Manajemen Pajak 2.docx

  • Uploaded by: vey hanna
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Manajemen Pajak 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,554
  • Pages: 11
A. Pendahuluan Dalam peraturan perpajakan banyak celah hukum yang dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan beban pajak tanpa harus berhadapan langsung dengan aparat pajak dalam memeriksa dan penyidikan pajak, yaitu dengan cara merapikan tax management dan tax planning perusahaan. Tujuan perencanaan pajak yang baik adalah memberikan keuntungan sebesar-besarnya kepada investor agar return on investment yang diperoleh semakin tinggi. Strategi perencanaan pajak dapat dimulai sejak awal berbisnis dengan melakukan seting up bentuk usaha yang akan dipilih investor. Entitas hukum di Indonesia diakui UU Perpajakan adalah: 1. Perseroan terbatas (PT), Koperasi, dan Yayasan 2. Persekutuan (Firma, CV, Kongsi) 3. Perseorangan Faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha (Zain, 2003: 97), adalah: a. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu. b. Pengenaan pajak penghasilan berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya. c. Kesempatan untuk menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih kecil atau besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan. d. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu. e. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas peghasilan personal, holding company, dan seterusnya. f. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.

B. Usaha Perseroan Terbatas Perseroan terbatas atau perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang banyak digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan payung hukum UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Untuk mendirikan sebuah perusahaan berbentuk PT, berdasarkan akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, diperlukan adanya pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM. Pasal 97 UU secara eksplisit membedakan PT dengan badan hukum lainnya, pada PT tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada direksi bukan pada pemegang saham. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Dalam ketentuan perpajakan, sesuai pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pengenaan Pajak PT dikenakan pada level net income sebelum pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham. Ilustrasi perhitungan pajak perseroan PT dapat dilihat berikut ini:

Income tahun 2013 COGS Gross Income Operating Expenses Net Income before tax Corporate tax (PPh badan) 25% Net Income after tax

Rp60.000.000.000 (Rp58.800.000.000) Rp1.200.000.000 (Rp500.000.000) Rp700.000.000 (Rp175.000.000) Rp525.000.000

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen,maka atas pembagian tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar 10% (pph final untuk WPOP) sebagai berikut : Net income before tax Corporate tax (PPh badan ) 25% Net income after tax Pajak atas dividen 10% (PPh final) Return yang diterima pemegang saham % Beban pajak (total tax/net income)

Rp700.000.000 (Rp175.000.000) Rp525.000.000 (Rp52.500.000) Rp472.500.000 (Rp175.000.000+Rp52.500.000):

Rp700.000.000 x 100% = 32,5%

Dengan demikian secara total investor WPOP akan terbebani pajak keuntungan yang diperoleh dari badan usaha PT tersebut sebesar 32,5%. C. Usaha Persekutuan (CV, Firma, Kongsi) Dalam literatur hukum terdapat 3 (tiga) macam perkumpulan bukan badan hukum atau tidak termasuk kategori sebagai badan hukum, yaitu Persekutuan Perdata, Firma, dan CV. Pendirian sebuah firma didirikan dengan akte notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dengan Tambahan Berita Negara RI, tidak diperlukan adanya pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM. Oleh karena itu belum ada UU yang mengatur masalah Firma, CV, dan Persekutuan Perdata, maka untuk persekutuan tersebut, kembali kepada kitab UU Hukum Dagang (KUHD) dan Kitab UU Hukum Perdata yang mengatur masalah tersebut. Pengaturan pajak CV diatur dalam pasal 6 dan pasal 4 ayat 3 huruf i UndangUndang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada level net income perseroan. Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak pada dividen lagi. Pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, menegaskan, “Yang dikecualikan dari objek pajak” yakni bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit pernyertaan kontrak investasi kolektif. Untuk kepentingan pengenaan pajak badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan tersebut yang merupakan himpunan para anggotanya, dikenai pajak sebagai satu kesatuan yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu bagian laba yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak. Dengan asumsi yang sama seperti contoh pada tabel berikut ini, maka ilustrasi perhitungan pajak Firma/CV dapat dilihat sebagai berikut:

Income tahun 2013 COGS Gross income Operating expensess Net income before tax Corporate tax (PPh badan) 25% Net income after tax

Rp60.000.000.000 (Rp58.800.000.000) Rp1.200.000.000 (Rp500.000.000) Rp700.000.000 (Rp175.000.000) Rp525.000.000

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen, maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenai pajak lagi sebagai berikut: Net Income before tax Corporate Tax (pph badan ) 25% Net Income after tax Pajak Atas Dividen 0% Return yang diterima Share holder % Beban Pajak (total tax /Net Income )

Rp700.000.000 Rp175.000.000 Rp525.000.000 Rp0 Rp525.000.000 (175 juta:700 juta ) x 100% = 25%

Dengan demikian secara total investor akan terbebani pajak keuntungan yang diperoleh badan usaha Firma/CV tersebut sebesar 25%. Bila dibandingkan dengan badan usaha PT, presentase beban pajak badan usaha Firma/CV dengan payung Hukum UU PPh No. 36 tahun 2008 ternyata lebih rendah dari PT, dimana badan usaha PT tersebut sebagaimana diuraikan sebelumnya, sebesar 32,5%. Begitu juga secara nominal keuntungan (return) yang diberikan kepada pemegang saham adalah lebih besar yang diterima oleh pemegang saham Persekutuan (=Rp525 juta ) dibanding dengan pemegang saham PT (= Rp472,5 juta). D. Usaha Perseorangan Ada beberapa perbedaan dalam menghitung pajak usaha antara pajak perseorangan dengan pajak perseroan, antara lain : 1. Dalam perhitungan pajak perseorangan, ada beberapa faktor pengurang seperti PTKP dan biaya jabatan, yang dalam perhitungan pajak Perseroan faktor tersebut tidak ada dalam ketentuannya. 2. Terdapat pembedaan tax rate dan lapisan PKP (taxable income bracket) antara PPh perseorangan dengan PPh badan, dimana PPh perseorangan menggunakan tarif

progresif dari lapisan tarif 5% hingga tarif maksimum 30%, sedangkan PPh Badan menggunakan tarif tunggal 25%.

Lapisan Penghasilan PPh Pasal 21 Perseorangan (UU PPH No 36 tahun 2008) 0 s.d Rp50.000.000 > Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 > Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 > Rp500.000.000

Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%

Secara sederhana beban pajak yang harus ditanggung investor WPOP dengan menggunakan pajak dengan tarif progresif seperti terlihat pada table diatas :

Income tahun 2011 COGS Gross Income Operating Expenses Net Income before tax PTKP (Kawin 3 anak/k/3) *) Taxable Income Tax: PPh Pasal 21 *) 24.300.000 + (4*2.025.000) = 32 400.000

Rp60.000.000.000 Rp58.800.000.000 Rp1.200.000.000 Rp500.000.000 Rp700.000.000 Rp30.400.000 Rp667.600.000 Rp145.280.000

Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen maka atas pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi sebagai berikut: Net Income before tax Tax PPh Pasal 21 Income after tax Pajak Atas Dividen 0% Return yang diterima Share holder % Beban Pajak ( total tax /Net Income)

Rp700.000.000 Rp145.280.000 Rp554.720.000 Rp0 Rp554.720.000 Rp145.280.000:700 juta x 100% = 20.75%

Perhitungan PPh pasal 21 : Penghasilan Kena Pajak

667.600.000

PPh Pasal 21: 5% x 50.000.000 15% x 200.000.000

2.500.000 30.000.000

25% x 250.000.000

62.500.000

30% x 167.000.000

50.280.000

Total PPh Pasal 21

145.280.000

Secara komprehensif ,beban pajak yang harus ditanggung investor dari ketiga entitas bisnis tersebut adalah :

Net income Beban pajak (Rp ) Beban pajak (%)

PT Rp700.000.000 Rp227.500.000 32,5%

Persekutuan (Fa /CV ) Rp700.000.000 Rp175.000.000 25%

Perseorangan Rp700.000.000 Rp145.280.000 20,75%

Dari analisis diatas ,ada beberapa hal penting yang perlu dicatat: 1. Beban pajak yang ditanggung investor melalui persekutuan ternyata lebih kecil daripada usaha berbentuk PT. 2. Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingat efisien pajak yang jauh lebih besar dari pada bentuk badan usaha lainnya. Namun tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ini semata, harus memperhatikan pertimbangan lain. 3. Pemilihan salah satu entitas bisnis dapat dapat dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan oleh para investor untuk dapat meminimalkan beban pajak. Namun, faktor pajak bukan satu-satunya pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis. Masih banyak variabel lain yang harus diperhatikan. 4. Investor konvensional lebih sering mengandalkan instuisi (naluri) bisnisnya dari pada perhitungan di atas kertas. Pengelolaan bisnis modern dilakukan secara professional dan tidak bisa mengandalkan intuisi semata. 5. Di antara sederetan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan bisnis modern, harus juga diakomodasi masalah permodalan, advis risk management, lingkungan hidup, tanggung jawab persero bula terjadi klaim pihak ketiga, business dan market development, serta hak dan kewajiban lainnya yang timbul dari pemilihan bentuk usaha.

E. Usaha Koperasi Koperasi

adalah

badan

usaha

yang

mengorganisasi

pemanfaatan

dan

pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya ata dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan soko guru perekonomian nasional (PSAK NO 27), (IAI SAK per juli 2009). Koperasi adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang cukup banyak digunakan di Indonesia yang didirikan dengan payung hukum UU Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dasar pendirian sebuah perusahaan dengan bentuk koperasi adalah pada akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI serta disahkan oleh Kementrian Hukum dan HAM. Dalam koperasi, tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada pengurus, bukan kepada anggota koperasi. Pengurus koperasi adalah organ koperasi yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan koperasi dan untuk kepentingan koperasi. 1. Perlakuan Perpajakan Koperasi Penghasilan koperasi disebut dengan sisa hasil usaha (SHU) merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan, dengan tarif tunggal 25% (tahun 2010 sampai seterusnya), 28% (tahun 2009). 2. Insentif Pajak Bagi Koperasi Pada dasarnya, insentif pajak yang diberikan kepada badan usaha (PT, Firma, CV) juga berlaku bagi koperasi. Namun ada beberapa fasilitas insentif pajak penghasilan dan yang dikecualikan dalam UU PPh No.36 Tahun 2008 yang berlaku bagi koperasi yaitu: a. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibahan dan bantuan atau sumbagan kepada koperasi, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan (Pasal 4 ayat 3 huruf a) b. SHU yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya tidak dipotong PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat 4 huruf f)

c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan modal dari badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan (Pasal 4 ayat 3 huruf f) d. Berdasarkan PP No. 15 tahun 2009 PPh tentang bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi, maka besarnya PPh (final) adalah: 1) 0%

untuk

penghasilan

berupa

bunga

simpanan

sampai

dengan

Rp240.000/bulan; atau 2) 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000/bulan e. Insentif khusus UMKM berbadan hukum yang memiliki omset dibawah 4,8 miliar per tahun atau Rp400 juta per bulan yaitu pemotongan tarif PPh sebesar 50% dari tarif pajak normal sebesar 25% oleh pemerintah f. PP No. 1 Tahun 2007 dan No. 62 Tahun 2008 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Atau Di Daerah-Daerah Tertentu. 3. Kegiatan Usaha Koperasi yang Mendapatkan Perlakuan Khusus a. Koperasi yang menanamkan modalnya di bidang-bidang usaha tertentu atau di daerah-daerah tertentu mendapatkan fasilitas PPh untuk penanaman modal. b. Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PPN serta Pajak Penjualan atas impor keadaan bermotor jenis sedan untuk dipergunakan dalam usaha pertaksian oleh Koperasi Pengemudi Taksi. c. Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukan bagi para buruh tidak tetap atau para pekerja sector informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahkan dalam jangk waktu 5 tahun sejak diperoleh.

Dalam ketentuan perpajakan, sesuai pasal UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh, pajak koperasi dikenakan pada level net income sebelum pembagian SHU perusahaan kepada anggota koperasi. Ilustrasi perhitungan pajak koperasi:

Income tahun 2013 COGS Gross Income Operating Expenses Net Income before tax Corporate Tax (PPh badan) 25% Net Income after tax

Rp60.000.000.000 (Rp58.800.000.000) Rp1.200.000.000 (Rp500.000.000) Rp700.000.000 (Rp175.000.000) Rp525.000.000

F. Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan) Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi trsebut (IAI,SAK Per Juli 2009). Yayasan adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang cukup banyak digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan payung hukum UU No.16 tahun 2001 tentang Yayasan. Pendiriaan sebuah perusahaan dengan bentuk yayasan, didasarkan pada akta notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan kedalam Tambahan Berita Negeri, serta diperlukan adanya pengesahan dari Kementriaaan Hukum dan HAM. 1. Perlakuan Perpajakan Yayasan Penghasilan yayasan disebut sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan dengan tarif tunggal 28% ( tahun 2009) dan tarif 25% tahun 2010. 2. Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapat Perlakuan Khusus a. Mendapat fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai dengan menggunakan permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai badan atau lembaga yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144 /KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Dan Cukai Atas Impor Barang Kiriman Hadiah Untuk Keperluan Ibadah Umum, Amal,

Sosial

Dan

Kebudayaan

(Peraturan

Menteri

Keuangan

No.

22/PMK.04/2006, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.04/2006).

b. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yakni orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau peguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan (PER- 30/PJ/2009 dan SE -48/PJ./2009). c. Yayasan keagamaan dan sosial lainnya, sesuai pasal 2 UU Pajak Penghasilan, yayasan tetap digolongkan sebagai subjek Pajak Penghasilan. Objek pajak terbagi menjadi dua sesuai dengan orientasi bidnag usaha yayasan. Bila yayasan bermotif mencari keuntungan maka penerimaannya merupakan objek pajak penghasilan namun sebaliknya bila penerimaan yayasan bukan bermotif mencari keuntungan (sumbangan untuk panti asuhan yatim piatu) maka atas penerimaan tersebut tidak terutang PPH . d. Peraturan Dirjen Pajak No.PER 44/PJ./2009 dan Peraturan Mentri Keuangan No.80/PMK/03/2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan. Yayasan pendidikan diperkenankan untuk mengakui dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih. Sisa lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek pajak penghasilan selain penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tersendiri, dikurangi pengeluaran untuk biaya operasional badan sehari-hari atau lembaga nirlaba. Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan kepada kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya. Pemberitahuan disampaikan bersama dengan SPT, PPh tahun Pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dn pengembangan dimulai, dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Apabila setelah lewat dari jangka waktu empat tahun badan atau lembaga tidak menggunakan sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiata pendidikan atau penelitian dan pengembangan maka sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai pajak penghasilan pada tahun pajak berikutnya.

Related Documents

Utang Pajak
June 2020 28
Tugas Pajak
June 2020 20
Definisi Pajak
June 2020 10
Undang Pajak
June 2020 1

More Documents from ""