tissue factor, barettin tidak hanya memiliki efek sebagai antikoagulan, namun juga memiliki efek sebagai antiinflamasi (Lind et al, 2015).

Gambar 2. Struktur antikoagulan Dysinosin C (dari spons L. chlorea)

Hasil hidrolisis protein ikan sebelah Limanda aspera menghasilkan senyawa antikoagulan dengan mekanisme kerja sangat spesifik pada jalur intrinsik yaitu sebagai inhibitor faktor XIIa dengan konsentrasi 1.0-1.5μM (Syed et al, 2018). Peptida antikoagulan dari cacing laut Urechis unicinctus bekerja secara spesifik pada jalur intrinsik pembekuan darah dengan menghambat faktor IXa sehingga tidak bisa mengaktifkan faktor X sehingga tes APTT memanjang sampai 3 menit dengan konsentrasi 42.6 μg/ml (Jo et al, 2008). Bintang laut Acanthaster planci, terkenal sebagai predator/hama bagi ekosistem terumbu karang ternyata juga memiliki senyawa antikoagulan Placinin yang bekerja menghambat aktivasi protrombin menjadi trombin (faktor IIIIa) serta menghambat faktor X dengan konsentrasi 28.5-143 μg/ml. (Syed et al, 2018).

Gambar 3. Acanthaster planci (bintang laut mahkota duri)

3. DISKUSI Sedikit mengulang apa yang sudah dipaparkan pada halaman pendahuluan, mekanisme pembekuan darah melalui beberapa tahapan yang disebut kaskade pembekuan darah. Terdiri dari dua jalur, yaitu jalur intrinsik yang dimulai dari aktivasi faktor XII, dan jalur ekstrinsik yang dimulai dari aktifasi faktor VII dari adanya luka di jaringan. Keduanya sama-sama berujung pada aktivasi faktor X yang bersama dengan faktor Va akan berperan dalam konversi protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan merubah fibrinogen terlarut menjadi serat fibrin (tidak terlarut) untuk menutup luka bersama dengan sel trombosit. Kebanyakan obat-obatan antikoagulan konvensional bekerja pada kaskade hilir (faktor Xa (faktor X teraktivasi) sampai ke pembentukan fibrin). Mekanisme yang mengintervensi kaskade hilir biasanya mengganggu sistem homeostasis darah dan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan dan sulit dikendalikan seperti pendarahan yang tidak terkontrol dan menurunnya jumlah trombosit (trombositopenia). Intervensi tissue factor (TF) pada kaskade hulu jalur ekstrinsik, tidak terlalu tepat sasaran karena akan mengganggu sistem imunitas tubuh dan penutupan luka secara alami meskipun ada satu keuntungan dari obat-obatan yang bekerja mengintervensi TF yaitu memiliki efek antiinflamasi. Peptida antikoagulan dengan mekanisme kerja intervensi kaskade hulu jalur intrinsik (faktor XII dan XI) lebih diutamakan karena selain tujuan terapi tercapai, jenis ini juga tidak memiliki efek samping seperti obat-obatan antikoagulan konvensional. Ada satu contoh dalam tinjauan singkat ini yaitu hasil hidrolisis protein ikan Limanda aspera yang memiliki efek antikoagulan yang bekerja spesifik pada kaskade faktor XII. L .aspera hidup di perairan subtropis Pasifik utara, namun jenis ikan sebelah lain yang masih satu kelas Pleuronectiformes merupakan spesies yang dapat dijumpai di seluruh perairan di dunia. Contoh jenis yang dapat ditemukan di perairan Indonesia adalah Psettodes erumei. Selain memiliki nilai ekonomi dengan biomassa yang tidak terlalu kecil, potensinya sebagai sumber antikoagulan baru yang dengan mekanisme kerja spesifik pada kaskade hulu jalur intrinsik masih terbuka untuk digali lebih lanjut.

Gambar 4. Limanda aspera (yellowfin sole / flatfish / ikan sebelah)

4. KESIMPULAN Peptida dengan efek antikoagulan terutama yang berasal dari laut memiliki potensi yang menjanjikan jika dilihat dari beragamnya mekanisme kerja pada kaskade pembekuan darah sehingga menyediakan potensi alternatif terapi untuk latar belakang patofisiologi pembekuan darah yang berbeda-beda. Namun, karena keterbatasan dalam hal sulitnya eksplorasi laut dan kecilnya biomassa secara umum (baik untuk sampel maupun untuk bahan baku produksi) menyebabkan jarang sekali hasil-hasil penelitian dan temuan antikoagulan alam baru yang memasuk tahap produksi massal. Pilihan paling realistis ke depannya yang dapat dilakukan adalah fokus kepada antikoagulan yang bersumber dari mikroorganisme laut seperti alga (karena dapat dikultur untuk menunjang produksi berkelanjutan yang ramah lingkungan) atau dari ikan-ikan tangkap dengan nilai ekonomi tinggi dan populasi cukup besar. Hasil penelitian tentang antikoagulan alami tidak hanya bermanfaat untuk melawan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan trombosis dan penyempitan pembuluh darah, namun dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami lebih baik tentang mekanisme jalur pembekuan darah yang kompleks dan mencari solusi baru untuk pengobatan penyakitpenyakit herediter seperti hemofilia, di mana darah pasien justru kehilangan kemampuan pembekuan darah.

SUMBER PUSTAKA

Cheung RCF, Ng TB, Wong JH. 2015. Marine Peptides : Bioactivities and Applications. Marine Drugs 2015, 13, 4006-4043; doi:10.3390/md13074006. De Lara-Isassi G, Alvarez-Hernandez S, Quintana-Pimentel A. 2004. Screening for anticoagulant substances in some marine microalgae. Hidrobiologica 14(1) : 47-54. Jung WK, Jo HY, Qian ZJ, Jeong YJ, Park SG, Choi IW, Kim SK. 2007. A Novel Anticoagulant Protein with High Affinity to Blood Coagulation Factor Va from Tegillarca granosa. Journal of Biochemistry and Molecular Biology, Vol. 40, No. 5, September 2007, pp. 832-838. Jo HY, Jung WK, Kim SK. 2008. Purification and characterization of a novel anticoagulant peptide from marine echiuroid worm, Urechis unicinctus. Process Biochemistry vol 43 (2) 179-184. Khora SS. 2013. Marine fish-derived bioactive peptides and proteins for human therapeutics. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences vol 5, suppl 3, 2013. Lind KF, Olsen JO, Hansen E, Jorgensen T, Andersen JH, Osterud B. 2015. Barettin: A marine natural compound with potent anticoagulant and anti-inflammatory properties. Munin UiT The Arctic University of Norway.. Mayer AMS, Rodriguez AD, Berlinck RGS, Hamann MT. 2007. Marine pharmacology in 2003–4: Marine compounds with anthelmintic antibacterial, anticoagulant, antifungal, antiinflammatory, antimalarial, antiplatelet, antiprotozoal, antituberculosis, and antiviral activities; affecting the cardiovascular, immune and nervous systems, and other miscellaneous mechanisms of action. Comparative Biochemistry and Physiology, Part C 145 (2007) 553–581. Shukla S. 2014. Therapeutic importance of peptides from marine source : A mini review. Indian Journal of Geo Marine Sciences vol 45 (11), November 2016. Pp 1422-1431. Syed AA, Mehta A. 2018. Target Specific Anticoagulant Peptides: A Review. International Journal of Peptide Research and Therapeutics, February 2018, DOI: 10.1007/s10989-0189682-0.

Related Documents

Marine
November 2019 48
Marine
October 2019 43
Marine
November 2019 44
Marine
July 2020 27
Marine Current
May 2020 13

More Documents from ""