MAKALAH HIDUP SEDERHANA DAN MENYANTUNI PARA DUAFA
I.
PENDAHULUAN Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan tentang pola hidup yang
sederhana, hal ini tergambar pada pribadi Nabi Muhammad SAW. Banyak ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang pola hidup sederhana dan juga perintah untuk menyantuni kaum dhu’afa’ yang urgent untuk diketahui oleh setiap penuntut ilmu. Islam mengajarkan kepada setiap orang yang memeluknya untuk berbuat baik kepada sesamanya terlebih kepada orang-orangg yang lemah yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Pola hidup sederhana adalah hidup dengan tidak berlebih-lebihan dengan penu kesombongan, namun hidup dengan penuh kesederhanaan Menyantuni kaum dhu’afa adalah membantu orang-orang lemah yang hidup dengan serba kekurangan, agar kesusahan mereka dapat diringankan. Berlatarbelakang pada pentingnya pembahasan pada dua topik tersebut yang membuat penulis merasa lebih bersemangat dalam membuat makalah ini, yang penulis harapkan bisa bermanfaat bagi teman-teman.
II.
PEMBAHASAN
A. QS. Al-Isra’ Ayat 29-30
29. dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. 30. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.
1. Mufradat (dan janganlah engkau jadikan),
(terbelenggu),
(membentangkan/mengulurkan),
(tercela dan menyesal),
(dan menyempitkan).
2. Tafsir Ayat a.
Dan
janganlah
kamu
jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu. (Al-Isra: 29) Dengan kata lain, janganlah kamu menjadi orang kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah sekalipun memberikan sesuatu kepada seseorang. Orang-orang Yahudi, semoga laknat Allah menimpa mereka, mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu. Maksud mereka ialah Allah bersifat kikir, padahal kenyataannya Allah Mahatinggi lagi Mahasuci, Mahamulia dan Maha Pemberi. b.
dan
janganlah
kamu
terlalu
mengulurkannya. (Al-Isra: 29) Artinya janganlah kamu berlebihan dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu. c.
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (AlIsra: 29) Ungkapan ini termasuk ke dalam versi lifwan nasyr, yakni gabungan dari beberapa penjelasan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa jika kamu kikir, maka kamu akan menjadi orang yang tercela; orang-orang akan mencela dan mencacimu serta tidak mau bergaul denganmu.
d.
Sesungguhnya melapangkan
rezeki
kepada
siapa
yang
Dia
Tuhanmu
kehendaki
dan
menyempitkannya. (Al-Isra: 30) Ayat ini memerintahkan bahwa Allah
Swt. adalah Tuhan Yang Memberi rezeki dan yang Menyempitkannya. Dia pulalah yang mengatur rezeki makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang Dia sukai, dan menjadikan miskin orang yang Dia kehendaki, karena di dalamnya terkandung hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. e.
sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: 30) Artinya Dia Maha Melihat iagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi kaya dan siapa yang berhak menjadi miskin. Adakalanya kekayaan itu pada sebagian manusia merupakan suatu istidraj baginya (yakni pembinasaan secara berangsur-angsur), dan adakalanya kemiskinan itu merupakan suatu hukuman dari Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kedua keadaan tersebut.
3. Kandungan Ayat Ayat ke 29 menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta. Allah menerangkan keadaan orang-orang yang kikir dan pemboros dengan menggunakan ungkapan jangan menjadikan tangan terbelenggu pada leher, akan tetapi juga jangan terlalu mengulurkannya. Kedua ungkapan ini lazim digunakan orang-orang arab. Yang pertama berarti larangan berlaku bakhil atau Kikir, sehingga enggan memberikan harta kepada orang lain, walaupun sedikit. Ungkapan kedua bearti melarang orang berlaku boros dalam membelanjakan harta, sehingga melebihi kemampuan yang dimilikinya. Kebiasaan memboroskan harta akan mengakibatkan seseorang tidak mempunyai simpanan atau tabungan yang bisa digunakan ketika dibutuhkan. Dalam hal ini, bahwa cara yang terbaik dalam membelanjakan harta adalah dengan cara yang hemat, layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan tidak terlalu boros. Terlalu bakhil akan menjadikan seseorang tercela, sedangkan terlalu boros akan mengakibatkan pelakunya pailit atau bangkrut.
Ayat ke 30 Allah SWT menjelaskan bahwa dialah yang melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan dia pula yang membatasinya. Semuanya berjalan menurut ketentuan yang telah ditetapkan Allah terhadap para hamba-Nya dalam usaha mencari harta dan cara mengembangkannya. Hal ini berhubungan erat dengan alat dan pengetahuan tentang pengolahan harta itu. Yang demikian adalah ketentuann Allah SWT yang bersifat umum dan berlaku bagi seluruh hamba-Nya. Namun demikian, hanya Allah SWT yang menentukan menurut kehendak-nya. Allah SWT menegaskan bahwa dia maha mengetahui para hamba-Nya, siapa di antara mereka yang memanfaatkan kekayaan demi kemaslahatan dan siapa pula yang menggunakannya untuk kemudaratan. Dia juga mengetahui siapa di antara hamba-hambaNya yang dalam kemiskinan, menjadi orang-orang yang berputus asa, dan jauh dari rahmat Allah. Allah Maha Melihat bagaimana mereka mengurus dan mengatur harta benda, apakah mereka itu membelanjakan harta pemberian Allah SWT itu dengan boros ataukah bakhil. Kaum muslimin hendaknya tetap berpegang kepada ketentuan-ketentuan Allah SWT, dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi laranga-Nya. Dalam membelanjakan harta hendaklah berlaku wajar. Hal itu termasuk sunnah Allah SWT.
B. QS. Al-Qashash Ayat 79-82
79. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". 80. berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar". 81. Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan Tiadalah ia Termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). 82. dan jadilah orangorang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hambahambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)". 1. Mufradat (perhiasan/kemegahan), (keberuntungan), (melapangkan), (membenamkan),
(moga-moga/kiranya),
(mencita-citakan), (menyempitkan),
(benarlah), (
melimpahkan),
(beruntung)
2. Tafsir Ayat a.
Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun,
sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. (AlQashash: 79) Yakni mempunyai keberuntungan dunia yang berlimpah. Ketika orang-orang yang bermanfaat ilmunya mendengar ucapan ahli dunia itu b.
Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Qashash: 80). Maksudnya, balasan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi saleh di negeri akhirat lebih baik daripada apa yang kamu lihat sekarang.
c.
dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. (Al-Qashash: 80). As-Saddi mengatakan bahwa tiada seorang pun yang memperoleh surga kecuali hanyalah orang-orang yang sabar; seakan-akan kalimat ini merupakan kelanjutan dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang dianugerahi ilmu. Ibnu Jarir mengatakan bahwa kalimat seperti itu tidaklah dikatakan kecuali hanyalah oleh orangorang yang sabar, yaitu orang-orang yang tidak menginginkan duniawi dan hanya berharap kepada pahala Allah di negeri akhirat. Takwil ini berarti bahwa seakan-akan kalimat ini terpisah dari ucapan orang-orang yang dianugerahi
ilmu,
dan
menjadikannya
sebagai Kalamullah serta
pemberitaan dari-Nya tentang hal tersebut. d. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab
Allah,
dan
tiadalah
ia
termasuk
orang-orang(yang
dapat) membela (dirinya). (Al-Qashash: 81) Artinya, harta benda yang mereka
kumpulkan
itu
—juga
pelayan-pelayannya
serta
para
pembantunya— tidak dapat memberi pertolongan kepadanya, tidak dapat pula membelanya dari siksa dan azab Allah serta pembalasan-Nya. Qarun pun tidak dapat membela dirinya sendiri, serta tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya
e.
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu. (Al-Qashash: 82) Yakni orang-orang yang menginginkan hal seperti yang diperoleh Qarun yang bergelimang dengan perhiasannya saat mereka melihatnya.
f.
Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. (Al-Qashash: 82) Maksudnya, harta benda itu bukanlah merupakan pertanda bahwa Allah rida kepada pemiliknya. Karena sesungguhnya Allah memberi dan mencegah, menyempitkan dan melapangkan, dan merendahkan serta meninggikan. Apa yang ditetapkan-Nya hanyalah mengandung hikmah yang sempurna dan hujah yang kuat,
3. Kandungan Ayat Ayat ini menerangkan bahwa pada suatu hari Karun keluar ke tengahtengah kaumnya dengan pakaian megah dan perhiasan yang berlebihan dalam suatu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya, dan inang asuh untuk mempertontonkan ketinggian dan kebesarannya kepada manusia. Hal yang demikian itu adalah sifat yang amat tercela, kebanggaan yang terkutuk bagi orang yang berakal dan berpikiran sehat. Hal itu menyebabkan kaumnya terbagi dua. Pertama, orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi yang selalu berpikir dan berusaha sekuat tenaga bagaimana caranya supaya bisa hidup mewah di dunia ini. Menurut anggapan mereka, hidup yang demikian itu adalah kebahagiaan. Mereka itu berharap juga dapat memiliki sebagaimana yang dimiliki Karun yaitu harta yang bertumpuk-tumpuk dan kekayaan yang berlebih-lebihan, karena yang demikian itu dianggap sebagai keberuntungan yang besar. Demikian mereka akan hidup senang, dan berbuat sekehendak hatinya merasakan kenikmatan dunia dengan segala variasinya. Keinginan manusia seperti ini sampai sekarang tetap ada, bahkan tumbuh dengan subur ditengahtengah masyarakat. Dimana-mana kita dapat menyaksikan bahwa tidak sedikit
orang yang berkeinginan keras untuk memiliki seperti apa yang telah dimiliki orang-orang kaya, pengusaha besar dan lainnya. Ayat ini menerangkan kelompok kedua adalah orang-orang yang berilmu dan berpikiran waras. Mereka menganggap bahwa cara berpikir orang-orang yang termasuk golongan pertama tadi sangat keliru, bahkan dianggap sebagai satu bencana besar dan kerugian yang nyata, karena lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana dari kehidupan akhirat yang kekal. Golongan kedua berpendapat bahwa pahala di sisi Allah bagi orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasulNya serta beramal saleh, jauh lebih baik daripada menumpuk harta. Apa yang di sisi Allah kekal abadi, sedangkan apa yang dimiliki manusia akan lenyap dan musnah. Ayat 80 dijelaskan bahwa orang-orang yang sabar dan tekun mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya. Mereka juga menerima baik apa yang telah diberikan Allah kepadanya serta membelanjakannya untuk kepentingan diri dan masyarakat. Ayat 81 Allah menerangkan akibat kesombongan dan keangkuhan karun. Ia beserta rumah dan segala kemegahan dan kekayaannya dibenamkan ke dalam bumi. Tidak ada yang dapat menyelematkannya dari azab Allah itu, baik perorangan maupun secara bersama-sama. Karun sendiri tidak dapat membela dirinya. Tidak sedikit orang yang sesat jalan, dan keliru paham tentang harta yang diberikan kepadanya. Mereka menyangka harta itu hanya untuk kemegahan dan kesenangan sehingga mereka tidak menyalurkan penggunaanya ke jalan yang diridhai Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan azab-Nya kepada mereka. Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang semula bercita-cita ingin mempunyai kedudukan dan posisi terhormat seperti yang pernah dimiliki Karun, dengan seketika mengurungkan cita-citanya setelah menyaksikan azab yang diimpakan kepada karun. Mereka menyadari bahwa harta benda yang banyak dan kehidupan duniawi yang serba mewah, tidak mengantarkan mereka pada keridaan Allah. Dia memberi rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, dan tidak memberi kepada yang tidak dikehendaki. Allah meninggikan dan merendahkan orang yang
dikehendaki-Nya. Kesemuanya itu adalah berdasarkan kebijakanaan Allah dan ketetapan yang telah digariskan-Nya. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Allah telah memberikan kepada manusia watak masing-masing sebagaimana Dia telah membagi-bagikan rezeki di antara mereka. Sesungguhnya Allah itu memberikan harta kepada orang yang disenangi, dan tidak menganugerahkan iman kecuali kepada orang yang disenangi dan dikasihi-Nya.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Kaum muslimin diperintahkan untuk mempergunakan harta kekayaan secara wajar dan untuk beribadah kepada Allah SWT 2. Allah SWT menjamin rezeki setiap makhluk yang ada di dunia ini. Dia pula yang berkuasa untuk melapangkan atau membatasinya. 3. Gambaran kekayaan dan kemewahan karun mengakibatkan kaumnya terbagi menjadi dua; a. Ada yang ingin kaya seperti dia karena menganggap hal itu merupakan keberuntungan yang besar b. Ada yang menganggap hal itu merupakan bencana sdangkan pahala di sisi Allah lebih baik. 4. Allah membenamkan Karun dan hartanya ke dalam bumi karena kesombongannya, dan tiada satupun yang dapat menolongnya. 5. Setelah menyaksikan azab yang menimpa Karun, orang-orang yang ingin kaya seperti dia berkata,”Kalau bukan karena karunia Allah,ia akan binasa seperti dia.” 6. Tidak akan beruntung orang yang mengingkari nikmat Allah dan mendustakan Rasul.
B. Saran
Kami dari Kelompok menyadari bahwa masih kurang sempurnya makalah yang kami sajikan ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk memperbaiki dan kesempurnaan dari makalah kami ini.